Textbook Ameb
Textbook Ameb
Textbook Ameb
FAKULTAS KEDOKTERAN
AMEBIASIS
OLEH :
A. We Tenri Suli
KEPANITERAAN KLINIK
MAKASSAR
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Disentri adalah sejumlah kelainan yang ditandai dengan adanya peradangan usus
terutama kolon dan disertai dengan nyeri pada perut, tenesmus dan buang air besar yang
sering serta mengandung darah dan lendir.
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) adalah penyakit infeksi
usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba Histolytica.
Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang
berkembang yang berada di daerah tropis3. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan
penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural
yang menunjang. Penyakit ini biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun.
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika Selatan6. Di Amerika Serikat, insiden
disentri amoeba mencapai 1-5%.
Angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada,
akan tetapi berdasarkan laporan dari beberapa rumah sakit besar dapat diperkirakan
insidens amebiasis cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara misalnya
pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoak.
Mengingat bahwa penyakit disentri amoeba merupakan salah satu penyakit
dengan prevalensi yang cukup tinggi terutama insiden terjadi pada anak usia lebih dari 5
tahun sehingga dalam penanganannya diperlukan kesadaran yang tinggi pula baik dari
orang tua, masyarakat maupun petugas kesehatan dan penting untuk diketahui dengan
benar informasi tentang penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi dan
penanganannya pun dapat dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) adalah penyakit infeksi
usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba Histolytica.
2.2 Etiologi
Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding
usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.
Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensial (<10
mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada
pemeriksaan tinja di bawah mikroskop tampak trofozoit bergerak aktif dengan
pseudopodinya dan dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di dalamnya ada
endoplasma yang berbentuk butir-butir kecil dan sebuah inti di dalamnya. Sementara
trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun
di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar
dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya
karena trofozoit ini sering menelan eritrosit (haematophagus trophozoite). Bentuk
trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala penyakit namun cepat mati
apabila berada di luar tubuh manusia.
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti
satu mengandung satu gelembung glikogen dan badan-badan kromatoid yang berbentuk
batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai
di dalam lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat dijumpai di
dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di luar usus.
3
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung, dan kadar klor standard di dalam
sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar
menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. E. histolytica oleh beberapa penulis dibagi
menjadi dua ras yaitu ras besar dan ras kecil, bergantung pada apakah dapat membentuk
kista berdiameter lebih besar atau lebih kecil dari 10 mm. strain kecil ternyata tidak
patogen terhadap manusia dan dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu E. hartmanni.
4
Gambar 2.2. Trofozoit dan kista Entamoeba histolytica
Trofozoit mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, dapat
berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang
menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)
ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
kerentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-obat
imunosupresif, dan kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya.
Strain ameba di daerah tropis ternyata lebih ganas dari pada strain di daerah
sedang. Akan tetapi sifat keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan
lingkungan mengizinkan. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis
jaringan dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung).
Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi
reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran
ini sangat berbeda dengan disentri basiler, dimana mukosa usus antara ulkus meradang.
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus tampak sel leukosit dalam jumlah banyak,
akan tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kristal
Charcot Leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus yang terjadi dapat
menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muscular akan terjadi perforasi
dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rectum,sigmoid,
5
apendiks dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya
masa jaringan granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di daerah sekum dan
sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke
hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh
darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa dan
menimbulkan abses di sana, akan tetapi peristiwa ini jarang terjadi.
Infeksi terjadi jika menelan kista matang dari parasit. Ameba ini masuk ke dalam
usus dan dapat menginfeksi jaringan hospes, hidup di lumen usus besar tanpa invasi atau
menjadi kista. Jika sistem kekebalan tubuh lemah maka akan terjadi invasi ameba ke
jaringan. Bentuk histolitika akan memasuki mukosa usus besar yang utuh dan
mengeluarkan enzim dan dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein
proteinase yang disebut histolisin. Invasi pada jaringan menyebabkan sel-sel darah merah
dimakan oleh trofozoit dan menyebabkan perdarahan. Trofozoit ini memasuki jaringan
usus dan merusak epitel dari usus besar dengan memproduksi enzim proteolitik . Luka-
luka akibat destruksi epitel dapat dangkal karena hanya mukosa atau dapat juga dalam
jika mengenai submukosa. Pada submukosa trofozoit memperbanyak diri dan
menimbulkan mikroabses yang akhirnya menimbulkan ulkus. Dengan peristaltik usus,
bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus dan dikeluarkan bersama tinja.
Tinja ini disebut disentri yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis dapat
dibagi menjadi carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan),
amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat dan disentri
ameba kronik.
6
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karen
ameba yang berada di dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.
7
neurasthenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau
makanan yang sukar dicerna.
8
didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
2.6 Diagnosis
Diagonosis pada disentri ameba dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan laboratorium. Pada disentri amoeba ringan penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali
sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir.
Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium.
Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik,
tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak
atau sedikit nyeri tekan.
Sedangkan pada disentri amoeba sedang, keluhan pasien dan gejala klinis lebih
berat dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-
hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan
lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan. Pada disentri amoeba berat keluhan
dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak,
lebih dari 15 kali sehari, demam tinggi (400 C-40,50C) disertai mual dan anemia.
9
Sedangkan pada disentri amoeba kronik gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan,
serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini
dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan
gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.
Pada pasien yang mengalami diare atau disentri pada keadaan yang lebih lanjut
dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral
terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi
bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil
dengan warna urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik.
10
diagnosis penyakit lain, karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain
pada seorang pasien. Sering amebiasis terdapat bersamaan dengan karsinoma usus besar.
Oleh karena itu bila pasien amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik
masih tetap mengeluh perutnya sakit, perlu dilakukan pemeriksaan lain misalnya
endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja.
2. Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia,
tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-
kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja
berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat
juga menyerang ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami
hiperemia superfisial ulseratif dan selaput lendir akan menebal.
3. Eschericiae coli
a. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus
sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis
dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri
basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear
11
dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa demam,
toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.
b. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau
dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi
berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis
yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi
yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.
2.8 Komplikasi
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun ringan.
Sering sumber penyakit di usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau hanya
menunjukkan gejala ringan, sehingga yang menonjol adalah gejala penyulitnya
(komplikasi). Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi sebagia
berikut :
2.8.1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
Terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
b. Perforasi usus
Terjadi apabila abses menembus lapisan muscular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortilitasnya tinggi.
c. Ameboma
Terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering
mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.
d. Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum yang memerlukan tindakan operasi segera.
e. Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat
ameboma.
12
2.8.2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Amebiasis hati
Abses hati ameba merupakan penyulit ekstra intestinal yang paling
sering terjadi. Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah
infeksi ameba, kadang-kadang terjadi tanpa diketahui menderita disentri
ameba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan
dinding usus besar lewat vena porta. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang
merupakan stadium dini abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil
(mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal
yang besar. Dapat pula terjadi abses majemuk. Abses berisi nanah kental yang
steril tidak berbau, berwarna kecoklatan (cho-colate paste) terdiri atas
jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang berwarna
kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
Pasien sering mengeluh nyeri spontan di perut kanan atas, kalau
berjalan posisinya membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan
diatasnya. Hati teraba di bawah lengkung iga, nyeri tekan disertai demam
tinggi yang bersifat intermitten atau remiten. Kadang-kadang terasa nyeri
tekan local di daerah antara iga ke-8, ke-9, dan ke-10. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan leukositosis moderate (15.000-25.000/mm3) yang
terdiri atas 70% leukosit polimorfonuklear.
b. Amebiasis pleuropulmonal
Abses paru dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus
besar. Penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan.
13
d. Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar. Sering terjadi di
daerah perianal atau di dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal
akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
2.9 Tatalaksana
2.9.1. Amebiasis asimptomatik (carrier atau cyst passer)
Carrier atau cyst passer walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis
sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai komensial
di dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi patogen.
Trofozoit banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit sekali
menimbulkan kelainan mukosa usus. Ulkus yang ditimbulkan hanya superficial,
tidak mencapai lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menyebabkan
gangguan peristaltik usus sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala klinis.
Obat yang diberikan adalah amebisid luminal, misalnya :
Diloksanit furoat (diloxanite furoate). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama
10 hari. Saat ini obat ini merupakan amebisid luminal pilihan, karena
efektivitasnya cukup tinggi (80-85%), sedangkan efek sampingnya sangat
minimal hanya berupa mual dan kembung.
Diyodohidroksikin (diiodohydroxykuin). Dosis 3 x 600 mg sehari,
selama 10 hari
Yodoklorohidroksikin (iodochlorohydroxykuin) atau kliokinol
(cliokuinol). Dosis 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari. Kedua obat tersebut
termasuk halogenated hydroxykuinolin yang cukup efektif sebagai
amebisid luminal. Efektivitasnya 60-70%. Efek samping yang terjadi
biasanya ringan berupa mual dan muntah.
Karbarson (carbarsone). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari.
Bisthmuth glycoarsanilate. Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari. Kedua
obat tersebut merupakan obat golongan arsen, yang saat ini sudah jarang
dipakai lagi. Sering timbul efek samping diare.
14
Klefamid (clefamide). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10-13 hari.
Paromomycin. Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari.
Oleh karena ada kemungkinan invasi amuba ke mukosa usus besar, maka
walaupun tidak mengakibatkan gangguan peristaltic usus, dianjurkan
untuk menambah amebisid jaringan sebagai profilaksis. Obat amebisid
jaringan yang dapat dipakai adalah :
16
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien
mengalami kekurangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien
kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 8-
10% dari berat badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan
adalah sebagai berikut :
a. BJ plasma dengan rumus :
BJ plasma - 1,025
Kebutuhan cairan = x BB x 4 ml
0,001
Skor
Kebutuhan cairan = x 10% x kgBB x 1 liter
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan per
oral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih dari atau sama
3 disertai syok diberikan cairan per intravena.
17
Tabel 2.2. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, koma 2
Frekuensi nafas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur >60 tahun -2
18
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam
ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari
3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan
cairan melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL).
2.10 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi.
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali dapat menyebabkan
kematian. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) maupun amoeba
(disentri amoeba). Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, colitis ameba) adalah
penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba Histolytica.
2. Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan amebiasis dapat dibagi menjadi
carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan), amebiasis
intestinal sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat dan disentri ameba
kronik.
3. Ada banyak pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
amebiasis, salah satunya adalah pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan
laboratorium yang sangat penting.
4. Hampir semua obat amebisid tidak dapat bekerja efektif di semua tempat tersebut,
terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh karena itu sering digunakan kombinasi obat
untuk meningkatkan hasil pengobatan. Metronidazol, Tinidazol, dan Ornidazol ketiga
obat tersebut termasuk golongan nitroimidazol yang dapat bekerja baik di dalam lumen
usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus. Terapi pengobatan untuk anak,
penyakit yang disebabkan oleh parasit entamoeba hystolitica diberikan metronidazol 50
mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5-7 hari.
5. Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun ringan. Sering
sumber penyakit di usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau hanya menunjukkan
gejala ringan, sehingga yang menonjol adalah gejala penyulitnya (komplikasi).
Berdasarkan lokasinya, dibagi menjadi komplikasi intestinal dan komplikasi ekstra
intestinal.
20