Anda di halaman 1dari 33

PAPER OBSTETRI

RUPTUR UTERI

Paper ini disusun sebagai salah satu persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinis senior bagian Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan

Oleh:

LESTARI SAFITRI 1708320031

Pembimbing:

dr. H. Muslich P, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kepada ALLAH SWT. Atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “Ruptur Uteri” yang
disusun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan mengikuti kepaniteraan
klinik senior bagian Obstetri dan Ginekologi di RSU. Haji Medan.
Terimakasih kepada dokter pembimbing dr. H. Muslich P, Sp.OG yang
telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Paper ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya Paper ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, Agustus 2019

Penulis

Page ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.1
1.1 Latar belakang ...................................... Error! Bookmark not defined.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3


2.1 Ruptru Uteri .............................................................................................. 3

2.1.1 Anatomi Uterus ........................................................................................ 3

2.1.2 Definisi ..................................................................................................... 4

2.1.3 Epidemiologi dan Faktor Resiko .............................................................. 5

2.1.4 Klasifikasi ................................................................................................. 7

2.1.5 Etiologi ..................................................................................................... 9

2.1.6 Patofisiologi............................................................................................ 10

2.1.7 Diagnosis dan Gejala Klinis ................................................................... 11

2.1.8 Penanganan ............................................................................................. 15

2.1.9 Komplikasi ............................................................................................. 16

2.1.10 Prognosis ................................................................................................ 18

BAB 3 STATUS PASIEN ................................................................................... 19


3.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 19

3.2 Anamnesa ............................................................................................... 19

3.3 Riwayat Ginekologi ................................................................................ 20

3.4 Riwayat Obstetri ..................................................................................... 20

3.5 Pemeriksaan Fisik................................................................................... 20

3.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 22

3.7 Diagnosa ................................................................................................. 22

3.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 27

Page iii
BAB 4 KESIMPULAN ....................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

Page iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruptur uteri merupakan suatu kegawatan obstetri yang sangat mengancam


nyawa ibu maupun janin. Perkembangan pengetahuan di bidang obstetri dan
ginekologi berkontribusi besar dalam menganalisa dan mendiagnosis ruptur uteri
yang dapat dilihat dari angka kejadian ruptur uteri yang juga semakin meningkat.
Meskipun dalam beberapa kasus ruptur uteri dapat dicegah dengan asuhan
antenatal dan asuhan persalinan yang baik, namun dalam beberapa kasus kejadian
ruptur uteri tersebut tidak dapat terhindarkan.
Parut pada uterus merupakan faktor risiko penting dari terjadinya ruptur uteri.
Kasus parut uterus dapat disebabkan oleh tindakan operatif dibidang obstetri
ataupun ginekologi. Tindakan seksio sesarea merupakan penyumbang utama parut
uterus pada kasus obstetri, sedangkan miomektomi merupakan kasus mayoritas
bedah ginekologi.1
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.

Sebuah kajian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS


Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian
janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim pa-
ling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri
dan penyulit medis diabetes melitus.1

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 1


Maka sebab itulah dibuat referat ini untuk membahas lebih lanjut
mengenai rupture uteri, faktor resikonya, etiologinya, bagaimana
mendiagnosisnya serta penatalaksanaannya.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruptur Uteri


2.1.1 Anatomi Uterus
Uterus pada wanita non-gravida terletak di dalam rongga pelvis, dibatasi
oleh kendung kemih di bagian depan dan rektum di bagian belakang. Hampir
seluruh bagian posterior dari uterus dilapisi oleh lapisan serosa, yakni peritoneum
visceralis. Uterus berbentuk seperti buah pir dan terdiri dari dua bagian yang tidak
sama besar. Bagian atas, berbentuk segitiga yakni bagian korpus, sementara
bagian bawah berbentuk silindris yakni bagian serviks, yang menonjol ke vagina.
Bagian yang mengubungkan korpus dan serviks dinamakan dengan ishmus.
Selama kehamilan, ishmus memegang peranan penting karena akan berkembang
menjadi segmen bawah rahim.5

Uterus pada pasien nulipara berukuran panjang 6-8 cm sementara pada


pasien mutigravida berukuran 9-10cm. Berat uterus kurang lebih 60 gram.
Kehamilan akan menstimulasi pertumbuhan uterus melalui hipertrofi serat otot.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 3


Sebagian besar uterus terbentuk dari miometrium yang merupakan otot
polos yang dihubungkan oleh jaringan ikat elastis. Pembuluh darah miometrium
dibungkus oleh anyaman-anyaman otot miometrium, yang pada saat kontraksi
akan menekan pembuluh darah tersebut. Hal ini sangat penting, terutama pada
partus kala III untuk mencegah perdarahan post partum. Otot miometrium terdiri
dari tiga lapis otot polos yang masing-masing lapisan memiliki arah yang berbeda,
dimana lapisan paling luar merupakan longitudinal, tengah seperti anyaman dan
paling dalam sirkuler. Jumlah otot miometrium bervariasi sesuai dengan
lokasinya. Semakin ke caudal jumlah miometrium semakin sedikit.5
Kavum uteri diselubungi oleh endometrium yang terdiri atas jaringan epitel,
kelenjar dan struma vaskular. Endometrium akan mengalami perubahan sesuai
dengan siklus menstruasi dan kehamilan. Endometrium dibagi menjadi dua
lapisan, yakni lapisan fungsionalis, yang akan meluruh selama menstruasi dan
lapisan basalis yang akan beregenerasi setelah siklus menstruasi.5

2.1.2 Definisi

Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan
rongga peritoneum dapat berhubungan. Yang dimaksud dengan ruptur uteri
komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 4


langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan
kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh
tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum
peritonei atau rongga abdomen.

Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih


dibatasi oleh peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum
masuk ke dalam rongga peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada
permukaan uterus ikut robek, hal tersebut dinamakan rupture uteri komplet.

Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban
juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah
terjadi ruputura uteri pada parut. Dehisens bisa berubah jadi ruputura pada waktu
partus atau akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah
sesar yang lalu. Dehisens terjadi perlahan, sedangkan ruptura uteri terjadi secara
dramatis. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada
ruptur uteri perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan
baru yang meluas.6

2.1.3 Epidemiologi dan Faktor Risiko

Insidens ruptur uteri di seluruh dunia diperkirakan sekitar 0,05% dari


seluruh kehamilan.8 Di negara berkembang, insidens ruptur uteri lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju. Sebagai contoh, di Yaman insidens ruptur
uteri diperkirakan sebesar 0,63%, di Ethiopia sebesar 0,57% sementara di negara
maju seperti Australia insidens ruptur uteri didapatkan hampir sepuluh kali lebih
rendah, yakni sebesar 0,086%, dan di Irlandia sebesar 0,023%.9,10 Ruptur uteri
dapat mengakibatkan mortalitas ibu dan bayi. Flamm dkk melaporkan angka
mortalitas ibu sebesar 4,2% dan mortalitas bayi sebesar 45%.9 Sebuah kajian
deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin,
Bandung periode 2000-2002 mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim
dari 2974 persalinan. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 5


karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit
medis diabetes melitus.

Tabel. Faktor Resiko Ruptur Uteri

Faktor risiko tersering pada ruptur uteri adalah riwayat operasi pada uterus
sebelumnya, dengan paling banyak adalah bekas sectio cesarea.9 Faktor risiko
ruptur uteri lainnya antara lain usia, paritas, persalinan lama atau macet,
persalinan dengan bantuan instrumen, dan penggunaan obat-obatan untuk induksi
atau augmentasi persalinan. 6,9,11,12

Tabel. Lokasi Ruptur Uteri

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 6


Segmen bawah rahim merupakan lokasi tersering terjadinya ruptur uteri
(83,3%). Perluasan ruptur ke daerah serviks juga sering ditemukan. Ruptur uteri
pada fundus jarang ditemukan, namun dapat terjadi (16,7%). Cedera organ lain
seperti kandung kemih dan rektum dapat juga ditemukan bersamaan dengan
ruptur uteri. 6

2.1.4 Klasifikasi

1) Menurut sebabnya13 :
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil
i. pembedahan pada miometrium : seksio sesarea atau
histerektomi, histerorafia, miomektomi yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada
kornua uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
ii. Trauma uterus koinsidensial : instrumentasi sendok kuret
atau sonde pada penanganann abortus, trauma tumpul atau
tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada
kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous
pregnancy).
iii. Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born)
yang tidak berkembang
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan
i. sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus
menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk
merangsang persalinan, trauma luar tumpul atau tajam,
versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya
hidramnion atau kehamilan ganda.
ii. Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi
cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah
rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan
dalam melakukan manual plasenta.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 7


iii. Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta atau perkreta,
neoplasia trofoblas, gestasional, adenomiosis, retroversio
uterus gravidus inkarserata.
2) Menurut Lokasinya :
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),
miemektomi
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus
yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang
dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forseps atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
3) Menurut etiologinya :

a. Ruptur uteri spontanea

Rupture uteri spontanea dapat terjadi akibat dinding rahim yang

lemah seperti pada bekas operasi sesar, bekas miomektomi, bekas

perforasi tindakan kuret atau bekas tindakan plasenta manual.

Rupture uteri spontan dapat pula terjadi akibat peregangan luar

biasa dari rahim seperti pada ibu dengan panggul sempit, janin

yang besar, kelainan kongenital dari janin, kelainan letak janin,

grandemultipara dengan perut gantung (pendulum) serta pimpinan

persalinan yang salah.

b. Ruptur uteri violenta

Rupture uteri violenta dapat terjadi akibat tindakan – tindakan

seperti misalnya Ekstraksi forceps, versi dan ekstraksi ,embriotomi

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 8


,braxton hicks version, manual plasenta,kuretase ataupun trauma

tumpul dan tajam dari luar.

4) Menurut robeknya peritoneum:

a. Kompleta

Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perietrium),

sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan

roongga uterus, dengan bahaya peritonitis.

b. Inkompleta

Robekan otot rahm tetapi peritoneum tidak ikut roek. Perdarahan

terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

2.1.5 Etiologi
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan
partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya.

Pasien yang berisiko tinggi antara lain :

A. persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan


oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat persalina
B. pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio
sesarea atau operasi lain pada rahimnya
C. pernah histerorafi
D. pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea
klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 9


keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan)
untuk mencegah ruputura uteri dengan syarat janin sudah matang. 6

Gambar . Klasik dan low transverse insisi pada bedah sesar

(sumber : www.healthyrecipesdiary.org)

2.1.6 PATOFISIOLOGI

Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan


demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan
volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati
korpus uteri terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim
menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik
keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga
lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.

Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab
(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang
bertambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa
rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi
kearah pusat melewati batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 10


bandl (ring van bandl). Ini terjadi karena, rahim tertarik terus menerus kearah
proksimal tetapi tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang dipegang
ditempatnya oleh ligamentum – ligamentum pada sisi belakang (ligamentum
sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar
kandung kemih (ligamentum vesikouterina).

Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak
kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin
tinggi dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi
sangat tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim
terancam robek. Pada saat dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his
berikutnya dating, terjadilah perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea).

Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada
parut pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio
sesarea profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus
yang tenang pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga
parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi
pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio
profunda lebih sering terjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi
lambat laun pada jaringan – jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian
terpisah sama sekali. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi
rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan banyak berkumpul di
ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.6

2.1.7 Diagnosis dan Gejala Klinis

Terlebih dahulu adalah mengenal betul gejala dari rupture uteri


mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi rupture uteri yang sebenarnya.

A. Gejala rupture uteri mengancam (RUM)


1) Dalam Tanya jawab dikatakan telah ditolong/didorong ole
dukun/bidan, partus sudah lama berlangsung

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 11


2) Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan
nyeri di perut.
3) Pada setiap datangnya his pasie memegang perutnya dan
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya
dikeluarkan.
4) Pernapasan dan denyut nadi lebih cepat daei biasanya.
5) Ada tanda dehidrasi karena pasrtus yang lama (prolonged
labior), yaitu mulut kering, lidah kering, dan haus, badan
panas (demam).
6) His lebih lama, lebih kuat dab lebih sering bahkan terus-
menerus.
7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang
tegang, tebal dan keras, terutama sebelah kiri atau
keduanya.
8) Pada waktu dating his, korpus uteri teraba keras
(hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau
ditekan.
9) Diantara korpus dan SBR Nampak lingkaran bandl sebagai
lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi,
menunjukkan SBR yang semakin tipis dan teregang.
Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandungan
kemih yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung
kemih.dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di
dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,
misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atas letak
tlang ubun-ubun belakang.
10) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga
tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil
pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuria.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 12


11) Pada auskultasu terdengar denyut jantung janin tidak
teratur (asfiksia).
12) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda
dari obstruksi, seperti edeme porsio, vagina, dan selaput
kepala janin yang besar. 15
B. Gejala-gejala rupture uteri
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkna terus, maka suatu
saata akan terjadilah rupture uteri.
1) Anamnesis dan inspeksi
- Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa
kesakitan yang luar biasa, menjerit, seolah-olah
perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah,
takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
- Pernapasan jadi dangkal dan cepat karena haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun
bahkan tak terukur.
- Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak
begitu banyal.
- Perasaan nyeri yang mejalar ke tungkai bawah dan
dibahu.
- Ontaksi uterus biasanya hilang.
- Mulai0mula terdapat defans muskuler kemudian
perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis
usus)
2) Palpasi
Baisanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan
adanya enfisema subkutan.
- Bila kepala janin belum turun, akan mudah
dilepaskan dan pintu panggul

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 13


- Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi
berada di rongga perut amaka teraba bagian-bagian
janin langsung di bawah kulit perut, dan
disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai
suatu bola keras sebesar kelapa.
- Nyeri tekan pada parut, terutama pada tempat yang
robek.
C. Pemeriksaan dalam
- Kepala janin tadinya sudah jauh turun ke bawah,
dengan mudah dapat didorong ke atas, dan ini
disertai kelurnya darah pervaginam yang agak
banyak
- Atau rongga rahim sudah kosong dapat diraba
robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau
tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat
diraba usus, omentum, dan bagian-bagian janin.
Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan
dengan jari luar, maka teras seperti dipisahkan oleh
bagian yang tipis sekali dari dindig perut, juga
dapat diraba undus uteri.

Gambar . Ring van Bandl (www.healthyorigin.org)

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 14


D. Kateterisasi
Hematuri yang hebatbmenandakan adanya robekan pada kandung
kemih.
E. Catatan
- Gejala rupture uteri inkompleta tidak sehebat
kompleta
- Rupur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus
biasanya tidak didahului oleh rupture uteri
mengancam

2.1.8 Penanganan

Penatalaksanaan yang tepat pada ruptur uteri akan dapat menghindarkan


kematian ibu dan janin. Hal tersebut dapat dicapai dengan kewaspadaan,
penegakkan diagnosis yang tepat, transfusi untuk menggantikan kehilangan darah
yang cepat dan teknik operasi yang baik. Asuhan antenatal yang baik merupakan
kunci utama untuk melakukan skriring pasien yang berisiko tinggi mengalami
ruptur uteri. Sejak awal kehamilan, pasien dengan risiko tinggi mengalami ruptur
uteri seperti pada pasien dengan parut uterus harus diberikan informasi tentang
risiko terjadinya ruptur uteri sehingga harus melahirkan di rumah sakit yang
memiliki fasilitas ruang operasi dan persiapan darah. Selain itu, kewaspadaan
yang tinggi akan gejala ruptur uteri dan rujukan yang tepat waktu diharapkan
akan dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas yang diakibatkan oleh
ruptur uteri. 11

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum


penderita dengan pemberian infuscairan dan transfuse darah,, kardiotonika,
antibiotik,dan sebagainya. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya
adalah melakukan laparotomy dengan tindakan jenis operasi:

1. Histerektomi , baik total atapun subtotal


2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijaht sebaik-baiknya

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 15


3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang
cukup.

Tindakan yang dipilih tergantung beberapa factor, antara lain:

- Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis)


- Jenis rupture, inkompleta, atau kompleta
- Jenis luka robekan: buruk, terlalu lebar, sudah lama, pinggir tidak
rata, dan sudah banyak nekrosis
- Tempat luka, apakah pada serviks, korpus, atau segmen bawah rahim
- Perdarahan dari luka:sedikit atau banyak
- Kemampuan dan keterampilan penolong

Pada wanita yang mengalami ruptur uteri, tidak disarankan untuk kembali
hamil. Namun, pada beberapa kasus dimana terjadinya kehamilan paska ruptur
uteri, baik disengaja maupun tidak disengaja, angka rekurensi bervariasi antara 5-
33%. Dan sebagian besar klinisi menyarankan untuk dilakukan seksio sesarea
elektif pada pasien dengan riwayat ruptur uteri. 14

2.1.9 Komplikasi

Uteri Syok hipovolemik merupakan penyebab kematian tersering dari


ruptur uteri. Ketepatan dalam mendiagnosis dan rujukan tepat waktu ke pusat
kesehatan diharapkan dapat membantu menurunkan angka morbiditas akibat
ruptur uteri. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari ruptur uteri adalah
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan septikemia.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 16


Pada uterus dengan bekas operasi sebelumnya, insidens ruptur uteri lebih
sering terjadi dibanding uterus tanpa riwayat operasi sebelumnya, namun angka
23 mortalitas ibu yang terjadi lebih rendah.7 Kematian janin berhubungan erat
dengan interval waktu sejak terjadinya ruptur uteri sampai bayi lahir. Hasil
terbaik akan didapatkan bila bayi lahir 15-30 menit sejak ditemukannya tanda
gawat janin. 12

2.1.10 Prognosis

Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih
utuh atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas
seksio sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak
sampai menimbulkan kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah kecepatan pasien menerima tindakan bantuan yang tepat
dan cekatan.

Prognosa ibu tergantung dari beberapa factor:

1. Diagnosa serta pertolongan yang cepat dan tepat


2. Keadaan umum penderita
3. Jenis rupture dan apakah arteri uterine ikut terputus
4. Cara terjadinya rupture: rupture uteri pada bekas parut lebih baik dari
yang traumatic
5. Fasilitas tempat pertolongan, penyediaan cairan dan darah yang cukup
6. Keterampilan operatir dan jenis anestesi
- Antibiotik yang tepat dan cukup
- Perawatan postoperative

Angka kematian maternal karena rupture uteri masih tinggi. Dari laporan
beberapa rumah sakit besarr di Indonesia berkisar antara 30-50%. Sebab
kematian terutama karena perdarahan, infeksi (peritonitis, ileus oaralitik), trauma
anestesi, dan syok postoperative.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 17


Prognosa bagi janin lebih buruk lagi, angka kematian anak sangat tinggi;
Eastman 81,8%, dan di R.S. Pirngadi Medan 89-100%.16

Ruptura uteri spontan dalam persalinan pada rahim yang tadinya masih
utuh mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan
bisa meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterina atau ke dalam
ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang
banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih
tinggi

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 18


BAB III

LAPORAN KASUS OBSTETRI

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SB

Umur : 41 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SMA

Alamat : Jln. Rawe 2 LK III Tangaan Medan Labuhan

Tanggal Masuk : 21 Juli 2019

Pukul : 12.18 WIB

Nama Suami : Tn. EN

Umur : 44 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : S1

Alamat : Jln. Rawe 2 LK III Tangaan Medan Labuhan

3.2 ANAMNESA

Ny. SB, 41 th, G3P2A0, Islam, IRT, SMA i/d Tn. EN, 44 th, Islam,

Wiraswasta, S1, datang ke RS Haji Medan pada tanggal 21 Juli 2019 pada

pukul 12.18 WIB dengan :

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 19


Keluhan Utama Mulas-mulas mau melahirkan dan nyeri perut

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak  2 jam sebelum masuk rumah sakit
sekitar pukul 06.00 WIB. Mulas- mulas yang dialami pasien bersifat semakin kuat
dan teratur. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut yang tidak tertahankan.
Riwayat keluar air-air (+) sejak  2 jam yang lalu. Riwayat lendir darah (+).
Sebelumnya pasien sudah datang ke bidan pukul 06.30 WIB, sudah pembukaan
lengkap, dipimpin persalinan namun tidak maju, sehingga dirujuk ke RSU Haji
Medan Medan. BAB (+) dan BAK (+) normal.

a. Tanda-tanda Keracunan hamil

Edema :- Vertigo :-

Pening :- Gangguan Visus : -

Mual :- Kejang-kejang :-

Muntah :- Koma :-

Nyeri ulu hati :- Icterus :-

b. Riwayat Haid

Menarche : 13 Tahun Hamil Kembar: -

Siklus Haid : 28 hari Dysmenorrhea : Disangkal

Lama Haid : 7 Hari Fluor Albus :-

Volume : 2-3 x ganti duk/hari

c. Riwayat Obstetri

Riwayat Kehamilan : G3P2A0

HPHT : 20-10-2018

T.T.P : 27-07-2019

ANC : Bidan 2x

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 20


Menikah : 1 x, Usia 17 tahun

Berobat Mandul :-

Keluarga Berencana :-

d. Riwayat Persalinan

Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit JK/BB Keadaan


partus partus kehamilan partus anak
sekarang
2006 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/ Hidup
3000gr
2008 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/ Hidup
3400gr
Hamil
ini
 Riwayat operasi
Seksio sesarea 5 tahun dan 3 tahun yang lalu.
3.3 PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Anemia :-
Anemia :-
Hipertensi :+
Ikterus :-
Peny. Ginjal :-
Edema :-
Diabetes Melitus :+
Sianosis :-
Tuberculosis :-
Dispnea :-
3.4 HASIL PEMERIKSAAN UMUM

Berat Badan : 62 Kg

Tinggi badan : 160 cm

Kesadaran : Compos Mentis

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 21


Keadaan Umum : Buruk
Anemis :+
Tekanan darah : 80/60 mmHg Ikterik :-
Nadi : 60 x/i Sianosis :-
Pernafasan : 20 x/i Dyspnoe :-
Suhu : 36,6oc Oedema :-

3.5 STATUS GENERALISATA

Kepala : Dalam batas normal

Mata :

Konjungtiva anemis (+/+)

Sklera Ikterik (-/-)

Refleks pupil (+/+)

Isokor, kanan = kiri

Leher :

Pembesaran KGB (-/-)

TVJ R-2 cmH2O

Thorax :

- Inspeksi : Simetris fusiformis


Tidak ada ketinggalan bernafas
- Palpasi : SF kanan = kiri
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi :
Jantung : S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) reguler, murmur (-)

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 22


Paru :

Suara Pernafasan : Vesikuler

Suara Tambahan : Tidak Ada

Wheezing (-/-)

Genitalia : Dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Clubbing finger (-)

Oedem Pretibial (-/-)

3.6 STATUS LOKALIS

Abdomen :

 Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran,


memanjang, terlihat adanya bentukan cincin retraksi patologis
Bandl.
 Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba
3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

21 Maret 2019 (08.41 WIB)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

WBC 10.840 4.000-11.000/μL

RBC 3,28 x 106 4,00-5,40 x 106/µL

HGB 9,3 12-16 gr/dl

HCT 28,2 % 36-48 %

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 23


PLT 296.000 150.000-400.000/μL

Prothrombin time 12,3 11-18 detik

APTT 27,7 27-42 detik

INR 0,89 1 – 1,3

HbsAg Kualitatif Non reaktif Non reaktif

HIV 3 Metode Non reaktif Non reaktif

1. PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI

USG TAS

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Janin tunggal, presentasi kepala, anak hidup
- Fetal movement dijumpai, fetal heart rate dijumpai 90 kali/ menit
- Biparietal diameter : tidak dapat dinilai

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 24


- Femur Length : tidak dapat dinilai
- Abdominal circumference : tidak dapat dinilai
- Placenta Fundal : tidak dapat dinilai
- Amnion Fluid Index : tidak dapat dinilai
- Tampak gambaran hyperechoic memenuhi separuh lapangan perut
Kesan : Ruptur Uteri

3.7 DIAGNOSA SEMENTARA

Previous SC 1x + Multi Gravida + KDR (aterm) + Persentasi Kepala + Inpartu +


Fetal bradycardia + Ruptur Uteri + Anemia

3.8 TERAPI

- Oksigen 2-4 L/i


- IVFD NaCl 0,5% 20gtt/menit
- Injeksi Ceftriaxon 2 gram

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 25


3.9 RENCANA

- Sectio Caesaria Cito dengan pertimbangan histerektomi


- Persiapan darah 3 PRC dan 2 WB
- Konsul departemen anastesi dan anak untuk pendampingan operasi

3.10 LAPORAN OPERASI SECTIO CAESAREA

- Pada tanggal 21 Maret 2019 pukul 10.15 WIB


- Diagnosa Pra SC : Prev. SC 1x + Multigravida + KDR (Aterm) +
Inpartu +
- Persentasi Kepala + Fetal Bradikardia + Ruptur Uteri
- Diagnosa Pasca SC : Post SC A/I Prev.SC 1x + Ruptur Uteri + NH0
- Tindakan : Sectio Caesarea pertimbangan histerektomi

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 26


BAB IV
KESIMPULAN
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
hamilan lanjut dan persalinan yaitu robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Faktor etiologi
ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma pada uterus, faktor
jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan. Selain itu pula,
faktor prediposisi terjadinya ruptur uteri dipengaruhi oleh faktor uterus, ibu, janin,
plasenta, dan persalinan.
Di Indonesia, ruptur uteri merupakan salah satu penyebab kematian janin
dalam rahim paling tinggi. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka harus dapat
mendiagnosis adanya ruptur uteri sehingga dapat segera menatalaksana dengan
cepat serta meningkatkan kecermatan dan kehati-hatian dalam memimpin
persalinan. Selain itu pula tatalaksana yang baik terhadap syok dan infeksi sangat
penting dalam penanganan ruptur uteri.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 27


DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed, M.A., Elkhatim, G.E.S., Ounsa, G.E., Mohamed, E.Y. Rupture


uterus in Sudanese women : management and maternal complication.
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, 2015; 15(4):
1669-1675.
2. Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
3. Kim, M.S., Uhm, Y.K., Kim, J.Y., Jee, B.C., and kim, Y.B. Obstetric
outcomes after uterine myomectomy: Laparoscopic versus laparotomic
approach. Obstet Gynecol Sci, 2013; 56(6): 375-381.
4. Clayes, J., Hellendoorn, I., Hamerlynck, T., Bosteels, J. The risk of
uterine rupture after myomectomy: a systematic review of the literature
and metaanalysis. Gynecol Surg, 2014; 11: 197-206.
5. Takeda, A., Koike, W., Imoto, S., and Nakamura, H. Conservative
management of uterine artery pseudoaneurysm after laparoscopic-assisted
myomectomy and subsequent pregnancy outcome : case series and review
of the literature. European Journal of Obstetrics & Gynecology and
Reproductive Biology, 2014; 182 : 146-153.
6. Kecia, Apuzzio J.Tuberculosis in Pregnancy: Infectious Diseases in
Obstetrics and Gynecology (C). Wiley-Liss, Inc.Department of Obstetrics
and Gynecology, UMDNJ-New Jersey Medical School, Nearb, NJ. 2006;
4:92-6.
7. Cunningham, F. G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Spong, C. Y., Dashe, J. S.,
Hoffmas, B.L., Casey, B.M., Sheffild, J.S, Williams obstetrics 24th
edition. Mc Graw Hill Education, 2014 ;Chapter 2: 25-31.
8. Female Pelvis. Diunduh dari : http:// teachmeanatomy. info/ wpcontent/
uploads/Sagittal-Section-of-the-Female-Pelvis-AnatomicalRelations-of-
the-Internal-Reproductive-Tract-1024x613.png&imgrefurl.

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 28


9. Yilmaz, M., Isaoglu, U., and Kadanali, S. The evaluation of uterine
rupture in 61 Turkish pregnant women. Eur J Gen Med, 2011; 8(3): 194-
199
10. Dhaifalah, I., Santavy, J., and Fingerova, H. Uterine rupture during
pregnancy and delivery among women attending the Al-Tthawra hospital
in Sana’a City Yemen Republic. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky
Olomouc Chech Repub, 2006; 150(2): 279-283.
11. Rizwan, N., Abbasi, R.M., and Uddin, S.F. Uterine Rupture, frequency of
cases and fetomaternal outcome. J Pak Med Assoc, 2011; 61 (4).
12. Turgut, A., Ozler, A., Evsen, M.S., Soydinc, H.E., Goruk, N.Y., Karacor,
T., Gul, T. Uterine rupture revisited : Predisposing factors, clinical
features, management, and outcomes from a tertiary care centre in Turkey.
Pak J Med Sci, 2013; 29 (3).
13. Sriram, S., Kulkarni, V., Bhosale, U.T. Traumatic rupture of scarred uterus
at 16 weeks of pregnancy: A case report. International Jourrnal of Current
Medical and Applied Science, 2015; 5 (3): 123-125.
14. Qazi, Q., Akhtar, Z., Khan, K., Khan, A.H. Women health; uterus rupture,
its complications and management in teaching hospital Bannu, Pakistan.
Medica – a Journal of Cinical Medicine, 2012; 7(1)
15. Shick, S., and Neiger, R. Pregnancy outcome in women with history of
uterine rupture or dehiscence. Obstet Gynecol Cases Rev, 2015; 2: 052.
16. Soedigdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S,
Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2005.p.668-672

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Page 29

Anda mungkin juga menyukai