Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN


STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

OLEH :

D IV KEPERAWATAN TINGKAT IV SEMESTER VIII

AYU INDAH AGUSTINI

P07120214027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena
sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak
berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. ETIOLOGI
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan
dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam setelah thrombosis.
Adapun beberapa keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis
yaitu:

a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi
thrombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis ( radang pada arteri )

2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa


ke otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan


perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan kehilangan
gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :


1. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
2. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
3. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi
(modifiable).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable)
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin,
ras, dan herediter/keturunan.
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua
kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun,
stroke dapat terjadi juga pada semua usia.
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari
pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke
dari pada laki-laki.
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang
lebih besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal
ini berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan
diabetes mellitus pada ras Africa- America.
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,
serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga
meningkatkan risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah
mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat
kejadian stroke pada keturunannya.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang
berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan
medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.
a. Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non
perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya
gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya emboli otak.
Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena
menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling pembuluh darah
hingga memperkecil diameternya.
b. Penyakit jantung.
Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard,
kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung
conginetal juga temasuk kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi
atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati.
c. Dibetes melitus.
DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian
stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua usia.
Individu dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih
besar terserang stroke dari pada individu yang tidak menderita
diabetes mellitus.
d. Peningkatan kolesterol serum.
Hiperlipidemia didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar
kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol
yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok.
Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat
meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan
aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir
dua sampai emapt kali lipat resiko stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang
alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman
beralkohol setiap hari memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi,
yang juga meningkatkan resiko mereka menderita stroke.
g. Obesitas.
Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi,
dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama
besar baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras.
Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun
sedang dapat memberikan efek yang menguntungkan terutama untuk
menurunkan faktor risiko.
i. Diet.
Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet
tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat
meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang,
terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan
dapat meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut
(Black & Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya,
luas area neuron yang rusak, lokasi neuron yang terkena serangan,
dan kondisi pembuluh darah kolateral di serebral. Manifestasi dari
stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara, kehilangan fungsi
wicara dan hilangnya hemisensori. Stroke dapat dihubungkan dengan
area kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi, menurut
Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis dari stroke meliputi:
1. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas
dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis
(kelemahan) dan hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh)
sering terjadi setelah stroke, yang biasanya desebabkan karena
stroke pada bagian anterior atau bagian tengah arteri serebral,
sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari kortek
frontal.
2. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan
berkomunikasi,termasuk berbicara, membaca, menulis dan
memahami bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang
terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer kiri serebelum
tidak mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah karena
mengalami stroke, ini terkait erat dengan area wernick dan brocca.
3. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi
sulit untuk mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
4. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
5. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan
karena stroke pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf
yang mengatur proses menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII
(facialis), N IX (glossofarengeus) dan N XII (hipoglosus).
6. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan
seperti diplopia.
7. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis
pada mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada
kelopak mata atas, kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi
pupil dan berkurangnya air mata.
8. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon
stimulus dari sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka
sering mengabaikan salah satu sisinya.
9. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari
lobus parietal yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan
medial.
10. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian
otak yang mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang
bervariasi, yaitu bagian kortek serebral, area temporal, limbik,
hipotalamus, kelenjar pituitari yang mempengarui korteks motorik
dan area bahasa.
11. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan
salah satu bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung
kemih, yang kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan
pesan ke otak tentang pengisian kandung kemih tetapi otak tidak
dapat enginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak
mentransmisikan pesan ke kandung kemih untuk tidak
mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi
urgensi dan inkontinensia.

Memberikan saraf
Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf
untuk dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat
penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk
penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata
okulomotoris dan mengangkat
kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata
dan penggerak bola
mata

V Nervus trigeminus Motorik dan -


sensorik

N. Oftalmikus Motorik dan Kulit kepala dan


sensorik kelopak mata atas

N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum


dan hidung
N. Mandibularis Motorik dan Rahang bawah dan
sensorik lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang
sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah,
Sensorik menggerakkan lidah
dan selaput lendir
rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan
pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan
motorik lidah, rangsangan
citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-
motorik paru dan esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan
otot lidah
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti
polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia).
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit
yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
b. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi
kelainan yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
c. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
d. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim
jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak.
Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak
maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik
adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white
matter.
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna
untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan
dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah
perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan
gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler
dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya,
pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak
panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan
dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI)
dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut.
DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan
dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada
daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di
otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu
serta dibandingkan.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan
arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik
yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal
ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk
mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi
plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika
Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan
dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan
sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat
pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke
yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan
yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan
protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah
48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin
melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat
urin. Waktu paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam
atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari.
Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood
Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik
heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
3. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal
eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi
yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi
trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline
diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam
jendela waktu 12 jam sesudah onset.
4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali
sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi
yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise
ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek
samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel
darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih
serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik
dan anemia aplastik.

5. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi.
Jika kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang
diikuti infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang
mengalami infark harus dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri
karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang
mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang
mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit
di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan
daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di
daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka
mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5
persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
b. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan
vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga
patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty
dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari carotid
endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada
prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam
arteri di lipatan paha
2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang
tersumbat di arteri karotis
3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan
balon kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter
biasanya meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke
dalam pembuluh darah untuk menjaga agar pembuluh darah
tetap terbuka

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar
untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan


laboraturium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan
digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan
klien.
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

2. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
a. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
b. Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme
kompensasi, sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf
otonom.
c. Respiratory rate
d. Suhu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi.
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed
rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)

d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII
central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis
sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli
dengan
refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
(Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang
mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999).
b. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)
Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)

B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara
6. Defisit perawatn diri : mandi b.d kelemahan motorik
C. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
cerebral tidak efektif Gangguan perfusi jaringan 1. Pantau TTV tiap jam dan 1. Peningkatan tekanan darah
b.d O2 otak menurun dapat tercapai secara optimal catat hasilnya sistemik yang diikuti dengan
penurunan tekanan
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan
 Mampu mempertahankan tanda peningkatan TIK. Napas
tingkat kesadaran tidak teratur menunjukkan
 Fungsi sensori dan motorik adanya peningkatan TIK
membaik 2. Kaji respon motorik 2. Mampu mengetahui tingkat
terhadap perintah respon motorik pasien
sederhana 3. Mencegah/menurunkan
3. Pantau status neurologis atelektasis
secara teratur 4. Menurunkan statis vena
4. Dorong latihan kaki aktif/ 5. Menurunkan resiko terjadinya
pasif komplikasi
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi: kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
kebutuhan tubuh b.d 2. Asupan makanan makanan
ketidakmampuan 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi
untuk mengabsorpsi Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
nutrien 1. Menjelaskan komponen Aktivitas keperawatan :
kedekatan diet 1. Tentukan motivasi klien 1. Motivasi klien mempengaruhi
2. Nilai laboratorium untuk mengubah kebiasaan dalam perubahan nutrisi
(mis,trnsferin,albumin,dan makan
eletrolit) 2. Ketahui makanan kesukaan 2. Makanan kesukaan klien untuk
3. Melaporkan keadekuatan klien mempermudah pemberian
tingkat giji 3. Rujuk kedokter untuk nutrisi
4. Nilai laboratorium menentukan penyebab
(mis:trasferin,albomen dan perubahan nutrisi 3. Merujuk kedokter untuk
eletrolit mengetahui perubahan klien
5. Toleransi terhadap gizi serta untuk proses penyembuhan
yang dianjurkan. 4. Membantu makan untuk
4. Bantu makan sesuai mengetahui perubahan nutrisi
dengan kebutuhan klien serta untuk pengkajian
5. Menciptakan lingkungan untuk
5. Ciptakan lingkungan yang kenyamanan istirahat klien serta
menyenangkan untuk utk ketenangan dalam
makan ruangan/kamar.

3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


fisik b.d penurunan Klien diminta menunjukkan
kekuatan otot tingkat mobilitas, ditandai  Terapi aktivitas, ambulasi
dengan indikator berikut  Terapi aktivitas, mobilitas
(sebutkan nilainya 1 - 5 : sendi.
ketergantungan (tidak  Perubahan posisi
berpartisipasi) membutuhkan
bantuan orang lain atau alat Aktivitas Keperawatan : 1. Mengajarkan klien tentang dan
membutuhkan bantuan orang pantau penggunaan alat bantu
lain, mandiri dengan 1. Ajarkan klien tentang dan mobilitas klien lebih mudah.
pertolongan alat bantu atau pantau penggunaan alat 2. Membantu klien dalam proses
mandiri penuh). bantu mobilitas. perpindahan akan membantu klien
2. Ajarkan dan bantu klien latihan dengan cara tersebut.
Kriteria Evaluasi : dalam proses perpindahan. 3. Pemberian penguatan positif
selama aktivitas akan mem-bantu
1. Menunjukkan penggunaan klien semangat dalam latihan.
alat bantu secara benar 4. Mempercepat klien dalam
dengan pengawasan. 3. Berikan penguatan positif mobilisasi dan mengkendorkan
2. Meminta bantuan untuk selama beraktivitas. otot-otot
beraktivitas mobilisasi jika 5. Mengetahui perkembngan
diperlukan. mobilisasi klien sesudah latihan
3. Menyangga BAB ROM
4. Dukung teknik latihan ROM
4. Menggunakan kursi roda
secara efektif.
5. Kolaborasi dengan tim
medis tentang mobilitas
klien
4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan mungkin
integritas kulit b.d factor Tissue Integrity : Skin and menggunakan pakaian merasa tidak dapat beristirahat
risiko : lembap Mucous Membranes yang longgar atau perlu untuk bergerak
Kriteria Hasil : 2) Hindari kerutan pada 2. Menurunkan terjadinya risiko
 Integritas kulit yang baik tempat tidur infeksi pada bagian kulit
bisa dipertahankan 3) Jaga kebersihan kulit agar 3. Cara pertama untuk mencegah
(sensasi, elastisitas, tetap bersih dan kering terjadinya infeksi
temperatur, hidrasi, 4) Mobilisasi pasien (ubah 4. Mencegah terjadinya komplikasi
pigmentasi) posisi pasien) setiap dua selanjutnya
 Tidak ada luka/lesi pada jam sekali 5. Mengetahui perkembangan
kulit 5) Monitor kulit akan adanya terhadap terjadinya infeksi kulit
 Menunjukkan pemahaman kemerahan 6. Menurunkan pemajanan
dalam proses perbaikan 6) Oleskan lotion atau terhadap kuman infeksi pada
kulit dan mencegah minyak/baby oil pada kulit
terjadinya sedera berulang derah yang tertekan 7. Menurunkan risiko terjadinya
 Mampu melindungi kulit 7) Kolaborasi pemberian infeksi
dan mempertahankan antibiotic sesuai indikasi
kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi verbal Komunikasi dapat berjalan 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi klien apakah
b.d. kerusakan dengan baik dengan wajar, bahasa jelas, benar-benar tidak bisa melakukan
neuromuscular, sederhana dan bila perlu komunikasi
kerusakan sentral Kriteria hasil diulang
bicara 2. Dengarkan dengan tekun 2. Mengetahui bagaimana
a. Klien dapat jika pasien mulai berbicara kemampuan komunikasi klien tsb
mengekspresikan perasaan 3. Berdiri di dalam lapang 3. Mengetahui derajat /tingkatan
b. Memahami maksud dan pandang pasien pada saat kemampuan berkomunikasi klien
pembicaraan orang lain bicara
c. Pembicaraan pasien dapat 4. Latih otot bicara secara 4. Menurunkan terjadinya
dipahami optimal komplikasi lanjutan
5. Libatkan keluarga dalam 5. Keluarga mengetahui & mampu
melatih komunikasi verbal mendemonstrasikan cara melatih
pada pasien komunikasi verbalpd klien tanpa
bantuan perawat
6. Kolaborasi dengan ahli 6. Mengetahui perkembangan
terapi wicara komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit


Buku Kedokteran (EGC). Jakarta

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2


Penerbit Jakarta: EGC

Herdman, T. Heater.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medi
Action

Anda mungkin juga menyukai