Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN JIWA


“SKIZOFRENIA”

Disusun oleh:
Intan Setia Kartikasari
1102015099

Pembimbing:
dr. Hening Madonna, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 29 JULI -31 AGUSTUS 2019
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. RR
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 02 Januari 1993
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan :-
Alamat : Depok
Tanggal Masuk RS : 20 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan : 01 Agustus 2019
Ruang Perawatan : Ruang Dahlia

1
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Autoanamnesis : Pada tanggal 01 Agustus 2019 di Ruang Dahlia
Alloanamnesis : Pada tanggal 05 Agustus 2019 melalui telepon dengan Ibu
kandung pasien.
A. Keluhan Utama
Pasien diantar ke rumah sakit oleh orangtuanya karena marah-marah tanpa
sebab yang jelas.
B. KeluhanTambahan
Sulit tidur, gelisah, berbicara sendiri, mondar-mandir tidak jelas, memukuli
dirinya sendiri, mendengar suara bisikan, melempar barang-barang dirumah, acuh
terhadap lingkungan dan orang sekitar, serta melihat sosok orang.
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien Nn. RR, 26 tahun, datang ke IGD RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto pada tanggal 20 Juli 2019 Diantar oleh Orangtuanya. Pasien datang dengan
keluhan marah-marah tanpa sebab yang jelas sejak seminggu SMRS. Sebelumnya
Pasien juga sudah sulit tidur, gelisah, berbicara sendiri, mondar-mandir tidak jelas,
memukuli dirinya sendiri, melempar barang-barang dirumah, serta acuh terhadap
lingkungan dan orang sekitar sejak dua minggu SMRS.
Menurut orangtua pasien, pasien sering mendengar suara bisikan sesosok
wanita yang mengusik dirinya dan juga pernah melihat sesosok orang depan rumahnya
jam 2 malam saat sehari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan pertama kali datang menurut orangtua pasien dikarenakan pasien
sempat bertemu dengan temannya di rumahnya, dan pasien melihat facebook di
handphonenya, sehingga menyebabkan pasien menjadi murung, dan mudah marah.
Ibu pasien menyangkal penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus,
jantung, trauma kepala, kejang, stroke dan penyakit saraf. Pasien tidak pernah
mengkonsumsi rokok, alkohol, dan zat psikoaktif.

2
D. Riwayat Gangguan Dahulu
1. Gangguan Psikiatrik
Berdasarkan keterangan orangtua pasien, Pasien memiliki riwayat
skizofrenia sudah ± 2 tahun. Pasien sering kontrol ke poli jiwa RS POLRI dan
meminum obat teratur. Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat beberapa kali
dibangsal jiwa, yang pertama kali pada tahun 2017, menurut penuturan ibu
pasien, pasien dalam setahun bisa dirawat 2-3 kali di bangsal jiwa. Dengan
keluhan yang sama yaitu sering marah-marah tanpa sebab, mendengar bisikan
dan berbicara sendiri. Gejala awal tersebut muncul sejak usaha keluarga pasien
bangkrut selain itu penyebab lainnya pasien ditipu oleh teman dekatnya. Pada
Tahun 2018 pasien tiga kali bolak-balik rumah sakit, pada tahun 2019 pasien
dirawat dibangsal jiwa 2 kali di bulan februari dan juli.

Perjalanan Penyakit
3

0
Jul-18

Jul-19
Jun-18

Jun-19
Nov-17

Dec-18
Dec-17

Apr-18
May-18

Nov-18

Mar-19
Apr-19
May-19
Sep-17

Jan-18

Aug-18
Feb-18
Mar-18

Sep-18

Jan-19

Aug-19
Feb-19
Oct-17

Oct-18

Keterangan:
0 : Baseline. Sudah tidak terdapat gejala yang dikeluhkan pasien
1 : Terdapat gejala minimal
2 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan pribadi
pasien
3 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien

3
2. Gangguan Medik
Tidak terdapat riwayat penyakit yang berarti terhadap gangguan
psikiatri pasien. Riwayat trauma kepala dan kejang disangkal.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak mengkonsumsi rokok maupun mengkonsumsi alkohol
dan zat psikoaktif lainnya.

E. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Jakarta, 2 Januari 1993. Pasien lahir dengan usia
kehamilan cukup bulan dengan persalinan normal, dalam kondisi baik
secara fisik dan mental. Kondisi kesehatan ibu secara fisik baik selama
kehamilan dan persalinan.
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tuanya. Proses perkembangan dan
pertumbuhan sesuai dengan anak sebaya. Pasien tidak pernah mendapat sakit
berat, demam tinggi, kejang, ataupun trauma kepala.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Tidak ada hambatan dalam proses belajar. Tumbuh kembang baik dan
normal seperti anak seusianya. Pergaulan antar teman sebaya baik. Pasien tidak
memiliki masalah yang berarti dalam proses belajarnya.
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Pasien tumbuh dalam lingkungan yang sederhana. Pasien sering
bermain dengan teman-teman sebayanya, pasien berteman dengan laki-laki dan
perempuan.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi jurusan
advertising di BSI namun tidak tamat karena pasien memutuskan bekerja,

4
akibat perekonomian keluarga menurun dengan usaha ayahnya bangkrut.
Sehingga Membuat pasien lebih emosional, murung, dan mengabaikan
orangtuanya karena tidak bisa menerima keadaan saat itu.
2. Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD hingga tuntas
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP hingga tuntas
c. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA hingga tuntas
d. Perguruan Tinggi: Pasien mengikuti kuliah hingga semester 5
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di Bank sebagai marketing, bekerja di cafe sebagai
kasir, pernah menjadi SPG Ramayana. Pasien mengaku berpindah-pindah
tempat kerja karena apabila ditempat kerja terdapat teman yang membuatnya
tidak nyaman maka pasien meminta berhenti.
4. Kehidupan Beragama
Pasien percaya dengan adanya Tuhan, pasien meyakini agama Islam,
pasien mengerti tentang ajaran Islam dan taat beribadah.
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien belum menikah, pasien dapat bersosialisasi dengan baik kepada
orang lain dan memiliki beberapa teman dekat. Namun pasin cenderung
pendiam dan tertutup.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam peradilan yang menyangkut hukum dan
tidak pernah melanggar serta berurusan dengan aparat hukum.

F. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Pasien memiliki dua adik laki-
laki yang berumur 19 tahun dan 7 tahun. Dari anamnesis diketahui hubungan pasien
dengan orangtua dan adik laki-laki nya cukup baik. Sejak kecil hingga sekarang
pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Tidak diketahui ada riwayat penyakit yang

5
sama dengan pasien di dalam keluarga pasien. Dari anamnesis diketahui ayah
pasien bangkrut pada tahun 2012 yang membuat pasien mengalami perubahan
perilaku.

Keterangan :

= Laki-laki = Menikah

= Keturunan
= Perempuan

= Penderita Perempuan

G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien tau bahwa dirinya memiliki riwayat skizofrenia dan harus minum obat,
namun pasien tidak memahami penyakitnya tersbut.

H. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien


Pasien ingin pulang ke rumah bertemu orang tua dan adik-adiknya. Pasien ingin
kembali bekerja untuk membahagiakan orangtuanya.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum

6
1. Penampilan
Pasien perempuan berusia 26 tahun dengan penampakan fisik sesuai
dengan usianya. Kulit berwarna sawo matang. Pada saat wawancara, pasien
berpakaian cukup rapi dan perawatan diri cukup baik.
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien terlihat mondar-mandir, bicara dan
tertawa sendiri
b. Selama wawancara : Pasien terlihat tenang dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik namun menghindar jika terlalu lama diajak
mengobrol.
c. Sesudah wawancara : Pasien kembali mondar-mandir, bicara dan
tertawa sendiri.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif dan tenang.
5. Pembicaraan
Pasien dapat berbicara dan menjawab pertanyaan secara spontan, lancar,
jelas namun terbatas.

B. Mood dan Afek


1. Mood : Kosong (saat pemeriksaan)
2. Afek : Tumpul (saat pemeriksaan)
3. Keserasian : Serasi

C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Ada (Halusinasi Auditorik dan visual), pasien
mengaku mendengar suara perempuan yang berbisik dan mengusik dirinya.

7
Serta ibu pasien mengatakan pasien melihat laki-laki didepan rumahnya jam
2 malam sehari SMRS.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Pikiran
1. Arus pikir
a. Kontinuitas : Koheren
b. Hendaya bahasa : Tidak terganggu
2. Isi pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Miskin isi pikir : Tidak ada
c. Waham : Ada, waham kejar (pasien meyakini teman-temannya
membicarakan dirinya di media sosial).
d. Obsesi : Tidak ada
e. Kompulsi : Tidak ada
f. Fobia : Tidak ada
E. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)
1. Taraf pendidikan : SMA
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien dapat menyebutkan pemeriksaan
dilakukan pada pagi hari dan dapat menyebutkan
sudah berapa lama ia dirawat
b. Tempat : Baik, pasien dapat memberitahukan bahwa
sekarang pasien sedang berada di RS
c. Orang : Baik, pasien mengenali orang-orang di sekitarnya

8
6. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik, pasien dapat mengingat tempat, tangal, dan
tahun kelahiran
b. Jangka pendek : Baik, pasien dapat menyebutkan menu sarapan
pasien
c. Segera : Baik, pasien dapat menyebutkan kembali 3 benda yang
disebutkan oleh pemeriksa
7. Pikiran abstraktif : Baik, pasien dapat menyebutkan perbedaan apel dan
pir.
8. Visuospasial : Baik, pasien dapat menggambar bentuk yang pemeriksa
minta
9. Kemampuan menolong diri : Pasien tidak membutuhkan bantuan untuk
makan, mandi dan berganti pakaian.

F. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien tampak tenang dan tidak menunjukkan gejala
agresif maupun marah-marah.

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik, pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk
2. Uji daya nilai : Baik, pasien menjawab ketika diberikan simulasi
jika berada di ruangan yang terbakar apa yang
harus dilakukan.
3. RTA : Terganggu (saat pemeriksaan)

H. Tilikan
Derajat 4 (Pemahaman behwa dirinya sakit, tetapi tidak mengetahui
penyebabnya)

9
I. Reliabilitas (Tarif Dapat Dipercaya)
Pemeriksa mendapat kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Respiration Rate : 20x/menit
c. Heart Rate : 80x/menit
d. Suhu : 36,2 ˚C
4. Sistem Kardiovaskular : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
5. Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
6. Sistem Gastrointestinal : Bising usus (+) normal
7. Ekstermitas : Edema (-). Sianosis (-), akral hangat
8. Sistem Urogenital : Tidak diperiksa

B. Status Neurologik
1. Kesadaran: Komposmentis
2. Nervus kranialis :
Kanan Kiri
N.I Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Refleks Cahaya Langsung + +
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III, IV, VI
M.rectus medius Normal Normal

10
M.rectus superior Normal Normal
M.rectus inferior Normal Normal
M.Obliqus inferior Normal Normal
M.levator palpebral Normal Normal
Refleks tak langsung Normal Normal
N.V
Sensorik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V1 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V2 Tidak dilakuakan Tidak dilakukan
V3
Refleks Kornea + +

Motorik Normal Normal


Mengigit
Membuka rahang
N.VII
Sensorik (pengecapan 2/3 Tidak dilakukan
anterior lidah)
Motorik Mengerutkan dahi =Normal
Mengangkat alis = Normal
Memejamkan mata = Normal
Meringis/senyum = Normal
Menggembungkan pipi = Normal
N.VIII
Gesekan tissue Normal
Garpu tala
Rhinne Tidak dilakukan
Weber
Swabach
N.IX
Refleks Menelan Normal
Pengecapan 1/3 posterior Tidak dilakukan
lidah
N.X
Refleks muntah Tidak dilakukan
Letak uvula Normal

11
Disfoni (-)
Disatria (-)
Disfagi (-)
N.XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
N.XII
Deviasi lidah (menjulur) Normal
Atrofi (-)
Fasikulasi (-)
Tremor (-)

3. Fungsi Motorik :
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas Normal
Ekstremitas bawah
Tonus
Ekstermitas atas Normotonus Normot
onus
Ekstremitas bawah Normotonus Normot
onus
Klonus
Patella (-) (-)
Achiles (-) (-)

Refleks Fisiologis
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Refleks Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Gorda (-) (-)
Oppenheim (-) (-)

12
4. Fungsi Sensorik

5. Otonom
BAB Normal
BAK Inkontinentia (-), frekuensi BAK
normal
Hidrosis Normal

6. Koordinasi
Romberg Normal
Disdiadokokinesis Normal
Tes jari- hidung Normal
Tes tumit- lutut Normal
Rebound phenomenon Normal

C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakuan pemeriksaan penunjang

13
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. Nn. RR 26 tahun datang ke RS POLRI diantar orangtuanya dengan keluhan


emotional labil, bicara sendiri, anxietas, insomnia.
2. Ditemukan pada pasien halusinasi visual dan auditorik (+), waham kejar (+).
3. Riwayat trauma kepala, demam tinggi dan kejang yang sampai menimbulkan
masalah medis yang bermakna disangkal.
4. Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol, zat psikoaktif, dan merokok.
5. Pasien memiliki riwayat skizofrenia ±2 tahun lamanya sejak tahun 2017.
Pasien dirawat dibangsal jiwa 2-3 kali dalam setahun.
6. Pada temuan status mental didapatkan mood kosong, afek tumpul, terdapat
halusinasi auditorik dan visual, waham kejar, dan RTA terganggu serta tilikan
derajat 4.

VI. FORMULA DIAGNOSTIK


1. Setelah seluruh pemeriksaan, pada pasien ditemukan adanya sindroma atau
perilaku dan psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan
penderitaan (distress) dan ketidakmampuan/hendaya (disability/
impairment) dalam fungsi serta aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan
definisi yang tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat
diperiksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik yang
bermakna. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif karena pasien tidak mengkonsumsi alcohol, zat
psikoaktif, dan merokok sehingga tidak ada gejala yang bermakna ke arah
skizoafektif. (F1)
4. Pasien ini termasuk dalam gangguan skizofrenia karena terdapat gangguan

14
dalam penilaian realita dengan adanya gangguan persepsi yaitu riwayat
halusinasi dan terdapat gangguan isi pikir. (F2)
5. Pada pasien ini tidak didapatkan gejala afektif yang menonjol. (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan
ganguan terkait stress. (F4)

Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna


dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:

a. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus


Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki
riwayat trauma kepala maupun kejang. Pasien juga tidak pernah menggunakan
zat psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental
organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gangguan dalam menilai
realita pada pasien berupa halusinasi auditorik dan visual, ganggu isi fikir
berupa waham kejar. Gejala tersebut dialami pasien selama kurang lebih 2
tahun, sehingga dapat digolongkan kedalam gangguan psikotik kelompok
skizofrenia (F20), maka berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk
Aksis I adalah Skizofrenia Paranoid (F20.0)

b. Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental


Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
c. Aksis III : Kondisi Medis Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
d. Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan
Terdapat masalah keluarga “primary support group”, yaitu
perekonomian keluarga menurun diiringi dengan usaha pekerjaan ayah pasien

15
bangkrut serta pasien ditipu oleh teman dekatnya sehingga membuat pasien
tidak bisa menerima keadaan tersebut.
e. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global
Assement of Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF 60-51,
gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (pada saat pemeriksaan).

Evaluasi multiaksial
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah rumah tangga dengan istri pasien
Aksis V : GAF 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (pada
saat pemeriksaan).

VII. DIAGNOSIS
a. Diagnosis : F20.0 Skizofrenia Paranoid
b. Diagnosis Banding : F25 Gangguan Skizoafektif

VIII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : Ad bonam. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan
pasien tidak sampai pada tahap mengancam nyawa pasien.
b. Ad Sanationam : dubia ad malam. Kemungkinan pasien terhadap
kekambuhan penyakitnya adalah buruk. Pasien diketahui sering
mengalami kekambuhan (relaps) terhadap penyakit yang dialaminya.
c. Ad Functionam : dubia ad bonam. Fungsi peran, sosial, penggunaan
waktu luang, serta perawatan diri pasien mengalami perbaikan setelah
melakukan pengobatan rawat inap dengan kepatuhan dan ketaatan pasien
dalam pengobatan.

16
Pasien rawat inap yang sudah menunjukkan perilaku yang baik
setelah pengobatan dan tidak lagi menunjukkan gejala-gejala yang buruk
maka dapat direkomendasikan untuk pulang ke rumah dan menjalani
rawat jalan dengan pengawasan keluarganya. Dengan mendapat
perawatan yang tepat dari pihak rumah sakit jiwa, keluarga pasien
penderita skizofrenia berharap pasien akan pulih kembali dari simtom-
simtom penyebab gangguan tersebut dan dapat beraktivitas seperti biasa
serta tidak lagi membebani keluarga dan masyarakat.

IX. RENCANA TERAPI


1. Psikofarmaka
a. Abilify 1 x 10 mg
b. Clorilex 2 x 50 mg
c. Hexymer 1 x 2 mg
2. Psikoterapi
a. Psikoedukasi
a) Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien.
b) Mengingatkan pasien perlu minum obat sesuai aturan dan datang
kontrol ke poli kejiwaan.
c) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
b. Psikoterapi
a) Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan
masalahnya.
b) Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya
akan hilang atau dapat dikendalikan.
c) Reassurance : Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat
sangat penting untuk menghilangkan gejala.

17
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
I. DEFINISI
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak
wajar (inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan
pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji
kognitif yang buruk.

II. ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. Tetapi terdapat
beberapa hipotesis yang mendukung terjadinya skizofrenia, antara lain:

a. Faktor biologis

Pada penderita skizofrenia dapat ditemukan gangguan organik berupa pelebaran


ventrikel tiga dan lateral; atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus
parahipokampus, hipokampus, dan amigdala; disorientasi spasial sel piamid
hipokampus; serta penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral.

b. Faktor Biokimia

Gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan
neurotransmitter sentral, yaitu peningkatan aktivitas dopamine (hipotesis dopamine).

18
Teori lain mengatakan terjadi peningkatan neurotransmitter serotonin (5-HT2A) dan
norepinefrin pada system limbik;
- Hipotesis dopamine

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui secara pasti. Hipotesis yang


paling banyak yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamine sentral. Dopamin
terlibat dalam mengontrol pergerakan, kognisi afek dan neuroendokrin.
Reseptornya dikategorikan sebagai reseptor mirip D2 dan D1. Reseptor D2
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap antipsikotika generasi pertama (APG I)
misalnya haloperidol. Hiperaktivitas dopamine di simtom limbik dikaitkan dengan
simtom positif. Antipsikotika yang bersifat antagonis D2 efektif mengobati
simtom positif.

- Hipotesis Glutamat

Fensiklidin dan ketamine bekerja menghambat kanal ion reseptor


glutamatergic N-methyl-D-asparte (NMDA), menyebabkan hipofungsi NMDA
dan menyetuskan psikosis. Tidak seperti pada agonis dopamine, pensiklidin dan
ketamine dapat menginduksi simtom positif dan negative skizofrenia, baik pada
subjek sehat maupun pada skizofrenia. Peningkatan dopamine pada basal
ganglia pasien dengan skizofrenia merupakan akibat rendahnya glutamate
neuron kortikal-striatal

- Hipotesis Serotonin dan Noreepinefrin

Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-


HT2A) dan kelebihan norepinefrin di forebrain limbik (terjadi pada beberapa
penderita skizofrenia)

19
c. Genetik

Angka kejadian skizofrenia meningkat pada keluarga dengan riwayat yang


sama dan diturunkan secara bermakna, kompleks, serta poligen.

d. Gangguan Morfologi dan Fungsional Otak


Tidak ada gangguan fungsiaonal dan struktural yang patognomonik ditemukan
pada penderita skizofrenia. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran
ventrikel tiga dan lateral yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit
dan atropi bilateral lobus temporal medial, serta yang lebih spesifik gangguan girus
parahipokampus, hipokampus dan amigdala dan disorientasi spasial pyramid
hipokampus. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya
statis dan telah di bawa sejak lahir dan pada beberapa kasus perjalanannya bersifat
progresif .
Lokasi otak yang terganggu menentukan gangguan perilaku yang ditemui pada
skizofrenia, misalnya gangguan hipokampus dikaitkan dengan defisit memori dan
atropi lobus dihubungkan dengan symptom negatif skizofrenia. Gangguan region
korteks prefrontal pada skizofrenia bermanifestasi defisit pada memori kerja, persepsi,
atensi dan smooth parsial eye movement. Disfungsi pada kortiko-serebri-talamik-
korteks dapat pula menyebabkan gangguan fungsi kognitif .

e. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting terjadinya
kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang berisiko adaalah pasien yang
hostilitas tinggi, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap
pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (disebut Keluarga dengan Ekspresi
Emosi tinggi)

20
III. KLASIFIKASI

a. Skizofrenia Paranoid

Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih
tertunda bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat
sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai
wahamnya. Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama,
dan mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali
memperlihatkan perilaku disorganisasi.
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :
 Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling)
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
- Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas:
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relative tidak nyata/ tidak menonjol

b. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis ini ditegakkan pada penderita usia remaja atau dewasa muda,
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III:
 Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia

21
 Kepribadian yang menonjol, yaitu pemalu dan senang menyendiri;
 Perilaku yang tidak bertanggung jawab. Afek yang dangkal dan tidak wajar,
tidak menentu. Gejala ini harus timbul secara continue (diamati selama 2-3
bulan)
 Terdapat gangguan afektif dan proses fikir yang menonjol. Halusinasi dan
waham umumnya tidak menonjol. Dapat ditemukan juga preokupasi yang
dangkal dan dibuat-buat terhadap berbagai tema abstrack.

c. Skizofrenia katatonik
Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III:
 Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
 Minimal terdapat satu perilaku yang ditemukan pada pasien dari kriteria di
bawah ini :
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap
lingkungan atau orang, pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung
disekitarnya.
- Negativism katatonik, yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau
usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.
- Rigiditas katatonik, yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rijit
- Postur katatonik, yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau
aneh
- Kegembiraan katatonik, yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin
dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan)

d. Skizofrenia tak terinci


Pada penderita ditemukan gejala psikotik yang menonjol, tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca-
skizofrenia.

22
 Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.

e. Depresi pasca-skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu
serangan gangguan skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi
tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat
berupa gejala positif atau negatif (biasanya lebih seing gejala negatif). Sebagai
pedoman diagnostik adalah:
 Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia)
 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada
 Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya
kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu.

f. Skizofrenia Residual
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,
perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis)

g. Skizofrenia Simpleks
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
- Gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

23
- Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara social.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia
lainnya.

h. Skizofrenia Lainnya
i. Skizofrenia YTT

IV. Manifestasi Klinis


Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala di
bawah ini:
1. Gangguan pikiran
Gangguan proses pikir
Pasien biasanya mengalami gangguan proses piker. Tanda-tandanya adalah:
 Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak nyambung. Ide tersebut
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar.
 Pemasukan informasi berlebihan: arus pikir pasien secara terus-
menerus mengalami ganagguan karena pikirannya sering dimasuki
informasi yang tidak relevan.
 Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
mungkin mengandung arti simbolik).
 Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa saat (beberapa menit).
Kemudian biasanya dengan topik lain. Perhatian pasien sering sangat
mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat.

24
 Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berdasarkan bunyi kata-kata
yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikiran.
 Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru
saja diucapkan seseorang.
 Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi
terapi kemampuan berpikir abstraknya sangat buruk.
 Alogic: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh
resisten yang disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara
dalam jumlah banyak tetapi sangat sedikit ide yang disampaikan
(miskin isi pembicaraan).
 Tangensialitas: pasien menjawab pertanyaan secara memutar-mutar
dan tak sampai ke tujuan serta tak berhubungan.
 Inkoheren atau “word salad” pembicaraaan pasien sangat tidak
terorganisasi, hampir tidak bisa dimengerti.

Gangguan isi pikir


 Waham
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh”.
a. Waham kejar: kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai, dicelakai,
diusik, atau dibicarakan oleh seseorang, organisasi dan kelompok
lain.
b. Waham kebesaran: kepercayaan bahwa dirinya memiliki
kemampuan khusus, kekayaan dan ketenaran.
c. Waham erotomania: keyakinan bahwa dirinya dicintai sesorang.
d. Waham rujukan: Pasien meyakini ada “arti” bahwa peristiwa-
peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut seolah-seolah
diarahkan pada dirinya.

25
e. Waham dikontrol: keyakinan bahwa tubuhnya atau tindakannya
dikontrol oleh kekuatan dari luar.
f. Waham nihilistik: keyakinan bahwa akan terjadi kiamat atau
manusia akan punah.
g. Waham somatik: keyakinan bahwa terjadi gangguan fungsi organ
atau kesehatan.

Gangguan persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi yaitu pengalaman atau terjadinya persepsi tanpa adanya stimulus
eksternal. Pengalaman tersebut dirasakan sangat jelas, kuat dan mempengaruhi
persepsi normal dan tidak dapat dikontrol. Halusinasi paling sering ditemui dan
biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihtan, penciuman,
perabaan dan pengecapan. Halusinasi pendengaran paling sering pada skizofrenia dan
gangguan terkait .

2. Ilusi dan depersonalisasi


Pasien dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya
misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan
asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap
lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata .

3.Gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering (tetapi tidak patognomonik):
 Afek tumpul atau datar: ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika
afek tersebut seharusnya diekspresikan.
 Afek tak serasi: afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai
pikiran dan pembicaraan pasien.

26
 Afek labil: dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.

4. Perilaku motorik abnormal atau sangat disorganisasi

5.Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak
menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan
ada pada dirinya dapa dilihat oleh orang lain.

V. DIAGNOSIS

PEDOMAN DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III :

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) - “Thought echo“ = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan, walaupun isi
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
-“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
-“Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b) -“Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
-“Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
-“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar;

27
(tentang “dirinya“ = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
-“Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d) Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas
:
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan
(over loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari
selama berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus;
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor;

28
d) Gejala – gejala “negatif”, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
4. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.

VI. Diagnosis Banding


Skizofrenia harus dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan
psikosis aktif. Semua kemungkinan-kemungkinan harus disisihkan dengan hati-hati
misalnya gangguan skizoafektif, gangguan afektif berat, dan semua kondisi organik
yang sangat mirip dengan skizofrenia, misalnya stadium awal Khorea, Huntington,
stadium awal penyakit Wilson, epilepsi lobus temporalis, tumor lobus temporalis atau
frontalis, stadium awaal multipel sklerosis dan sindroma lupus eritomatosus, porfiria,
paresis umum, penyalahgunaan obat yang kronik. Hati-hati menilai katatonia untuk
kondisi medik/neurologik.

VII. TATALAKSANA
1. Psikososial

Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan


kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi
interpersonal pada pasien skizofrenik. Tujuannya adalah memungkinkan seseorang

29
yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan keterampilan pekerjaan
untuk hidup yang mandiri.

Berbagai metode dan situasi digunakan untuk membantu memperoleh kembali


keterampilan lamanya atau membentuk keterampilan baru. Hal ini meliputi
lokakarya terlindung, klub kerja, dan program penempatan paruh waktu atau
transisional. Mendorong pasien untuk memperoleh pekerjaan yang menguntungkan
merupakan suatu cara menuju sekaligus petanda kesembuhan. Banyak pasien
skizofrenik mampu melakukan pekerjaan berkualitas tinggi meski menderita sakit.
Yang lain mungkin menunjukkan keterampilan luar biasa atau bahkan
kecemerlangan pada bidang tertentu akibat adanya aspek idiosinkratik tertentu
gangguannya.

2. farmakoterapi
 Anti Psikotik Generasi I
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif.

Antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek simpang yang mengganggu


dan serius. Efek yang paling sering menganggu adalah akathisia dan gejala lir-
parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek yang potensial serius mencakup
diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.

30
 Anti Psikotik Generasi II (Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda dibanding antipsikotik
standar, dan memengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga
menghasikan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta
lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia, contohnya, penarikan diri.
Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikolik atipikal ini tampaknya efektif untuk
pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis
reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan
haloperidol untuk gejala positif skizofrenia. secara unik efektif untuk gejala negatif,
dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang
telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin (Zyprexa), sertindol,
kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin sebagai Obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.

31
3. Terapi kejang listrik
dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut.
Beberapa pasien skizofrenia yang tidak berespons dengan obat-obatan dapat
membaik dengan TKL

VIII. PROGNOSIS
 Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menghilangkan gejala;
 Indikasi prognosis baik pada pasien skizofrenia gejala psikotik timbul secara
mendadak (akut); awitan gejala timbul setelah usia 30 tahun. Jenis kelamin
perempuan dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik
- Pasien dengan gejala positif
- Adanya penyebab skizofrenia yang jelas (tidak terkait dengan gangguan
system saraf pusat) salah satu pencetusnya adalah gangguan suasana
perasaan (khususnya gangguan depresi)
- Aktivitas social dan pekerjaan berlangsung baik sebelum timbul gejala;

32
- Tidak ada keluarga yang menderita skizofrenia
- Pasien yang menikah dan telah berkeluarga
- Dukungan penuh keluarga untuk kesembuhan pasien
 Prognosis buruk dalam kesembuhan pasien umumnya terkait dengan riwayat
trauma perinatal, tidak ada remisi dalam waktu 3 tahun, sering timbul relaps.
Riwayat kekerasan, riwayat penyalahgunaan zat, dan tidak adanya dukungan
keluarga untuk kesembuhan pasien.

33
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan Skizofrenia
Paranoid. Hal ini dibuktikan dengan adanya gangguan dalam menilai realita pada
pasien berupa riwayat halusinasi auditorik dan visual dan gangguan isi fikir berupa
waham kejar. Tidak dijumpai adanya gangguan neurologis, riwayat kejang, riwayat
trauma, atau gangguan pada fungsi intelektual pasien, sehingga gejala pada pasien tidak
memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan mental organik. Pasien juga bukan
merupakan pengguna zat psikoaktif, alkohol dan merokok sehingga pada pasien tidak
bisa digolongkan dalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaaan zat
psikoaktif.
Permasalahan yang diduga merupakan pencetus gejala-gejala psikosis ini
adalah masalah social dan keluarga, yaitu perekonomian keluarga menurun diiringi
dengan pekerjaan ayah pasien bangkrut serta pasien ditipu oleh teman dekatnya.
Sehingga membuat pasien tidak dapat menerima keadaan yang menyebabkan gejala
pada pasien muncul. Pasien juga sering mengalami relaps. Dilihat dari pertimbangan
tersebut, prognosis pada pasien ini adalah kemungkinan buruk.
Penatalaksanaan untuk skizofrenia paranoid dibagi dua, yakni penatalaksanaan
farmakologi dan non-farmakologi. Pengobatan pada pasien ini dipilih Abilify dengan
dosis 10 mg diberikan 1 kali perhari, clorilex dengan dosis 50 mg diberikan 1 kali
perhari dan Hexymer dengan dosis 2 mg diberikan 1 kali perhari. Indikasi
pemberiannya adalah terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada kondisi
psikosis yang lain. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap
reseptor serotonin dan dopamine.
Selain farmakologi pasien juga ditunjang dengan psikoterapi bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
gangguan psikologik. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada keluarga dan
lingkungan sekitar agar tidak terjadi stigmatisasi terhadap pasien dan membangun
sistem pendukung yang kuat untuk menunjang perbaikan pasien.

34
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. 2012. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta : IKJ FK Unika Atma Jaya.
Muchid, Abdul. 2007. Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif.
Jakarta: Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Depkes RI.
Puri BK, dkk. 2011. Buku Ajar Psikiatri edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sadock BJ, Sadock VA. 2014. Kaplan & Sadock Buku Ajar Pskiatri klinis edisi 2.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tanto C, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Media Aesculapius.
Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai