Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif terbanyak ke-dua yang


diderita manusia setelah penyakit Alzheimer. Penyakit tersebut menyebabkan
penderitanya mengalami beberapa gejala diantaranya gangguan intelek dan tingkah
laku, demensia, penurunan daya ingat, kelemahan otot, katalepsi (gerakan jadi lambat
dan kaku) dan tremor. Katalepsi adalah kekakuan otot yang ditandai jika lengan
bawah ditekuk atau diluruskan oleh orang lain maka akan terasa kaku. Demensia
adalah menurunnya fungsi otak yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada
otak. Penderita parkinson juga akan mengalami tremor, yaitu suatu gerakan gemetar
yang berirama dan tidak terkendali yang terjadi karena otot berkontraksi dan
berelaksasi secara berulangulang.1

Penyakit parkinson telah mempengaruhi sekitar 1-2 kasus per 1000 populasi
setiap waktunya. Prevalensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
dan telah mempengaruhi 1% dari populasi penduduk yang berusia lebih dari 60
tahun.2.3 Penyakit Parkinson dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda
kardinal, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia.3

Walaupun penyebab penyakit Parkinson belum diketahui, tetapi penyakit sindrom


rigiditas-akinetik lainnya, walaupun jarang, telah diketahui penyebabnya, seperti
trauma serebelar, inflamasi (ensefalitis), neoplasia (tumor ganglia basalis), infark
lakunar multipel, penggunaan obat-obatan (neuroleptik, antiemetik, amiodaron) dan
toksin. Diketahui bahwa toksin eksogen yang tidak umum dapat meneyebabkan
kerusakan SSP tertentu dan Parkinsonism, menunjukkan bahwa penyakit Parkinson
idiopatik mungkin disebabkan oleh pajanan faktor lingkungan yang lebih sering,
namun belum teridentifikasi.4

1
Pengobatan penyakit parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala
motorik dan memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik
penyakit parkinson juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan
penurunan kognitif, disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut
tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita penyakit parkinson. Oleh karena
itu, peningkatan kualitas hidup adalah penting sebagai tujuan pengobatan.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Penyakit Parkinson adalah kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang
termasuk dalam suatu kelompok kondisi yang disebut sebagai gangguan gerakan
yang bersifat kronis dan progresif.6 Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif
yang melibatkan neuron dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis
yang memproduksi dan menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini
memainkan peran yang penting dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan
postur tubuh dan koordinasi gerakan motorik volunter, sehingga penyakit parkinson
dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda kardinal, yaitu tremor,
rigiditas dan bradikinesia.3
Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom
Parkinson. Penyakit parkinson adalah bentuk Parkinsonisme yang paling umum, di
mana gangguan penyebab lain menghasilkan tampilan yang sangat mirip dengan
penyakit parkinson. Sementara sebagian besar bentuk parkinsonisme tidak memiliki
penyebab yang diketahui atau penyebabnya diketahui atau dicurigai kelainan lain
menyebabkan gejala tersebut.6.2

2.2 Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan salah satu kelumpuhan yang paling umum di
Amerika Serikat. Secara kasar 60.000 kasus baru didiagnosis tiap tahun di Amerika
Serikat, dan insidensnya diprediksikan akan meningkat seiring pertambahan usia
populasi.7 Penyakit parkinson menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status
sosial ekonomi. Penyakit parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia
dari total jumlah penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat

3
penyakit parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat
ke-5 di Asia dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.1
Penyakit Parkinson telah mempengaruhi sekitar 1-2 kasus per 1000 populasi
setiap waktunya. Prevalensi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
dan telah mempengaruhi 1% dari populasi penduduk yang berusia lebih dari 60
tahun.4 Studi meta-analisis menunjukkan prevalensi keseluruhan Penyakit Parkinson,
di mana laki-laki memiliki tingkat kejadian yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan perempuan, yaitu 58, 22 kasus dan 30, 32 kasus per 100.000 penduduk
per tahun. Baik perempuan maupun laki-laki, sebagian besar terjadi pada usia 40
tahun atau lebih, masing-masing sebanyak 37, 55 kasus dan 61, 21 kasus per 100.000
penduduk setiap tahun dan memuncak pada usia 70-79 tahun.5
Selama 200 tahun setelah penyakit ini ditemukan, belum ada penjelasan
secara pasti yang dapat mengungkap penyebab neurodegenerasi kronis dan progresif
pada Penyakit Parkinson. Penyakit Parkinson dianggap sebagai penyakit dengan
penyebab multifaktorial yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan.6,7 Penyebab
genetik dari Parkinson diketahui menyumbang 10% dari sebagian besar kasus.7

2.3. Klasifikasi
Umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, namun harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapatkan gambaran mengenai etiologi,
prognosis serta penatalaksanaannya. Secara umum, Penyakit Parkinson dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian besar, yaitu:8,9
a. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans
Merupakan bentuk Parkinson kronis yang paling sering dijumpai, di mana
penyebabnya tidak diketahui. Diperkirakan, 7 dari 8 kasus Parkinson
termasuk jenis ini.
b. Parkinsonisme sekunder/simptomatik
Pada Parkinson ini, penyebab dari penyakit dapat diketahui. Berbagai
kelainan dapat menyebabkan sindrom Parkinson, seperti aterosklerosis,

4
anoreksia atau iskemia serebral, obat-obatan, zat toksik dan beberapa
penyakit seperti ensefalitis viral, sifilis meningo-vaskular dan pasca
ensefalitis.
c. Paraparkinson (Parkinson Plus)
Pada kelompok ini, gejala Parkinson hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Dari segi terapi dan prognosis, perlu
dideteksi jenis ini yang misalnya didapatkan Penyakit Wilson, Penyakit
Huntington, Sindrom Shy Drager dan hidrosefalus normotensif.

2.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi penyakit parkinson belum diketahui, atau idiopatik. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap
zat toksik yang belum diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.2 Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di
substansia nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu
belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan timbulnya PD:

Gambar 1. Patofisiologi Parkinson

5
a. Usia
Salah satu faktor risiko yang sangat jelas untuk Penyakit Parkinson
adalah usia, di mana prevalensi cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Hal tersebut telah mempengaruhi sekitar 1% dari
populasi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun.3 Baik perempuan
maupun laki-laki, sebagian besar terjadi pada usia 40 tahun atau lebih,
masing-masing sebanyak 37, 55 kasus dan 61, 21 kasus per 100.000
penduduk setiap tahun dan memuncak pada usia 70-79 tahun.10 Usia lanjut
telah dikaitkan dengan degenerasi sel yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada subtansia nigra. Namun, sekitar 5-10% pasien
dengan Penyakit Parkinson memiliki penyakit lebih awal sebelum usia 50
tahun. Hal ini mungkin terkait dengan adanya mutasi gen spesifik untuk
Penyakit Parkinson.6
b. Jenis kelamin
Penyakit Parkinson mempengaruhi sekitar 50% lebih banyak pada
laki-laki dibandingkan perempuan.1,5 Studi meta-analisis menunjukkan
prevalensi keseluruhan Penyakit Parkinson, di mana laki-laki memiliki
tingkat kejadian yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
perempuan, yaitu 58, 22 kasus dan 30, 32 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. Alasan untuk hal tersebut sampai saat ini belum jelas.1
c. Faktor Genetik
Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan,
karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal
pada orang kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari
concordance pada kembar monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa
genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diperkuat,
bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset
penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat
tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early-onset.

6
Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara
kembar monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake
dopaminergik striatal abnormal pada kembar tanpa gejala dari pasangan
yang tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh tomografi emisi positron
dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda penyakit Parkinson
presimtomatik. Peningkatan risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat
pada hubungan tingkat-pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi
emisi positron hubungan asimtomatik diambil untuk dihitung, memenuhi
bukti lebih lanjut dari adanya komponen genetik terhadap penyakit.11
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK 1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK 2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.9
Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga meningkatkan
faktor resiko menderita penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia
kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetik di USA sangat
sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang
diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil
nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan
pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia
46 tahun.
d. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan terkait dengan pengembangan Penyakit Parkinson
meliputi paparan pestisida, tinggal di lingkungan pedesaan, konsumsi air
sumur, paparan herbisida dan dekat dengan tanaman industri atau

7
pertambangan.1,12 Sebuah penelitian terbaru menyelidiki paparan terhadap
31 pestisida dan hubungannya dengan risiko Penyakit Parkinson.
Hasilnya, bahan kimia paraquat dan rotenone adalah dua jenis pestisida
yang paling berpengaruh. Paraquat terbukti meningkatkan risiko 2-3 kali
lipat pada populasi umum.11
Mekanisme kerja paraquat adalah dengan produksi Reactive Oxygen
Species (ROS), sebuah molekul intraselular yang menimbulkan stress
oksidatif dan merusak sel. Sedangkan rotenone bekerja dengan cara
merusak mitokondria yang merupakan bagian dari sel yang menghasilkan
energi untuk kelangsungan hidup sel. Kelainan pada mitokondria adalah
sumber utama radikal bebas, sehingga muncul stres oksidatif yang
merusak membran sel, protein, DNA dan bagian lain dari sel. Kerusakan
sel terkait stres oksidatif ini juga telah ditemukan pada otak pasien dengan
Penyakit Parkinson.1,13
e. Melanoma
Selama bertahun-tahun, ada spekulasi tentang hubungan antara
Penyakit Parkinson dan melanoma. Awalnya, diteorikan bahwa obat
levodopa dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker kulit. Namun,
penelitian tidak mengkonfirmasi hal tersebut. Akan tetapi, uji coba
berikutnya telah menemukan peningkatan risiko untuk melanoma pada
pasien dengan Penyakit Parkinson. Suatu penelitian khusus yang
dilakukan pada tahun 2017 telah menemukan bahwa pasien Parkinson
memiliki sekitar 4 kali lipat peningkatan risiko mengalami melanoma
yang sudah ada sebelumnya.14 Penelitian lain juga menemukan
peningkatan risiko menjadi 7 kali lipat.15
f. Diabetes
Sebuah penelitian kohort yang besar, para peneliti menemukan
bahwa orang dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko 32% lebih
tinggi untuk menderita Penyakit Parkinson di kemudian hari dibandingkan

8
mereka yang tidak menderita diabetes. Peningkatan relatif lebih besar
pada pasien dengan komplikasi diabetes dan pada pasien diabetes dengan
usia yang lebih muda.16
g. Ras
Penyakit Parkinson tampaknya lebih banyak mempengaruhi orang
Kaukasia daripada orang Afrika-Amerika atau orang Asia. Prevalensi juga
cenderung lebih tinggi ditemukan pada orang dengan kulit putih
dibandingkan dengan kulita hitam. Hubungan aktual antara faktor-faktor
tersebut dengan Penyakit Parkinson belum sepenuhnya dipahami.3,10,16
h. Trauma kepala
Sebuah studi kohort retrospektif selama 12 tahun menunjukkan
adanya peningkatan risiko Penyakit Parkinson setelah trauma otak ringan
(TBI). Pasien dengan riwayat TBI ringan memiliki risiko 1,5 kali untuk
terkena Penyakit Parkinson dan 1,8 kali pada TBI berat. Mekanisme yang
menjelaskan hal tersebut masih belum jelas, mengingat angka kejadian
Penyakit Parkinson akibat trauma kepala secara keseluruhan juga masih
rendah.18

2.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta
(SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy
bodies) dengan penyebab multifaktor.5,9
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak

9
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya
ke ganglion basalis. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan
ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik
dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi
terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik.
Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor, kekakuan
(rigiditas) dan hilangnya refleks postural.5,9,19
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo
perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia
nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena
terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami
patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan
sistem ekstrapiramidal.9

10
Gambar 2. Patofisiologi Parkinson

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada


dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti
batang otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis,
sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis
ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal
menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.9
Ganglia Basalis (GB)tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu: 9
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum) Neostriatum terdiri dari
putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
2. Globus Palidus (GP)
3. Substansia Nigra (SN)
4. Nucleus Subthalami (STN)

11
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya
GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula
spinalis. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks
premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen
diteruskan ke GPi (Globus Palidus internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak
langsung (indirek) melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe
diteruskan menuju ke intiinti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars
oralis, VAPC: Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM: centromedian).
Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebut berasal. Masukan dari GB ini
kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus piramidalis).6
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di
ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat
kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-
macam. Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti
perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis. Patofisiologi GB dijelaskan
lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja obat menimbulkan perubahan
keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik, dan perubahan
keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek (eksitasi).9
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron
SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi
oksiradikal, seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut
protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-
proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme
patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:9
 Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal
dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.

12
 Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP)
dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.
Dua hipotesis yang disebut juga mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialah hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1. Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak
neuron nigrostriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid
dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk
mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut
mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat ini menekankan
pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang
dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh
serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya
adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum
memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu
program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan
ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.

2.6. Manifestasi Klinis


Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang paling jelas memperlihatkan
gangguan ganglia basalis karena hilangnya pengiriman dopamin dari substansia nigra

13
ke globus palidus. Gejala yang ditimbulkan pada Penyakit Parkinson dapat berupa
gejala motorik dan non motorik.8,21,22 Hilangnya aferen dopaminergik pada striatum
memberikan 3 tanda kardinal pada Penyakit Parkinson, yaitu penurunan gerakan
volunter (hipokinesia), tonus otot yang terus-menerus meningkat dan tegang
(rigiditas) dan gerakan osilasi pada frekuensi 4-6 Hz saat ekstrimitas pada keadaan
istirahat (tremor istirahat).3,9,20

Gambar 4. Manifestasi klinis parkinson


a. Gejala motorik
1. Tremor
Tremor pada Penyakit Parkinson memperlihatkan sifat-sifat khas.
Tremornya adalah tremor sewaktu istirahat (resting tremor) yang akan hilang
sama sekali jika hendak memulai melakukan gerakan tangkai, tetapi timbul

14
kembali jika gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap
penghentiannya. Bila penderita diminta untuk menempatkan secara santai
tangannya di atas paha, maka tremor langsung bangkit. Bila pada posisi
demikian penderita disuruh menekuk-nekukkan jari-jari tangan, maka tremor
akan hilang sama sekali. Waktu tidur, tremor tersebut hilang dan menjadi
hebat karena faktor-faktor emosi (alternating tremor). Pada awalnya tremor
hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi
pada kedua belah sisi. Anggota gerak yang mengalami tremor adalah lengan,
tangan dan jari-jari. Tremor yang paling khas adalah pada jari-jari tangan
yang sering dilukis semantik bagaikan memulung-mulung pil (pill rolling)
atau menghitung recehan uang logam. Frekwensinya ialah 2-7 sedetik. Kaki
dan jari-jarinya, lidah, bibir, rahang bawah dan kepala dapat juga mengalami
tremor.20,21
2. Rigiditas/kekakuan
Selain tremor dan bradikinesia, rigiditas atau kekakuan juga
ditemukan pada penderita Penyakit Parkinson. Pada stadium dini, rigiditas
otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada gerakan
pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan berat sehingga
memberikan tahanan bila persendian-persendian digerakkan secara pasif. Jika
kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara
perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, maka akan terasa tahanan
seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi
terpatah-patah/terputus-putus. Kekakuan ini juga bisa terjadi di leher. Akibat
rigiditas ini, gerakan penderita menjadi tidak halus lagi seperti break-
dance.12,20,21
Gerakan yang kaku membuat penderita berjalan dengan postur
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat namun pendek-pendek. Peningkatan tonus otot
pada sindrom prakinson disebabkan oleh meningkatnya aktifitas neuron

15
motorik alfa. Kombinasi dengan resting tremor mengakibatkan bunyi seperti
gigi roda yang disebut dengan cogwheel rigidity yang menyebabkan rigiditas
secara berulang dan muncul jika pada gerakan pasif. 12,20,21
3. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada
impuls optik, labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal
ini mengakibatkan berubahan aktivitas refleks yang mempengaruhi
motorneuron gamma dan alfa. Kedua gejala di atas biasanya masih kurang
mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan
penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat
pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. 12,20,21
4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Keadaan tersebut
juga berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari
mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu
kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah
jatuh.20,21,22
5. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.20,22
6. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)

16
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan, lengan dan
tungkai berada dalam fleksi. Bila ia jalan, tampak seolah-olah hendak jatuh ke
depan.20,22,23

Gambar 5. Sikap Penderita Parkinson


7. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara,
otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang
monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat. 20,22
8. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan defisit kognitif. Gangguan behavioral yang lambat-laun akan menjadi
dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas,
depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang
cukup. 20,22
9. Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). 20,22

17
b. Gejala non motorik12,20,22
1. Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
- Pengeluaran urin yang banyak
2. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
3. Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
4. Pengeluaran urin yang banyak
5. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku orgasme
6. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
7. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

2.7. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan perjalanan penyakitnya
berlangsung perlahan-lahan, sehingga sering terlepas dari perhatian. Biasanya
hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit murung atau hanya
sedikit gemetar. Seiring waktu gejala menjadi lebih nyata sehingga pasien
berobat ke dokter dalam kondisi yang sedikit lebih parah.24
Anamnesis yang mengarahkan pada Penyakit Parkinson antara lain:24
1. Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan pasti
2. Perjalanan gejala semakin memberat
3. Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan
mengenai kedua sisi atau batang tubuh
4. Jenis gejala yang mungkin timbul:

18
a. Merasakan tubuh kaku dan berat
b. Gerakan lebih kaku dan lambat
c. Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca
d. Ayunan lengan berkurang saat berjalan
e. Kaki diseret saat berjalan
f. Suara bicara pelan dan sulit dimengerti
g. Tangan atau kaki gemetar
h. Merasa goyah saat berdiri
i. Merasakan kurang bergairah
j. Berkurang fungsi penghidu/penciuman
k. Keluar air liur berlebihan
5. Faktor yang memperingan gejala: istirahat, tidur, suasana tenang
6. Faktor yag memperberat gejala: kecemasan, kurang istirahat
7. Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap
pengobatan.
Ananmesis yang mengarahkan pada penyebab lain:24
1. Riwayat stroke
2. Riwayat trauma kepala
3. Riwayat infeksi otak
4. Riwayat ada tumor otak
5. Riwayat gangguan keseimbangan
6. Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat anti muntah,
obat psikosis

b. Pemeriksaan Fisik23,24
1. Pengamatan saat pasien duduk:
a. Tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah
b. Ekspresi wajah seperti topeng/face mask (kedipan mata dan ekspresi
wajah menjadi datar)

19
c. Postur tubuh membungkuk
d. Tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun relatif
jarang) misalnya kepala, rahang bawah, lidah, leher atau kaki
2. Pemeriksaan bradikinesia:
a. Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya
berulang-ulang, makin lama makin berkurang amplitudo dan
kecepatannya.
b. Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu tangan)
secara berulang-ulang makin lama makin berkurang amplitudo dan
kecepatannyanya
c. Tulisan tangan makin mengecil
d. Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti membuka
kancing baju
e. Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi mejadi
tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap
3. Pengamatan saat pasien berjalan:
a. Kesulitan/tampak ragu-ragu saat mulai berjalan (hesitancy), berjalan
dengan kaki diseret (shuffling), jalan makin lama makin cepat
(festination)
b. Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak maupun
dikeduanya.
c. Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot: gerakan secara
pasief oleh pemeriksa, dengan melakukan fleksi-ekstensi secara
berurutan, maka akan dirasakan tonus otot seperti roda gigi (cogwheel
rigidity). Biasanya dikerjakan di persendian siku dan lengan.
4. Pemeriksaan instabilitas postural/tes retropulsi:
Pasien ditarik dari belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah
pasien tetap mampu mempertahankan posisi tegak.

20
5. Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari Penyakit
Parkinson:
a. Pemeriksaan refleks patologis: refleks patologis negatif
b. Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas: gerakan okulomotor normal
c. Pemeriksaan tekanan darah postural
d. Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi-adakah
inkontinensia
e. Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat berjalan
f. Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan penyakit

c. Pemeriksaan Penunjang
Sampai sekarang, belum ada satu uji yang memperlihatkan mempunyai
sensitifitas dan spesifitas yang cukup yang dapat dipercaya untuk diagnosis
Penyakit Parkinson dan atau membedakan antara Penyakit Parkinson dengan
Sindrom Parkinson yang lain. Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat
dukungan pada hasil klinis. Secara tradisional, ada beberapa pemeriksaan
pencitraan otak yang sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
Penyakit Parkinson dan atau membedakannya dari Sindroma Parkinson yang
lain. Secara umum, pemeriksaan pencitraan otak dibagi 2, yaitu:24
1. Pencitraan struktural:
a. CT scan kepala
b. MRI kepala
c. Ultrasonografi transkranial
2. Pencitraan fungsional:
a. PET
b. SPECT
Pengukuran kadar NT dopamin atau metabolitnya dalam air seni, darah
maupun cairan otak akan menurun pada Penyakit Parkinson dibanding kelompok
kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik

21
dari Penyakit Parkinson, maka diagnosis definitif terhadap Penyakit Parkinson
hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah
berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis
aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme
tersebut.2,25
Pemeriksaan imaging yang dapat dilakukan, antara lain:25
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Hanya pasien yang dicurigai mempunyai atrofi multisistem yang
memperlihatkan signal di striatum.
2. Positron Emission Tomography (PET)
Merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi konribusi yang signifikan untuk melihat ke dalam sistem
dopamin nigostriatal dan perannya dalam patofisiologi Penyakit
Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,
khususnya di putamen, dapat memperlihatkan hampir pada semua
penderita Penyakit Parkinson, bahkan padaa tahap dini. Pada saat
awitan gejala, penderita Penyakit Parkinson telah memperlihatkan
penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Namun, PET
tidak dapat membedakan antara Penyakit Parkinson dengan
Parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat yang secara
objektif memonitor progresi penyakit.
3. Single Photon Emissiom Computed Tomography (SPECT)
Merupakan suatu kontribusi yang sangat berharga untuk diagnosis
antara Sindrom Parkinson Plus dan Penyakit Parkinson yang
merupakan penyakit presinaps murni. SPECT adalah ligand untuk
imaging sistem pre dan post sinapsis. Penempelan ke striatum oleh
derivate kokain [123] beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55
berkurang secara signifikan disisi kontralateral yang secara klinis
terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. SPECT

22
memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel
saraf nigostriatal pada Penyakit Parkinson. Dengan demikian, imaging
transporter dopamin pre-sinapis yang menggunakan ligand ini atau
ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang
yang berisiko terkena Penyakit Parkinson lebih dini.

Terdapat beberapa kriteria klinis untuk menegakkan diagnosis Penyakit


Parkinson, antara lain dari UKPD (United Kingdom Parkinsons Disease Society)
Brain Bank Clinical Criteria atau yang terbaru MDS Clinical Diagnostic Criteria for
Parkinson Disease (2015), dan criteria Hughes (1992).26,27 Menurut UKPD Brain
Bank Clinical Criteria untuk menegakkan Penyakit Parkinson secara klinis terdiri
dari 3 tahap.26

Tahap I. Menentukan adanya Penyakit Parkinson yang meliputi gejala:


a. Bradikinesia
b. Ditambah paling sedikit satu dari gejala berikut: tremor istirahat, bradikinesia,
instabilitas postural yang tidak disebabkan karena gangguan visual, vestibular,
propioseptif dan serebeler.
Tahap II. Memastikan tidak ada gejala atau tanda yang menjelaskan ada penyebab
lain:
a. Riwayat stroke berulang
b. Riwayat trauma kepala berulang
c. Riwayat ensefalitis
d. Krisis okulogirik
e. Terapi neuroleptik saat awitan gejala,
f. Lebih dari satu anggota keluarga
g. Remisi yang terus berlanjut
h. Gejala unilateral menetap lebih dari 3 tahun
i. Supranuclear gaze palsy

23
j. Gejala cerebellar
k. Gangguan otonom berat pada awal penyakit
l. Dementia berat pada awal penyakit dengan gangguan memori, bahasa dan
praksis
m. Tanda babinski, ada tumor otak atau hidrosefalus komunikans dari hasil
pencitraan otak
n. Tidak memberikan respon terhadap terapi levodopa dosis besar, meskipun
tanpa disertai gangguan malabsorbsi saluran cerna
o. Paparan bahan kimia mengandung komponen MPTP (1-methyl-4-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine).

Tahap III: Kriteria penyokong positif prospektif Penyakit Parkinson. Dibutuhkan 3


atau lebih kriteria dibawah ini untuk diagnosis definitif Penyakit Parkinson dalam
kombinasi dengan tahap pertama.
a. Awitan unilateral
b. Tremor istirahat
c. Penyakit progresif
d. Gejala sejak awitan menetap secara asimetris
e. Memberikan respon baik (70-100%) terhadap pemberian levodopa
f. Timbul diskinesia yang diinduksi levodopa
g. Respon terhadap levodopa 5 tahun atau lebih
h. Perjalanan klinis berlangsung 10 tahun atau lebih.

Adapun kriteria diagnosis klinis Penyakit Parkinson menurut MDS


(Movement Disorders Society) Clinical Diagnostic Criteria for Parkinsons Disease,
sedikit lebih kompleks dalam penerapannya karena menyertakan gejala non motorik
pada Parkinson. Diperlukan pemeriksaan klinis untuk mencari:27
a. Kriteria esensial/wajib
b. Kriteria Pendukung (supportive criteria)

24
c. Kriteria Pengecualian Mutlak
d. Kriteria Red flag
1. Kriteria esensial/wajib:
Bradikinesia, disertai paling tidak salah satu dari Resting Tremor atau
bradikinesia.
2. Kriteria pendukung:
a. Respon klinis yang jelas (dramatik) dengan terapi dopaminergik. Pada
terapi awal pasien seperti kembali normal atau dapat kembali berfungsi
seperti sebelum sakit.
1. Perbaikan nyata dengan peningkatan dosis atau perburukan nyata
dengan pengurangan dosis. Perubahan yang ringan atau tidak jelas
tidak termasuk kualifikasi
2. Klinis yang jelas adanya fluktuasi ON/OFF, termasuk adanya wearing
off yang bisa diprediksi (predictable end-of-dose wearing off).
b. Adanya dyskinesia yang diinduksi oleh levodopa
c. Resting tremor pada anggota gerak (baik ditemukan pada saat pemeriksaan
maupun dari laporan cacatan medis sebelumnya)
d. Terdapatnya baik gangguan penciuman atau denervasi saraf simpatis
jantung dari pemeriksaan MIBG scintigrafi
3. Kriteria pengecualian mutlak
a. Gangguan serebelum yang jelas seperti cerebellar gait, ataksia anggota
gerak, gangguan gerakan bola mata khas serebelum
b. Gangguan gerak mata jenis downward vertical supra nuclear atau selektif
melambatnya downward vertical saccades
c. Diagnosis dari adanya kemungkinan variant fortotemporal demensia atau
afasia progresif primer; yang muncul pada 5 tahun pertama perjalanan
penyakit
d. Gejala Penyakit Parkinson hanya terbatas mengenai anggota gerak bawah
saja selama lebih dari 3 tahun perjalanan penyakit

25
e. Pengobatan dengan preparat jenis penghambat reseptor dopamin maupun
dopamine depleting agent, pada kurun waktu tertentu yang konsisten
dengan kemunculan gejala parkinsonism
f. Ketiadaan respon terhadap pemberian dosis besar levodopa meskipun pada
kondisi perjalanan penyakit yang masih ringan
g. Terdapat gangguan sensorik tipe kortikal yang cukup jelas (misalnya
graphesthesia, stereognosis dengan modalitas sensori yang masih normal)
h. Pemeriksaan fungsional otak dengan pemeriksaan pencitraan otak pada
sistem presinaptik dopamin terlihat hasil yang normal
i. Terdokumentasinya kondisi alternatif lain yang dapat menimbulkan gejala
penyakit Parkinson dan terhubungnya dengan gejala pasien secara masuk
akal (dapat diterima), atau evaluasi ahli berdasarkan penilaian diagnosis
yang lengkap bahwa sindrom alternatif tersebut lebih mungkin menjadi
penyebab dari pada Penyakit Parkinson sendiri.
4. Kriteria red flags
a. Perburukan yang cepat pada fungsi berjalan (gait) sehingga memerlukan
kursi roda dalam 5 tahun pertama perjalanan penyakit
b. Secara nyata tidak ditemukan perburukan gejala motorik dalam kurun
waktu 5 tahun perjalanan penyakit, meskipun kestabilan gejala
berhubungan dengan pengobatan
c. Gangguan jenis bulbar, seperti disfoni, disartria, disfagia (sehingga
memerlukan NGT, makanan yang lunak maupun gastrotomi) dalam 5 tahun
pertama perjalanan penyakit
d. Gangguan pernafasan (inspirasi atau ekspirasi), baik diurnal atau nocturnal
stridor saat inspirasi maupun desahan saat inspirasi yang sering muncul
e. Kegagalan fungsi otonom yang cukup berat pada 5 tahun pertama
perjalanan penyakit
f. Episode jatuh yang berulang (lebih dari 1 kali pertahun) yang disebabkan
karena gangguan keseimbangan dalam 3 tahun pertama perjalanan penyakit

26
g. Disproporsional gerakan anterocollis (dystonik) atau kontraktur di tangan
dan kaki pada 10 tahun pertama perjalanan penyakit
h. Ketiadaan dari gejala non motor yang lazim dari penyakit Parkinson dalam
5 tahun perjalanan penyakit. Gejala non motor ini termasuk diantaranya
gangguan tidur, gangguan otonom, hiposmia atau gangguan psikiatrik
i. Tanda gangguan traktus piramidalis yang (walaupun) tidak dapat
dijelaskan, kelumpuhan motorik karena sistem pyramidal yang nyata atau
reflek meningkat yang patologis (terkecuali asimetri reflex yang ringan
atau reflek plantar saja)
j. Gejala parkinsonism yang simetris bilateral. Pasien atau pendamping
melaporkan gejala bilateral saat onset tanpa dominansi satu sisi dan
dominansi tersebut tidak ditemukan saat pemeriksaan klinis.

Diagnosis klinis Establish Penyakit Parkinson dapat ditegakkan


bila/diperlukan syarat:27
1. Kriteria esensial/wajib Parkinsonism
2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak
3. Paling tidak 2 gejala dari kriteria pendukung
4. Tidak ditemukan gejala kriteria red flags
Diagnosis Klinis Probable Penyakit Parkinson akan ditegakkan bila:27
1. Kriteria esensial/wajib Parkinsonism
2. Tidak ditemukan gejala dari kriteria pengecualian mutlak
3. Adanya gejala dari kriteria red flags dengan perimbangan gejala dari kriteria
pendukung:
a. Jika terdapat 1 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 1 kriteria
pendukung
b. Jika terdapat 2 kriteria red flags maka harus ada paling tidak 2 kriteria
pendukung
c. Tidak boleh ada lebih dari 2 kriteria red flag

27
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah criteria Hughes (1992):
a. Gejala klinis kelompok A :
1. Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal: tremor, rigiditas, bradikinesia, atau
2. Didaptkan 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural
b. Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosis alternative, terdiri
dari:
1. Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2. Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3. Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4. Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
- Possible: paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah satu
diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok
B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levedopa atau
dopamine agonis.
- Probable: paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala
dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas
terhadap levedopa atau dopamine agonis.
- Definit: memenuhi semua criteria probable dan pemeriksaan hepatologis yang
positif.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya
penyakit. Dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr
(1967) yaitu:28
a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman)

28
b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

2.8. Diagnosis Banding


Belum ada cara yang ideal untuk menegakkan diagnosis Penyakit
Parkinson dan membedakannya dengan Sindrom Parkinson lainnya. Namun
demikian, penyakit Parkinson harus dibedakan dari jenis Parkinsonism yang
lain, seperti multiple system atrophy (MSA), progressive supranuclear palsy
(PSP) dan corticobasal degeneration (CBD). Penyakit Parkinson harus juga
dibedakan dari penyebab parkinsonism sekunder yang lain, seperti lesi
struktural otak, reaksi akibat penggunaan obat-batan, neurotoksin dan
penyebab tremor yang lain. Idealnya, pasien dengan penyakit Parkinson atau
yang berhubungan dengan gangguan gerak, harus dirujuk ke klinik spesialis
gangguan gerak atau pusat pelayanan gangguan gerak untuk dilakukan
evaluasi. Beberapa pedoman klinis yang dapat membantu dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah:2

Tabel 2. Diagnosis Banding Penyakit Parkinson2


Gangguan Gejala Karakteristik
Tremor Predominan tremor aksi ekstremitas atas yang
Esensial khas simetris. Mengenai juga kepala dan pita

29
suara. Biasanya tidak ada defisit neurologis lain.
Dapat ditemukan riwayat keluarga yang positif,
dan tremor berkurang dengan minum alkohol
Tremor Postur distonik (seperti, tangan yang distonik pada
Distonik posisi tertentu). Diagnosis biasanya cukup sulit
ditegakkan.
Parkinson Secara klinis, kondisi ini dapat menyerupai
terinduksi oleh Penyakit Parkinson (seperti presentasi tremor
obat unilateral saat istirahat). Suatu anamnesis teliti
mengenai pemakaian obat (dalam 1 tahun terakhir)
seperti penyekat reseptor dopamin (paling sering
antipsikotik atau antiemetik seperti metoklopramid
atau proklorperazin) adalah sangat penting.
Penyakit Awitan neurologis Penyakit Wilson biasanya
Wilson dimulai dari saat kecil atau dewasa muda. Pasien
memperlihatkan gejala tremor, parkinsonism
dan/atau distonia. Sebagai peraturan umum, pasien
yang memperlihatkan gangguan gerak dibawah 50
tahun harus menjalani pemeriksaan untuk
mengeksklusi penyakit ini. Manifesti psikiatris
sering berupa gangguan perilaku, ansietas dan
psikosis. Pemeriksaan meliputi: MRI kepala
(abnormal dalam 90% kasus; kelainan lain yang
dapat ditemukan berupa hiperintensitas basal
ganglia pada sekuen T2); pemeriksaan slit lamp
oleh seorang dokter mata ditemukan cincin
Kayser-Fleischer pada hampir semua kasus;
pemeriksaan caeruloplasmin pada serum dan

30
copper pada urin 24 jam.
Demensia Banyak ahli menganggap kelainan ini sebagai
Lewy Bodies spektrum dari Penyakit Parkinson. Pada Penyakit
Parkinson, demensia dan halusinasi visual adalah
tipikal pada fase lanjut penyakit, tetapi pada
Demensia Lewi Bodies, gejala demensia dan
halusinasi terjadi pada fase awal penyakit
(mendahului atau terjadi dalam 1 tahun awitan
gejala motorik).
Multiple Gangguan motorik dapat berupa predominan
system atrophy parkinsonism (MSA-P) atau serebelar (gait atau
limb ataxia) (MSA-C). Disfungsi autonomik jelas
(inkontinesia urine atau hipotensi ortostatik berat)
biasanya muncul. Pasien dapat mengalami
disartria/disfagia pada fase awal penyakit. Tanda
upper motor neuron seperti hiperrefleksia atau
tanda Babinski dapat ditemukan. MRI kepala
memperlihatkan atrofi serebelum atau batang otak,
“hot-cross bun”, hiperintensitas putaminal rim
pada sekuen T2, dll.
Progressive Ciri khas berupa defisit gerakan bola mata vertikal
supranuclear (restriksi atau pada tahap awal penyakit terdapat
palsy perlambatan sakadik ke bawah). Riwayat jatuh
sering ditemukan pada fase awal (dalam 1 tahun
pertama). Dapat ditemukan rigiditas aksial (leher)
yang lebih dominan dibanding ekstremitas. Pasien
dapat memperlihatkan tanda disartria/disfagia pada
fase awal penyakit. MRI Kepala dapat ditemukan

31
atrofi mesensefalon (tanda “hummingbird”).
Parkinsonism Parkinsonism mengenai terutama badan bagian
Vaskuler bawah. Tidak ada tremor istirahat yang tipikal.
Gambaran seperti stroke dapat ditemukan. Pasien
biasanya memiliki faktor risiko vaskuler yang
nyata dan MRI kepala biasanya memperlihatkan
perubahan iskemik luas (lebih jarang,
parkinsonism ini dapat disebabkan oleh stroke
pembuluh darah kecil di lokasi strategik seperti di
substansia nigra.
Normopressure MRI otak memperlihatkan pelebaran ventrikel.
Hydrocephalus Perbaikan gait yang terjadi setelah pengeluaran
sejumlah besar cairan otak dengan tehnik pungsi
lumbal (tap test) mendukungdiagnosis dan
memperkirakan respons terhadap prosedur
shunting.

2.9. Tatalaksana
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah:,9,12,20
1. Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien
2. Neuroproteksi
3. Neurorestorasi

Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat progresifitas


Penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup
penderitanya. Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi

32
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul. Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan
simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau
menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan
bradikinesia. 9,12,20
Perawatan pada penderita Penyakit Parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara
dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari. Pengobatan penyakit
parkinson dapat dikelompokan sebagai berikut: 9,12,20
1. Terapi Farmakologi
a. Bekerja pada sistem dopaminergik
b. Bekerja pada sistem kolinergik
c. Bekerja pada Glutamatergik
d. Bekerja sebagai pelindung neuron
e. Lain-lain
2. Terapi Pembedahan
a. Deep-Brain Stimulation (DBS)
b. Transplantasi
3. Non Farmakologi
a. Edukasi
b. Terapi rehabilitasi
1. Terapi Farmakologi
a. Bekerja pada sistem dopaminergik
1. Obat pengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa).
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari

33
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di lain
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback,
akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa
mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal.
Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya &
mengurangi efek sampingnya. Banyak dokter menunda pengobatan
simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien
masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa
jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan
dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan enzimatik menjadi
dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. 9,12,20,21
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskenisia, yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama
semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal
pemberian diatur dan juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor
atau MAO-B inhibitor.20
2. Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan
penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. 9,20,24

34
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah
mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari
levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah
yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek
samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual
dan muntah. 9,20,24
3. Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L- amphetamin and L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu
obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah
insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.12,20,24

b. Bekerja pada sistem kolinergik


1. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini
mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl
(artane) 1-4 mg dan benztropin (congentin) ¼-2 mg. Preparat lainnya yang

35
juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton) 1-2 mg, orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut
kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada
penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan
penurunan daya ingat.20,24

c. Bekerja pada glutamatergik


1. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain
otak. Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui
dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk. . 9,20,24

d. Bekerja sebagai pelindung neuron2,7,23


1. Neuroproteksi
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini
adalah:
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron
terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron.

36
Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF (brain derived
neurotrophic factor), NT 4/5 (Neurotrophin 4/5), GDNT (glia cell line-
derived neurotrophic factorm artemin) dan sebagainya. Semua belum
dipasarkan.
b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan
bahan neurotoksis (MPTP , Glutamate) . Termasuk disini antagonis
reseptor NMDA, MK 801, CPP remacemide dan obat antikonvulsan.
c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress
akibat serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole,
nitroarginine methyl-ester, methylthiocitrulline, 101033E dan 104067F,
termasuk didalamnya. Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang
memproduksi radikal bebas. Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E
(tocopherol) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme
energi di mitokondria. Coenzym Q10 (Co Q10), nikotinamide termasuk
dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai
neuroprotektant pada hewan model dari penyakit.
e. Rotigotine, rotigotine transdermal yang disampaikan adalah tambahan
yang secara klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin
reseptor. Rotigotine transdermal patch mewakili pilihan efektif dan
aman untuk pengobatan pasien dengan awal untuk maju penyakit
Parkinson. Kemungkinan non-invasif dan mudah digunakan formulasi
yang memberikan stimulasi terus-menerus dopaminergik mungkin
langkah menuju meminimalkan komplikasi yang timbul dari stimulasi
pulsatil Karena pasien penyakit Parkinson biasanya harus mengambil
banyak dosis obat setiap hari, patch ini diharapkan akan membantu
banyak penderita.
f. Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat
untuk penyakit parkinson, yaitu Pada dasawarsa terakhir, banyak

37
peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan
dengan potensinya sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang
berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif
terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R NMDA , asam kainat,
deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi
akibat lesi dan iskemia.
g. Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai
agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, aantiglutamatergic agents, dan dopamine
receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine
oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

2. Terapi pembedahan12,20,23
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit
parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap
pengobatan/intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit
parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), fluktuasi
motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik
terhadap pembedahan. Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan:
a. Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala
akinesia/bradikinesia, gangguan jalan/postural dan gangguan bicara.
b. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala tremor, rigiditas dan iskinesia
karena Deep Brain Stimulation (DBS).

Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang


dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat

38
pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif
aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan
diskinesia.2,7

Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh


Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara
lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan
premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau
astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk
mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A
yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang.
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama
4 tahun kemudian efeknya menurun 4-6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi
ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur
baik teknis maupun perizinan.2,7

3. Terapi Non-farmakologis
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan
rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan
psikik mereka menjadi maksimal.2,20
b. Terapi Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut: Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur
tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily
Living–ADL), dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita
parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.9,24

39
Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada
tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor
panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi. .9,24
Terapi okupasi diberikan dengan tujuan untuk menjaga peran keluarga dan
lingkungan kerja, homecare dan aktivitas hobi, meningkatkan mobilitas,
meningkatkan aktivitas pribadi seperti makan, minum, mencuci dan memakai baju,
keamanan lingkungan sekitar dan fungsi motorik, penilaian kognitif dan
penanganannya. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien,
pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan
dipakai bermacam strategi, yaitu: .9,20,24
1. Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif
2. Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu
3. Strategi keseimbangan: melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari escalator atau pintu berputar. Saat berjalan di tempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat.

2.10. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Parkinson terjadi akibat proresifitas dan lamanya
menderita atau bisa muncul sebagai akibat dari terapi medis. Pada Penyakit Parkinson
berat, sudah terjadi kerusakan motoric yang progresif meskipun telah mendapat terapi
levodopa. Kualitas hidup semakin menurun dan sangat sukar bagi penderita untuk
melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Ketika penyakit berlanjut,

40
akan terjadi degenerasi progresif neuron dopaminergik dan nondopaminergik di area
otak yang luas. Hal ini menyebabkan timbulnya manifestasi klinis berupa komplikasi
motorik dan non motorik.9,24
a. Komplikasi motorik
1. Fluktuasi motorik
2. Dyskinesia
b. Komplikasi non motorik
1. Gangguan kognitif dan demensia
2. Psikosis
3. Depresi
4. Gangguan otonom
5. Gangguan tidur

2.11. Prognosis
Sebelum ditemukan levodopa, Penyakit Parkinson menyebabkan kecacatan
parah dan kematian pada sekitar 25% pasien dalam onset 5 tahun, 65% dalam 10
tahun dan 89% dalam 15 tahun. Tingkat kematian akibat Penyakit Parkinson sebesar
3 kali lipat dari populasi umum yang sesuai dengan usia, jenis kelamin dan ras.
Setelah ditemukan levodopa, angka kematian turun sekitar 50% dan dapat
memperpanjang angka kehidupan untuk beberapa tahun. Hal tersebut diduga sebagai
efek simptomatik dari levodopa, karena tidak ada bukti jelas yang menunjukkan
bahwa levodopa memiliki sifat memperlambat progresifitas penyakit.12
The American Academy of Neurology mencatat bahwa tampilan klinis berikut
dapat membantu memprediksi tingkat perkembangan Penyakit Parkinson:12
a. Usia yang lebih tua dan kekakuan awal/hipokinesia dapat digunakan untuk
memprediksi (1) tingkat prkembangan motorik yang lebih cepat pada
mereka dengan Penyakit Parkinson yang baru didiagnosis dan (2)
perkembangan awal penurunan kognitif dan demensia, namun pada

41
awalnya dengan tremor dapat memprediksi perjalanan penyakit yang lebih
tidak berbahaya dan manfaat terapeutik yang lebih lama dari levodopa.
b. Tingkat perkembangan motorik yang lebih cepat juga dapat diprediksi jika
pasien adalah laki-laki, memiliki komorbiditas terkait dan memiliki
ketidakstabilan postural/kesulitan berjalan.
c. Usia yang lebih tua, demensia dan penurunan respon terhadap terapi
dopaminergik dapat memprediksi penempatan panti jompo lebih awal dan
penurunan tingkat kelangsungan hidup.

42
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Desa Tanjung Rambutan
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Poliklinik : Saraf
No. RM : 165309
Tgl. Berobat : 26 April 2019

3.2. Anamnesis: Autoanamnesis


a. Keluhan utama:
Ekstremitas sebelah kanan gemetar sejak + 4 tahun yang lalu

b. Riwayat penyakit sekarang:


- Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Bangkinang dengan keluhan
ekstremitas sebelah kanan gemetar sejak + 4 tahun yang lalu. Pasien
mengaku keluhan muncul secara tiba-tiba terutama dalam keadaan
istirahat dan hilang ketika digunakan. Keluhan terasa semakin memberat
seiring dengan berjalannya waktu terutama jika berhenti mengkonsumsi
obat. Pasien mengatakan tidak terdapat faktor yang dapat memperingan
keluhan ketika serangan. Pasien mengaku keluhan sangat mengganggu
aktivitas sehari-hari.
- Pasien mengaku tangan sebelah sebelah kiri sudah mulai gemetar tetapi
tidak berat, keluhan terjadi sejak 1 bulan yang lalu.

43
- Pasien juga mengaku ekstremitas nya menjadi lebih kaku dan sulit
digerakkan, sehingga membuat aktifitasnya menjadi melambat seperti
jalan terbata-bata dan perasaan ingin jatuh yang dirasakan sejak 6 bulan
terakhir. Selain itu pasien mengaku bahwa karena kaku dan jalan terbata
bata hingga mau jatuh sehingga pasien berjalan lebih membungkuk tanpa
disengaja.
b. Riwayat penyakit dahulu:
- Pasien tidak mengalami hal serupa sebelum 4 tahun yang lalu.
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat trauma kepala disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat terpapar bahan kimia disangkal
c. Riwayat penyakit keluarga:
- Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa dengan pasien
- Riwayat DM di keluarga disangkal
- Riwayat hipertensi di keluarga ada
- Riwayat stroke di keluarga disangkal
d. Riwayat pengobatan:
Pasien berobat di RSUD bangkinang poli saraf mulai sejak 2015, pasien
mengkonsumsi obat levazide dan trihexyphenidyl
e. Riwayat pribadi dan sosial:
Pasien bekerja sebagai petani karet dan tinggal bersama suami dan anaknya.
Hubungan dengan lingkungan masyarakat baik.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 GCS : E4V5M6

44
 Kesadaran : Composmentis
 Kooperatif : Kooperatif
 Tinggi badan : 152 cms
 Berat badan : 48 kg
 Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu tubuh : 36,9oC
Frekuensi denyut nadi : 83 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
 Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam,
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kepala gemetaran.
 Kulit dan Kuku : Warna coklat dan bersih, turgor kulit baik.
 Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan
 Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, perdarahan
gusi (-), sianosis (-), Perot (-)

Kelenjar Getah Bening


Leher : Tidak ada pembesaran
Aksilla : Tidak ada pembesaran
Inguinal : Tidak ada pembesaran

Thoraks
a. Paru
Inspeksi : Tampak simetris kanan dan kiri, scar (-/-), retraksi dinding
dada (-/-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, vocal fremitus kanan dan
kiri simetris, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

45
Auskultasi : Suara napas vesikuler di seluruh bagian parenkim paru,
wheezing (-/-), rhonki (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di
SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi :
Kanan atas jantung : SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah jantung : SIC IV linea parasternal dextra
Kiri atas jantung : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah jantung : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Kesan: Paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Cekung, scar (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan ginjal : Tidak teraba kanan dan kiri, nyeri ketok ginjal (-/-)
Pemeriksaaan hepar : Tidak teraba
Pemeriksaan lien : Tidak teraba
Kesan: Abdomen dalam batas normal

Korpus Vertebra
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak teraba kelainan
Kesan: Tidak terdapat kelainan

46
3.4. Status Neurologi
a. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : Negatif Brudzinki II : Negatif
Brudzinki I : Negatif Tanda Kernig : Negatif

b. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial


Pupil : Isokor

c. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I Olfaktorius
Penciuman Kanan Kiri
Obyektif dengan bahan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. II Optikus
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Lapangan Pandang Normal Normal
Melihat Warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Funduskopi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

N. III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola Mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso / endopthalmus Tidak ada Tidak ada
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Pupil : Bentuk Bulat Bulat
Reflek cahaya Positif Positif
Reflek akomodasi Normal Normal

47
N. IV Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
medial
Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. V Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut Normal Normal

Mengerakkan rahang Normal Normal

Menggigit Normal Normal

Mengunyah Normal Normal

Sensorik :
Divisi optalmika
Reflek kornea Normal Normal

Sensibilitas Normal Normal

Divisi maksila

Reflek masseter Normal Normal

Sensibilitas Normal Normal

Divisi mandibular

Sensibilitas Normal Normal

N. VI Abdusen
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada


N. VII Fasialis
Kanan Kiri

48
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menggerakan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VIII Vestibucoclearis
Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal

Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Scwabach test: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nistagmus:
Pendular Tidak ada Tidak ada

Vertikal Tidak ada Tidak ada

Siklikal Tidak ada Tidak ada

Hiperakusis Tidak ada Tidak ada

N. IX Glossopharingeus
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Reflek muntah / Gag reflek Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

49
N. X Vagus
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Uvula Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Menelan Normal Normal

Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal


Nadi 83 x/menit 83 x/menit
N. XI Asesorius
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal

Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII Hipoglosus
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam Normal Normal

Kedudukan lidah di julurkan:

Tremor - -

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

d. Pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan


Keseimbangan Koordinasi
Cara berjalan Kaku Tes jari - hidung Negatif

50
Romberg tes Negatif Tes jari - jari Negatif
Stepping tes Negatif Tes tumit lutut Tidak dilakukan
Tandem Disgrafia
Negatif Negatif
Walking tes
Ataksia Negatif Supinasi-pronasi Negatif
Rebound
Negatif
phenomen

e. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Berdiri dan Kanan Kiri
berjalan
Gerakan
Normal Normal
spontan
Tremor Ada Tidak ada
Atetosis Tidak ada Tidak ada
Mioklonik Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada
Bradikinesia Ada Ada
Pill rolling Tidak ada Tidak ada
B. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Lambat Normal Lambat Normal

Kekuatan 5 5 5 5
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi

Tonus Normal Normal Normal Normal


f. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal
Sensibilitas nyeri Normal

Sensibilitas termis Tidak Dilakukan

Stereognosis Normal

51
Pengenalan 2 titik Normal

g. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Normal Normal Biseps Normal Normal

Berbangkis Tidak Tidak Triseps


Normal Normal
Dilakukan Dilakukan

Laring Tidak Tidak APR Normal Normal


dilakukan dilakukan
Maseter Normal Normal KPR Normal Normal

Dinding Bulbokavernosus Tidak Tidak


perut: dilakukan dilakukan
Atas Normal Normal Kremaster Tidak dilakukan
Bawah Normal Normal Sfingter Tidak dilakukan
Tengah Normal Normal

2. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman Negatif Negatif Babinski Negatif Negatif

Tromner Negatif Negatif Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

h. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal

52
i. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Normal Refelek glabella Negatif
Fungsi intelek Normal Reflek snout Negatif

Reaksi emosi Normal Reflek mengisap Negatif

Reflek memegang Negatif

Reflek palmomental Negatif

3.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Imaging
Tidak dilakukan
Saran: MRI atau Histopatologi.

3.5. Masalah
a. Diagnosis
Diagnosis klinis : Penyakit Parkinson
Diagnosis topik : Ganglia basalis substansia nigra pars kompakta
Diagnosis etiologi : Parkinson idiopatik
Diagnosis sekunder :-
Deferensial Diagnosis : Demensia Lewy Bodies
Multiple system atrophy
Parkinsonism vaskular
3.6. Pemecahan Masalah/Tatalaksana
a. Terapi non farmakologi
1. Edukasi
- Pemahaman mengenai penyakit terhadap pasien dan keluarga

53
- Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya
sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal .
2. Terapi Rehabilitasi
- Meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah
beratnya gejala penyakit dengan latihan fisioterapi dan okupasi.
b. Terapi Farmakologi
1. R/ Levazide tab 3x/hari
2. R/ Thrihexyphenidyl tab 2 mg 3x/hari

3.7. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

54
BAB 4
PEMBAHASAN/ANALISIS KASUS

4.1. Anamnesis (autoanamnesis)

Pasien Ny. R berusia 58 tahun datang ke poliklinik syaraf Rumah Sakit


Umum Daerah Bangkinang pada tanggal 26 April 2019 dengan keluhan ekstremitas
sebelah kanan kanan gemetar sejak + 4 tahun yang lalu. Pasien mengaku keluhan
muncul secara tiba-tiba terutama dalam keadaan istirahat dan berkurang hingga
hilang ketika digunakan. Keluhan terasa semakin memberat seiring dengan
berjalannya waktu terutama jika berhenti mengkonsumsi obat. Pasien mengatakan
tidak terdapat faktor yang dapat memperingan keluhan ketika serangan. Pasien
mengaku keluhan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan teori, gemetaran pada pasien disebut sebagai tremor. Tremor
terjadi sebagai akibat dari gangguan ganglia basalis karena hilangnya pengiriman
dopamin dari substansia nigra (pars kompakta) ke globus palidus. Akibatnya, terjadi
ketidak seimbangan kadar dopamin dengan asetilkolin. Dopamin berfungsi sebagai
neurotransmiter inhibisi sedangkan asetilkolin sebagai neurotransmitter eksitasi. Bila
kadar dopaminergik menurun maka akan terjadi peningkatan aktifitas otot yaitu,
tremor. Tremor juga dapat terjadi karena ketidak seimbangan sirkuit motor
ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak). Tremor pada PD memperlihatkan sifat-
sifat khas. Tremornya adalah tremor sewaktu istirahat (resting tremor), namun dapat
muncul hebat jika ada faktor-faktor emosi (alternating tremor). Berdasarkan teori,
tremor pada penyakit parkinson akan timbul saat istirahat dan menghebat waktu
emosi terangsang (resting/ alternating tremor), dan biasa reda saat melakuakan
aktivitas. Tremor biasanya terdapat pada jari, tangan, dagu, bibir, dan lidah. Pada Ny.
R mengeluhkan ekstremitas kanan yang muncul secara tiba-tiba terutama dalam
keadaan istirahat.

55
Selain tremor, pasien juga mengeluhkan ekstremitas nya menjadi lebih kaku
dan sulit digerakkan, sehingga membuat aktifitasnya menjadi melambat seperti jalan
terbata-bata dan perasaan ingin jatuh yang memberat sejak 6 bulan terakhir. Selain itu
pasien mengaku bahwa karena kaku dan jalan terbata bata hingga mau jatuh sehingga
pasien berjalan lebih membungkuk tanpa disengaja.
Pada penyakit parkinson, rigiditas atau kekakuan juga menyertai gejala
penyakit ini. Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan
hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut seperti pada pasien, rigiditas
menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-
persendian digerakkan secara pasif dan sudah mulai mengalami bradikinesia. Hal ini
sesuai dengan teori untuk penegakan diagnosis penyakit parkinson berdasarkan
manifestasi klinis tremor dan rigiditas.

4.2. Pemeriksaan Fisik


Dari pemeriksaan fisik, yang dilakukan, pada pasien ditemukan adanya tanda-
tanda dari gejala utama parkinson, yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia dan tidak
terdapat gejala motorik lainnya seperti tiba-tiba berhenti / ragu untuk melangkah,
mikrogrfia, langkah dan gaya jalan, bicara monoton, demensia maupun gejala non
motorik. Pada pemeriksaan fisik status generalisata tidak didapatkan adanya
penurunan kesadaran yaitu dengan penilaian GCS mata adanya kontak mata dan
membuka spontan, motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan
verbal yang masih baik karena masih dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan
baik.
Pada Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran

56
komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion
basalis. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis
menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik.

4.3. Diagnosis
Berdasarkan kriteria klinis dari UKPDS Brain Bank Clinical Criteria untuk
menegakkan PD secara klinis terdiri dari 3 tahap. Pada pasien, didapatkan kriteria
untuk tahap 1, yaitu bradikinesia ditambah rigiditas dan resting tremor, tidak
ditemukan kelainan lain yang tercantum pada kriteria tahap 2 dan pada tahap 3
ditemukan 2 kriteria, yaitu tremor istirahat dan penyakit yang progresif. Kriteria
diagnosis yang dipakai di Indonesia yaitu kriteria Hughes (1992), dimana pada pasien
ini termasuk kedalam penyakit parkinson probable yaitu paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A diantaranya adalah resting tremor, bradikinesia dan rigiditas dan tak
terdapat gejala kelompok B. Berat ringannya penyakit pada pasien ini berdasarkan
stadium klinis Hoehn and Yahr adalah Stadium 2, yaitu Terdapat gejala 2 sisi,
terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu

4.4. Tatalaksana
Pasien ini diberikan terapi berupa non farmakologi dan farmakologi. Terapi
non farmakologi meliputi edukasi tentang penyakit parkinson pada pasien dan
keluarganya serta terapi rehabilitasi berupa fisioterapi dan okupasi. Terapi
farmakologi diberikan levazide 3x/hari yang mengandung levodopa 100 mg dan
benserazide 25 mg , thrihexyphenidyl 2 mg 3x sehari. Pasien diberikan levodopa 100
mg karena obat tersebut merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson yang
bekerja pada sistem dopaminergik. Levodopa akan masuk ke blood brain barrier,
masuk ke otak dan akan berubah menjadi dopamin, dimana dopamin pada kasus
parkinson kadarnya rendah, sehingga diharapkan dengan terapi ini akan
meningkatkan kadar dopamin agar gejala ekstrapiramidal berkurang. Karena hanya 1-
5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di lain

57
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan
terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Oleh karena itu, benserazide 25 mg
diberikan sebagai dopa dekarboksilase inhibitor untuk membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Obat ini diberikan
bersama benserazide untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.
Thrihexyphenidyl 2 mg diberikan sebagai antikolinergik. Pemberian
antikolinergik juga dimaksudkan untuk mengurangi gejala tremornya karena pada
kasus pasien ini gejala tremor paling dominan. Tremor ini terjadi karena
ketidakseimbangan antara dopamin yang berkurang dengan asetilkolin yang lebih
dominan. Sehingga pemberian antikolinergik ini akan menurunkan asetilkolin yang
berfungsi membangkitkan dan membuat kadar dopamin dan asetilkolin lebih
seimbang.

58
BAB V
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah kelainan degeneratif sistem saraf pusat yang


termasuk dalam suatu kelompok kondisi yang disebut sebagai gangguan gerakan
yang bersifat kronis dan progresif. Pada Penyakit Parkinson, terjadi penurunan jumlah
dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan
sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak.
Penyakit Parkinson dianggap sebagai gangguan gerakan dengan tiga tanda
kardinal, yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia. Selain gejala motorik, Penyakit
Parkinson juga menimbulkan gejala non motorik, seperti disfungsi otonom, keringat
berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan
hipotensi ortostatik, kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik, pengeluaran urin yang
banyak, gangguan seksual, gangguan suasana hati dan ganguan kognitif.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit dengan etiologi yang belum jelas.
namun diduga ada keterlibatan kombinasi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi
pasien, neuroproteksi dan neurorestorasi.

59
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifah M. Pengaruh Ekstrak Biji Korobenguk Hasil Soxhletasi Terhadap


Gejala Penyakit Parkinson. 2013.
2. Cuenca L., Gil Martinez A.L., Cano, F. L., Sanchez, R. C., Estrada, C.,
Fernandez, V.E., Herrero, M.T. et al. (2018). Parkinson’s Disease: A
Short Story of 200 Years. Histology and Histopathology. Vol. 12: 1-26.
3. Tysnes, O.B. dan Storstein, A. (2017). Epidemiology of Parkinson’s
Disease. Journal of Neural Transmission. Vol. 124(8): 901-905.
4. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
5. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
Penderita penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007
6. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. (2018).
Parkinson’s Disease: Hope Through Research. Available From:
https://www.ninds.nih.gov/disorders/patient-caregiver-education/hope-
through-research/parkinsons-disease-hope-through-research [Diakses 19
Februri 2019].
7. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
8. Harsono. (2011). Buku Ajar Neurologi Klinis. Penyakit Parkinson.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
9. Baehr M. dan Frotscher M. (2010). Diagnosis Topik DUUS. Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. Parkinsonisme. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal. 301-303.
10. Hirsch L., Jette N., Frolkis A., Steeves T., Pringsheim T. (2016). The
Incidence of Parkinson’s Disease: A Systematic Review and Meta-
Analysis. Neuroepidemiology. Vol. 46: 292-300.

60
11. P. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit
Yang Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.
12. Hauser R.A. (2019). Parkinson’s Disease. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a1 [Diakses 19
Februari 2019].
13. Gilbert R. (2018). The Relationship Between Pesticides and Parkinson’s.
American Parkinson Disease Association. Available from:
https://www.apdaparkinson.org/article/the-relationship-between-
pesticides-and-parkinsons/ [Diakses 20 Februari 2019].
14. Taximaimaiti, R. dan Li, H. (2019). MUL 1 Gene Polymorphisms and
Parkinson’s Disease Risk. Acta Neurologica Scandinavica. Vol. 10(1).
15. Dalvin L.A., Damento G.M., Yawn B.P., Abbott B.A., Hodge B.O.,
Pulido J.S. (2017). Parkinson Disease and Melanoma: Confirming and
Reexamining an Association. Mayo Clinic Proceeding. Vol. 92(7): 1070-
1079.
16. Constantinescu R., Elm J., Auinger P., Sharma S., Augustine E.F.,
Khadim L. et al. (2014). Malignant Melanoma in Early-treated
Parkinson’s Disease: the NET-PD Trial. Movement Disorders. Vol. 29(2):
263-265.
17. Fernandez E., Goldacre R., Pakpoor J., Noyce A.J., Warner T.T. (2018).
Association Between Diabetes and Subsequent Parkinson Disease: A
Record-linkage Cohort Study. Neurology. Vol. 91(2).
18. American Parkinson Disease Association. (2019). Cause of Parkinson’s.
Available from: https://www.apdaparkinson.org/article/what-is--
parkinsons/causes/ [Diakses 20 Februari 2019].
19. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
20. Sidharta, P. (2009). Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Jakarta: Dian
Rakyat. Hal. 370-376.

61
21. Mardjono M. dan Sidharta P. (2013). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat. Hal. 60-63.
22. Sveinbjornsdottir, S. (2016). The Clinical Symptoms of Parkinson’s
Disease. Journal of Neurochemistry. Vol. 139(S1).
23. Lumbantobing, S.M. (2012). Neurologi Klinik. Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta: FKUI. Hal. 87-90.
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Penyakit Parkinson. Jakarta: PERDOSSI. Hal. 218-236.
25. Budiman, Y.R. (2013). Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar
Prosedur Operasional Neurologi. Bandung: Refika Aditama.
26. Clarke C.E., Patel S., Ives N. et al. (2016). United Kingdom Parkinsons
Disease Society Brain Bank Clinical Criteria. National Institute for Health
Research. No. 20.63.
27. Posturna R.B., Berg D., Stern M., Poewe W., Olanow C.W., Oertel W. et
al. (2015). MDS Clinical Diagnostic Criteria for Parkinson’s Disease.
Movement Disorders Vol. 30(12): 1591-1601.
28. Hoen , M.M. dan Yahr, M.D. (1967). Parkinsonism: Onset, Progression
and Mortality. Neurology. Vol. 17: 427-442.

62

Anda mungkin juga menyukai