Anda di halaman 1dari 11

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Sudaeri
No. ID dan Nama Wahana: RSUD LAMADUKELLENG
Topik: Suspek Appendisitis akut
Tanggal (kasus) : 01 Agustus 2015
 Nama Pasien : Ny I No. RM: 1500056
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 26 tahun

Tanggal presentasi : 14 Oktober 2015 Pendamping: dr. A.


Sukmawati/dr.Rasfiani
Tempat presentasi: Ruang Pertemuan RSUD LAMADUKELLENG
Obyek presentasi :Anggota Komite medic dan dokter Internship
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
 Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sekitar 2 hari
yang lalu SMRS, nyeri menetap awalnya dari daerah tengah perut kemudian menjalar ke
kanan bawah, nyeri bertambah bila batuk.
 Mual (+), muntah (-)
 Demam (+)
 Lemah (+), nafsu makan menurun
 Nyeri kepala (-), pusing (-)
 Nyeri menelan (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)
 Riwayat sakit sebelumnya (-)
 BAB: belum sejak kemarin.
 BAK: lancar, 3x sehari, warna kuning
Tujuan: : Menegakkan diagnosis Appendisitis akut dan penataksanaan
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data Pasien: Nama: Ny I No.Registrasi :
Nama klinik RSUD LAMADUKELLENG
Data utama untuk bahan diskusi:
Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sekitar 2 hari yang
lalu SMRS, nyeri menetap awalnya dari daerah tengah perut kemudian menjalar ke kanan
bawah, nyeri bertambah bila batuk.
Mual (+), muntah (-)
Demam (+)
Lemah (+), nafsu makan menurun
Nyeri kepala (-), pusing (-)
Nyeri menelan (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)
Riwayat sakit sebelumnya (-)
BAB: belum sejak kemarin.
BAK: lancar, 3x sehari, warna kuning

Pemeriksaan Fisis
Stasus Generalis: sakit sedang/ Gizi cukup/ sadar
Status Vitalis
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 124 x/menit, regular, kuat angkat
 Pernafasan : 20 x/menit, BP: tipe thoracoabdiominal
 Suhu : 38,1 C
Status lokalis:
 Kepala : konjungtiva anemis : -/-
Sklera Ikterus : -/-
Bibir Sianosis :-

 Leher : Nyeri Tekan :-


Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
 Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Palpasi : MT(-), NT(-), VF kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP: vesikulerr, Rh -/-, Wheezing -/-
 Cor : dalam batas normal
 Abdomen :
Inspeksi: datar, ikut gerak napas
Auskultasi: peristaltik (+) kesan normal
Palpasi: Nyeri tekan regio kanan bawah, Rovsing sign (+), Blumber sign (+)
Perkusi: nyeri ketok (+) daerah kanan bawah
 Ekstremitas : Psoas sign (+)
Daftar Pustaka
1. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
2. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi
16.USA: W.B Saunders companies.2002
3. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005
4. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1995
5. Anonim. Appendisitis Akut. (cited 2008 Desember 12). Available at:
http://www.bedahugm.net
6. Charles BF R. Acute Appendicitis. Schwartzss Manual of Surgery. 8th edition. Boston.
Mc Graw Hill. 2002.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sekitar 2 hari yang
lalu SMRS, nyeri menetap awalnya dari daerah tengah perut kemudian menjalar ke kanan
bawah, nyeri bertambah bila batuk.
Mual (+), muntah (-)
Demam (+)
Lemah (+), nafsu makan menurun
Nyeri kepala (-), pusing (-)
Nyeri menelan (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-)
Riwayat sakit sebelumnya (-)
BAB: belum sejak kemarin.
BAK: lancar, 3x sehari, warna kuning
2. Obyektif:
Pemeriksaan Fisis
Stasus Generalis: sakit sedang/ Gizi cukup/ sadar
Status Vitalis
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 124 x/menit, regular, kuat angkat
 Pernafasan : 20 x/menit, BP: tipe thoracoabdiominal
 Suhu : 38,1 C
Status lokalis:
 Kepala : konjungtiva anemis : -/-
Sklera Ikterus : -/-
Bibir Sianosis :-

 Leher : Nyeri Tekan :-


Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
 Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Palpasi : MT(-), NT(-), VF kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : BP: vesikulerr, Rh -/-, Wheezing -/-
 Cor : dalam batas normal
 Abdomen :
Inspeksi: datar, ikut gerak napas
Auskultasi: peristaltik (+) kesan normal
Palpasi: Nyeri tekan regio kanan bawah, Rovsing sign (+), Blumber sign (+)
Perkusi: nyeri ketok (+) daerah kanan bawah
 Ekstremitas : Psoas sign (+)
3. Pendekatan Diagnosis
Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri
visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah
epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa
jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut
sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun
berjalan kaki.

Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal
yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu
antara 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen terutama
kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign), Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+),
Rovsing sign (+), defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) menurun. Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan nyeri tekan(+) jam 9-12.
Hal ini sesuai pada tanda klinis apendisitis akut. Biasanya penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut
kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri
lepas (+) karena rangsangan peritoneum, Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa
nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di
titik Mc Burney.
Defans musculer (+) karena rangsangan M.Rektus abdominis. Defance muscular adalah nyeri
tekan kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada apendiks.
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus atau tidak terdengar sama sekali. Rectal
Toucher/Colok dubur , nyeri tekan pada jam 9-12.
Patogenesis

Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu diagnosis adalah USG, pada kondisi perforasi
gambarannya dapat berupa lesi tubuler dengan air-fluid level di regio iliaca dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-20.000/ µL). Jika
leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan urinalisa dapat
ditemukan hematuria dan piuria pada 25 % pasien. Beberapa diagnosis banding appendicitis akut
yang perlu dipikirkan, antara lain: Kelainan gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan
gejala yang hampir sama dengan apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Karena kedua
kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal penting.
Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian bawah, demam
dan tenesmus. Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-lahan di daerah epigastrium. Pada
pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, terdengar metalic sound
pada auskultasi.Kelainan bidang urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya
riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang
khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut.
Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.
Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi. Sebelum dilakukan tindakan
pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan antibiotik sistemik spektrum
luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post operasi.
Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif,
diantaranya adalah dengan instrument skor Alvarado dan skor Kalesaran .12
Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah,
cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan
pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada
temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado
ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri
tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C,
lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis
mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan
faktor ini memberikan jumlah skor 10.12,15
Tabel 1. Skor Alvarado
Variabel Skor
Gejala : - Migrasi nyeri 1
- Anoreksia 1
- Mual dan Muntah 1
Tanda : - Nyeri kuadran kanan bawah 2
- Nyeri lepas tekan 1
- Temperatur >37,2oC 1
Pemeriksaan Laboratorium :
- Leukositosis (leukosit >10.000) 2
- Persentase netrofil >75% 1
TOTAL 10

Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor Alvarado,
maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium
yang muncul atau keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati
10, ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula
sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini
mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis. Skor Alvarado adalah sistem
skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis apendisitis akut, telah banyak
dipergunakan. Pada tulisan aslinya, Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada
semua pasien dengan skor 7 atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau
6.
Pada tahun 1994, Kalesaran dan Riwanto membuat sistem skor diagnosis preoperatif
appendisitis. Variabel yang digunakan adalah mual, muntah, demam, nyeri ketok, defans local
dan jumlah lekosit. Skor kalesaran merupakan penjumlahan dari variabel-variabel berikut :19
Tabel 2. Skor Kalesaran
Variabel Skor
Mual 7/-10
Muntah 11/-5
Demam 7/-27
Nyeri Batuk 15/-20
Nyeri ketok 5/-23
Defans lokal 10/-13
Lekositosis 15/-11

Penilaian dengan Sistem Kalesaran dinyatakan sebagai berikut :


- Appendiks normal bila skor <49
- Appendisitis yang diobservasi bila skor -49 sampai +20
- Appendisitis yang dioperasi bila skor >+20
Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan penanganan
merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh
perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut,
peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforasi dan peritonitis lokal. Hal ini ditandai
dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di seluruh lapang abdomen serta peningkatan suhu
tubuh terus-menerus. Pada tanda klinis didapatkan defans muscular lokal di kuadran kanan
bawah serta bising usus menurun.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa periapendikular.
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.
4. Rencana Penatalaksanaan

Anjuran: pemeriksaan darah rutin (WBC), USG Abdomen.

Diagnosis: Suspek Appendisitis Akut

Penatalaksanaan
- Stop intake oral
- IVFR RL 28 tetes/ menit
- Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam/ IV (skin test)
- Ranitidin 1 ampul/ 12 jam/ IV
- Konsul dokter ahli bedah
Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi
apendiktomi cito. Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi.
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan
diberikan antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada
luka post operasi.
Komplikasi apendisitisyang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan
penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan
defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.
Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforasi dan peritonitis lokal. Hal ini
ditandai dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di seluruh lapang abdomen
serta peningkatan suhu tubuh terus-menerus. Pada tanda klinis didapatkan defans
muscular lokal di kuadran kanan bawah serta bising usus menurun.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa
periapendikular. Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila
bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi,
oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah,
Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
Pendidikan:
Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Konsultasi:
Dijelaskan adanya indikasi operasi dan konsultasi dengan spesialis bedah untuk
penanganan lebih lanjut.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Anda mungkin juga menyukai