Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh
wanita. Pada proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada
ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Decherney et al,
2007). Tujuan dari pengelolaan proses persalinan adalah mendorong kelahiran
yang aman bagi ibu dan bayi sehingga dibutuhkan peran dari petugas
kesehatan untuk mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin
terjadi pada ibu dan bayi, sebab kematian ibu dan bayi sering terjadi terutama
saat proses persalinan (Koblinsky et al, 2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
Angka Kematian Ibu (AKI) akibat persalinan di Indonesia masih tinggi yaitu
208/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 26/1.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2013). Angka Kematian Ibu untuk Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 116/100.000 kelahiran hidup, sedangkan
Angka Kematian Bayi sebesar 12/1.000 kelahiran hidup.
Penyebab tingginya angka kematian ibu antara lain, terlalu muda atau
terlalu tua saat melahirkan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur, dan banyaknya persalinan yang ditolong oleh tenaga non profesional
(Koblinsky et al, 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian Misar (2012) yang
menyatakan bahwa kejadian komplikasi persalinan ibu melahirkan dengan
kualitas pelayanan kesehatan yang tidak baik beresiko lebih besar untuk
mengalami komplikasi dibanding ibu yang mendapatkan kualitas pelayanan
yang baik.
Faktor yang berperan penting untuk mengurangi angka kematian
maternal antara lain, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan
pelayanan yang baik ketika persalinan (Reeves, 2010). Faktor lain yang dapat
mengurangi angka kematian maternal yaitu akses ke tempat pelayanan
kesehatan terjangkau dan fasilitas kesehatan yang memadai (Aboagye, 2013).

1
Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM
adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh,
eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan
pasien perseorangan.
Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya
pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah
tindakan – tindakan yang tidak diperlukan atau tidak bermanfaat bahkan
merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang diharapkan
berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan membatasi gerak dan mobilisasi pada ibu
bersalin?
2. Bagaimana jika mencukur rambut pubis secara rutin pada ibu bersalin?
3. Apa yang dimaksud dengan lavement pada ibu bersalin?
4. Apa yang dimaksud dengan episiotomi pada ibu bersalin?
5. Apa yang dimaksud dengan kateterisasi pada ibu bersalin?
6. Apa yang dimaksud dengan IMD pada ibu bersalin?
7. Apa saja posisi-posisi meneran pada ibu bersalin?
8. Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini pada ibu bersalin?
C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang membatasi gerak dan
mobilisasi pada ibu bersalin.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang lavement pada ibu bersalin.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang episiotomi pada ibu bersalin.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kateterisasi pada ibu bersalin
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang IMD pada ibu bersalin
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang posisi-posisi meneran pada ibu
bersalin
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang mobilisasi dini pada ibu
bersalin

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Praktek yang Merugikan pada Persalinan


1. Membatasi Gerak atau Mobilisasi
Mobilisasi sangat penting dalam persalinan, merubah posisi
khususnya ketika merasakan kontraksi. Gerakan berdiri, berjalan, dan
jongkok merupakan gerakan yang paling efektif untuk membantu proses
turunnya bagian terendah janin sehingga pembatasan gerak pada kondisi
ini dapat menghambat proses penurunan kepala dan berakibat pada kala I
memanjang. Padahal gerakan kecil seperti miring kiri ditempat tidur dapat
memeberikan kondisi santai, oksigenasi yang baik untuk janin serta
meminimalkan laserasi, sedangkan gerakan merangkak dapat
mempercepat rotasi, meminimalkan peregangan perineum dan rasa sakit
pada punggng. Namun adakalanya ibu tidak diperbolehkan turun dari
tempat tidur atau melakukan ambulasi, diantaranya adalah sebagai
berikut.
a. Ketika ketuban pecah, janin berukuran kecil (<2000 gram), presentasi
kaki atau bokong atau letak melintang. Pada keadaan ini muncul
resiko prolapsus tali pusat yang meningkat ketika ibu dalam posisi
berdiri. Bahkan posisi terlentang dengan kepala berada diatas tempat
tidur yang ditinggikan dengan bantal lebih dari 20-30oakan semakin
meningkatkan resiko prolapsus tali pusat.
b. Ketika ibu mendapat pengobatan dengan obat yang membuat ibu
pusing atau membuat kakinya tidak stabil ketika berdiri.
c. Selama persalinan yang kemajuannya cepat
d. Ketika ibu mengalami komplikasi obstetrik atau medis yang
mengharuskan ibu tetap ditempat tidur.
Pembatasan gerak yang dilakukan pada ibu bersalin akan
menimbulkan stress pada ibu dalam menjalani masa bersalinnya yang

3
menyebabkan persalinan akan berlangsung tidak fisiologis seperti
persalinan lama.
Berdasarkan jurnal yang kami temukan tidak menyebutkan adanya
dampak yang positif dan pembatasan gerak pada persalinan normal
sehingga tidak ada anjuran untuk melakukan pembatasan gerak pada
persalinan normal kecuali indikasi seperti yang disebut diatas.
Pada jurnal tersebut dilakukan penelitian mengenai perlakuan aktif
birth pada ibu dalam masa persalinan dibandingkan dengan ibu yang tidak
dilakukan aktif birth dalam masa persalinannya. Aktif birth itu sendiri
yaitu asuhan yang diberikan kepada ibu dalam masa persalinannya. Aktif
birth itu sendiri yaitu asuhan yang diberikan kepada ibu dalam masa
persalinan dimana ibu akan diberikan kesempatan untuk memilih posisi
yang dianggapnya nyaman dan memiliki efek nyeri minimal.
2. Mencukur Rambut Pubis Secara Rutin
Persiapan persalinan secara tradisional termasuk mencukur rambut
pubis secara rutin, dengan keyakinan bahwa ini akan mengurangi risiko
infeksi yang dapat disebabkan oleh robekan perineum spontan atau
episiotomi. Juga disarankan bahwa pencukuran tersebut mungkin
dilakukan untuk membuat penjahitan lebih mudah dan aman. Namun
berdasarkan penelitian terbukti bahwa pencukuran rambut pubis sebaiknya
tidak dilakukan sebelum persalinan baik persalinan pervaginam maupun
perabdominal. Karena dapat menimbulkan luka kecil akibat alat cukur
sehingga bakteri mudah untuk masuk ke dalam luka dan menimbulkan
infeksi. Terutama karena terpaparnya daerah tersebut dengan darah saat
melahirkan dan lochea saat nifas.
Berdasarkan penelitian mencukur rambut kemaluan berkorelasi
dengan terjadinya displasia vulva dan peradangan vulva. Sehingga
meningkatkan infeksi di daerah kemaluan.

4
3. Lavement
a. Pengertian
Lavement/huknah/enema/klisma adalah suatu tindakan
memasukkan cairan secara perlahan-lahan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid melalui anus dengan menggunakan kanul rektal. Terdapat tiga
jenis enema; enema rendah, enema tinggi dan enema gliserin. Enema
rendah adala memasukkan cairan melalui anus sampai ke kolon desenden.
Enema tinggi adalah memasukkan cairan melalui anus (rektum) sampai ke
kolon asenden. Enema gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus
ke dalam kolon sigmoid dengan menggunakan spuit gliserin.
b. Tujuan dilakukannya Lavement
1) Merangsang peristaltik usus dan defekasi untuk mengatasi
konstipasi dan impaksi.
2) Membersihkan kolon untuk persiapan operasi atau pemeriksaan
diagnostic.
3) Melunakkan feses yang telah mengeras atau mengosongkan rectum
dan kolon bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
4) Membantu defekasi yang normal sebagai bagian dari program
latihan defekasi (bowel training program).
5) Memberikan terapi seperti: mengurangi kadar kalium yang tinggi
dengan lavement Natrium Polystyrene Sulfonate (Kayexalate) dan
mengurangi bakteri kolon dengan lavement Neomycin.
c. Indikasi
1) Konstipasi
2) Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur.
3) Penggunaan laxative yang berlebihan.
4) Peningkatan stress psikologis
5) Impaksi fases
6) Kebiasaan buang air besar yang teratur
7) persiapan pra operasi
8) untuk tindakan diagnostik misalnya pemariksaan neurologi

5
9) pasien dengan malaena
d. Kontra indikasi pasien dengan diverticulis,ulcerative colitis,crhon’s
disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau
gagal ginjal, hemoroid, tumor rectum dan kolon.
e. Dampak pemberian huknah
1) Dampak positif
a) Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang
tindakan operasi
b) Sebagai jalan alternatif pemberian obat.
c) Menghilangkan distensi usus.
d) Memudahkan proses defakasi.
e) Meningkatkan mekanika tubuh.
2) Dampak negativ
a) Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar
mukosa usus dan jika larutan terlalu dingin yang diberikan
akan menyebabkan kram abdomen.
b) Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan
mampu menahan larutan enema.
4. Episiotomi
a. Pengertian
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnyaselaput lendir vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-ototdan fasia perineum dan
kulit sebelah depan perineum. Episiotomi dilakukanuntuk memperluas
jalan lahir sehingga bayi lebih mudah untuk dilahirkan. Selain
ituepisiotomi juga dilakukan pada primigravida atau pada wanita
dengan perineum yangkaku dan atas indikasi lain.
b. Tujuan Episiotomi
Saat ini terdapat banyak kontroversi terhadap tindakan
tersebut. Sejumlah penelitianobservasi dan uji coba secara acak
menunjukkan bahwa episiotomi rutin menyebabkanpeningkatan

6
insiden robekan sfingter ani dan rektrum. Selain itu penelitian-
penelitianlain juga menunjukkan adanya peningkatan inkontinensia
platus , inkontinensia alvi,bahkan inkontinensia awal jangka panjang.
Eason dan Feldman menyimpulkan bahwaepisiotomi tidak boleh
dilakukan secara rutin. Prosedur harus diaplikasikan secaraselektif
untuk indikasi yang tepat, beberapa diantaranya termasuk indikasi
janinseperti distosia bahu dan lahir sungsang; ekstraksi forseps atau
vakum, dan padakeadaan apabila episiotomi tidak dilakukan
kemungkinan besar terjadi ruptur prenium.Bila episiotomi akan
dilakukan, terdapat variabel penting yang meliputi waktu
insisidilakukan, jenis insisi, dan teknik perbaikan.
c. Waktu Episiotomi
Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat selama
kontraksi sampai diameter 3-4 cm dan bila perineum telah menipis
serta kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina.
d. Indikasi
1) Indikasi janin
Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk
mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin,
sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.
2) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan
sehingga ditakuti akanterjadi robekan perineum, umpama pada
primipara, persalinan sungsang,persalinan dengan cunam,
ekstraksi vakum, dan anak besar.
e. Teknik Episiotomi
1) Episiotomi mediana
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus
vagina sampai batasatas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang
dipakai adalah cara anestesi infiltrasiantara lain dengan larutan

7
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; ataularutan
Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi
denganmempergunakan gunting episiotomi dimulai dari bagian
terbawah introitus hinggakepala dapat dilahirkan.
2) Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus
vagina menuju ke arahbelakang dan samping. Arah insisi ini dapat
dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,tergantung pada kebiasaan
orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4cm. Insisi ini
dapat dipilih untul melindungi sfingter ani dan rektum dari
laserasiderajat tiga atau empat, terutama apabila perineum pendek,
arkus subpubik sempitatau diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.
3) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari
kira-kira pada jam 3atau 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini
sekarang tidak dilakukan lagi olehkarena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arahdimana terdapat
pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat
menimbulkanperdarahan yang banyak. Selain itu parut yang
terjadi dapat menimbulkan rasanyeri yang menganggu penderita.
5. Keteterisasi
a. Pengertian
Kateter urin adalah selang yang dimasukkan ke dalam
kandung kemih untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya
dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih, namun metode
lain yang disebut pendekatan suprapubik, dapat digunakan. Tindakan
pemasangan kateter urin dilakukan dengan memasukan selang plastik
atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih.Kateter
memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami
obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urin per

8
jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil (Potter dan
Perry, 2006).
b. Indikasi Pemasangan Kateter
1) Sebelum seksio sesaria atau pembedahan abdomen lainnya
2) Selama persalinan jika tidak mampu mengalirkan urine,terutama
sebelum pelahiran dengan instrumen
3) Selama kala tiga persalinan ketika kandung kemih penuh dapat
menahan aktivitas uterus normal
4) Ketidak mampuan untuk mengeluarkan urine,misalnya pasca
bedah.
5) Untuk tujuan pemeriksaan diagnostik
6) Pemantauan akurat keseimbangan cairan ketika sakit akut atau
pada keadaan syok,misalnya: pre-eklamsia, hemoragi mayor
7) Pemeriksaan urine spesifik,misalnya: untuk mendapatkan
spesimen yang tidak terkontaminasi untuk pengukuran protein
ketika pre-eklamsia.
8) Pada setiap kesempatan pengambilan keputusan klinis dibuat
untuk menemukan kateter menetap atau kateter intermiten yang
paling sesuai digunakan.
c. Kontra Indikasi
Kozier (2010), menyebutkan kontra indikasi pemasangan
kateter yaitu adanya penyakit infeksi di dalam vulva seperti uretritis
gonorhoe dan pendarahan pada uretra.
d. Komplikasi Pemasangan Kateter
1) Komplikasi adanya kateter indwelling dalam traktus urinarius
dapat menimbulkan infeksi.
2) Kolonisasi bakteri ( bakteriuria) akan terjadi dalam waktu dua
minggu pada separuh dari pasien pasien yang menggunakan
kateter urin, dan dalam waktu empat hingga enam minggu
sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien.

9
3) Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar dari daya
tahan alami pada traktus urinarius inferior dengan menyumbat
duktus periuretralis,mengiritasi mukosa kandung kemih dan
menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam
kandung kemih.
4) Manipulasi kateter paling sering menjadi penyebab kerusakan
mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi.
e. Perubahan Mikturisi
1) Persalinan
Tekanan dari bagian presentasi janin yang menurun
menekan kandung kemih dan uretra,terutama pada
pertautannya.Penekanan mencegah keluarnya urine,meski ada
keinginan untuk berkemih.Kurangnya privasi dan postur yang
buruk juga berkontribusi terhadap retensi urine.Ibu harus
dianjurkan untuk berkemih 1-2 jam selama persalinan untuk
meminimalkan resiko,dan terutama pada awitan kala dua.
Penurunan kesadaran terhadap kebutuhan berkemih terjadi
jika anastesia regional digunakan,karena obat secara sementara
melemahkan saraf yang menyuplai ke kandung kemih.Kandung
kemih yang penuh dapat menimbulkan trauma dalam persalinan
dan juga dapat mempengaruhi rangkaian persalinan.
2) Pascanatal
Perubahan struktural yang terjadi selama kehamilan
memperlambat kemampuan kandung kemih untuk kembali ke
keadaan normal selama puerperium.Ibu harus mengeluarkan urine
dalam 6-8 jam setelah pelahiran.akan tetapi beberapa ibu dapat
mengalami pelambatan sensasi untuk berkemih.
Resiko ketidak mampuan parsial atau komplet untuk berkemih
meningkat akibat adanya :
a) Trauma kandung kemih atau uretra

10
b) Penurunan sensasi kandung kemih yang terjadi akibat
penggunaan kateter,atau kandung kemih yang overdistensi
c) Pembentukan hematoma dalam saluran
B. Praktek yang Direkomendasikan pada Persalinan
1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Menurut Roesli (2008), Inisiasi Menyusu Dini (Early initiation)
adalah proses menyusu sendiri, minimal satu jam pertama pada bayi baru
lahir. Setelah lahir, bayi harus segera didekatkan kepada ibu dengan cara
ditengkurapkan didada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit
ibu, dan bayi akan menunjukan kemampuan yang menakjubkan. Dalam
usia beberapa menit bayi dapat merangkak ke arah payudara dan
menemukan puting susu ibunya serta kemudian menyusu sendiri. Cara
bayi menyusu sendiri tersebut dinamakan The Breast Crawl atau
merangkak mencari payudara.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) tidak boleh terlambat karena reflek
menghisap pada bayi baru lahir akan mencapai puncaknya pada usia 20-30
menit dan refleks ini akan berkurang dan melemah. Kekuatan reflek bayi
setelah lahir ini di buktikan oleh Righard (1990) dalam Roesli (2008),
pada penelitianya menyimpulkan:
a. Jika bayi setelah lahir segera diletakkan didada atau perut ibu dengan
kontak kulit bayi ke kulit ibu, dapat menyusu dengan baik pada 50
menit pertama.
b. Jika bayi dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur dan
dibersihkan 50% bayi tidak dapat menyusu sendiri.
Bayi yang diberi kesempatan untuk Inisiasi Menyusu Dini, akan
lebih cepat mendapatkan kolostrum dari pada yang tidak diberi
kesempatan Inisiasi Menyusu Dini.Kolostrum merupakan cairan yang
pertama kali disekresi oleh payudara yang dinamakan the gift of life.
Kilostrum berupa cairan degan viscositas kental berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu matur. Kolostrum
merupakn sel darah putih dan antibodi yang mengandung imunologi A

11
(IgA) yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan
mencegah kuman. Kolostrum penting untuk ketahanan terdapat infeksi,
pertumbuhn usus dan kelangsungan hidup bayi, serta akan mematangkan
dan membuat lapisan pelindung bagi usus bayi yang belum matang (
Roesli, 2008).
Kolostrum mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan mengandung
semua unsur yang diperlukan oleh bayi serta zat anti infeksi. Kolostrum
mengandung protein, vitamin A yang tinggi, karbohidrat, dan lemak
rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama
setelah kelahirannya serta membantu mengeluarkan mekonium yaitu
kotoran bayi pertama berwarna hitam kehijauan.
Penyebab kematian neonatal adalah penyakit infeksi yang
disebabkan rendahnya daya tahan tubuh pada masa neonatal sangat rentan
dan masa ini merupakan masa kritis dalam fase pertumbuhan dan
perkemangan bayi. Hal ini disebabkan dalam proses pematangan sistem
tubuh yang belum sempurna seperti sistem pernapasan, sistem pencernaan,
dan sistem imunitas.
2. Posisi Persalinan
a. Pengertian
Menurut Syafrudin (2012) posisi dalam persalinan adalah posisi
yang digunakanuntuk persalinan yang dapat mengurangi rasa sakit pada
saat bersalin dan dapatmempercepat proses persalinan.Saat bidan
memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan,
ataumembantu keluarga untuk memberikan dukungan persalinan, bidan
tersebut harusmelakukan semuanya itu dengan cara yang bersifat sayang
ibu meliputi;
1) Aman, sesuai evidence based, dan member sumbangan pada
keselamatan jiwaibu.
2) Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta
merasa didukung dan didengarkan.

12
3) Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan
ibu/keluarganya sebagai pengambil keputusan.
4) Menggunakan cara pengobatan yang sederhanan sebelum memakai
teknologi canggih.
5) Memastikan bahwa informasiyang diberikan adekuat serta dapat
dipahami ibu.
b. Tujuan
1) Memberikan kenyamanan dalam proses persalinan
2) Mempermudah atau memperlancar proses persalinan dan kelahiran
bayi
3) Mempercepat kemajuan persalinan
c. Keuntungan dan manfaat posisi meneran bagi ibu bersalindan bayi
1) Mengurangi rasasakit dan ketidaknyamanan
2) Lama kala II lebih pendek
3) Laserasi perineum lebih sedikit
4) Menghindari persalinan yang harus ditolong dengan tindakan
5) Nilai APGAR lebih baik
d. Posisi Persalinan yang di Anjurkan
1) Posisi duduk atau setengah duduk

Posisi setengah duduk juga posisi melahirkan yang umum


diterapkan di berbagai rumah sakit atau klinik bersalin di Indonesia.
Posisi ini mengharuskan ibu duduk dengan punggung bersandar
bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Memiliki
keuntungan yaitu memberikan rasa nyaman pada ibu, mudah
beristirahat diantara kontraksi, dan adanya gaya gravitasi untuk

13
membantu melahirkan bayi.Kekurangan, posisi ini bisa menyebabkan
keluhan pegal di punggung dan kelelahan, apalagi kalau proses
persalinannya lama.
2) Posisi merangkak

Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa


sakit pada punggung.Memiliki keuntungan yaitu memberi
kenyamanan pada ibu, meneran menjadi lebih efektif, mengurangi
nyeri punggung selama persalinan, perbaikan posisi oksiput yang
melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior.
3) Posisi Jongkok atau Berdiri

Beberapa suku di Indonesia Timur, mulai Lombok Timur


hingga Papua, wanitanya mempunyai kebiasaan melahirkan
dengan cara jongkok.
Keuntungan, posisi ini menguntungkan karena pengaruh
gravitasi tubuh, ibu tak harus bersusah-payah mengejan, bayi akan

14
keluar lewat jalan lahir dengan sendirinya (membantu
mempercepat kemajuan kala dua), memudahkan dalam
pengosongan kandung kemih, dan mengurangi rasa nyeri. Pada
posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan
terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat
badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu
panggul.
Kekurangan, bila tidak disiapkan dengan baik, posisi ini
sangat berpeluang membuat kepala bayi cedera, sebab bayi bisa
“meluncur” dengan cepat. Supaya hal ini tidak terjadi, biasanya
sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk menahan
kepala dan tubuh bayi. Dokter atau bidan pun sedikit kesulitan bila
harus membantu persalinan melalui episiotomi atau memantau
perkembangan pembukaan.
4) Posisi Berbaring Miring Kekiri

Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau


ke kanan. Salah satu kaki diangkat sedangkan kaki lainnya dalam
keadaan lurus. Biasa dilakukan bila posisi kepala bayi belum
tepat. Normalnya posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan
lahir, menjadi tidak normal bila posisi ubun-ubun berada di
belakang atau samping. Miring ke kiri atau ke kanan tergantung
posisi ubun-ubun bayi. Jika di kanan, ibu diminta miring ke kanan
dengan harapan bayinya akan memutar. Posisi ini juga bisa

15
digunakan bila persalinan berlangsung lama dan ibu
sudahkelelahan dengan posisi lainnya.
Memiliki keuntungan yaitu memberi kenyamanan pada ibu,
meneran menjadi lebih efektif, perbaikan posisi oksiput yang
melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior,
memudahkan beristirahat diantara kontraksi, mengurangi resiko
terjadinya laserasi perineum.Kekurangan, Posisi ini membuat
dokter atau bidan sedikit kesulitan membantu proses persalinan,
kepala bayi lebih sulit dipegang atau diarahkan, bila harus
melakukan episiotomi posisinya lebih sulit.
e. Posisi yang Tidak Dianjurkan

Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di


anjurkan untukmulai mengatur posisi telentang/litotomi. Tetapi
berdasarkan penelitian yang telahdilakukan ternyata posisi telentang ini
tidak boleh dilakukan lagi secara rutin padaproses persalinan, hal ini
dikarenankan:
1) Dapat menyebabkan Sindrome supine hypotensikarena tekanan
pada vena kavainferior oleh kavum uteri, yang mengakibatkan ibu
pingsan dan hilangnya oksigen bagi bayi.
2) Dapat menambah rasa sakit
3) Bisa memperlamaproses persalinan
4) Lebih sulit bagi ibu untuk melakukan pernafasan
5) Membuat buang air lebih sulit
6) Membatasi pergerakan ibu
7) Bisa membuat ibu merasa tidak berdaya
8) Bisa membuat kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum

16
9) Bisa menimbulkan kerusakan syaraf pada kaki dan punggung.
3. Mobilisasi Dini
a. Pengertian
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari temppat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin berjalan (Jannah, 2011).
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal baiknya
mobilisasi dikerjakan setelah 2 jam, ibu boleh miring kiri atau miring
kanan untuk mencegah adanya trombosis (Dewi, 2011).
Mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah setelah melahirkan
segera bangun dari tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan lebih
baik. Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat teratasi
(Anggraini, 2010).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini
adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan
arah memebimbing penderita untuk memepertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi dini tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit
misalnya anemia, penyakit jantung, paru-paru, demam, dan sebagainya.
b. Manfaat mobilisasi Dini
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium
2) Mempercepat involusi uterus
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluarn sisa metabolisme (Manuaba, 2010)
c. Resiko bila tidak melakukan mobilsasi dini
Menurut Manuaba (2010), Berbagai masalah dapat terjadi bila tidak
melakukan mobilisasi dini, yaitu:
1) Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak
baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan

17
menyebabkan infeksi, salah satu tanda infeksi adalah peningkatan
suhu tubuh.
2) Perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi
uterus akan baik, sehingga fundus uterus keras, maka resiko
perdarahan abnormal dapat dihindarkan karena kontraksi
membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
3) Involusi uteri tidak baik, apabila tidak dilakukan mobilisasi dini
akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga
menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
4) Selain resiko diatas, dampak yang dapat terjadi bila mobilisasi dini
tidak dilakukan adalah kurangnya suplai darah dan pengaruh
hipoksi pada luka. Luka dengan suplai darah yang buruk akan
sembuh dengan lambat. Jika faktor-faktor esensial untuk
penyembuhan seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral,
sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi, maka
penyembuhan luka tersebut akan terhambat meskipun pada
pasien-pasien yang nutrisinya baik (Morison, 2011).
d. Rentan Gerak Mobilisasi Dini
Menurut Manuaba (2010), dalam mobilisasi dini terdapat tiga rentan
gerak yaitu:
1) Rentan gerak pasif
Rentan gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
2) Rentan gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakan kakinya.
3) Rentan gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-ototdan sendi dengan melakukan
aktivitas yang diperlukan.

18
e. Tahapan-tahapan mobilisasi
Menurut Ifafan (2010), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap
yaitu:
1) Miring kiri/kanan setelah 2 jam post partum
2) Duduk sendiri setelah 6-8 jam post partum
3) Berjalan setelah 12 jam postpartum
Menurut Apriana (2016) dalam jurnal yang berjudul A Quasi-
Experimental Study to Assess the Effectiveness of Early Ambulation
on Involution of Uterus among Postnatal Mothers Admitted At SGRD
Hospital, Vallah, Sri Amritsar, Punjab, pada penelitiannya
menunjukkan perbandingan antara pra-intervensi antara kelompok
eksperimen dan kontrol ibu nifas tidak ada perbedaan signifikan
dengan nilai 't' (1,57) dimana perbandingan antara pasca intervensi
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki
perbedaan yang signifikan dengan nilai 't' (6.06) pada p <0,05 tingkat
signifikansi disimpulkan bahwa ambulasi dini mempengaruhi involusi
uterus.
Penelitian yang mendukung yaitu dalam jurnal yang berjudul
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri
Pada Ibu Postpartum Spontan Di RSUD Tugurejo Semarang,
menyatakan bahwa sebelum melakukan mobilisasi dini, rata-rata
tinggi fundus uteri pada kelompok kontrol adalah 13,90 cm sedangkan
pada kelompok intervensi 13,60 cm. Setelah melakukan mobilisasi
dini, rata-rata tinggi fundus uteri pada kelompok kontrol adalah 12,75
cm sedangkan pada kelompok intervensi 11,60 cm. Dari Uji Mann-
Whitney didapatkan hasil nilai p = 0.000 < 0.05, maka Ho ditolak Ha
diterima, kesimpulannya ada pengaruh mobilisasi dini terhadap
penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post partum spontan di RSUD
Tugurejo Semarang.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang
berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang
nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan
bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di
desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat
keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka
paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat
tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk
melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap
berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan
secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang
optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan
jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
B. SARAN
Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam
penelitian,akan pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan
khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak
dalam upaya penurunan AKI dan AKB

20
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, Ratna. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: Trans Info Media
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Leveno, Kenneth J. 2009. Williams Manual Of Obstetrics, 21st Ed.Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC
Sulistyawati A, Nugraheni E. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba
Medika

21

Anda mungkin juga menyukai