Anda di halaman 1dari 4

PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN HIV/AIDS

1. Pengobatan Suportif:
 Sebagian besar pasien malnutrisi sehingga diperlukan dukungan nutrisi
 Multivitamin, seperti vitamin B-complex, vitamin C, vitamin E,
selenium dan lainnya.
2. Pengobatan simptomatik
3. Dukungan psikososial karena mengalami depresi dan ansietas
4. Pengobatan Infeksi Oportunistik (IO)
 IO mempunyai bentuk seperti penyakit infeksi yang diderita oleh
penderita yang tidak terinfeksi HIV, sehingga seringkali petugas
kesehatan tidak memikirkan bahwa pasien di depannya mungkin
terinfeksi HIV
 Banyak pasien yang datang dengan tanda dan gejala menjurus ke AIDS
tidak mengetahui status HIV mereka. Oleh karena itu petugas kesehatan
harus menawarkan tes HIV.
 Timbulnya IO berkaitan dengan status imun pasien, semakin rendah
CD4 seseorang semakin besar kemungkinan seseorang mendapat IO.
 Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya perlu dilakukan untuk mencari IO
 Tatalaksana IO perlu dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan
 Pemberian ARV pada waktu yang tepat sesuai dengan Pedoman
Nasional. Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral akan
menghindari pasien masuk dalam stadium klinis lebih lanjut.
 Penanganan IO pada stadium klinis lanjut lebih sulit dan membutuhkan
rawat inap yang membutuhkan biaya mahal
 IO yang tersering dijumpai di Indonesia adalah: TB, kandidiasis oral,
diare, Pneumocystis Pneumonia (PCP), Pruritic Papular Eruption (PPE)

5. Pencegahan IO dengan Profilaksis Kotrimoksasol


Terdapat dua macam profilaksis, yaitu:
 Profilaksis primer untuk mencegah infeksi yang belum pernah
didapatkan.
 Profilaksis sekunder untuk mencegah kekambuhan dari infeksi yang
sama. Profilaksis sekunder diberikan segera setelah seseorang selesai
mendapatkan pengobatan IO. Sebagai contoh, seseorang menderita
PCP, maka setelah selesai mendapatkan pengobatan PCP dan sembuh
maka kotrimoksasol diberikan sebagai profilaksis sekunder
Selain pemberian profilaksis kotrimoksasol untuk mencegah timbulnya IO,
perlu juga menerapkan pola hidup sehat (menjaga kebersihan pribadi
maupun lingkungan seperti mencuci tangan, makan masakan yang sudah
matang). Selain itu perlu juga imunisasi untuk mencegah penyakit-penyakit
yang bisa dicegah oleh imunisasi (misal imunisasi Hepatitis B).
6. Pengobatan antiretroviral (ARV)
Penatalaksanaan untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus)
adalah dengan memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi
untuk mencegah sistem imun semakin berkurang yang berisiko
mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga kini, belum terdapat
penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV. Walau
demikian, terdapat penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan
bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita sehingga
memberi kesempatan bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat
diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi
HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
 Terapi Antiretroviral (ARV)
Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat dengan dosis
terapeutik. Jenis golongan ARV yang rutin digunakan:
 NRTI (nucleoside and nucleotide reverse transcriptaser inhibitors)
dan NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors):
berfungsi sebagai penghambat kinerja enzim reverse transcriptase
(enzim yang membantu HIV untuk berkembang dan aktif dalam
tubuh pejamu)
 PI (protease inhibitors), menghalangi proses penyatuan dan maturasi
HIV
 INSTI (integrase strand transfer inhibitors), mencegah DNA HIV
masuk ke dalam nukleus
Pemberian ARV diinisiasi sedini mungkin sejak penderita terbukti
menderita infeksi HIV.
 Obat ARV lini pertama yang tersedia di Indonesia
o Tenofovir (TDF) 300 mg
o Lamivudin (3TC) 150 mg
o Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg
o Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg
o Nevirapine (NVP) 200 mg
o Kombinasi dosis tetap (KDT): TDF+FTC 300mg/200mg dan
TDF+3TC+EFV 300mg/150mg/600mg
 Rejimen yang digunakan di tingkat FKTP adalah rejimen lini
pertama dengan pilihan sebagai berikut :
o TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
o TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
o AZT + 3TC + EFV
o AZT + 3TC + NVP
 Sebelum mulai dengan pengobatan ARV perlu dilakukan :
 Konseling tentang ARV dan kepatuhan berobat
 Menilai ada tidaknya hambatan terhadap kepatuhan
 Risiko toksisitas jangka pendek dan panjang
 Penilaian awal laboratorium, seperti CD4, viral load (bila
memungkinkan), darah lengkap, profil lipid, gula darah, fungsi
hepar dan ginjal.
 Indikasi memulai pengobatan ARV :
 Terapi ARV diberikan kepada semua ODHA tanpa melihat stadium
klinis dan jumlah CD4 (termasuk anak< 1 tahun, 1-10 tahun, remaja,
dewasa, dan ibu hamil).
 ARV diberikan segera tanpa ditunda (dalam hari yang sama dengan
diagnosis sampai 1 minggu), pada pasien yang siap dan tidak ada
kontraindikasi klinis . hasil pemeriksaan laboratorium lengkap tidak
menjadi pra-syarat untuk memulai terapi ARV.
 Kontraindikasi pengobatan ARV :
 Pasien tidak memiliki motivasi
 Pengobatan tidak dapat dilakukan secara terus menerus seumur
hidup
 Tidak dapat memonitor
 Gangguang fungsi ginjal / hati
 Penyakit oportunistik / infeksi oportunistik terminal, seperti
limfoma maligna
 Efek Samping ARV
Selama 1 bulan awal pemberian ARV, penting untuk dilakukan evaluasi
untuk memantau respon tubuh terhadap pengobatan, baik efek yang
dirasakan secara fisik maupun psikologis. Efek yang sering dirasakan
pada awal penggunaan ARV berupa mual, urtika, limbung/kehilangan
keseimbangan, lemas, pusing, dan gangguan tidur. Keadaan ini dapat
timbul pada masa awal penggunaan ARV, dan akan berkurang saat
kadar ARV mulai stabil dalam darah.
 Pemantauan
 Pemeriksaan viral load (VL) dilakukan pada 6 dan 12 bulan sejak
mulai terapi ARV, dan selanjutnya setiap 12 bulan
 Pemeriksaan jumlah CD4 dapat dilakukan untuk pemantauan di
tempat yang tidak ada akses pemeriksaan VL dan untuk pemberian
kotrimoksasol, namun tidak menjadi syarat untuk memulai terapi

Nugroho, Agung. 2011. Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan


HIV/AIDS pada Keadaan Sumber Daya Terbatas. (online)
https://healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/diagnosis_and_treatment.pd
f. Akses 2 Juli 2019

Kemenkes RI. 2018. Penatalaksaan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk


Eliminasi HIV/AIDS Tahun 2030. (online)
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/surat_edaran_test_and_treat.pdf akses
2 Juli 2019
Noya, Allert. 2011. Penatalaksanaan HIV/AIDS. (online)
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/penatalaksanaan akses
2 Juli 2019
Kemenkes RI. 2016. Program Pengendalian HIV/AIDS dan PIMS di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. (online)
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok.p
df akses 2 Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai