Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

TROMBOFEBLITIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF Kardiologi
Fakultas Kedokteran Unsyiah
RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Disusun oleh :
VERDY PRANANDA
1807101030081

Dokter Pembimbing :
dr. Fouzal Aswad, Sp.JP

SMF/BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas referat yang berjudul
“Trombofeblitis”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Program Pendidikan Dokter pada Bagian/ SMF Kardiologi RSUD dr. Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Ucapan terima kasih
dan penghormatan penulis sampaikan kepada dr. Fauzal Aswad, Sp.JP yang
telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan referat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran
dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua,
Amin.

Banda Aceh, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2


2.1 Definisi........................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi............................................................................... 2
2.3 Klasifikasi.................................................................................... 3
2.4 Etiologi………………………..................................................... 4
2.5 Tanda dan Gejala.......................................................................... 5
2.6 Patofisiologi.................................................................................. 6
2.7 Diagnosis…………...................................................................... 14
2.8 Diagnosis Banding ...................................................................... 16
2.9 Komplikasi dan Prognosis............................................................ 16
2.10 Tatalaksana…………..................................................................... 18
BAB .

BAB III KESIMPULAN…..................................................................... 21


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tromboflebitis melibatkan pembentukan gumpalan darah disertai peradangan


atau cedera pada vena. Banyak kondisi bawaan yang dapat membuat pasien rentan
terhadap tromboflebitis melalui berbagai sindrom hiperkoagulopati.(1) Peristiwa
traumatis juga dapat memicu reaksi tromboflebitik. Selain itu, adanya refluks yang
signifikan ke dalam vena yang telah diobati dengan agen sclerosing dapat
menyebabkan flebitis. Lebih umum, flebitis terjadi jika vena perforator di wilayah
skleroterapi tidak didiagnosis dan diobati.(1,2,3,4)

Perkiraan kejadian tahunan tromboemboli vena dalam masyarakat Barat adalah 1


kasus per 1000 orang. Insiden tahunan tromboemboli vena simptomatik sekitar 0,5
hingga 1,6 per 1000 orang , angka ini cenderung menurun dibandingkan dengan
tromboemboli vena asimptomatik. Data frekuensi yang tepat untuk populasi umum
sulit ditemukan. Frekuensi dipengaruhi oleh subkelompok pasien yang diteliti. Pasien
dengan trombosis vena superfisialis sebelumnya berisiko lebih tinggi untuk trombosis
vena dalam. (5)
Pada tromboflebitis terjadi pembentukan trombus yang merupakan akibat dari
stasis vena sehingga mmenyebabkan gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan
pembuluh maupun endotelial. Stasis vena sering dialami oleh orang-orang imobilisasi
lama dengan gerakan otot yang kurang untuk mendorong aliran darah.
Tatalaksana tromboflebitis meliputi medikamentosa dan intervensi bedah.
Tromboflebitis memiliki prognosis yang sangat baik jika segera ditangani. Perawatan
yang tepat menghasilkan resolusi cepat.

1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Pengertian
Tromboflebitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai
pembentukan bekuan darah (thrombus). Bekuan pada vena disebabkan oleh statis atau
hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan maka proses ini dinamakan
flebotrombosis.(1,2)
Tromboflebitis melibatkan pembentukan gumpalan darah disertai peradangan
atau cedera pada vena. Banyak kondisi bawaan dapat membuat pasien rentan terhadap
tromboflebitis melalui berbagai sindrom hiperkoagulopati.(1) Peristiwa traumatis juga
dapat memicu reaksi tromboflebitik. Selain itu, adanya refluks yang signifikan ke
dalam vena yang telah diobati dengan agen sclerosing dapat menyebabkan flebitis.
Lebih umum, flebitis terjadi jika vena perforator di wilayah skleroterapi tidak
didiagnosis dan diobati.(1,2,3,4)

2.2 Epidemiologi
Perkiraan kejadian tahunan tromboemboli vena dalam masyarakat Barat adalah 1
kasus per 1000 orang. Insiden tahunan tromboemboli vena simptomatik sekitar 0,5
hingga 1,6 per 1000 orang , angka ini cenderung menurun dibandingkan dengan
tromboemboli vena asimptomatik. Data frekuensi yang tepat untuk populasi umum
sulit ditemukan. Frekuensi dipengaruhi oleh subkelompok pasien yang diteliti. Pasien
dengan trombosis vena superfisialis sebelumnya berisiko lebih tinggi untuk trombosis
vena dalam. (5)

Ras
Tidak ada kecenderungan rasial yang ditemukan.

Jenis Kelamin
Wanita lebih cenderung terkena dibandingkan dengan pria berkaitan dengan
penggunaan estrogen sistemik.

2
Usia

Usia mungkin merupakan faktor predisposisi dalam SVT, DVT, atau keduanya. Usia
rata-rata dari kejadian tromboemboli vena Eropa lebih dari 15.000 pasien, 66,3 ± 16,9
tahun. Dilaporkan, pasien Usia lanjut memiliki peningkatan risiko DVT. Penyebab
peningkatan risiko ini mungkin adalah pengumpulan darah pada sinus vena soleus,
yang terjadi akibat dari penurunan kontraksi otot betis. (6)

2.3 Klasifikasi
Tromboflebitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
Pelvio Tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis yang paling sering meradang mengenai vena-vena
didinding uterus dan ligamentum latu yaitu vena ovarika, karena mengalirkan darah
dan luka bekas plasenta didaerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena
ovarika kiri ialah kevena renalis dan dari vena ovarika kanan kevena kava inferior.
Trombosis yang terjadi setelah peradangan bermaksud untuk menghalangi penjalaran
mikroorganisme. Dengan proses ini, infeksi dapat sembuh tetapi jika daya tahan tubuh
kurang, trombus dapat menjadi nanah. Bagian-bagian kecil trombus terlepas dan
terjadilah emboli atau sepsis dan karena emboli ini mengandung nanah disebut juga
pyaemia. Emboli ini biasanya tersangkut pada paru, ginjal dan katup jantung. Pada
paru dapat menimbulkan infark.

Tromboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai vena
femoralis beserta cabangnya, yaitu vena safena poplitea, dan vena safena magna. Hal
ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya
perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada susunan
darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau venaseksi. Hal ini
terjadi karena aliran darah lambat didaerah lipatan paha karena vena tersebut tertekan.

3
2.4 Etiologi
a. Stasis vena
Faktor predisposisi meliputi setiap kejadian yang dapat mengurangi aliran vena;
contohnya termasuk duduk lama atau imobilisasi dan dehidrasi (misalnya, pada
penerbangan panjang), operasi panjang, atau istirahat di tempat tidur yang lama.
b. Vena varikosa (varises)
Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka terdapatnya
turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep (katup) vena merangsang
terjadinya thrombosis primer tanpa disertai reaksi radang primer, yang kemudian
karena faktor lokal, daerah yang terdapat trombus tersebut mendapat radang.
Menipisnya dinding vena karena adanya varises sebelumnya, mempercepat proses
keradangan. Dalam keadaan ini, maka dua faktor utama : kelainan dinding vena dan
melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya tromboplebitis.
c. Obesitas
Pada penderita obesitas ini berkaitan dengan aliran darah yang lambat serta
kemungkinan terjadi varises pada penderita obesitas yang menjadi salah satu penyebab
dari tromboflebitis.
d. Riwayat tromboflebitis sebelumnya
Seseorang dengan riwayat tromboflebitis merupakan faktor yang mengakibatkan
terulangnya kembali kejadian tromboflebitis, karena perlukaan pada endotel yang
ditimbulkan dari tromboflebitis itu sendiri.
e. Trauma
Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan
keadaan ini. Umumnya, pemasangan infus dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada
tempat yang sama atau pemberian obat yang iritan secara internal terhadap vena.
f. Keganasan
Adanya malignansi/keganasan yang terjadi pada salah satu segmen vena. Tumor-tumor
intra abdominal, umumnya yang memberikan hambatan aliran vena dari ekstremitas
bawah, hingga terjadi rangsangan pada segmen vena tungkai. Keganasan juga dapat
menyebabkan keadaan hiperkoagulatif.

4
g. Genetik
Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. Kelainan
jantung maupun faktor koagulasi darah (trombofilia genetik) yang secara
hemodinamik menyebabkan kelainan pada sistem aliran vena dan status
hiperkoagulasi.(1-4)

2.5 Tanda dan Gejala

Gambar 1. Trombosis vena dalam dan trombosis vena superfisial

Penderita-penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena


(nyeri yang terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya kemerahan (timbul
dengan cepat diatas vena) dan terasa hangat sampai panas. Juga dinyatakan adanya
oedema atau pembengkakan agak luas, nyeri terjadi bila menggerakkan lengan, juga
pada gerakan-gerakan otot tertentu. Pada perabaan, selain nyeri tekan, diraba pula
pengerasan dari jalur vena tersebut, pada tempat-tempat dimana terdapat katup vena,
kadang-kadang diraba fluktuasi, sebagai tanda adanya hambatan aliran vena dan
menggembungnya vena di daerah katup. Fluktuasi ini dapat pula terjadi karena
5
pembentukan abses. Febris dapat terjadi pada penderita-penderita ini, tetapi biasanya
pada orang dewasa hanya dirasakan sebagai malaise.

Temuan klasik pemeriksaan fiisk pada trombosis vena superfisial (SVT) adalah
gambaran fibrosa eritematosa yang tegas, lunak, biasanya di daerah varises
sebelumnya atau vena yang tampak normal. Pada kasus trombosis vena dalam (DVT),
tampak edema ringan hingga sedang, eritema, dan nyeri tekan. vena yang mengalami
trombofebitis jarang teraba pada orang dengan DVT, terutama DVT dalam ekstremitas
bawah. Pasien dengan trombosis vena (atau selulitis) dapat datang dengan kaki yang
panas dan bengkak. (7)

2.6 Patofisiologi
Pada tromboflebitis terjadi pembentukan trombus yang merupakan akibat dari stasis
vena sehingga mmenyebabkan gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan
pembuluh maupun endotelial. Stasis vena sering dialami oleh orang-orang imobilisasi
maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk
mendorong aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu
lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun
wanita hamil. Stasis aliran darah vena terjadi ketika aliran darah melambat misalnya
pada istirahat lama (imobilisasi) seperti yang telah disebutkan sebelumnya sehingga
dapat berpengaruh pada pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan
penggumpalan darah pada ekstremitas sehingga ektremitas mengalami
edema.Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan myocardial
infret juga mempermudah terjadinya pembentukan trombus.
Pembentukan trombus dimulai dengan melekatnya trombosit-trombosit pada
permukaan endotel pembuluh darah. Darah yang mengalir menyebabkan makin
banyak trombosit tertimbun. Oleh karena sifat trombosit ini, trombosis dapat saling
melekat sehingga terbentuk massa yang menonjol ke dalam lumen.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis
aliran darah dan hiperkoagulasi.

6
Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama pada
daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Statis
vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan
darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena, melalui
:
Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.
Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan jaringan
dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Endotel yang
utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa substansi
seperti prostaglandin, proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang
dapat mencegah terbentuknya trombin. Apabila endotel mengalami kerusakan, maka
jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan
darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat
kolagen, membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan
melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan yang akan merangsang trombosit lain
yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel
sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
Perubahan zat koagulasi darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan
sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan
darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah
meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III, defisiensi protein
C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.

7
8
Status hiperkoagulabel
Sejumlah keadaan hiperkoagulasi primer dan sekunder dapat dinilai dengan
memperoleh riwayat pasien yang tepat dan meninjau sistem. Sebelum tahun 1993,
hanya 3 faktor hiperkoagulabel yang diwariskan yang telah diketahui: antitrombin III,
protein C, dan protein S. Saat ini, 60-70% pasien dengan trombosis dapat diidentifikasi
memiliki trombofilia turunan spesifik. Keadaan hiperkoagulasi yang diwariskan dibagi
oleh para ahli ke dalam 5 kategori utama: (1) cacat kualitatif atau kuantitatif inhibitor
faktor koagulasi, (2) peningkatan level atau fungsi faktor koagulasi, (3)
hiperhomosisteinemia, (4) defek fibrinolitik. sistem, dan (5) mengubah fungsi
trombosit. Trombofilia turunan spesifik tercantum di bawah ini. Sebagian besar
penyakit bawaan ini telah mengidentifikasi mutasi gen, beberapa di antaranya
digunakan dalam diagnosis. Kekurangan protein C sendiri memiliki lebih dari 160
mutasi genetik yang terkait dengan keadaan penyebab penyakit. Klasifikasi trombofilia
yang diwarisi dijelaskan di bawah ini. Cacat kualitatif / kuantitatif inhibitor faktor
9
koagulasi adalah sebagai berikut: Kekurangan antitrombin Kekurangan protein C
Kekurangan protein S Defisiensi kofaktor II heparin Defisiensi inhibitor jalur faktor
jaringan Kekurangan trombomodulin Peningkatan level / fungsi faktor koagulasi
adalah sebagai berikut: Resistansi protein C aktif dan faktor V Leiden Mutasi gen
protrombin (G20210A) Disfibrinogenemia dan hiperfibrinogenemia Peningkatan kadar
faktor pembekuan VII, VIII, IX, XI, dan XII Hyperhomocysteinemia adalah kelas lain.
Cacat sistem fibrinolitik adalah sebagai berikut: Plasminogen Aktivator plasminogen
jaringan Penghambat fibrinolisis yang diaktifkan trombin Faktor XIII Lipoprotein (a)
Kondisi fungsi platelet yang berubah adalah sebagai berikut: Platelet glikoprotein
GPIb-IX GPIa-IIa GPIIb-IIIa. (1-3)

Defisiensi faktor bawaan


Meskipun kerusakan endotel berpengaruh terhadap terjadinya trombosis
simtomatik, trombosis vena dapat dikaitkan dengan defisiensi pada 1 dari beberapa
faktor antikoagulan. Pada pasien sehat yang berusia kurang dari 45 tahun yang dirujuk
untuk evaluasi trombosis vena, prevalensi antitrombin III, protein C, dan defisiensi
protein S adalah sekitar 5% untuk masing-masing.

Kekurangan antithrombin (antithrombin III) terjadi pada 1 orang per 2000-5000


orang dalam populasi umum dan merupakan yang paling prothrombotik dari semua
trombofilia yang diturunkan. Kekurangan antitrombin yang didapat dapat terjadi
dengan penyakit hati dan sebagai akibat dari penggunaan kontrasepsi oral.
Antitrombin bergabung dengan faktor koagulasi, menghambat aktivitas biologis dan
menghambat trombosis.
Protein C dan protein S, 2 protein yang bergantung pada vitamin K, adalah
faktor antikoagulan penting lainnya. Protein S adalah kofaktor untuk efek APC pada
faktor Va dan VIIIa. Di Amerika Serikat, prevalensi defisiensi protein C heterozigot
diperkirakan 1 kasus pada 60-300 orang dewasa yang sehat. Lebih dari 95% pasien
tidak menunjukkan gejala. Namun, defisiensi yang signifikan pada kedua protein dapat
mempengaruhi seseorang terhadap DVT. Faktanya, 75% pasien dengan homozigositas
karena defisiensi protein S mengalami trombosis vena sebelum usia 35 tahun. (8)

10
Meskipun kekurangan faktor dapat menyebabkan trombosis vena, perubahan
genetik pada faktor V, yang menghasilkan resistensi APC, setidaknya 10 kali lebih
umum daripada perubahan lainnya. Perubahan genetik ini ditemukan pada sekitar
sepertiga pasien yang dirujuk untuk evaluasi DVT. Faktor pencetus untuk trombosis,
seperti kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral, terdapat pada 60% pasien ini.
Cacat dalam sistem fibrinolitik, khususnya plasminogen, terjadi pada sebanyak
10% dari populasi sehat. Saat cacat terjadi sendiri, risiko trombosis kecil. Dalam
keadaan tertentu, kadar plasminogen abnormal juga dapat mempengaruhi seseorang
terhadap trombosis.
Antibodi antifosfolipid merupakan penyebab trombosis vena dan arteri, serta
aborsi spontan berulang. Keadaan tersebut mungkin bermanifestasi dalam gangguan
trombofilik primer, atau mereka mungkin terkait sekunder dengan gangguan autoimun.
Antikoagulan mirip lupus ada pada 16-33% pasien dengan lupus erythematosus, serta
pada banyak pasien dengan berbagai kelainan autoimun. Trombosis dapat terjadi pada
30-50% pasien dengan antikoagulan mirip lupus yang bersirkulasi. (9)

Penggunaan kontrasepsi oral dan terapi penggantian estrogen


Mekanisme untuk penyakit tromboemboli pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral bersifat multifaktorial. Estrogen dan progestogen terlibat dalam
pembentukan trombosis, bahkan dengan terapi dosis rendah. Semua hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan risiko terjadi terutama selama periode penggunaan
dan mungkin selama satu minggu atau lebih setelah penghentian. Namun, koreksi total
dari kemungkinan perubahan hemostatik yang terjadi selama terapi kontrasepsi oral
membutuhkan waktu 4 minggu.
Tingkat tromboemboli tertinggi terjadi dengan penggunaan dosis besar estrogen ,
beberapa penelitian menunjukkan peningkatan tromboemboli 11 kali lipat. Namun
demikian, risiko PE pasca operasi masih tampaknya meningkat pada wanita yang
menggunakan agen kontrasepsi oral, bahkan dengan jumlah estrogen yang minimal.
Kejadian DVT yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi oral bervariasi
tergantung pada jenis dan konsentrasi estrogen. Potensi di antara estrogen asli, estron
11
dan estradiol, etinil estradiol, dan estrogen dalam agen kontrasepsi oral berbeda
setidaknya 200 kali lipat. [Pada pasien yang menerima terapi penggantian hormon
dengan 0,625 mg estrogen kuda terkonjugasi dan 2,5 mg medroksiprogesteron, risiko
DVT 2-3,6 kali lebih tinggi daripada non-pengguna.
Kontrasepsi oral bertanggung jawab untuk sekitar 1 kasus superficial venous
thrombosis (SVT) atau DVT per 500 pengguna wanita per tahun. [40] Kejadian
trombosis simptomatik ini mungkin merupakan perkiraan rendah dari
hiperkoagulabilitas sejati; sebuah studi kromatografi fibrinogen plasma menunjukkan
insiden 27% dari lesi trombotik diam pada 154 pengguna baru baik mestranol 100 mg
atau etinil estradiol 50 mg. (10)

Kehamilan
Selama kehamilan, terjadi peningkatan pada sebagian besar faktor prokoagulan
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Tingkat fibrinogen plasma secara bertahap
meningkat setelah bulan ketiga kehamilan, untuk menggandakan orang-orang dari
keadaan tidak hamil. Pada paruh kedua kehamilan, kadar faktor VII, VIII, IX, dan X
juga meningkat. Aktivitas fibrinolitik yang menurun mungkin terkait dengan
penurunan tingkat aktivator plasminogen yang bersirkulasi. Selain itu, penurunan 68%
kadar protein S diukur selama kehamilan dan periode postpartum. Kadar protein S
tidak kembali ke kisaran referensi sampai 12 minggu setelah melahirkan. Perubahan
ini diperlukan untuk mencegah perdarahan selama pemisahan plasenta.(11)

Kondisi hiperkoagulasi pada periode antepartum bertanggung jawab terhadap


pengembangan tromboflebitis superfisial dan DVT masing-masing 0,15% dan 0,04%
dari populasi pasien ini. Yang lebih penting adalah periode postpartum langsung, di
mana insiden tromboflebitis superfisial dan DVT masing-masing meningkat menjadi
1,18% dan 0,15%. Sebuah studi di Belanda tentang wanita hamil dengan kontrol yang
sesuai usia menemukan peningkatan risiko trombosis vena 5 kali lipat selama
kehamilan. Ini meningkat menjadi 60 kali lipat selama 3 bulan pertama setelah
melahirkan.(11)
Karena normalisasi sebagian besar faktor koagulasi umumnya terjadi pada hari
ke 3, faktor tambahan diduga pada 21% pasien yang mengalami DVT kemudian
12
berkembang 2-3 minggu setelah melahirkan. Usia ibu juga dapat dikaitkan dengan
trombosis vena, meskipun hasil penelitian bertentangan; salah satu studi menemukan
angka ini sekitar 1 kasus per 1000 wanita yang lebih muda dari 25 tahun, berubah
menjadi 1 kasus per 1.200 wanita yang lebih tua dari 35 tahun. (12)
Dua pertiga pasien yang mengalami DVT postpartum menderita varises. Dengan
demikian, di samping efek samping potensial pada janin, skleroterapi harus dihindari
dalam waktu dekat sampai koagulabilitas kembali normal 6 minggu setelah melahirkan

Trombosis vena terkait perjalanan


Meskipun hubungan antara perjalanan udara dan DVT pertama kali diakui pada
tahun 1954, Emboli pulmonal (PE) tercatat terjadi di London terbatas pada tempat
perlindungan serangan udara selama Perang Dunia II. Pada tahun 1993, Lord and
McGrath melaporkan temuan dari 45 pasien yang mengalami trombosis vena terkait
perjalanan (37 melalui udara dan 8 melalui jalan atau kereta api). Perjalanan statis
selama lebih dari 4 jam meningkatkan risiko tromboemboli vena 2 kali lipat, bahkan
beberapa minggu setelah waktu perjalanan. Faktor risiko klinis termasuk
tromboemboli sebelumnya (31%) dan varises (20%).(13)
Setidaknya satu faktor risiko klinis atau laboratorium hadir sebelum melakukan
perjalanan pada lebih dari 80% pasien yang mengalami DVT setelah penerbangan
(14)
jarak jauh (> 8 jam), dan SVT didiagnosis pada 12% dari kelompok studi ini.
Dalam kebanyakan kasus, faktor risiko dapat diidentifikasi berdasarkan riwayat medis,
tanpa pengujian laboratorium. Faktor risiko yang paling umum adalah penggunaan
estrogen, riwayat trombosis, dan adanya faktor V Leiden.

Keganasan
Hiperkoagulabilitas terjadi dalam kaitannya dengan sejumlah keganasan, dengan
contoh klasiknya adalah sindrom Trousseau — peristiwa trombotik yang terjadi
sebelum keganasan gaib, biasanya karsinoma visceral penghasil musin. Patofisiologi
thrombosis terkait keganasan kurang dipahami, tetapi faktor jaringan, proteinase
terkait sistein, sirkulasi molekul musin, dan tumor hipoksemia semuanya telah terlibat
sebagai faktor penyebab. Gejala yang menunjukkan keganasan harus diselidiki pada
individu tanpa faktor risiko trombosis yang diketahui. (15)
13
Pasien yang sakit secara medis memiliki peluang 10% untuk mengembangkan
DVT, sementara DVT dan PE yang didapat di rumah sakit terjadi pada 10-33% dari
semua pasien yang dirawat di rumah sakit. Tromboflebitis pada populasi pasien ini
dipromosikan oleh kombinasi hiperkoagulabilitas dan stasis vena. Pembedahan,
trauma, dan imobilisasi juga merupakan predisposisi pembentukan tromboemboli
vena. Pembedahan tanpa antikoagulasi dikaitkan dengan tingkat kejadian DVT dari
15-64%, sementara sebanyak 58% pasien yang memasuki unit trauma memiliki
DVT.(15)

2.7 Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
a. Studi Laboratorium
Evaluasi laboratorium untuk kondisi hiperkoagulabilitas terkait faktor meliputi
pengukuran dan evaluasi berikut ini: Jumlah sel darah lengkap, waktu
protrombin (PT) , waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT), waktu
trombin (TT) dan nilai-nilai kimia serum Resistensi protein C dan APC
(pengujian faktor V Leiden jika tidak normal) kadar protein S, kadar antitrombin
Panel antibodi antifosfolipid (antikoagulan lupus, antikardiolipin, anti-beta2-
glikoprotein I) kadar homocysteine.
Peniliaian kadar hematokrit dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
hemokonsentrasi, terjadinya peningkatan hematokrit. Jika terjadi peningkatan
hematokrit maka akan berpotensial terjadinya pembentukan trombus.

b. Imaging
Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan katub
pada vena profunda, vena penghubung dan vena yang mengalami pervorasi.
Ultrasonografi Doopler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler di atas
vena yang tersumbat. Bacaan aliran doopler tampak lebih kecil di banding
tungkai sebelahnya atau tidak sama sekali. Metode ini relative murah, mudah
dilakukan, praktis, cepat dan non infasif. Pemeriksaan ultrasonograf doppler
dilakukan untuk menunjukkan peningkatan lingkar ekstremitas.

14
Pemeriksaan ini bersifat wajib, membantu dalam mendiagnosis trombosis di
vena dan merinci luasnya. Pemeriksaan Venografi dengan menggunakaan
kontras jarang diperlukan, dapat digunakan untuk menentukan luas dan
penyebaran trombosis dan penilaian trombosis pada vena renalis. Jika pasien
diduga mengalami PE, dilakukan tes yang tepat seperti radiografi dada, CT Scan
helix, scintigraphy paru ventilasi-perfusi, dan / atau venografi paru mungkin
diperlukan.

15
c. Histopatologi
Penting untuk membedakan tromboflebitis superfisial dari poliarteritis nodosa
pada spesimen biopsi. Perhatian pada pola muskularis (bundled pada vena,
nonbundled pada arteri) dan pola serat elastis (disekeliling bundle vena) dapat
membantu membedakan keduanya.(16)

2.8 Diagnosis Banding


a. Varises
b. Selulitis
c. Spider Veins
d. Flebektomi Ambulatori pada Varises
e. Terapi Radiofrekuensi Ablasi pada Varises
f. Terapi Laser Endovenous pada Varises

2.9 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi
Emboli paru septik
Pada tromboflebitis trombus berjalan melalui pembuluh darah ke paru-paru
sampai akhirnya berhenti dan menyumbat pembuluh darah kecil di paru-paru yang
tidak memungkinkan lagi untuk dilalui. Trombus tersebut akan menghalangi aliran

16
darah ke bagian paru yang tersumbat, yang akhirnya akan menyebabkan infark
karena bagian tersebut tidak mendapat pasokan oksigen.
Septikemia
Suatu keadaan ketika terdapat multiplikasi bakteri dalam darah. Istilah lain untuk
septikemia adalah biood poisoning atau keracunan darah atau bakterimia dengan
sepsis. Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi serius yang mengancam jiwa dan
cepat memburuk
Prognosis
SVT dan DVT keduanya memiliki prognosis yang sangat baik jika segera
diobati. Perawatan yang tepat harus menghasilkan resolusi cepat. Setelah
menyelesaikan masalah akut, opsi perawatan berikut untuk varises yang mendasari
harus dipertimbangkan: flebektomi rawat jalan, ligasi dan stripping, ablasi frekuensi
radio endovenous, dan ablasi laser endovenosa. (17)
DVT menyebabkan edema (79,8%), nyeri (74,6%), dan eritema (26,1%),
menurut daftar besar pasien Italia. Ini juga dapat dikaitkan dengan pengembangan PE
yang mengancam jiwa, jika tidak diobati. Demikian pula, tromboflebitis superfisial
bukan komplikasi yang harus dianggap enteng. Jika tidak diobati, peradangan dan
bekuan darah dapat menyebar melalui vena yang berlubang ke sistem vena dalam.
Perpanjangan ini dapat menyebabkan kerusakan katup dan kemungkinan kejadian
emboli paru. Perbanyakan SVT ke DVT dapat terjadi hingga 15% dari pasien. Yang
mengkhawatirkan, 10% dari SVT berulang, meluas, atau berlanjut ke DVT meskipun
telah diobati. SVT di hadapan faktor risiko trombotik yang diperoleh meningkatkan
risiko VT sebesar 10 hingga 100 kali lipat. Tromboflebitis superfisial dikaitkan dengan
peningkatan risiko rekurensi. (18)
DVT yang bersamaan dengan SVT dilaporkan lebih umum pada pasien tanpa
varises dibandingkan pada mereka yang varises (60% vs 20%). Dengan demikian,
faktor bawaan lain menempatkan pasien dengan SVT pada risiko tambahan untuk
DVT.
Dalam sebuah penelitian terhadap 145 pasien, tromboflebitis superfisial pada
23% anggota tubuh yang terkena memiliki ekstensi proksimal ke persimpangan
saphenofemoral (SFJ). [107] PE ditemukan pada 7 (33,3%) dari 21 pasien dengan
tromboflebitis vena saphenous yang lebih besar (GSV) di atas lutut. Tujuh belas dari
17
21 pasien memiliki varises. Dalam penelitian ini, gejala klinis sugestif PE muncul
hanya pada 1 dari 7 pasien. Terjadinya DVT pada pasien dengan SVT di bawah lutut
adalah 25 (32%) dalam penelitian terhadap 78 pasien.(19)

2.10 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Lokasi trombosis menentukan pengobatan. Jika adanya kecurigaan untuk terjadinya
DVT, antikoagulasi yang memadai sangat penting untuk mencegah PE dan
kemungkinan komplikasi jangka panjang lainnya dari DVT. Heparin berat molekul
rendah (LMWH) atau fondaparinux dianggap sebagai pengobatan pilihan untuk SVT,
meskipun lama pengobatan yang tepat tidak jelas. Empat puluh lima hari perawatan
direkomendasikan oleh American College of Chest Physicians. Pengobatan topikal
saja tidak memadai. Penggunaan LMWH pada pasien dengan SVT dapat mengurangi
peradangan perivaskular. LMWH membatasi ekstravasasi neutrofil. Dengan demikian,
LMWH memiliki sifat anti-inflamasi selain sifat antikoagulan. Heparin tak terfraksi
dengan dosis tinggi terbukti lebih efektif dalam mencegah kombinasi tromboemboli
daripada dosis profilaksis. LMWH dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
keduanya terbukti mengurangi insiden penyebaran tromboflebitis sekitar 70% dalam
meta-analisis dari 24 studi dan hampir 2500 pasien. Dalam sebuah penelitian kecil
terhadap 72 pasien, LMWH (dalteparin) ditemukan lebih unggul daripada NSAID
(ibuprofen) dalam mencegah perluasan DVT. Atau, tromboflebitis vena superfisial
relaps dapat diobati dengan fondaparinux yang ditempatkan secara subkutan atau
rivaroxaban oral. Sebuah tinjauan besar dari 30 studi yang melibatkan 6507 peserta
dengan SVT pada kaki menemukan bahwa fondaparinux selama 6 minggu menjadi
pilihan terapi yang valid. (20)
Pasien dengan keterlibatan luas dari varises kaki harus mendapatkan
antikoagulan. Perawatan ini sangat penting jika bagian proksimal SFJ terlibat. Selain
penyebaran trombus melalui SFJ, 11-40% pasien dengan SVT di SFJ memiliki bukti
DVT bersamaan. Pada pasien ini, antikoagulasi selama 6 bulan menyelesaikan DVT
atau SVT dan mencegah PE. Keberhasilan ini terjadi meskipun ada bukti
ultrasonografi dupleks dari perkembangan SVT menjadi DVT pada 2 dari 20 pasien.
(21)

18
Peran NSAID oral atau topikal dan terapi kompresi tidak jelas, karena data tidak cukup
untuk menarik kesimpulan yang bermakna. Aspirin atau NSAID lainnya mungkin
membantu membatasi peradangan dan nyeri. NSAID dikaitkan dengan tingkat
perkembangan SVT yang lebih rendah dibandingkan dengan plasebo. Kompresi
bertahap yang memadai harus dipertahankan, dan pasien harus sering berjalan sampai
rasa sakit dan peradangan sembuh. Selain kompresi bertahap yang memadai, drainase
trombi setelah pencairannya (sekitar 2 minggu setelah timbulnya lesi) mempercepat
proses resorpsi yang lambat dan menyakitkan. (22)
Modalitas pengobatan lain telah dicoba tetapi tidak memiliki hasil konklusif dari
uji klinis besar. Pycnogenol (agen antitrombotik oral) telah ditemukan mengurangi
jumlah kejadian trombotik selama penerbangan jarak jauh. Gel Essaven meningkatkan
tanda dan gejala SVT pada lengan. Gel diklofenak dan salep Exhirud tidak lagi
(23)
digunakan atau jarang digunakan sebagai pengobatan topikal. Penggunaan rutin
stocking pendukung bertingkat (kelas I atau II), terutama ketika pasien berada di
pesawat terbang atau lainnya..

19
Intervensi Bedah
Intervensi bedah darurat mungkin efektif dalam mencegah komplikasi SVT. Intervensi
bedah bertujuan mencegah perluasan trombus dan memungkinkan pasien untuk
kembali bekerja lebih cepat daripada modalitas non bedah. (23)

Dalam keadaan yang tepat, sayatan dan drainase bekuan darah harus diupayakan untuk
mengurangi rasa sakit. Jika trombosis meluas ke sistem vena dalam, ligasi dan
pengupasan vena yang terkena harus dipertimbangkan.

20
BAB III
KESIMPULAN

Tromboflebitis adalah peradangan dinding vena disertai pembentukan bekuan


darah. Penyebab tromboflebitis multifaktorial, namun penyebab utamanya yaitu akibat
adanya hiperkoagulabilitas darah dan stasis vena.
Diagnosis tromboflebitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pencitraan radiologi seperti USG dopler dan venografi dapat
membantu menentukan adanya trombus beserta letaknya pada vena. Pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan terutama pemeriksaan faal koagulasi.
Tatalaksana tromboflebitis meliputi medikamentosa dan intervensi bedah.
Tromboflebitis memiliki prognosis yang sangat baik jika segera diobati. Perawatan
yang tepat menghasilkan resolusi cepat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Saultz A, Mathews EL, Saultz JW, Judkins D. Clinical inquiries. Does


hypercoagulopathy testing benefit patients with DVT?. J Fam Pract. 2010 May.
59(5):291-4.
2. Buchanan GS, Rodgers GM, Branch DW. The inherited thrombophilias: genetics,
epidemiology, and laboratory evaluation. Best Pract Res Clin Obst Gynecol. 2003.
138:128-34.
3. Franchini M, Veneri D, Salvagno GL, Manzato F, Lippi G. Inherited
thrombophilia. Clin Lab Sci. 2006. 43:249-90.
4. Ads
5. Galanaud JP, Sevestre MA, Pernod G, Kahn SR, Genty C, Terrisse H, et al. Long-
term risk of venous thromboembolism recurrence after isolated superficial vein
thrombosis. J Thromb Haemost. 2017 Jun. 15 (6):1123-1131
6. De Stefano V, Rossi E, Paciaroni K, Leone G. Screening for inherited thrombophilia:
indications and therapeutic implications. Trends Hematol Oncol. 2002. 87:1095-
1108.
7. Agnelli G, Verso M, Ageno W, Imberti D, Moia M, Palareti G, et al. The MASTER
registry on venous thromboembolism: description of the study cohort. Thromb
Research. 2008. 121:605-610.
8. Bauer KA. Pathobiology of the hypercoagulable state: clinical features, laboratory
evaluation, and management. Hoffman R, et al, eds. Hematology: Basic Principles
and Clinical Practice. New York, NY: Churchill Livingstone; 1991.
9. Kaplan NM. Cardiovascular complications of oral contraceptives. Annu Rev Med.
1978. 29:31-40.
10. Elias M, Eldor A. Thromboembolism in patients with the 'lupus'-type circulating
anticoagulant. Arch Intern Med. 1984 Mar. 144(3):510-5. [Medline]
11. Aaro LA, Johnson TR, Juergens JL. Acute deep venous thrombosis associated with
pregnancy. Obstet Gynecol. 1966 Oct. 28(4):553-8.
12. Beller FK. Thromboembolic disease in pregnancy. Anderson A, ed. Thromboembolic
Disorders. New York, NY: Harper & Row; 1968
13. Cushman M. Epidemiology and risk factors for venous thrombosis. Semin Hematol.
2007 Apr. 44(2):62-9. [Medline].
14. McQuillan AD, Eikelboom JW, Baker RI. Venous thromboembolism in travellers:
can we identify those at risk?. Blood Coagul Fibrinolysis. 2003 Oct. 14(7):671-5
15. Varki A. Trousseau’s syndrome: multiple definitions and multiple
mechanisms. Blood. 2007. 110:1723-1729
16. Hutachuda P, Hanamornroongruang S, Pattanaprichakul P, Chanyachailert P,
Sitthinamsuwan P. Interobserver reliability of histopathological features for
distinguishing between cutaneous polyarteritis nodosa and superficial
thrombophlebitis. Histopathology. 2018 Apr 19
17. Campbell B. Varicose veins and their management. BMJ. 2006 Aug 5.
333(7562):287-92.

22
18. Agnelli G, Verso M, Ageno W, Imberti D, Moia M, Palareti G, et al. The MASTER
registry on venous thromboembolism: description of the study cohort. Thromb
Research. 2008. 121:605-610.
19. Krunes U, Lindner F, Lindner R, Gnutzmann J. Genugt die klinische untersuchung
einer varikophlebitis des unterschenkels?. Phlebologie. 1999. 28:93-6.
20. Bachmeyer C, Elalamy I. Rivaroxaban as an effective treatment for recurrent
superficial thrombophlebitis related to primary antiphospholipid syndrome. Clin Exp
Dermatol. 2014 Oct. 39(7):840-1
21. Sacher R. Antithrombin deficiency in special clinical syndromes--Part II: panel
discussion #2. Semin Hematol. 1995 Oct. 32(4 Suppl 2):67-71.
22. Di Nisio M, Middeldorp S. Treatment of lower extremity superficial
thrombophlebitis. JAMA. 2014 Feb 19. 311(7):729-30.
23. Belcaro G, Cesarone MR, Rohdewald P, Ricci A, Ippolito E, Dugall M, et al.
Prevention of venous thrombosis and thrombophlebitis in long-haul flights with
pycnogenol. Clin Appl Thromb Hemost. 2004 Oct. 10(4):373-7

23

Anda mungkin juga menyukai