Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini teknologi sudah menjadi kebutuhan yang dianggap penting bagi
masyarakat di seluruh dunia. Hampir semua aspek didukung oleh teknologi yang
berkembang semakin pesat, dari mulai pemenuhan kebutuhan primer seperti
sandang dan pangan hingga penggunaan teknologi untuk membantu dalam
melakukan aktivitas atau pekerjaan sehari-hari. Efisiensi dan efektivitas dinilai
menjadi salah satu faktor dimana masyarakat lebih senang menggunakan
teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu perkembangan teknologi saat ini adalah dalam sistem
pembayaran. Pentingnya kegiatan pembayaran itu sendiri terkadang tertutup di
bawah bayang-bayang urgensi dari kegiatan yang mendasari pembelian. Padahal
fungsi pembayaran adalah sangat penting terutama menunjang agar kegiatan yang
mendasari pembelian tersebut dapat berjalan secara lancar dan berhasil dengan
baik. Dalam perekonomian yang modern lalu lintas pertukaran barang dan jasa
sudah sedemikian cepatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistem
pembayaran yang handal yang memungkinkan dilakukannya pembayaran secara
lebih cepat, efisien, aman dan handal.
Sebelum mengenal adanya pembayaran non tunai (non cash), masyarakat
menggunakan alat pembayaran secara tunai berupa uang kartal (uang kertas dan
logam). Namun dengan adanya perkembangan teknologi, masyarakat lebih
cenderung melakukan transaksi dengan menggunakan pembayaran non tunai
seperti penggunaan kartu ATM, kartu kredit, cek ataupun e-money. Hal ini
mengarah pada budaya cashless society yang marak digencarkan sekarang ini.
Budaya cashless sosiety sendiri didukung dengan adanya program yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2014, yang mana programnya berupa
“Gerakan Nasional Non Tunai” dalam siaran pers No. 16/ 58 /DKom oleh Bank
Indonesia (2014). Menurut Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo,
GNNT ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu
2

komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less
Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan
ekonominya (Bank Indonesia, 2014). Penerapan dari budaya cashless society atau
bertransaksi secara non tunai memiliki beberapa kelebihan, yang pertama dari sisi
keamanan. Dengan menggunakan alat pembayaran non tunai dinilai lebih aman
saat melakukan transaksi dan terhindar dari adanya tindak kriminal. Selain itu
keuntungan yang kedua dilihat dari sisi kepraktisan, membawa uang tunai dinilai
memakan banyak tempat dibandingkan dengan membawa alat pembayaran non
tunai yang berupa kartu (card based) maupun e-money.
Dalam mendukung hal tersebut, Industri ritel seperti Hypermart akan
meningkatkan transaksi belanja non-tunai melalui kerjasama dengan perbankan.
Unit usaha PT Matahari Putera Prima Tbk ini memiliki kerjasama eksklusif
dengan tiga perbankan yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia
Tbk (BBNI) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA). Hypermart akan
memperbesar transaksi belanja non-tunai melalui kartu kredit ataupun debit.
Dalam hal tersebut, porsi belanja non tunai sebesar 60%, sedangkan sisanya 40%
pembayaran secara tunai.
Namun dalam penerapannya, masayarakat pada umumnya tentunya
memerlukan adaptasi terhadap adopsi atau penggunaan sistem cashless yang
tergolong baru tersebut, sehingga menyebakan penggunaan sistem cashless di
kalangan masayarakat masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan karena
selama ini masyarakat sudah terbiasa dalam bertransaksi dengan menggunakan
uang tunai. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang dianggap dapat
mendukung dalam meningkatkan penggunaan sistem cashless di kalanagan
masyarakat.
Salah satu faktor yang dapat mendukung peningkatan penggunaan cashless
dalam kegiatan transaksi masyarakat adala persepsi kemudahan. Dengan persepsi
kemudahan, masyarakat akan beranggapan bahwa pembayaran dengan sistem
cashless akan lebih mudah jika dibandingkan membayar dengan menggunakan
uang tunai sehingga dapat mempengaruhi masyarakat untuk mengganti alat
pembayaranya dari uang tunai menjadi pembayaran dengan sistem cashless.
3

Selain itu, faktor lain yang juga mendukung peningkatan penggunaan


sistem cashlesss adalah persepsi kemanfaatan. Dalam hal ini, persepsi
kemanfaatan juga dapat mempengaruhi proses penerimaan penerapan sistem
cashless karena dengan besarnya anggapan dari masyarakat bahwa dengan
menggunakan sistem cashless masyarakat akan mendapatkan manfaat yang tidak
didapatkan dalam pembayaran menggunakan uang tunai sehingga dapat
mempengaruhi masyarakat untuk beralih dari alat pembayaran menggunakan uang
tunai kepada alat pembayaran dengan sistem cashless.
Selain kedua faktor tersebut di atas, fakor lain yang dapat mempengaruhi
peningkatan penggunaan sistem cashless adalah kelompok referensi. Kelompok
referensi adalah kelompok yang berfungsi sebagai titik acuan bagi individu dalam
pembentukan kepercayaan, sikap dan perilaku. Kelompok referensi yang
mempunyai pengaruh secara langsung seperti teman, keluarga, kelompok hobi,
kelompok kerja di kantor, kelompok agama. Sedangkan yang tidak mempunyai
pengaruh langsung atau tidak bertatap muka seperti selebritis, atlit dan orang yang
ahli dibidangnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Peningkatan Penggunaan Sistem Cashless di Hypermart Kota Palopo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo?
2. Apakah persepsi kemanfaatan berpengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo?
3. Apakah kelompok referensi berpengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo?
4

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan diadakannya
penelitan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor persepsi kemudahan terhadap peningkatan
penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo?
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor persepsi kemanfaatan terhadap
peningkatan penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo?
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor kelompok referensi terhadap peningkatan
penggunaan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat yang
kemudian dapat digunakan dalam pengembangan keilmuan yang dimiliki saat ini.
Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu
pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan penggunaan sistem cashless.
2. Manfaat secara Praktis
a. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan
referensi bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan atau keputusan yang
dipandang perlu dalam usaha meningkatkan penggunaan sistem cashless
dalam transaksi pembayaran.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta menjadi bahan
pengembangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Irmadhani (2012) dengan judul Pengaruh
Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan Penggunaan dan Computer Self
Efficacy, Terhadap Penggunaan Online Banking pada Mahasiswa S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan
Penggunaan dan Computer Self Efficacy terhadap Penggunaan Online Banking
pada mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian
ini merupakan penelitian asosiatif dengan unit analisis yang diteliti adalah
Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini
juga termasuk dalam penelitian survai dengan sampel sebanyak 139 mahasiswa
yang menggunakan online banking. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Persepsi Kebermanfaatan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Penggunaan Online Banking, Persepsi Kemudahan Penggunaan
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Penggunaan Online Banking
dan Computer Self Efficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Penggunaan Online Banking. Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan
Penggunaan dan Computer Self Efficacy secara bersamasama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Penggunaan Online Banking.
Penelitian yang dilakukan oleh Sherly Rakhmawati (2012) yang berjudul
Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Kegunaan, Persepsi Kemudahan dan Persepsi
Kenyamanan Terhadap Minat Penggunaan Sistem Internet Banking pada Nasabah
Bank Muamalat Cabang Pembantu Madiun. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan bukti empiris pengaruh kepercayaan, persepsi kegunaan, persepsi
kemudahan dan persepsi kenyamanaan terhadap minat penggunaan sistem internet
banking pada nasabah Bank Muamalat Cabang Pembantu Madiun. Sampel
diambil menggunakan metode purposive sampling. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa kuesioner. Metode yang
6

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan


menggunakan teknik analisis linier berganda dan uji hipotesis diolah dengan SPSS
versi 16.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: kepercayaan dan persepsi
kenyamanan secara parsial berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem
internet banking, sedangkan persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan secara
parsial tidak berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem internet banking.
Dan seluruh variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap minat
penggunaan sistem internet banking.
Penelitian yang dilakukan oleh Setyo Ferry Wibowo (2015) yang berjudul
Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan, Fitur Layanan dan
Kepercayaan Terhadap Minat Menggunakan E-money Card (Studi Pada Pengguna
Jasa Commuterline di Jakarta). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: untuk
mengetahui pengaruh positif dan signifikan yang dirasakan berpengaruh terhadap
niat untuk menggunakan kartu e-money, untuk mengetahui pengaruh positif dan
mudah dirasakan kemudahan penggunaan terhadap niat untuk menggunakan kartu
e-money, untuk mengetahui fitur positif dan signifikan yang berpengaruh.
ketersediaan terhadap niat untuk menggunakan kartu e-money, untuk mengetahui
pengaruh positif dan signifikan terhadap niat untuk menggunakan kartu e-money.
Objek penelitian adalah responden yang belum menggunakan kartu e-money.
Hasil uji deskriptif menunjukkan; pengaruh signifikan persepsi manfaat terhadap
niat untuk menggunakan kartu e-money, pengaruh signifikan persepsi kemudahan
penggunaan terhadap niat untuk menggunakan kartu e-money, pengaruh
signifikan ketersediaan fitur terhadap niat untuk menggunakan kartu e-money dan
pengaruh signifikan kepercayaan terhadap niat untuk menggunakan kartu e-
money.
Penelitian yang dilakukan oleh Ana Fitriana dan Irawan Wingdes (2017)
yang berjudul Analisis TAM Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konsumen Menggunakan E-money Indomaret Card di Pontianak. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi minat konsumen Indomaret menggunakan e-money dan dapat
menjadi masukan bagi pihak manajemen Indomaret di Pontianak untuk
7

mengevaluasi efektivitas penggunaan e-money. Kuesioner dibatasi pada


konsumen Indomaret di Pontianak sebagai pengguna e-money yang berada.
Penelitian ini membuktikan bahwa secara parsial ketiga faktor Perceived
Usefulness, Perceived ease of use dan Perceived credibility terbukti
mempengaruhi minat konsumen Indomaret menggunakan e-money. Faktor
perceived of usefulness (manfaat) sebagai faktor penarik minat utama konsumen
untuk memanfaatkan fasilitas e-money pada Indomaret Pontianak. Faktor yang
menempati urutan kedua adalah faktor perceived ease of use (kemudahan).
Sedangkan faktor perceived credibility (keamanan) baru dirasakan oleh konsumen
jika e-money dilengkapi dengan pin dan juga adanya jaminan keamanan selama
bertransaksi menggunakan e-money pada Indomaret Pontianak. Dan secara
simultan ketiga faktor tersebut juga memiliki pengaruh yang positif terhadap
minat konsumen menggunakan e-money di Indomaret Pontianak.
B. Sistem Pembayaran
Menurut Pohan (2011:71), sistem pembayaran adalah suatu sistem yang
melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis
yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan dan penerimaan instruksi
pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui
pertukaran “nilai” antar perorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestik
maupun antarnegara (cross border).
Lebih lanjut Pramono dkk, (2006:3) mengemukakan bahwa sistem
pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan dengan
perubahan hakikat/sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran. Dengan
semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat pembayaran yang
praktis dan murah, dibeberapa negara telah mulai dikembangkan produk
pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money).
Penetapan kebijakan sistem pembayaran umumnya mengacu pada
prinsipprinsip dasar yang berlaku umum. Ada tiga prinsip dasar yang dipegang
oleh lembaga yang mengendalikan sistem pembayaran yaitu bagaimana
meminimalisasi risiko (risk reduction), bagaimana sebuah sistem pembayaran
8

dapat meningkatkan efisiensi, prinsip kesetaraan dan prinsip perlindungan


konsumen (consumer protection) (Pohan, 2011:72-73).
Menurut Untoro dkk, (2014:8-9), komponen-komponen yang membentuk
sistem pembayaran adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan
Kebijakan merupakan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu
negara. Kebijakan di berbagai negara sangat bervariasi, mengingat masing-
masing negara mempunyai sejarah, karakteristik dan kebutuhan akan sistem
pembayaran yang berbeda-beda.
2. Hukum (aturan)
Hukum atau aturan akan memberikan jaminan adanya aspek legalitas dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran. Hukum ini meliputi UU dan peraturan-
peraturan yang mengatur aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya
antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral dan lain-lain.
3. Kelembagaa
Kelembagaan merupakan seluruh lembaga (entitas) yang terlibat dalam sistem
pembayaran.
4. Instrumen pembayaran
Instrumen pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran.
5. Mekanisme operasional
Mekanisme operasional merupakan mekanisme yang diperlukan untuk
melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lain. Contoh
sistem/mekanisme operasional antara lain kliring, sistem transfer antarbank
dan settlement.
6. Infrastruktur
Infrastruktur meliputi berbagai komponen teknis untuk memproses dan
melakukan transfer dana seperti message format, jaringan komunikasi, sistem
back-up, disaster recovery plan dan lain-lain.
Semua komponen memegang peranan penting dalam terselenggaranya
sistem pembayaran yang aman, handal dan efisien. Namun komponen yang paling
9

mendasar dan prasyarat utama demi terselenggaranya sistem pembayaran adalah


instrumen pembayaran.
Lenih lanjut Untoro dkk, (2014:9-10), secara garis besar, sistem
pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Large Value Payment System
Sistem pembayaran bernilai tinggi biasanya menangani transaksi bernilai
tinggi dan berisiko tinggi yang memerlukan penyelesaian cepat dan aman
seperti transaksi pasar uang antar bank, transaksi pasar modal, valuta asing,
pembayaran kepada pemerintah (misalnya pajak pendapatan pajak) dan
transfer antar-rekening Bank Indonesia. Hal ini biasanya dicapai melalui
mekanisme penyelesaian real-time, seperti sistem Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS) dan Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) (Titiheruw
dkk, 2009). BI-RTGS diperkenalkan pada tahun 2000 dan dirancang serta
dioperasikan oleh Bank Indonesia. BIRTGS dikategorikan sebagai sistem
pembayaran sistematis penting yang menjamin kelancaran fungsi ekonomi dan
sistem keuangan yakni suatu sitem transfer dana elektronik yang
memungkinkan penyelesaian real-time transaksi individual. Sekitar 95% dari
penyelesaian transaksi keuangan dilakukan melalui sistem BI-RTGS.
Sementara itu, pada bulan Februari 2004, sebagai registri pusat untuk obligasi
pemerintah, Bank Indonesia memperkenalkan BI-SSSS yang menyediakan
fasilitas bagi pelaku pasar keuangan untuk melakukan transaksi dengan Bank
Indonesia, seperti pendanaan untuk bank dan perdagangan di SBI dan SUN.
BI-SSSS adalah sistem registri otomatis terintegrasi yang menghubungkan
Bank Indonesia dengan sub-pendaftar dan dengan klien lainnya secara
langsung.
2. Retail Payment System (low-value payment system)
Sistem pembayaran ini sama penting dengan sistem pembayaran bernilai besar
dalam hal pemberian kontribusi, baik stabilitas maupun efisiensi sistem
keseluruhan. Sistem pembayaran ritel biasanya digunakan untuk sebagian
besar pembayaran yang bernilai rendah dan penyelesaiannya biasanya
dilakukan melalui mekanisme kliring.
10

Salah satu komponen penting dalam sistem pembayaran adalah instrumen


(media) yang digunakan. Mulyati dan Ascarya (2003:35-44) mengemukakan
bahwa di Indonesia instrumen sistem pembayaran dibagi dalam dua bagian, yaitu
sebagai berikut:
1. Instrumen Pembayaran Tunai
Instrumen pembayaran tunai menggunakan mata uang yang berlaku di
Indonesia yaitu Rupiah, yang terdiri atas uang logam dan uang kertas.
Masyarakat Indonesia masih menggunakan instrument ini, khususnya untuk
transaksi pembayaran ritel (low-value payment).
2. Instrumen Pembayaran Non Tunai
Di Indonesia pembayaran non tunai disediakan terutama oleh sistem
perbankan, yang terdiri dari instrumen berbasis warkat, instrumen berbasis
kartu, instrumen melalui kantor pos dan instrumen berbasis internet/telepon.
C. Sistem Pembayaran Non Tunai (Cashless)
Alat pembayaran non tunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai
masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran
non tunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam
proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir
(settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi
pembayaran non tunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui
sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai
informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi
keuangan di Indonesia (Bank Indonesia, 2011).
Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai yang besar diselenggarakan
Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem
kliring. Hampir 95% transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat
mendesak. Contohnya, transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di
bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing, serta settlement hasil
kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, misalnya, BI-RTGS
telah melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu,
sebagai perbandingan, transaksi nontunai dengan Alat Pembayaran Menggunakan
11

Kartu (APMK) dan uang elektronik yang dilakukan bank atau lembaga keuangan
bukan bank hanya sekitar Rp8,8 triliun per hari (Bank Indonesia, 2011).
Mengingat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional,
maka kontinuitas dan stabilitasnya harus dijaga. Jika sesaat saja sistem BI-RTGS
mengalami gangguan, maka akan sangat mengganggu kelancaran dan stabilitas
sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia sangat peduli dalam menjaga
stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment
System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran
bernilai besar dan bersifat mendesak. Selain SIPS, dikenal pula System Wide
Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh
masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini.
Bank Indonesia juga peduli dengan SWIPS karena sistem ini digunakan secara
luas oleh masyarakat. Jika terjadi gangguan, maka kepentingan masyarakat dalam
melakukan pembayaran akan terganggu (Bank Indonesia, 2011).
Bank Indonesia tidak hanya peduli pada terciptanya efisiensi dalam sistem
pembayaran, tapi juga kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Terciptanya
efisiensi sistem pembayaran berarti memberi kemudahan bagi pengguna untuk
memilih metode pembayaran yang dapat diakses di seluruh wilayah dengan biaya
serendah mungkin. Kesetaraan akses berarti Bank Indonesia memperhatikan
penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sementara
itu, aspek perlindungan konsumen dimaksudkan Bank Indonesia mewajibkan
penyelenggara sistem pembayaran nontunai untuk mengadopsi asas-asas
perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya (Bank
Indonesia, 2011).
D. Jenis-Jenis Pembayaran Non Tunai
Menurut Pohan (2011:57-58), alat pembayaran non tunai dapat
digolongkan menjadi dua kelompok, yakni sebagai berikut:
1. Credit transfer
Credit transfer adalah perintah pembayaran untuk tujuan penempatan dana
dari pengirim ke penerima melalui jalur transfer dana dari bank pengirim ke
bank penerima dan dimungkinkan melalui bank lain sebagai perantara.
12

2. Debit transfer
Debit transfer adalah sistem transfer dana di mana perintah transfer dibuat
atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan
pengiriman dana tersebut kepada pihak lain.
Sedangkan menurut Mulyati dan Ascarya (2003:38-44), alat pembayaran
non tunai yang ada saat ini terdiri dari berbagai jenis seperti berikut ini.
1. Instrumen berbasis warkat (paper-based payment system)
a. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayarsejumlah uang
tertentu.
b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bankpenyimpan
dana untuk memindahbukukan (tidak berlaku untuk penarikan tunai)
sejumlah dana dari rekening pemegang saham yang disebutkan namanya.
c. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank
lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang menyampaikan
warkat tersebut.
d. Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana
pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang menerima
warkat tersebut.
e. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank
khusus untuk sarana transfer.
f. Surat Bukti Penerimaan adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar
kota yang dapat ditagihkan kepada bank penerima dana transfer melalui
kliring lokal.
2. Instrumen Berbasis Kartu (card-based payment system)
Dalam perkembangannya terdapat jenis kartu yang dananya telah tersimpan
dalam chip elektronik pada kartu tersebut (dikenal sebagai smart card atau
chip card), seperti kartu kredit, kartu ATM dan kartu debet.
3. Instrumen Melalui Kantor Pos
Instrumen sistem pembayaran yang cukup penting yang disediakan oleh
lembaga keuangan bukan bank yaitu PT. Pos Indonesia adalah giro pos dan
pos wesel, baik dalam negeri maupun luar negeri.
13

4. Instrumen Berbasis Internet/Telepon


Jasa electronic banking melalui internet dan/atau telepon telah disediakan oleh
sejumlah bank besar sejak pertengahan 1999. Penggunaan instrumen berbasis
internet untuk melakukan transaksi yang memerlukan verifikasi pengaman
seperti PIN dan password.
E. Manfaat dan Resiko Penggunaan Pembayaran Non Tunai
Menurut Warjiyo (2006:24), alat pembayaran non tunai memberikan
manfaat kepada perekonomian, antara lain sebagai berikut:
1. Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan berkurangnya
biaya transaksi.
2. Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai
3. Peningkatan kecepatan transaksi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat
kesejahteraan.
Leih lanjut Warjiyo (2006:24) mengemukakan bahwa penggunaan sarana
pembayaran elektronik tersebut dapat meningkatkan risiko pada perekonomian
dan sistem pembayaran, antara lain sebagai berikut:
1. Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit (dan kartu
pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam
penyelesaian pembayaran antar bank.
2. Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan kekeliruan
maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi.
3. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.
F. Technology Acceptance Model (TAM)
Adhiputera (2015), mengemukakan bahwa Technology Acceptance Model
(TAM) diadopsi dan dikembangkan dari model The Theory of Reasoned Action
(TRA), yaitu teori tindakan yang beralasan yang di kembangkan oleh Fishbein
dan Azjen (1980), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang
terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut.
Sedangkan Kang dalam penelitian Santoso (2013) menambahkan, TAM
merupakan perbaikan dari model TRA (Theory of Reasoned Action), TAM
mengadopsi komponen tetap dari model TRA umumnya dan menerapkannya
14

komponen-komponen tersebut sebagai domain khusus dari teknologi komputer


dan yang lainnya untuk teknologi informasi. Namun yang membedakan keduanya
(TRA dan TAM) adalah penempatan faktor-faktor sikap dari TRA, di mana TAM
memperkenalkan dua variabel kunci, yaitu perceived ease of use dan perceived
usefulness, yang memiliki relevancy pusat untuk memprediksikan sikap
penerimaan pengguna terhadap teknologi komputer.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adhiputera (2015) dijelaskan bahwa
Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989)
menjelasksan tentang dua konsep utama yang dipercaya dalam penerimaan
pengguna (ucer acceptance) yaitu persepsi kemudahan (perceived ease of use)
yaitu tingkat kepercayaan seseorang bahwa penggunaan teknologi informasi akan
mudah dan tidak membutuhkan usaha yang keras dan persepsi kemanfaatan
(perceived usefulness) yaitu tingkat kepercayaan seseorang bahwa pengguna
sistem informasi menigkatkan kinerja dalam pekerjaanya.
Pengguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi
yang disediakan. Persepsi negatif akan muncul sebagai dampak dari penggunaan
teknologi tersebut sehingga model TAM dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mendorong kemauan untuk
menggunakan teknologi (Ahmad dan Pambudi, 2014).

Perceived
ease of use

Eksterna Attitude Behavior Actual


System

Perceived
usefulness

Gambar 1. Technology Acceptance Model (TAM)


15

Gambar di atas menjelaskan hubungan antara konstruksi yang terdapat


dalam TAM, di mana konstruksi eksternal variabel dinilai akan berpengaruh
terhadap konstruksi perceived ease of use dan konstruksi perceived usefulness. Di
lain pihak kedua kontruksi tersebut (perceived ease of use dan perceived
usefulness) sama-sama memiliki pengaruh terhadap konstruksi attitude toward
using. Konstruksi perceived usefulness akan berpengaruh terhadap konstruksi
behavioral intention to use. Selain itu, behavioral intention to use juga akan
dipengaruhi oleh konstruksi attitude toward using dan sekaligus akan
mempengaruhi konstruksi actual usage (Santoso, 2013).
Jogiyanto (2007) menjelaskan mengenai kelebihan yang dimiliki oleh
Technology Acceptance Model (TAM) adalah sebagai berikut:
1. Tecnology Acceptance Model (TAM) merupakan model perilaku (behavior)
yang bermanfaat untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak sistem
teknologi informasi yang gagal diterapkan karena pemakainya tidak memiliki
minat (intention) untuk menggunakanya.
2. Tecnology Acceptance Model (TAM) dibangun dengan teori yang sangat kuat.
3. Tecnology Acceptance Model (TAM) telah diuji oleh banyak penelitian dan
hasilnya sebagian besar mendukung dan menyimpulkan bahwa Tecnology
Acceptance Model (TAM) merupakan model yang baik.
4. Tecnology Acceptance Model (TAM) merupakan model yang persimoni
(parsimonius) yaitu model yang sederhana namun valid.
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan teori yang paling
relevan terhadap penerimaan penerapan teknologi informasi dikarenakan teori
Technology Acceptance Model (TAM) telah dibuktikan oleh banyak penelitian dan
sebagian besar dari penelitian tersebut mendukung terhadap konsep Technology
Acceptance Model (TAM). Pengadopsian penggunaan e-money dipengaruhi oleh
persepsi manfaat dan kemudahan bertransaksi, hal ini membuktikan bahwa
konsep yang diberikan oleh Technology Acceptance Model (TAM) dapat menjadi
acuan dalam pengadopsian teknologi dalam intrument pembayaran non tunai. Hal
yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian dari Jahangir dan Begum (2008) yang
16

menjelaskan bahwa pengadopsian oleh konsumen dalam konteks elektronik


banking dipengaruhi oleh persepsi kemudahan dan persepsi kemanfaatan.
G. Persepsi Kemudahan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indranya, sedangkan kemudahan adalah
sesuatu yang dapat mempermudah dan memperlancar usaha, sehingga persepsi
kemudahan dapat diartikan sebagai proses seseorang untuk mengetahui sesuatu
yang dapat mempermudah dan memperlancar usahanya melalui panca indranya.
Jahangir dan Begum (2008) mendefinisikan persepsi kemudahan sebagai
istilah yang mewakili sejauh mana suatu inovasi dianggap tidak sulit untuk
dipahami, dan untuk dioperasikan, dan sejauh mana konsumen merasa produk
baru atau jasa lebih baik dari pada produk atau jasa yang digantikanya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sejauh mana inovasi untuk dapat dimengerti dan
digunakan adalah sebagai persepsi kemudahan penggunaan.
Dalam TAM, faktor persepsi terhadap kemudahan untuk menggunakan
teknologi dan persepsi terhadap daya guna sebuah teknologi informasi
berhubungan dengan sikap seseorang pada penggunaan teknologi tersebut. Sikap
pada penggunaan sesuatu adalah sikap suka atau tidak suka terhadap penggunaan
suatu produk atau layanan. Sikap suka atau tidak suka terhadap suatu produk atau
layanan ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku dan niat seseorang untuk
menggunakan atau tidak suatu produk atau layanan (Ahmad dan Pambudi, 2014).
Adhiputera (2015) menyebutkan indikator yang digunakan untuk
mengukur persepsi kemudahan (perceived ease of use) yaitu:
1. Mudah untuk dipelajari.
2. Fleksibel.
3. Dapat mengontrol pekerjaan.
4. Mudah untuk digunakan.
Sedangkan menurut Rigopoulos dan Askounis (2007) serta Yahyapour
(2008) persepsi kemudahan (perceived ease of use) dapat diukur melalui beberapa
indikator di antaranya adalah:
1. Jelas dan mudah dimengerti
17

2. Mudah dikuasai.
Lebih lanjut Fusilier dan Durlabhji (2005) menjelaskan mengenai faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan adalah:
1. Merasakan kemudahan dalam menggunakan teknologi guna melakukan
kegiatan yang diinginkan.
2. Dapat berinteraksi dengan teknologi yang tidak memerlukan usaha yang
besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudhistira (2014) menunjukan bahwa
kemudahan berpengaruh terhadap penggunaan kartu pembayaran elektronik, hal
ini membuktikan bahwa persepsi kemudahan dapat mempengaruhi seseorang
untuk menggunakan kartu pembayaran elektronik. Hal yang sama juga
diungkapan oleh Helmy dan Mubarak (2013) bahwa kemudahan menjadi
motivasi utama responden dalam menggunakan instrumnet pembayaran non tunai.
H. Persepsi Kemanfaatan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, persepsi diartikan sebagai proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui penca indranya, sedangkan
kemanfaatan diartikan sebagai hal yang bermanfaat atau berguna, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa persepsi kemanfaatan adalah proses seseorang untuk
mengetahui beberapa hal bermanfaat dan berguna.
Persepsi kemanfaatan menurut Davis (1993) didefinisikan sebagai manfaat
yang dianggap akan diperoleh dari setiap individu yang menggunakan teknologi
baru untuk dapat meningkatkan atau memperbaiki kinerja (Jahangir and Begum,
2008). Jika seseorang merasa percaya bahwa sistem berguna maka dia akan
menggunakanya. Sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa sistem
informasi kurang berguna maka dia tidak akan menggunkannya. Konsep ini juga
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan
productivity (produktivitas), job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau
efektivitas), importance to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefulness
(Santoso, 2013).
Davis (1989) (dalam Adhiputera, 2015), mengonsepkan bahwa persepsi
kemanfaatan (perceived usefulness) dapat diukur melalui indikator yaitu:
18

1. Dapat meningkatkan kinerja pekerjaan.


2. Menjadikan pekerjaan lebih mudah.
3. Teknologi yang digunakan dirasakan bermanfaat.
Sedangkan menurut Ahmad dan Pambudi (2014) menjelaskan bahwa
persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan produktifitas pengguna.
2. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan kinerja pekerja.
3. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan efisiensi proses yang dilakukan
oleh pengguna.
I. Kelompok Referensi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kelompok diartikan sebagai
kumpulan orang yang memiliki beberapa atribut sama atau hubungan dengan
pihak yang sama, sedangkan referensi diartikan sebagai sumber acuan (rujukan,
petunjuk) sehingga kelompok referensi dapat diartikan sebagai kumpulan orang
yang memiliki hubungan dengan pihak yang sama yang menjadi sumber atau
petunjuk.
Kelompok referensi menurut Fahmi (2015) adalah individu atau
sekelompok orang yang dianggap memiliki relevansi yang signifikan pada
seseorang dalam hal mengevaluasi, memberikan aspirasi, atau berperilaku.
Kelompok referensi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kelompok referensi
langsung dan tidak langsung, kelompok referensi langsung diartikan sebagai
sekelompok orang yang dapat mempengaruhi individu melalui interaksi secara
langsung, dapat melalui komunikasi lisan ataupun tingkah laku. Sedangkan
kelompok referensi tidak langsung dapat diartikan sebagai sekolompok orang
yang dapat mempengaruhi individu melalui media perantara yakni berupa televisi
dan internet. Hal ini didukung oleh Kotler (2005) yang menjelaskan bahwa
kelompok referensi adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap
muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok
yang mempunyai pengaruh langsung atau tatap muka secara langsung seperti
teman, keluarga, kelompok hobi, kelompok kerja di kantor dan kelompok agama.
19

Sedangkan yang tidak mempunyai pengaruh langsung atau tidak bertatap muka
seperti selebritis, atlit, orang yang ahli dibidangnya dan pejabat (Kusumawati dan
Herlena, 2014).

Engel (2002) menjelaskan mengenai tiga pengaruh dari kelompok


referensi, yaitu berupa:
1. Pengaruh norma adalah pengaruh kelompok referensi terhadap seseorang
melalui norma-norma sosial yang harus dipatuhi dan diikuti norma
diekspresikan melalui tekanan untuk tunduk pada norma kelompok oleh
karena itu lazim untuk mengacu pada pengaruh norma.
2. Pengaruh ekspresi nilai mempengaruhi seseorang melalui fungsinya sebagai
pembawa ekspresi nilai dan mempengaruhi konsep pribadi seseorang dengan
menyamakan diri dengan kelompok referensi yang mencerminkan makna
yang diinginkan seseorang mendapatkan sebagian makna tersebut untuk
pengembangan pribadinya.
3. Pengaruh informasi adalah mempengaruhi pilihan produk atau merk dari
seseorang karena kelompok referensi tersebut sangat dipercaya sarannya
karena ia memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih baik.
Aspek-aspek karakteristik persepsi terhadap kelompok referensi yang
diungkapakan oleh Kusumawati dan Herlena (2014) adalah:
1. Kredibilitas
Kredibilitas adalah karakteristik persepsi dari kelompok referensi berkenaan
dengan keahlian, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki kelompok
referensi mengenai suatu produk atau suatu hal. Individu mempersepsi hal ini
dikarenakan individu mempercayai keahlian, pengetahuan, dan pengalaman
yang dimiliki kelompok referensi tersebut.
2. Kesamaan
Kesamaan adalah karakteristik persepsi dari kelompok referensi berkenaan
dengan kesamaan baik fisik maupun non fisik yang ada dalam diri kelompok
referensi dengan diri individu. Individu mempersepsikan hal tersebut
20

dikarenakan individu membandingkan fisik maupun non fisik dirinya dengan


kelompok referensi.
3. Kekuatan
Kekuatan adalah karakteristik persepsi dari kelompok berkenaan dengan
kekuatan atau pengaruh kelompok referensi terhadap individu. Individu
mempersepsi hal ini karena individu menyadari adanya norma dan nilai yang
ada dalam kelompok referensi tersebut.
J. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kemudahan,
persepsi kemanfaatan dan kelompok referensi terhadap peningkatan penggunaan
sistem cashless di Hypermart Kota Palopo. Dimana pada bagian ini peneliti
mencoba menggambarkan hubungan antara variabel independen yaitu persepsi
kemudahan, persepsi kemanfaatan dan kelompok referensi terhadap variabel
dependen yaitu sistem cashless dalam bentuk kerangka konseptual yang
menunjukkan proses terjadinya hubungan antara variabel dalam penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya, adapun kerangka konseptual pada penelitian ini
dapat dilihat pada gambar berikut:
21

Hypermart

Persepsi Kemudahan Persepsi Kemanfaatan


Indikator: Kelompok Referensi
Indikator: Indikator:
1. Mudah dipelajari. 1. Dapat meningkatkan
kinerja pekerjaan. 1. Teman.
2. Fleksibel.
3. Mengontrol 2. Menjadikan 2. Keluarga.
pekerjaan. pekerjaan lebih 3. Saudara
4. Mudah digunakan. mudah.
3. Dirasakan
b`ermanfaat. (Helmy dan Mubarak,
(Adhiputra, 2015) (Adhiputra, 2015) 2013)

Penggunaan Sistem
Cashless
Indikator:
1. Minat menggunakan
sistem cashless.
2. Minat menggunakan
sistem cashless secara
rutin.
3. Menyarankan orang lain
untuk menggunakan
sistem cashless

(Sofiana, 2014)

Rekomendasi

Gambar 2. Konsep Kerangka Pikir

K. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan peneltian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kemudahan
terhadap peningkatan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo.
22

2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kemanfaatan


terhadap peningkatan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo
3. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara kelompok referensi terhadap
peningkatan sistem cashless pada Hypermart Kota Palopo.
III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Hypermart Kota Palopo yang beralamat di Jl.
Dr. Ratulangi No. 78, Poros Massamba, Salobulo, Wara Utara, Kota Palopo,
waktu penelitian selama dua bulan yaitu mulai dari bulan Agustus sampai
September 2019.

B. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang diperlukan dalam pembahasan ini melalui
dua tahap penelitian, yaitu:
4. Kuesioner
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2014:230). Kuesioner dalam penelitian ini berisi
beberapa pertanyaan yang berkaitan tentang variabel penelitian yaitu persepsi
kemudahan, persepsi kemamfaatan, kelompok referensi dan penggunaan sistem
cashless pada Hypermart Kota Palopo.
5. Wawancara
Menurut Sugiyono (2014:224) wawancara digunakan sebagai metode
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Metode wawancara
dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung dan
memberikan pertanyaan lisan kepada pihak yang menjadi responden pada
penelitian ini.
6. Observasi
Menurut Sugiyono (2014:235) observasi diartikan sebagai pengamatan
terhadap pola perilaku manusia dalam situasi tertentu, untuk mendapatkan
informasi tentang fenomena yang diinginkan. Observasi yang dilakukan peneliti
dengan melakukan observasi langsung pada objek penelitian.
24

7. Metode Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2014:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

C. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data kualitatif yaitu data informasi yang berbentuk kata atau kalimat verbal,
bukan berupa simbol angka atau bilangan. Data kualitatif didapat melalui
suatu proses menggunakan teknik analisis mendalam dan tidak bisa diperoleh
secara langsung. Untuk mendapatkan data kualitatif membutuhkan lebih
banyak waktu dan sulit dikerjakan karena harus melakukan wawancara,
observasi, diskusi atau pengamatan.
b. Data kuantitatif yaitu data atau informasi yang berupa simbol angka atau
bilangan. Berdasarkan angka tersebut, perhitungan secara kuantitatif dapat
dilakukan untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum. Data
yang berupa angka-angka tersebut bisa berubah-ubah dengan cepat atau
bersifat variatif. Proses pengumpulan data kuantitatif sangat mudah dilakukan
dan tidak membutuhkan banyak waktu.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh dari sumber secara langsung
tanpa melalui media perantara. Dalam penelitian ini merupakan data primer
yang bersumber langsung dari responden. Dalam penelitian ini data primer
diperoleh dengan menyebar kuesioner kepada masyarakat pengguna sistem
cashless di Hypermart Kota Palopo.
b. Data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung yaitu
data yang telah ada diperoleh atau dikumpulkan melalui media perantara atau
dicatat oleh pihak lain. Data ini berupa gambaran umum perusahaan,
25

misalnya sejarah berdirinya, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung


jawab.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2014:115), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini, jumlah populasi yakni keseluruhan masyarakat yang
menggunakan sistem cashless pada Huypermart Kota Palopo yang berjumlah 120
orang.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2014:116), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dalam penentuan
jumlah sampel, penulis menggunakan rumus Perhitungan Slovin (Umar, 2013:78).
Rumus Slovin:
N
n =
1 + Ne

Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian (presisi) yang diinginkan untuk diambil
yaitu 5%.
Maka:
120
n =
1 + 120 (0,052)
120
n =
1,3
n = 92 orang responden
26

E. Metode Analisis Data


1. Uji Validitas
Menurut Ghozali (2013:53) Uji validitas digunakan untuk mengukur sah
atau valid tidaknya suatu kuesioner. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid (Sugiyono, 2014:203).
Uji validitas dapat dihitung dengan membandingkan nilai r hitung (correlated
item-total correlation) dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2,
dalam hal ini n adalah jumlah sample dengan tingkat 66 signifikansi = 5% (0,05).
Jika r hitung > r tabel dan bernilai positif maka butir atau pertanyaan tersebut
dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat pengujian untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Butir pertnayaan dikatakan
reliabel atau handal apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah
konsisten. Pengukuran kehandalan butir pertanyaan dengan menyebarkan
kuesioner pada responden, kemudian hasil skornya diukur korelasinya antar score
jawaban pada butir pertanyaan yang sama dengan bantuan komputer program
SPSS (Statistical Program For Society Science) dengan fasilitas Cronbach Alpha
(α). Sunyoto (2011:110), menyatakan bahwa suatu konstruk atau variabel
dikatakan reliabel jika jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60.
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum angka dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu akan diuji
normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas, yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing
variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu
bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak
dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan
pada masing-masing variabel penelitian.
27

b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah ada korelasi linear
antar variabel independen. Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan
nilai Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance
Inflation Factor (VIF) lebih dari 10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
pengamatan regresi terjadi ketidak samaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain, atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah tidak heterokedastisitas.
4. Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2014:238), analisis statistik deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Dalam penelitian ini dilakukan pengklasifikasian jumlah skor jawaban dari
responden yang selanjutnya jumlah skor jawaban responden disusun berdasarkan
kriteria penilaian untuk setiap item-item pertanyaan yang diajukan. Untuk
mendeskripsikan data pada variabel penelitian dilakukan dengan membuat tabel
kemudian disusun distribusi frekuensi agar dapat mengetahui tingkat perolehan
nilai (skor) variabel penelitian yang masuk dalam kategori yang telah disusun
yaitu: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Untuk menetapkan peringkat dalam variabel penelitian dengan melihat
perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Selanjutnya, dalam
mendapatkan kecenderungan jawaban dari responden akan ditetapkan berdasarkan
nilai rata-rata jawaban dari responden yang selanjutnya akan dikategorikan
dengan menggunakan rumus menurut Sugiyono (2014:167) sebagai berikut:
Nilai tertinggi – Nilai terendah
Interval = _____________________________________
5
28

5−1
Interval = ______ = 0,8
5
Tabel 1. Kategori Skala
No Skala Interval Kategori
1 1,00 – 1,80 Sangat Rendah
2 1,81 – 2,60 Rendah
3 2,61 – 3,40 Sedang
4 3,41 – 4,20 Tinggi
5 4,21 – 5,00 Sangat Tinggi
Sumber: Sugiyono (2014:167)
5. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear berganda adalah pengembangan dari regresi linear
sederhana, yang dapat digunakan untuk memprediksi permintaan di masa yang
akan datang berdasarkan data masa lalu atau untuk mengetahui pengaruh satu atau
lebih variabel bebas (independen) terhadap satu vatiabel terikat (dependen)
(Siregar, 2010:301). Secara umum model regresi linier sederhana di rumuskan
sebagai berikut:
Y = a +b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan:
Y = Peningkatan Sistem Cashless
a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
atau penurunan variabel dependent yang didasarkan pada variabel
independent. Bila b (+) maka naik dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
X1 = Persepsi Kemudahan
X2 = Persepsi Kemanfaatan
X3 = Kelompok Referensi
e = Standar Error
a. Uji t (Uji Parsial)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikatnya. Kriteria pengujian adalah:
29

1) Jika nilai t hitung > t tabel atau p value < a, maka H0 ditolak dan Ha diterima,
dengan kata lain variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen
2) Jika nilai t hitung < t tabel atau p value > a, maka H0 diterima dan Ha ditolak,
dengan kata lain variabel independen tidak berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen
b. Uji Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan didalam penelitian ini melalui
uji F. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Kriteria pengujian adalah:
1) Jika nilai F hitung > F tabel atau p value < a, maka H0 ditolak dan Ha
diterima, dengan kata lain variabel independen berpengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen.
2) Jika nilai F hitung < F tabel atau p value > a, maka H0 diterima dan Ha
ditolak, dengan kata lain variabel independen tidak berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu nilai statistik yang dapat
digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel.
Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Menurut
Sugiyono (2012:90) Untuk mengukur seberapa besar kontribusi/sumbangan
variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan yaitu
sebagai berikut:
KP = r² x 100%
Keterangan:
KP = Koefisien determinan
r = Koefisien korelasi
100% = Harga konstan
30

F. Defenisi Operasional
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka definisi oprasional, sebagai
berikut :
1. Persepsi kemudahan adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap tidak sulit
untuk dipahami, dan untuk dioperasikan, dan sejauh mana konsumen merasa
produk baru atau jasa lebih baik dari pada produk atau jasa yang digantikanya.
Indikator yang digunakan untuk megukur variabel persepsei kemudahan pada
peneltian berdasarkan pendapat Adhiputera (2015) yang terdiri dari mudah
untuk dipelajari, fleksibel, dapat mengontrol pekerjaan dan mudah untuk
digunakan.
2. Persepsi kemanfaatan adalah manfaat yang dianggap akan diperoleh dari
setiap individu yang menggunakan teknologi baru untuk dapat meningkatkan
atau memperbaiki kinerja. Indikator yang digunakan untuk megukur variabel
persepsei kemanfaatan pada peneltian berdasarkan pendapat Adhiputera
(2015) yang terdiri dari dapat meningkatkan kinerja pekerjaan, menjadikan
pekerjaan lebih mudah dan teknologi yang digunakan dirasakan bermanfaat.
3. Kelompok referensi adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung
(tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.
Indikator yang digunakan untuk megukur variabel kelompok regferensi pada
peneltian berdasarkan pendapat Helmy dan Mubarak (2013) yang terdiri dari
teman, keluarga dan saudara.
4. Sistem cashless adalah suatu sistem di mana segala transaksi tidak lagi
menggunakan uang tunai/fisik, tapi melalui media elektronik seperti kartu
debit dan dompet virtual. Indikator yang digunakan untuk megukur variabel
sistem cashless pada penelitian ini berdasarkan pendapat Sofiana (2014) yang
terdiri dari minat menggunakan sistem cashless, minat menggunakan sistem
cashless secara rutin dan menyarankan orang lain untuk menggunakan sistem
cashless dalam setiap transakasi.
31

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra,Made Wahyu. 2015. Pengaruh Penerbitan Opini Going Concern Pada


Pergantian Auditor Pada Perusahaan Yang TerdaftarPada Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Dinamika Akuntansi.Vol.7, No.1.

Ahmad., Bambang Setiyo Pambudi. 2014. Pengaruh Persepsi Manfaat Persepsi


Kemudahan Keamanan dan Ketersediaan Fitur Terhadap Minat Ulang
Nasabah dalam Menggunakan Internet Banking Studi pada Program
Layanan I-Banking BRI. Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 1.

Bank Indonesia. 2011. Sistem Pembayaran. http://www.bi.go.id/ (diakases 15 Juli


2019).

Engel. 2002. Perilaku Konsumen. Alih bahasa Drs. F.X. Budiyanto. Jakarta:
Binarupa Aksara.

Fahmi, Irham. 2015. Teori dan Pratek Pengambila Keputusan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Fitriana, A dan Wingdes, I. 2017. Analisis TAM Terhadap Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Konsumen Menggunakan E-money Indomaret Card di
Pontianak. Techno.COM, Vol. 16, No. 4.

Fusilier M, Durlabhji S. 2005. An exploration of student internet use in india the


technology acceptance model and the theory of planned behaviour.
Campus-Wide Information Systems, Vol. 22. No. 4.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM


SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Helmi Rahman, Mubarak Zaki. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Masyarakat Kalimantan Selatan terhadap Penggunaan Pembayaran Non
Tunai. Skripsi IAIN Antasari.

Irmadhani. 2012. Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan


Penggunaan dan Computer Self Efficacy, Terhadap Penggunaan Online
Banking pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta. Journal UNY, Vol. 1, No. 3.

Jahangir Nadhim, Begum Noorjahan. 2008. The Role of Perceived Usefulness,


Perceived Ease of Use, Sexurity and Privacy, and Customer Attitude to
32

Engender Customer Adaptation in the Context of Electronic Banking.


African Jornal of Businese Mangement, Vol.2. No.1.

Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi


Offset

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks.

Kusumawati Yunita, Herlenna Benny. 2014. Hubungan antara Persepsi terhadap


Kelompok Referensi dengan Pengambilan Keputusan Membeli Kosmetika
Tanpa Label Halal pada Mahasiswi Muslim. Jurnal Psikologi Integratif,
Vol.2. No.1.

Mulyati, Sri Tri Subari dan Ascarya. 2003. Kebijakan Sistem Pembayaran di
Indonesia. Seri Kebanksentralan No.8, Bank Indonesia.

Pohan, Aulia. 2011. Sistem Pembayaran Strategi dan Implementasi di


Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Pramono Bambang, Tri Yanuarti, Pipih D Purusitawati, dan Yosefin Tyas Emmy
D.K, 2006. Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan
Kebijakan Moneter. Working Paper Bank Indonesia.

Rakhmawati, Sherly. 2012. Pengaruh Kepercayaan, Persepsi Kegunaan, Persepsi


Kemudahan dan Persepsi Kenyamanan Terhadap Minat Penggunaan
Sistem Internet Banking pada Nasabah Bank Muamalat Cabang Pembantu
Madiun. ASSETS: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, Volume 2, Nomor
2.

Rigopoulos, George.,Dimitrios Askounis. 2007. A TAM Framework to Evaluate


User’s Perception Toward Online Electronic Payments. Journal of
Internet Banking and Commerce, Desember, Vol. 12, No. 3.

Santoso, Budi. 2013. Pengaruh Perceived Usefulness, Perceived Ease Of Use dan
Perceived Enjoyment Terhadap Penerimaan Teknologi Informasi (Studi
Empiris di Kabupaten Sragen)”, Jurnal Studi Akuntansi Indonesia,
Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret.

Siregar, Syofian. 2010. Statistik Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta:


Rajagrafindo Persada.

Sofiana, Mardiyanti. 2014. Pengaruh Keyakinan dan Kepercayaan Teknologi


Terhadap Minat Penggunaan Internet Banking Di Malang: Theory of
33

Reason Action yang Direduksi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB


Universitas Brawijaya. Volume 2. Nomor 2.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.\

Sunyoto, Danang. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS


Center for Academic Publishing Service.

Titiheruw IS dan Atje R. 2009. Payment System in Indonesia: Recent


Developments and Policy Issues. Working Paper 149, ADBI, Asian
Development Bank Institute, Tokyo.

Untoro, Priyo R. Widodo dan Arifin MS. 2014. Kajian Penggunaan Instrumen
Sistem Pembayaran Sebagai Leading Indicator Makro Ekonomi. Working
Paper Bank Indonesia.

Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta:
Rajawali.

Warjiyo, P. 2006. Non-Cash Payments and Monetary Policy Implications in


Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Wibowo, S.F. 2015. Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan, Fitur


Layanan dan Kepercayaan Terhadap Minat Menggunakan E-money Card
(Studi Pada Pengguna Jasa Commuterline di Jakarta). Jurnal Riset
Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), Vol. 6, No. 1.

Yudhistira, Afrizal. 2014. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan


Aksesibilitas terhadap Pengguanaan Kartu Pembayaran Elektronik. Skripsi
Brawijaya Malang.

Anda mungkin juga menyukai