Anda di halaman 1dari 37

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN INSOMNIA MENJELANG

UJIAN AKHIR BLOK ANTARA MAHASISWA TAHUN PERTAMA DAN


TAHUN TERAKHIR DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG

Proposal

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh


Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang

Disusun oleh :

Ullima Pramulasari

H2A014024

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat ,
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Insomnia Menjelang Ujian Akhir
Blok Antara Mahasiswa Tahun Pertama dan Tahun Terakhir di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Penulisan karya ilmiah ini
merupakan salah satu syarat akademis untuk mendapatkan gelar sarjana pada
program studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Rifki Muslim, Sp. B, Sp.U (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

2. dr. Ika Dyah K selaku trainer yang telah memberikan bimbingan dan
arahan yang bermakna.

3. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi yang besar bagi
penulis.

4. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi yang besar bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak


kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca pada umumnya dan pada penulis
khususnya, Terima kasih

Semarang, 18 April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI`..................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................................2

C. Tujuan ....................................................................................................3

D. Manfaat .................................................................................................3

E. Keaslian .................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ......................................................................................6

1. Kecemasan ........................................................................................6

a. Definisi .......................................................................................6

b. Etologi.........................................................................................6

c. Patofisiologi …………………………………………………... 9

g. Tingkatan.....................................................................................9

h. Kriteria diagnostik ……………………………………………10

i. Penatalaksanaan ……………………………………………….11

2. Tidur..................................................................................................12

a. Definisi ......................................................................................12

iii
b. Fungsi tidur ..............................................................................12

c. Fisiologi tidur normal.................................................................12

d. Gangguan tidur...........................................................................16

3. Insomnia............................................................................................17

a. Definisi .....................................................................................17

b. Etiologi .....................................................................................17

c. Patofisiologi ..............................................................................19

d. Klasifikasi .................................................................................20

e. Kriteria diagnostik ....................................................................21

f. Penatalaksanaan ........................................................................21

3. Mahasiswa.........................................................................................23

a. Definisi ......................................................................................23

B. Kerangka Teori .....................................................................................24

C. Kerangka Konsep .................................................................................25

D. Hipotesis ...............................................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................26

B. Jenis Penelitian .....................................................................................26

C. Populasi dan Sampel ............................................................................26

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................................28

E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................29

iv
F. Alur Penelitian .......................................................................................30

G. Pengelolaan dan Analisis Data .............................................................30

H. Jadwal Penelitian ..................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................33

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan


perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap
utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.¹ Rasa
cemas bisa timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya,
merasa bersalah, kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam
beberapa bentuk.²

Kecemasan juga mengganggu pola tidur. Tidur adalah aspek kehidupan


yang penting dimana organisme istirahat yang terjadi secara berulang,
reversibel, dan reguler dalam keadaan ambang rasa terhadap rangsangan
menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan keadaan terjaga. Gangguan tidur
salah satunya adalah insomnia. Insomnia adalah kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling
lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap.³

Kecemasan adalah salah satu penyakit yang banyak tersebar diantara


manusia. Dalam bahasa Arab dikatakan bahwa bila sesuatu cemas, maka ia
akan bergerak dari tempatnya. Hingga bisa dikatakan bahwa bentuk
kecemasan adalah adanya perubahan atau goncangan yang berseberangan
dengan ketenangan yang Allah gambarkan dalam firman-Nya dalam surah al-
Fajr ayat 27-30.⁴

ِ‫﴾ ُمفاَطدةخئليِ ُئفن ُئعبمناَئدي‬٢٨﴿ُ ‫ك ُمرائضنيمةة ُنِمطرئضنينِةة‬


‫﴾ ُارئجعئنيِ ُإئ م للن ُر نب ئ‬٢٧﴿ُ ‫يَاَ ُأميَننِتَّةنهاَ ُالننِنطفس ُالطمططمئئننِةة‬
‫م‬ ‫ط‬ ‫ة ة م‬ ‫م م‬
٣٠﴿ُ ‫﴾ ُمواطدةخئليِ ُمجننِئت‬٢٩﴿﴾

1
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam surga-Ku. (QS Al-Fajr [89]: 27-30).

Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar
6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia
mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala kecemasan dan depresi.⁵ Terkait dengan mahasiswa dilaporkan bahwa
25% mahasiswa mengalami cemas ringan, 60% mengalami sedang, dan 15%
mengalami cemas berat.⁶

Menurut United States Census Bureau, International Data Base tahun


2010 terhadap penduduk Indonesia dinyatakan bahwa dari 238,5 juta jiwa
penduduk Indonesia, sebanyak 28 juta jiwa (11,7%) mengalami insomnia.
Insomnia yang terjadi secara terus-menerus dapat menimbulkan dampak,
yaitu tidak produktif, susah fokus, tidak bisa membuat keputusan, pelupa,
pemarah, meningkatkan risiko kematian dini, dan depresi.⁷

Kecemasan dan insomnia yang berlebihan dapat mengganggu kondisi


psikis dan mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga
produktivitas seseorang akan menurun atau berkurang.⁸ Penelitian di Royal
Holloway, London University menyatakan bahwa kecemasan juga berdampak
negatif terhadap fungsi kognitif seseorang.⁹

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


mengenai perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian akhir
blok antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

B. RUMUSAN MASALAH

2
Adakah perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian
akhir blok antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang


ujian akhir blok antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan tingkat kecemasan yang timbul menjelang ujian akhir


blok pada mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir.

b. Mendeskripsikan tingkat insomnia yang timbul menjelang ujian akhir


blok pada mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir.

c. Menganalisis tingkat kecemasan dan insomnia yang timbul menjelang


ujian akhir blok pada mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian akhir blok
antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

2. Manfaat Praktis

a. Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pengetahuan


untuk penelitian selanjutnya dan sebagai referensi.

3
b. Insitusi Universitas Muhammadiyah Semarang

Penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan


tentang perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian
akhir blok antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

c. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembanding dan


pustaka untuk penelitian selanjutnya.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Tahun Judul Metode Hasil


Penelitian

Chouery N, 2016 Insomnia and Cross-sectional Prevalensi insomnia


et al relationship adalah 10,6%, lebih
with anxiety in sering terjadi pada
university mahasiswa tahun
students: A pertama. Kecemasan
cross-sectional lebih sering terjadi pada
design study. mahasiswa yang
mengalami insomnia dan
orang yang kurang tidur

Bassols AM, 2014 First- and Last- Cross-sectional Sebanyak 232


et al year medical mahasiswa (110 tahun
students: Is pertama, 122 tahun
there a keenam) menyelesaikan
difference in the kuesioner, dengan
prevalence and tingkat respons 67,4%.
intensity of Sebanyak 50,4%
anxiety and responden adalah laki-
depressive laki (56,4% tahun
symptoms ? pertama dan 45,1%

4
tahun keenam). Gejala
kecemasan ditemukan
30,8% mahasiswa tahun
pertama dan 9,4%
mahasiswa tahun
keenam. Mahasiswa
perempuan lebih mudah
terkena kecemasan.
Tidak ada perbedaan
antar kelompok yang
signifikan dalam gejala
depresi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan merupakan sinyal peringatan yang akan


memperingatkan tentang adanya bahaya yang akan terjadi dan
memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasinya.
Hal ini adalah respon yang normal dan adaptif.³

b. Etiologi

Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan ditinjau dari


kontribusi dua ilmu, yaitu ilmu psikologi dan ilmu biologi.³

1.1. Teori psikologis

a. Teori psikoanalitik

Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari


konflik psikis antara keinginan seksual atau agresif sadar dan
ancaman sesuai dari realitas superego atau eksternal. Dalam
menanggapi sinyal ini, ego mengerahkan mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak
dapat diterima dari muncul dalam kesadaran.

b. Teori perilaku-kognitif

6
Teori-teori perilaku atau belajar dari kecemasan
mengatakan bahwa kecemasan merupakan respon terkondisi
terhadap rangsangan lingkungan tertentu.

c. Teori eksistensial

Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa orang-


orang mengalami perasaan hidup di alam semesta tanpa
tujuan. Kecemasan merupakan respon mereka terhadap
kekosongan yang dirasakan dalam keberadaan dan makna.

1.2. Teori biologi

a. Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan


gangguan kecemasan, terutama mereka dengan gangguan
panik, menunjukkan nada simpatik meningkat, beradaptasi
perlahan terhadap rangsangan berulang, dan merespon
berlebihan terhadap rangsangan moderat.

b. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan


kecemasan pada basis studi hewan dan tanggapan terhadap
terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan Î ³-
aminobutyric acid (GABA).

c. Studi Pencitraan Otak

Berbagai studi pencitraan otak, hampir selalu dilakukan


dengan gangguan kecemasan tertentu, telah menghasilkan
beberapa kemungkinan mengarah pada pemahaman gangguan
kecemasan. Dalam satu studi MRI, cacat tertentu di lobus
temporal kanan tercatat pada pasien dengan gangguan panik.

7
d. Studi genetika

Studi genetik telah menghasilkan bukti kuat bahwa


setidaknya beberapa komponen genetik berkontribusi terhadap
perkembangan gangguan kecemasan. Keturunan telah diakui
sebagai faktor predisposisi dalam pengembangan gangguan
kecemasan. Hampir setengah dari semua pasien dengan
gangguan panik memiliki setidaknya satu kerabat yang terkena
dampak.

e. Pertimbangan neuroanatomis

Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem


limbik dan korteks serebral. Dalam kombinasi dengan data dari
studi pencitraan otak, daerah ini telah menjadi fokus dari
banyak hipotesis tentang pembentukan substrat neuroanatomi
dari gangguan kecemasan.

1) Sistem limbiks

Dua bidang sistem limbik telah menerima perhatian


khusus dalam literatur: peningkatan aktivitas di jalur 4
septohippocampal, yang dapat menyebabkan kecemasan.

2) Korteks serebral

Korteks serebral frontal terhubung dengan wilayah


parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus dan,
dengan demikian, mungkin terlibat dalam produksi
gangguan kecemasan. Korteks temporal juga telah terlibat
sebagai situs patofisiologi pada gangguan kecemasan.

c. Patofisiologi

Kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima


oleh sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman

8
masa lalu dan faktor genetik. Rangsang tersebut dipersepsikan oleh
panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat
melibatkan, yaitu Cortex cerebri diteruskan ke Limbic system lalu ke
Reticular Activating System kemudian ke Hypothalamus yang
memberikan impuls kepada kelenjar adrenal, selanjutnya memacu
sistem saraf otonom melalui mediator yang lain. Kecemasan
menyeluruh menunjukkan adanya gangguan reseptor serotonin, yaitu
5 HT-1A. Sistem limbik terletak diensefalon, terdiri atas hipokampus,
girus singuli, dan nucleus amigdala yang merupakan sentrum integrasi
emosi.¹°

d. Tingkatan

Berikut merupakan tingkat kecemasan¹¹ :

Tabel 2.1. Tabel Tingkat Kecemasan

Tingkat Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional


kecemasan
Ringan 1. Tegang otot ringan. 1. Tenang, percaya 1. Perilaku otomatis
2. Rileks dan sedikit 2. Sedikit tidak sabar
diri
3. Terstimulasi
gelisah. 2. Sedikit rasa gatal
4. Tenang
3. Penuh perhatian 3. Waspada banyak
4. Rajin
hal
4. Tingkat belajar
optimal
Sedang 1. Tegang otot sedang 1. Tidak perhatian 1. Tidak nyaman
2. Tanda vital 2. Mudah
secara selektif
meningkat 2. Fokus stimulus tersinggung
3. Pupil dilatasi dan 3. Tidak sabar
meningkat
mulai berkeringat 3. Perhatian turun
4. Suara bergetar, 4. Penyelesaian
nada suara tinggi masalah menurun
5. Tegang
6. Sering berkemih,
pola tidur berubah.
Berat 1. Tegang otot yang 1. Sulit berpikir 1. Sangat cemas
2. Penyelesaian 2. Agitasi
berat
3. Takut
2. Hiperventilasi masalah buruk
4. Bingung
3. Kontak mata buruk 3. Egosentris
5. Merasa tidak
4. Keringat banyak 4. Tidak mampu

9
5. Bicara cepat, nada mempertimbangk adekuat
6. Menarik diri
tinggi an informasi
7. Penyalahan
5. Preokupasi
8. Ingin bebas
dengam pikiran
sendiri
Panik 1. Flight, fight, atau 1. Pikiran tidak 1. Merasa terbebani
2. Merasa tidak
freeze logis, terganggu
2. Ketegangan otot 2. Pribadi kacau mampu atau
3. Tidak dapat
sangat berat tidak berdaya
3. Agitasi motorik menyelesaikan 3. Lepas kendali
4. Mengamuk,
kasar
putus asa

e. Kriteria Diagnostik

Kecemasan umum memiliki kriteria, yaitu memiliki tiga atau


lebih dari sifat lekas marah, gelisah, tegang, mudah lelah, kesulitan
konsentrasi atau pikiran kosong, ketegangan, dan insomnia. Diagnosis
berdasar riwayat pasien penting dengan saksama mendengar yang
dikatakan pasien, kecuali pasien dengan gangguan organik distimulasi
dengan sejarah.¹²

Fitur-fitur kecemasan menyeluruh berdasar PPDGJ-III meliputi:

1) Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer


yang berlangsung hamper setiap hari untuk beberapa minggu
sampai beberapa bulan, yaitu tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating
atau mengambang).

2) Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasakan seperti


diujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb)

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak


dapat santai, dsb)

10
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering, dsb)

d) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan


untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan
somatic berulang yang menonjol.

3) Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk


beberapa hari). Khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis
gangguan anxietas menyeluruh selama hal tersebut tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan
anxietas fobik, gangguan panic atau gangguan obsesif-kompulsif.

f. Penatalaksanaan

Persamaan semua penatalaksanaan dengan pendekatan


psikologis adalah mendorong pasien untuk menghadapi sumber
kecemasan. Dibawah ini contoh penatalaksanaan berdasar beberapa
teori yaitu¹²

1) Perspektif biologis terfokus pada penggunaan obat-obatan untuk


meredam gejala kecemasan.

2) Teori psikodinamis lebih menjajaki sumber kecemasan yang


berasal dari keadaan sekarang, dan mendorong pasien
mengembangkan tingkah yang adaptif.

3) Pendekatan humanistik bertujuan untuk memahami orang, dan


mengekspresikan bakat serta perasaannya yang sesungguhnya.

4) Pengguanaan obat dapat menyebabkan ketergantungan, sindrom


putus obat, dan masalah potensial oleh karena itu dikombinasikan
dengan terapi kognitif-behavioural.

2. Tidur

11
a. Definisi

Tidur adalah aspek kehidupan yang penting dimana organisme


istirahat yang terjadi secara berulang, reversibel, dan reguler dalam
keadaan ambang rasa terhadap rangsangan menjadi lebih tinggi
apabila dibandingkan keadaan terjaga.³

b. Fungsi Tidur

Tidur berfungsi dalam restoratif dan homeostatik serta penting


dalam termoregulasi dan cadangan energi. Tidur berguna untuk
memulihkan energi yang telah hilang ketika melakukan aktivitas
dalam memenuhi kebutuhan hidup, memperlancar produksi hormon
pertumbuhan tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh, dan meregenerasi
sel-sel yang rusak.³

c. Fisiologi Tidur Normal

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang
otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini
memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan
dan kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan
sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. RAS melepaskan
katekolamin pada saat sadar, sedangkan BSR mengeluarkan serotonin
yang menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur.
Kondisi terbangun seseorang tergantung pada keseimbangan impuls
yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.¹³

Proses tidur diatur oleh irama sirkardian yang terletak di Supra


Chiasmatic Nucleus (SCN) pada bagian hipothalamus anterior. Irama
sirkardian mengatur jam biologis tidur, tubuh meningkatkan melatonin
sehingga kadar melatonin didalam darah tetap tinggi yang
menyebabkan seseorang tidur. Proses tersebut dipengaruhi oleh

12
cahaya. Sekresi melatonin meningkat ketika suasana gelap dan akan
bertahan dalam kadar rendah selama periode terang. Kondisi stress
mampu menyebabkan kadar melatonin turun yang mampu
merangsang sistem saraf simpatik sehingga akan tetap terjaga.¹³

Tidur terdiri dari dua tahap:

1) NREM (Non Rapid Eye Movement)

Pada kondisi ini, secara berangsur-angsur sebagian organ


tubuh menjadi kurang aktif, pernafasan teratur, kecepatan denyut
jantung menjadi melambat, tekanan darah cenderung rendah, dan
tonus otot menurun. Fase NREM berlangsung ± 90 menit dan fase
ini masih dapat mendengar suara di sekitar, sehingga akan lebih
mudah terbangun. Pada orang dewasa fase NREM mewakili 75%
waktu tidur total. Tidur NREM terdiri dari 4 stadium:

a) Stadium 1

Pada stadium ini gelombang alfa mengalami penurunan


aktivitas sampai kurang dari 50%, amplitudo menjadi rendah,
muncul sinyal campuran, predomninan gelombang beta dan
gelombang teta, tegangan menjadi rendah, frekuensi antara 3-7
siklus setiap detik. Terjadi penurunan tonus otot dan aktivitas
bola mata. Pada stadium ini mudah dibangunkan.³

13
b) Stadium 2

Stadium ini menduduki 50% total tidur. Terjadi penurunan


tonus otot, nadi dan tekanaan darah. Didominasi oleh aktivitas
teta, voltasenya antara rendah-sedang, frekuensi terjadi 12-14
siklus perdetik.³

c) Stadium 3

Pada stadium 3 tonus otot mengalami peningkatan namun


gerakan bola mata tidak ada, dan amplitudo tinggi. Terdiri dari
20%-50% aktivitas delta, frekuensi antara 1-2 siklus setiap
detik.³

d) Stadium 4

Stadium ini terjadi bila gelombang delta > 50%. Susah


dibedakan antara stadium 4 dan stadium sebelumnya. Stadium
ini lebih lambat dibandingkan stadium 3. Apabila terdapat
deprivasi tidur maka durasi tidur fase ini akan mengalami
peningkatan.³

2) REM (Rapid Eye Movement)

Pada kondisi ini, gerakan mata menjadi cepat, terjadi


peningkatan pemakaian oksigen, dan otot mengalami relaksasi.
Pada fase REM (fase tidur nyenyak) sering timbul mimpi-mimpi,
mengigau, atau bahkan mendengkur. Fase ini berlangsung selama ±
20 menit. Fase REM mewakili 25% waktu tidur total.³

Siklus tidur normal

Individu melewati tahap tidur NREM dan REM selama tidur.


Siklus tidur yang komplit normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan
setiap orang biasanya melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam
tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap

14
REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian
diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Individu kemudian kembali
melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul
sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.³

d. Gangguan Tidur

1) Disomnia

Merupakan kondisi psikogenik primer dimana gangguan


utamanya yaitu jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang disebabkan
oleh faktor-faktor emosi. Termasuk dalam gangguan ini:

a) Insomnia, merupakan kondisi dimana seseorang sulit untuk


memulai atau mempertahankan tidur.¹⁴

b) Hipersomnia, merupakan kondisi yang ditandai dengan rasa


kantuk yang berlebihan yang menyebabkan keinginan untuk
tidur yang lama, yaitu sekitar 20 jam sehari.¹⁴

c) Narkolepsi, merupan gangguan tidur yang gejala awalnya


ditandai dengan rasa kantuk yang tidak tertahankan di siang
hari, lalu pada umumnya berlanjut dengan serangan tidur atau
tidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat.¹⁴

d) Gangguan siklus sirkardian, merupakan pola persisten atau


berulang gangguan tidur yang dihasilkan baik dari jadwal
tidur-bangun yang berubah atau kesenjangan antara siklus
alami tidur-bangun dan tuntutan terkait tidur seseorang.¹⁴

2) Parasomnia

Merupakan peristiwa episodik abnormal yang terjadi


selama tidur. Dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa

15
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tertentu atau
berpindah tidur-bangun. Parasomnia ini dapat berupa:

a) Somnabolisme, merupakan suatu kondisi di mana seseorang


berjalan atau bergerak ke sekeliling tempat tidur padahal
sedang tertidur lelap.¹⁴

b) Teror tidur atau night terorris, merupakan episode berteriak


disertai dengan rasa takut yang intens dan memukul saat
seseorang masih tertidur.¹⁵

c) Nightmare,merupakan sebuah gangguan ansietas mimpi yang


terjadi dan juga ditandai dengan munculnya mimpi yang terus
berulang dan berulang selama tidur dan mimpi terasa
mengancam dan menakutkan sehingga membuat tidur menjadi
tidak aman dan nyaman.¹⁴

3. Insomnia

a. Definisi

Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.


Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang lazim ditemui dan dapat
bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat insomnia
paling sering disebabkan anxietas, baik sebagai gejala sisa suatu
pengalaman yang mencemaskan atau antisipasi pengalaman yang
mencetuskan anxietas.³

b. Etiologi

1) Faktor eksternal

a) Faktor Sosial

Persentase insomnia lebih tinggi pada seseorang yang


mengalami perpisahan (brokenhome, putus dengan pacar),

16
cemooh teman (bulliying), pengangguran serta mereka yang
penghasilannya dibawah rata-rata. Beban akademis adalah
masalah yang dialami oleh pelajar. Beban akademis meliputi
tuntutan penyelesaikan studi, tugas seorang pelajar yang harus
dikerjakan, dan tuntutan dalam pelaksanaan ujian. Hal-hal
tersebut yang menjadi stressor sehingga tubuh akan
memproduksi kortisol dalam jumlah banyak, yang emnyebabkan
kondisi terjaga.¹⁶

b) Faktor lingkungan

Suasana tidur yang kurang nyaman serta lingkungan kerja


yang penuh dengan tekanan mampu menyebabkan insomnia.
Lingkungan dengan pencahayaan yang tidak sesuai, berisik, dan
suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas menyebabkan
seseorang merasa tidak nyaman, sehingga membuat seseorang
susah untuk mulai memasuki tidur.¹⁶

c) Faktor toksin

Beberapa zat toksik seperti alkohol, nikotin, obat anti


depresan, amfetamin, kafein mampu mempengaruhi sistem saraf
pusat. Kafein sebagai kompetitif inhibitor bersifat antagonis
terhadap reseptor adenosin. Kafein memiliki struktur mirip
dengan adenosin yang akan berikatan dengan reseptor adenosin
pada dinding permukaan sel tanpa menyebabkan pengaktifan
reseptor tersebut. Hal ini mengakibatkan penurunan aktivitas
adenosin sehingga terjadi peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopamin. Peningkatan aktivitas dopamin inilah yang menjadi
dasar efek stimulasi kafein.¹⁶

2) Faktor internal

a) Faktor kondisi medis

17
Faktor kondisi medis yang mampu menyebabkan insomnia
yaitu osteoartritis, gagal ginjal, prostatic hypertrophy, congestif
heart failure, asma, dan kondisi medis lainnya.¹⁶

b) Faktor kronobiologis

Kurangnya aktivitas pada waktu siang hari menyebabkan


seseorang lebih banyak tidur yang mampu menyebabkan
tergangguanya siklus sirkardian. Gangguan irama sirkardian
juga bisa disebabkan karena shift atau jaga malam yang
mengakibatkan seseorang terjaga ketika malam hari dan pada
siang hari akan memanfaatkan waktunya untuk tidur.¹⁶

c) Faktor psikis

Beberapa gangguan psikis seperti gangguan mood,


kecemasan, dan gangguan psikotik (akizofrenia) juga mampu
menimbulkan insomnia. Kecemasan (anxietas) dapat
meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem
saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus
tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga
saat tidur. ¹⁶

c. Patofisiologi

Setiap masalah yang terjadi dalam hidup seseorang merupakan


sebuah stressor bagi tubuh. Tubuh akan memberikan respon terhadap
stressor tersebut dengan melakukan mekanisme hipotalamus-pituitari-
aksis (HPA). Dalam mekanisme ini, hipotalamus akan menghasilkan
corticotropin releasing hormone (CRH) yang merangsang hipofisis
menghasilkan adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH dilepas
ke dalam aliran darah dan menyebabkan korteks kelenjar adrenal
melepas hormon kortisol. Kadar kortisol yang tinggi menyebabkan

18
melatonin darah menjadi rendah, kemudian merangsang sistem saraf
simpatis sehingga menyebabkan kondiri terus terjaga.¹⁵

d. Klasifikasi

Klasifikasi insomnia dilihat dari penyebabnya dibagi menjadi dua:

1) Insomnia primer

Pada insomia primer, terjadi hyperarousal system yang


berlebihan. Pasien dapat tidur tetapi tidak merasa tidur. Fase REM
sangat kurang dan fase NREM cukup. Periode tidur juga
mengalami pengurangan dan lebih sering terbangun. Insomnia
primer tidak berhubungan dengan kejiwaan, masalah neurologi,
masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat tertentu, namun
penyebab insomnia primer berhubungan dengan kebiasaan sebelum
tidur, pola tidur, dan lingkungan tempat tidur.¹⁷

2) Insomnia sekunder

Insomnia sekunder disebabkan karena irama sirkardian,


kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya dan reaksi
obat. Insomnia ini sering terjadi pada orang tua. Pada insomnia
sekunder karena penyakit organik, kontinuitas tidurnya terhanggu,
misal pada penderita artritis yang mudah terbangun karena nyeri
yang timbul.¹⁷

e. Kriteria Diagnostik

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ-


III, hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis
pasti¹¹

1) Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,


atau kualitas tidur yang buruk.

19
2) Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal
1 bulan.

3) Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang


berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang
siang hari.

4) Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur


menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

5) Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak


menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

6) Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk


menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi
individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas
(seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat
dimasukkan dalam reaksi stres akut atau gangguan penyesuaian.

f. Penatalaksanaan

1) Edukasi kesehatan

Edukasi kesehatan meliputi pemberian informasi mengenai


insomnia seperti etiologi dan langkah-langkah yang akan diambil
untuk mengatasi insomnia.¹⁸

2) Edukasi sleep hygiene

Edukasi sleep hygiene meliputi pergi ke tempat tidur hanya


bila mengantuk, hindari tidur sekejab di siang hari, bangun pada
waktu yang sama setiap hari, hentikan obat yang bekerja pada
sistem saraf pusat (kafein, nikotin, alkohol, stimulan),
mempertahankan kondisi tidur yang menyenangkan (tentang suhu,
ventilasi, kebisingan, cahaya), melakukan rutinitas relaksasi

20
malam, seperti relaksasi otot progresif atau meditasi, makan pada
waktu yang teratur setiap hari; hindari makan dalam jumlah besar
sebelum tidur, hindari stimulasi malam hari, gantikan televisi
dengan radio atau bacaan santai, dan dapatkan kebugaran fisik
dengan program olahraga yang rajin dan bertahap di pagi hari.¹⁸

3) Terapi psikologis

Cognitif Behavioral Therapy (CBT) merupakan gabungan


terapi kognitif dan perilaku. Tujuan utama dari teknik perilaku
untuk pengobatan insomnia adalah untuk merubah perilaku yang
berkaitan dengan tidur yang merupakan faktor yang memperburuk
gangguan tidur. Faktor-faktor ini mungkin karena kebiasaan tidur
yang buruk (terlalu lama di tempat tidur), pola tidur-bangun yang
tidak teratur, atau hiperaktivasi psikofisiologis. Sedangkan teknik
kognitif ditujukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa
pemikiran dan keyakinan yang salah yang berkaitan dengan tidur
atau konsekuensi dari insomnia.¹⁸

4) Terapi farmakologis

Prinsip dasar terapi pengobatan insomnia yaitu, Jangan


menggunakan obat hipnotik sebagai satu-satunya terapi,
pengobatan harus dikombinasikan dengan terapi non
farmakologi, pemberian obat golongan hipnotik dimulai
dengan dosis yang rendah, selanjutnya dinaikan perlahan –
lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang tua, hindari
penggunaan benzodiazepin jangka panjang, hati – hati penggunaan
obat golongan hipnotik khususnya benzodiazepin pada pasien
dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat.¹⁸

4. Mahasiswa

a. Definisi

21
Mahasiswa adalah orang dalam masa belajar (peserta didik) yang
terdaftar dan mengikuti proses pendidikan di perguruan tinggi
(Universitas). Mahasiswa kedokteran adalah peserta didik yang
mengikuti pendidikan kedokteran. Pendidikan dokter diselenggarakan
untuk menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan primer dan merupakan pendidikan
kedokteran dasar sebagai pendidikan Universitas.¹⁹

Teori Teori Teori Sistem Neurotra Studi Studi Pertimba


psikoanal perilaku- eksistensi saraf nsmitter pencitraa genetik ngan
itik kognitif al otonom n otak neuroana
tomis

Teori Teori
psikologis biologi

Cemas

B. KERANGKA TEORI
Mahasiswa

Insomnia

Internal Eksternal

22
Faktor Faktor Faktor Faktor Faktor Faktor
kronobiol kondisi psikis sosial toksin lingkungan
ogis medis
C. KERANGKA KONSEP

Mahasiswa FK tahun Kecemasan


pertama

Mahasiswa FK tahun Insomnia


terakhir

D. HIPOTESIS

Terdapat perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian


akhir blok antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir di fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Tempat : Penelitian akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Semarang.

Waktu : Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2017.

Disiplin ilmu : Ilmu Kedokteran Jiwa

B. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah komparasi analitik dengan pendekatan cross


sectional yaitu peneliti mempelajari perbedaan pada variabel bebas dengan
variabel terikat yang diobservasi hanya sekali pada satu saat.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama


dan tahun terakhir. Sedangkan populasi terjangkau pada penelitan ini
adalah mahasiswa tahun pertama fakultas kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang angkatan 2016 yang mengikuti semester II
sebanyak 75 orang dan mahasiswa tahun terakhir fakultas kedokteran
universitas Muhammadiyah Semarang angkatan 2014 yang mengikuti
semester VI sebanyak 58 orang.

2. Sampel

Penelitian ini mengambil subyek penelitian mahasiswa tahun pertama


Teori Teori dan tahun
Teoriterakhir di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
psikoanal perilaku- eksistensi
Semarang.
itik kognitif al

24
Teori
psikologis
Penentuan besar sampel pada penelitian menggunakan rumus slovin:

n=

Keterangan

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

E : tingkat kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir

Mahasiswa tahun pertama:

n=

n = 43 (sampel minimal)

Mahasiswa tahun terakhir:

n=

n = 37 (sampel minimal) peneliti mengambil sampel 43 mahasiswa


supaya perbandingan jumlah sampel tahun pertama dan tahun terakhir
sama.

Jadi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak


43 mahasiswa tahun pertama angkatan 2016 semester II di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang dan 43 mahasiswa
tahun terakhir angkatan 2014 semester VI di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.

a. Kriteria Inklusi

25
1) Sampel berstatus sebagai mahasiswa tahun pertama angkatan 2016
yang sedang menjalani semester II di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.

2) Sampel berstatus sebagai mahasiswa tahun terakhir angkatan 2014


yang sedang menjalani semester VI di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang.

3) Bersedia menjadi responden

4) Tidak merokok

b. Kriteria eksklusi

1) Pernah atau sedang mengalami gangguan jiwa (skizofrenia).

2) Mengonsumsi alkohol.

3) Sedang mengonsumsi obat-obatan seperti: Amfetamin,


antidepresan dan lain-lain.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe


Probability Sampling dengan teknik simple random sampling, yaitu
diambil sampel secara random menggunakan undian yang telah diberi
nomor.

D. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

1. Variabel Penelitian

Variabel Bebas : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Semarang

Variabel Terikat : Tingkat kecemasan dan insomnia

2. Definisi Operasional

26
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kategori Skala
Mahasiswa Seseorang yang Data 1. Mahasiswa Ordinal
Fakultas sedang Mahasiswa Tahun
Kedokteran menyelesaikan Pertama.
2. Mahasiswa
program studi
Tahun
pendidikan dokter di
Terakhir.
Fakultas Kedokteran
Universitas
Muhammadiyah
Semarang.
Tingkat Tingkat kecemasan Kuesioner 1. Kecemasan Ordinal
Kecemasan yang berisi deskripsi berdasarkan ringan 0-21
2. Kecemasan
tentang gejala Beck Anxiety
sedang 22-35
kecemasan yaitu Inventory
3. Kecemasan
gejala subjektif,
berat >36.²°
gejala neurofisiologi,
gejala autonom, dan
gejala yang
berhubungan dengan
panik.
Tingkat Tingkat insomnia Kuesioner 1. Tidak Ordinal
Insomnia untuk tidur baik itu berdasarkan insomnia 0-7
2. Insomnia
untuk kesulitan untuk Insomnia
ringan 8-14
memulai tidur, Severity Index
3. Insomnia
kembali tidur setelah
sedang-berat
terbangun di tengah
15-28.²¹
malam, maupun
terbangun lebih awal
dan tidak bisa tidur
lagi.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Data primer

Pengumpulan data primer dilakuakn oleh peneliti melalui observasi


dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer yang

27
dikumpulkan meliputi identitas responden, tingkat kecemasan, dan tingkat
insomnia.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data mahasiswa tahun pertama angkatan


2016 semester II dan mahasiswa tahun terakhir angkatan 2014 semester
VI.

F. ALUR PENELITIAN

Meminta izin penelitian kepada Fakultas Kedokteran UNIMUS

Mahasiswa tahun pertama Mahasiswa tahun terakhir

Inform consent Inform consent

Penentuan sampel Penentuan sampel

Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi


Kriteria Eksklusi Kriteria Eksklusi

Pengambilan data Pengambilan data


Tidak menjadi Tidak menjadi
sampel sampel
Pengolahan dan analisis data

G. PENGELOLAAN DAN ANALISIS DATA

1. Pengelolaan data

28
a. Editing

Editing adalah kegiatan memeriksa kelengkapan data isian


formulir kuesioner.

b. Coding

Coding adalah kegiatan mengkategorikan data yang berbentuk


kalimat menjadi bentuk angka. Coding untuk variabel mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
dilakukan dengan cara memberikan kode 1 untuk mahasiswa tahun
pertama, dan kode 2 untuk mahasiswa tahun tahun terakhir. Coding
untuk variabel tingkat kecemasan dilakukan dengan cara, memberikan
kode 1 untuk kecemasan ringan, kode 2 untuk kecemasan sedang, dan
kode 3 untuk kecemasan berat. Coding untuk variabel tingkat
insomnia dilakukan dengan cara, memberikan kode 1 untuk tidak
insomnia, kode 2 untuk insomnia ringan, kode 3 untuk insomnia
sedang, dan kode 4 untuk insomnia berat.

c. Processing

Processing adalah kegiatan memasukkan data ke dalam program


yang ada di computer.

d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan mengecek kembali data yang sudah


diproses apakah ada kesalahan atau tidak.

2. Analisis data

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil


penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi frekuensi dan

29
persentase dari variabel mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang, tingkat kecemasan, dan tingkat insomnia.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan mengetahui ada tidaknya perbedaan


tingkat kecemasan dan insomnia menjelang ujian akhir blok pada
mahasiwa tahun pertama dan tahun terakhir di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang. Uji statistik yang digunakan
adalah uji Mann-Whitney Test.

H. JADWAL PENELITIAN

No Tahun 2017

Kegiatan Bulan
Agustus
Juni

Juli

September

Oktober
Mei

November
1. Penyusunan √ √ √
proposal

2. Ujian proposal √

3. Pengambilan √
sampel

4. Pengolahan dan √ √ √
analisis data

5. Penyusunan √ √
karya tulis
ilmiah

6. Ujian hasil

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Hawari D. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Cetakan Keempat, Ed.


Kedua, Jakarta: FKUI.2013

2. Kholil Lur Rochman. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media


Press.2010

3. Kaplan HI, Sadock BJ. Psikiatri jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.

4. QS. Al-Fajr : 27-30

5. Departemen Kesehatan RI. Stop Stigma dan Diskriminasi Terhadap


Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).[diakses pada tanggal 16 Maret
2017] di www.depkes.go.id. 2014.

6. Suyamto, Prabandari, Y.S., Marchira, C.R. Pengaruh Relaksasi Otot


dalam Menurunkan Skor Kecemasan TMAS Mahasiswa Menjelang
Ujian Akhir Program di Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta.
Berita Kedokteran Masyarakat. 25:142-149. 2009

7. Sekarsiwi A, Diannike P, Pramesti D. Hubungan antara insomnia dengan


penurunan konsentrasi belajar mahasiswa S1 Kedokteran. Jurnal Medika.
3(2): 32-38.2015

8. National Institute of Mental Health (NIMH), 2013.Schizophrenia.


[diakses pada 16 Maret 2017] di
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia/nimhschizop
hreniabooklet.pdf

9. Miguel. The Effects of anxiety on cognitive performance. Phd


Thesis.2012

10. Mudjadid, E. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik


Gangguan Ansietas dan Depresi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam . In :
Ilmu Penyakit dalam. Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan

31
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007

11. Videbeck, S.L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 2008

12. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III


dan DSM-5.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.2013

13. Guyton, Hall JE. Textbook of Medical Physiologi. 12nd ed. Philadelphia
Saunders Elsevier; 2011.

14. Cowen P, Paul H, Tom B. Psychiatry 6th ed. United Kingdom: Oxford
University Press; 2012.

15. Taylor D, Philip G, Natalie D, et al. Handbook of Insomnia. London:


Springer Healthcare; 2014.

16. Tasman A, Jerald K, Jeffrey AL, et al. Psychiatry 4th ed vol 1. London:
Wiley; 2005

17. Burysse DJ. Insomnia Diadnosis and Classification. In: Sateia Mj, Daniel
JB, editors. Insomnia Diagnosis and Treatment. London: Informa; 2011.

18. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta:


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.

19. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 20 tahun 2013 tentang


pendidikan kedokteran. Jakarta. Sekretariat Negara. 2013.

20. Ambarwati, S.A. Gambaran Trait Kepribadian, Kecemasan, dan Stress,


Serta Strategi Coping pada Penderita Dispepsia Fungsional. Depok:
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 2005.

21. Morin CM, Genevieve B, Lynda B, et al. The insomnia severity index:
psychometric indicators to detect insomnia case and evaluated treatment
response. Sleep, 2011. 34(5): 2011.

32

Anda mungkin juga menyukai