Anda di halaman 1dari 7

Nama : M.

Rifky Meidiansyah
NIM : 04011381722176
Kelas : Gamma 2017
Learning Issue
a. Edukasi terapi (obat), pencegahan
Tujuan saat menangani krisis tiroid adalah untuk mengurangi sintesis hormon, mencegah
pelepasan hrmon tiroid, mengurangi aksi periferal dari horomon tiroid yang sudah beredar
untuk mengurangi denyut jantung dan membantu peredaran darah. Opsi teraputik pada
krisis tiroid sebenarnya sama saja dengan tiroksikosis yang belum komplikasi, hanya saja
membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
Dapat menggunakan rumus 5B: Block synthesis, Block release, Block T4 inti T3
conversion, Beta blocker, dan Block enterohepatic circulation.

Obat antitiroid (cth: thionamide) harus segera dipakai untuk mencegah pembentukan
hormon tiroid lebih jauh dengan menginhibisi enzim TPO (Tiroid Peroxidase). PTU atau
Carbimazole (atau Methimazole) juga bisa dipakai. PTU lebih sering dipakai karena
permulaan aksinya yang cepat dalam menginhibisi konversi T4 ke T3. Namun, FDA akhir-
akhir ini mengeluarkan peringatan tentang potensial hepatotoxic pada PTU. Karena itu para
ahli jaman sekarang lebih rekomandasikan Carbamizole atau Methimazole.

Yodium harus diberikan setidaknya 1 jam setelah thionamide untuk memblokir pelepasan
hormon tiroid yang terbentuk sebelumnya. Paradoks yang jelas ini memanfaatkan efek
Wolff-Chaikoff akut, di mana dosis besar yodium menekan pelepasan hormon tiroid.
Efeknya berlangsung hingga 2 minggu, karena melarikan diri dari efek ini terjadi dan
karenanya tidak cocok sebagai pilihan terapi jangka panjang. Thionamide harus diberikan
sebelum pemberian yodium untuk mencegah iodinasi residu tirosin yang tidak diinginkan
dan pengayaan simpanan hormon tiroid. Waktu minimal yang diperlukan antara pemberian
thionamide dan perawatan yodium diperdebatkan dengan 1 - 6 jam yang biasanya
diresepkan.

Beta-blocker harus segera diberikam (kecuali kontraindikasi) untuk memblokir


konsekuensi adrenergik dari kelebihan hormon tiroid. Propranolol (Betablocker spesifik
non-jantung) secara tradisional telah digunakan dan memiliki keuntungan karena cocok
untuk pemberian IV dan juga bertindak relatif singkat.
Perhatian diperlukan pada pasien dengan gagal jantung, meskipun beta-blocker mungkin
bermanfaat disaat takikardia merupakan kompensasi yang signifikan terhadap fungsi
jantung.

Corticosteroids menginhibisi konversi T4 ke T3 dan telah menunjukkan hasil yang bagus


pada pasien krisis tiroid.
Riwayat pembedahan tiroid ataupun pembedahan tiroid dalam keadaan
tiroksikosismemiliki mortalitas yang tinggi pada akhir abad ke 19. Hal ini disebabkan oleh
krisis tiroid yang terjadi pasca operasi. Pada tahun 1923, penggunaan iodine inorganik
dapat menurunkan mortalitas sampai kurang dari 1%.Kemudian, pada awal tahun 1940
thionamide mulai digunakan untuk persiapan preoperasi.
Manajemen pre-operasi dari pasien tirotoksikosis dapat dibagi menjadi 2 : persiapan elektif
atau prosedur non urgen dan persiapan prosedur emergensi. Pada keadaan non-urgen, terapi
thionamide sangat direkomendasikan dan akan menyebabkan keadaan eutiroidime dalam
beberapa minggu. Penggunaan iodine sebelum pre-operasi dapat menurunkan vaskularitas
kelenjar tiroid dan menurunkan aliran darah. Namun, penggunaan iodine diindikasikan
hanya jika penggunaan thionamide tidak dapat ditoleransi.
Pada persiapan preoperasi dari pasien tirotoksikosis untuk prosedur emergensi, waktu
merupakan hal yang paling penting, Penurunan secara cepat level hormone tiroid, kontrol
pengeluaran hormon tiroid, dan kontrol dari manifestasi perifer. Pada kondisi ini, regimen
pengobatan sama dengan krisis tiroid
Sebuah studi yang dilakukan Erbil et al (2007) tentang efek lugol terhadap aliran darah
pada kelenjar tiroid dan kepadatan pembuluh darah mikro. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh lugol dalam menurunkan vaskularitas pada kelenjar tiroid, karena
selama ini keefektivititasan dari pemberian lugol masih menjadi perdebatan. Penelitian ini
menggunakan desain uji klinis prospektif. 36 pasien dipilih secara acak untuk diberikan
cairan lugol sebagai preoperative treatement. Pada penelitian ini 17 pasien mendapatkan
cairan lugol dan sisanya 19 pasien sebagai kelompok kontrol. Penilaian dilakukan
menggunakan USG pewarnaan Dopler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
cairan lugol pre operasi dapat menurunkan aliran darah, vaskularitas tiroid, dan kehilangan
darah pada saat proses tiroidektomi.
Setelah dilakukan tiroidektomi, tionamide dapat dihentikan 1 sampai 3 hari setelah operasi.
Namun, terapi dengan reseptor β-adrenegik masih dibutuhkan dalam jangka waktu pendek,
sekitar 7-8 hari dikarena waktu paruh dari T4.

b. Pemeriksaan Laboratorium
 T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik
radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal
berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan
TBG dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein.
Setiap factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4

 T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam
serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar
T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar
T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme,
yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal
untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L)

 Tes T3 Ambilan Resin


Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak
langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormone
tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini,
menghasilkan indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah pasien.
Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan hormone tiroid dan masih terdapat
tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-radioiodium, yang ditambahkan ke
dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah 25% hingga 35% yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada paa TBG sudah ditempati
oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah, seperti pada hipertiroidisme,
maka ambilan T3 lebih besar dari 35%
 Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH
atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat
penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan
untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri
dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar
TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi
ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.
Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar akan
berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid
(penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).

 Tes Thyrotropin Releasing Hormone


Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di
hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.
Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah
penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH.
Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara
intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau
keinginan untuk buang air kecil.

 Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay.
Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3
serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar
tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut.
Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti
kehamilan.
 Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan
iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida lainnya dengan
dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas
(scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang
dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang terdapat
dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodium-
radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat
diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang
tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).

 Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid


Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid digunakan
alat detector skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu
rangkaian jalur parallel dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada saat
yang bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu jumlah
hitungan yang ditentukan sebelumnya.
Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi
radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun I131 merupakan isotop yang paling
sering digunakan, beberapa isotop iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium
pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalium serta americum) digunakan di
beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan untuk
pemberian radiasi dengan dosis rendah.
Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan fungsi
anatomic kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal atau
berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area) atau
penurunan fungsi (cold area) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Meskipun
sebagian besar daerah yang mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainan
malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatknya kemungkinan terjadinya keganasan
terutama jika hanya terdapat satu daerah yang tidak berfungsi.
Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang diperlukan
untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari metastasis
malignitas pada kelenjar tiroid yang masih berfungsi.

▪ Bentuk cold area


Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.
- Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.
Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk kelainan
metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.
- Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan
keganasan.

Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area :


- Kista.
- Hematom.
- Struma adenomatosa.
- Perdarahan.
- Radang.
- Keganasan.
- Defek kongenital.

Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area :


- Struma adenomatosa.
- Adenoma toksik.
- Radang.

 Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada
tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan kelainan
kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya
lebih kecil.

 Pemeriksaan radiologik di daerah leher

Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang boleh
dipegang.

Daftar Pustaka

Carroll, Richard William. (2010). Endocrine and Metabolic Emergencies: Thyroid Storm.
Therapeutic Advances in Endocrinology and Metabolism.

Oktarina, Yosi. (2013). Krisis Tiroid. Unpad.

Anda mungkin juga menyukai