Disusun oleh:
Intan Setia Kartikasari
1102015099
Pembimbing:
AKBP dr. Karjana Sp. KJ
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Setiap kehidupan yang dialami manusia selalu mengalami fluktuasi dalam
berbagai hal. Berbagai stressor baik fisik, psikologis maupun sosial. Depresi
merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa
dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Depresi sering ditemukan dengan prevalensi kira kira 15%. Pada
pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan
depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset
untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang
paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada
orang yang tidak menikah dan bercerai atau berpisah. Sebanyak dua pertiga orang
dengan depresi tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit yang dapat
diobati dan karena itu mereka tidak mencari pengobatan. Banyak dari pasien
pertama kali datang mencari pengobatan dengan keluhan somatik, seperti
kelelahan, sakit kepala, gangguan lambung, atau perubahan berat badan.
Banyak pengobatan efektif yang tersedia untuk gangguan depresi,
termasuk psikoterapi singkat (misalnya, terapi perilaku-kognitif, terapi
interpersonal), yang digunakan baik dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi
dengan obat. Namun, pendekatan gabungan umumnya memberikan respon
tercepat dan berkelanjutan.
Depresi sering terjadi di tengah masyarakat merupakan salah satu
gangguan mental. Berawal dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa
jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang
sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa
berakhir dengan bunuh diri.
3
Bunuh diri merupakan kasus psikiatri yang sering dijumpai di instalasi
gawat darurat (IGD). Perilaku ini terjadi pada seseorang dengan penderitaan yang
tak tertahankan, putus asa, dan tak berdaya. Keadaan ini bisa terjadi secara
mendadak (impulsif) maupun direncanakan sebelumnya. Dahulu manula
merupakan populasi terbanyak. Namun, sekarang kebiasaan ini bergeser kepada
mereka yang berusia muda dan remaja. Bahkan, beberapa tahun terakhir ini
perilaku tersebut juga terjadi pada pelajar SD.
Terdapat beberapa istilah dalam bunuh diri seperti: (1) Suicide idea yaitu
pikiran /ide untuk menghabisi nyawanya sendiri. (2) Tentamen suicidium yaitu
upaya untuk menghabisi nyawa sendiri tetapi tidak mengakibatkan kematian, (3)
suicidal behavioral yaitu perilaku yang membahayakan diri sendiri, contoh
mutilasi diri, (4) Masced Suice yaitu bunuh diri tidak langsung /terselubung.
4
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang depresi dan
tentamen suicide untuk mencegah terjadinya kesalahan diagnosis,
mencegah terjadinya salah pengobatan, dan memberikan potensi prognosis
yang lebih baik.
2. Untuk memenuhi tugas referat di bagian kepaniteraan Ilmu Jiwa RS. Polri
Sukanto.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome).
Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah dengan
masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia,
kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara
usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak
atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan
meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam
kelompok usia tersebut.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007)
didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok
usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75
tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH (2002)
menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada
kelompok usia >18 tahun (10%).
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih
rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang
menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.
7
cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007)
ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat
depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok
pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini dapat
menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat
pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan
terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).
2.3 ETIOLOGI
Etiologi depresi terdiri dari :
1. Faktor genetik
2. Faktor Biokmia
8
juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan
di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya
depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-
Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan
neuroanatomis.
9
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak
diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat.
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak)
menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode
depresi dan meningkat di saat mereka gembira.
b. Hipotesis Indolamin
3. Faktor Hormon
10
pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih
riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif
mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih
banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak
memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan sosial. 80% serangan
pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak
dibandingkan dengan populasi lainnya.
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang
dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit
terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu
episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik,
11
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan
depresif muncul.
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor external (Kaplan, 2010)
2.4 KLASIFIKASI
Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum
di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita
suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah (Depkes
RI, 1993):
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
12
namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya
waktu. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan,
biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan
jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat (Depkes RI, 1993).
Ciri paling khas gejala somatik ialah kehilangan minat/kesenangan
pada kegiatan yang disenangi, tiadanya reaksi emosional terhadap
lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan, bangun pagi
lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih parah
pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang
nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu
makan secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai
5% atau lebih dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara
mencolok. Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggapp ada apabila
sekitar empat dari gejala itu pasti dijumpai (Depkes RI, 1993).
13
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas
yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-
kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala
mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara
keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode
berlangsung minimal sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga (Depkes RI, 1993)
14
psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari
gangguan depresif berulang.
15
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi
sebagaimana dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat,
tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan
dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan
yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode depresif
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
Usia dari onset, keparahan, lamanya berlangsung, dan frekuensi episode
dari depresi, semuanya sangat bervariasi. Umumnya episode pertama
terjadi pada usia lebih tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia
onset rata-rata lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara
3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya
lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya sempurna di antara episode,
namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus
tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai tingkat
keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh
stress. dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi
menetap dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria.
Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif
berulang mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil
baginya akan mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode
manik, maka diagnosisnya harus diubah menjadi gangguan afektif bipolar.
2.5 GAMBARAN KLINIS
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya
energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan
perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak
berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka
cita atau kesedihan yang normal.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan
energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu
makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk
perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi
16
vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain).
Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan
fungsi pekerjaan.
Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain (Ingram
dkk, 1993):
1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang
mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih.
Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu
kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau
pasien mungkin mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi
senyum).
2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini
hari dan membaik di siang hari.
3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh
diri sulit diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan.
Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus
dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya,
tetapi kalau terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan
keluarganya dari kehidupan yang sengsara.
4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan
dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan
kesulitan berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi
gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang
nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan
turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana
penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di
masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan
yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa
bahwa dia dipandang rendah dan dituduh bejad oleh orang lain.
Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis dan waham
17
hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham
nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan
bahwa dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia
merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri
sendiri mungkin ditemukan.
9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun
dini hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya
dapat menjadi insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan,
amenore dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi
kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat
dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai
umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien
depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman
dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien
depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami
kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan,
dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80%
pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia)
dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi.
Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan,
demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta
mengalami tidur lebih lama dari yang biasa (Depkes RI, 1993).
18
Berdasarkan pada PPDGJ-III dan DSM-5 kriteria diagnosis gangguan
depresi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
2. Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
3. Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi episode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
4. Kategori diagnosis episode depresi ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah
satu diagnosis gangguan depresi berulang.
Kriterian diagnosis episode depresi ringan, sedang dan berat menurut PPDGJ
III dan DSM 5 :
1. Episode Depresi Ringan
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.
2. Episode Depresi Sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
19
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
3. Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik
Semua 3 gejala utama depresi harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih
dapat dibenarkan.
Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
4. Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).
Kriteria Umum
1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu
20
2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi
kriteria untuk episode hypomanic atau manik pada setiap saat
dalam kehidupan individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental
organik
Gejala Utama :
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi
individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari,
sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan bertahan
selama minimal 2 minggu.
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya
menyenangkan.
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat.
Gejala Lainnya
1. Kehilangan percaya diri atau harga diri
2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan
dan tidak tepat
3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh
diri
4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau
berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan
perubahan berat badan yang sesuai
Diagnosis Banding
1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya
suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan
episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan
dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam
menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.
Pembedaan antara bereavement dan episode depresi mayor
21
Gejala Bereavement Episode depresi
mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak Ada
Tidak ada
berguna/tidak
pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada
Perubahan Agitasi ringan Melambat
psikomotor
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat
22
disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala
putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan
gangguan mood yang dipengaruhi zat
Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya
gangguan bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal
dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode
depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini
penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang
mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang
mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik
atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang
memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya
pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan.
Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena
pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal
– mereka menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang
mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering
menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.
2.7 PEMERIKSAAN
Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa
instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk
23
membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang
dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering
digunakan, yaitu:
a. Beck’s Depression Inventory
b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale
2.8 TATALAKSANA
24
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada
sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua,
pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,
suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala
sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya (Kaplan, 2010).
Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi
psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya
berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan
obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan
kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat.
Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari
farmakoterapi mungkin terganggu (NIMH, 2002).
1. Terapi Farmakologis
25
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat
(Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder
(nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine,
amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering
digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek
samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih
karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah
karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi
generik (Kaplan, 2010).
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.
26
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik
(Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya
mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan
trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai
efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan
pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik.
Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek
serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan
gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda
vital.
27
2. Terapi Non Farmakologis
A. Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada
pemecahan masalah dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan
“disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambil
keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan
dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien
sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan
pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk
mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog
internal atau bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap
kejadian kejadian yang dialami. Pikiran pikiran negative tersebut
muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien, apabila
menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa
lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptive yang
menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung
atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena
pikiran otomatis sering didasarkan atas kesalahan logika, maka
program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk
membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif.
Pasien dilatih mengenali pikiranya, dan mendorong untuk
menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara lebih
rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi
di dalam proses terapi.
B. Interpersonal Therapy
28
Terapi interpersonal:
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat
ini dengan pihak-pihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami
kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dalam
karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya. Banyak
dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.
C. Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu
krisis dan memerlukan tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu
respons terhadap keadaan bahaya atau penuh risiko dan
dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar
tercapai kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium).
Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina hubungan
interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan
yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi
psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi
yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kembali krisis di masa
yang akan datang.
2.9 PROGNOSIS
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang
panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif
yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian
besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya
gejala.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama
gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam
tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi
indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan
depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi
29
keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam
waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih
dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang
baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan
distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan
kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.
B. Epidemiologi
Perilaku ini berkaitan dengan berbagai hal seperti jenis
30
dengan jenis kelamin. Pria lebih banyak yang berhasil bunuh diri
daripada wanita dengan ratio 3 :1, meskipun usaha bunuh diri lebih
ini dilaporkan banyak juga kasus bunuh diri pada pria muda.
lebih tinggi pada kulit putih dari pada kulit berwarna, kecuali pada
suku Indian dan Eskimo. Dikota-kota besar angka bunuh diri pada
diri dua kali lebih banyak pada mereka yang tidak menikah
C. Etiologi
1. Episode depresi – beberapa dari pasien menggunakan obat
31
3. Insomnia berat walaupun tanpa disertai depresi dapat
mutilasi diri.
6. Skizofrenia dengan halusinasi perintah yang
AIDS atau yang disertai rasa nyeri yang berat dan kronis,
Tak langsung
a. Merokok
b. Mengebut
c. Berjudi
d. Tindakan kriminal
e. Terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi
f. Penyalahgunaan zat
g. Perilaku yang menyimpang secara sosial
32
h. Perilaku yang menimbulkan stress
i. Gangguan makan
j. Ketidakpatuhan pada pengobatan medik
Langsung
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari
lingkungan.
E. KLASIFIKASI
1. Ancaman Bunuh Diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak
33
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
F. KOMPLIKASI
suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,
pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru,
meninggal.
dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi
G. TATALAKASANA
1. Pasien yang masih ingin hidup dan minta tolong , harus ditanggapi
34
2. Keinginan bunuh diri yang ringan dan terasa lucu harus ditanggapi
macam patologi
4. Atasi dulu keadaan kegawatan fisik
5. Lanjutkan dengan menggeledah pasien untuk mencegah peluang
keluarga
6. Setelah kegawatan fisik teratasi , perlu ditinjau:
a. Beratnya risiko bunuh diri dalam waktu dekat menggunakan
MAS SALAD):
1. (M) Mental status: gangguan afektif berat atau psikosis
2. (A) Attempt: niat percobaan bunuh diri (PBD) yang kuat PBD
terakhir
7. (A) Alcoholism: peminum minuman keras
8. (D) Drug: penyalahgunaan dan ketergantungan zat
b. Kondisi klinis pasien keseluruhannya
c. Sumber-sumber intraspsikik/sosial untuk mengatasi masalah
tersebut
7. Bila keadaan di atas kurang baik , dirawat psikiatri
35
KESIMPULAN
36
tinggi usaha bunuh diri lebih banyak pada perempuan dengan ratio 3:1 dan resiko
bunuh diri meningkat seiring bertambahnya usia. usia rata-rata ialah 27 tahun.
Pada gangguan depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau
rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan
pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.
Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dosis initial,
titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana dosis dan lama
pemberiannya berbedabeda. Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah
pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
37
DAFTAR PUSTAKA
38