ABSTRACT
The main purposes of identification process in mass disaster is to find the corpses identity in order to give it
back to their family by doing some identification methods such as primer identification which must do at the
first time because they have highly and accurate result as the identifiers. There are many differences
between the burned corpses on the the tragedy of the burning of Garuda Airlines and the drowned corpses on
the tragedy of the sinking of Senopati Nusantara ship , many difference characteristic that influence the
process of forensic identification. In the burned corpses, teeths are still intact and relatives still could be
examined than another primery identifiers. It makes difference priority between one to another cases. So,
from the two different cases, we can choose the different primer identifiers as the priority depend on the
condition of the dead bodies related to the accident in order to make the right identity for giving back to the
relatives.
Keywords: Primary Identification, dental records, secondary identification
termudah dan sederhana yaitu secara visual tidak Tabel 1: Perbedaan Kondisi dan Identifikasi
lagi dapat digunakan. Demikian juga pada jenazah Jenazah pada Bencana Kapal Tenggelam dan
properti (property) dan 1 jenazah diidentifikasi Semakin lama terpapar dalam air maka proses
melalui kombinasi data pemeriksaan primer DNA pembusukan juga akan berlangsung dengan cepat
dan data pemeriksaan sekunder medis dan properti sehingga akan menyebabkan terbatasnya upaya
(Gambar 1). Tidak ada identifikasi dari 13 jenazah pemeriksaan primer. Proses identifikasi pada
tersebut yang dapat dilakukan dari pemeriksaan konsisi harus dilakukan kombinasi pemeriksaan
postmortem murni berdasarkan pemeriksaan primer dengan sekunder secara cermat dan akurat.
primer (primary identifiers) saja. Pada kasus ini korban berikutnya ditemukan setelah
9-29 hari setelah kejadian sehingga tidak ada satu
pun yang berhasil diidentifikasi berdasarkan
pemeriksaan primer yang terjangkau yaitu sidik jari
13 jenazah teridentifikasi: maupun gigi karena terjadi pembusukan lanjut
(Gambar 3). Hampir keseluruhan mengandalkan
1. 7,7% masih dapat menggunakan metode sederhana visual
pemeriksaan sekunder dengan hasil dapat disebut
digabung dengan P emeriksaan primer -sekunder
teridentifikasi bila memenuhi 2 kriteria pemeriksaan
2. 0% tidak dapat menggunakan murni pemeriksaan primer saja sekunder, seperti pemeriksaan medis, property
13 jenazah maupun fotografi (Gambar 4 a,b dan c). Terdapat
77% kombinasi 23% kombinasi P emeriksaan satu jenazah yang harus m enggunakan
Pemeriksaan Sekunder primer -sekunder pemeriksaan DNA sebagai pemeriksaan kategori
(M-P) primer yang dikerjakan sebagai alternatif akhir bila
pemeriksaan sekunder meragukan (Gambar 5).
A C
4b
4c
Gambar 2. Metode Identifikasi Jenazah. Gambar 4. Pemeriksaan Sekunder.
Keterangan: a. Jenazah dapat diidentifikasi sederhana secara Keterangan:
visual; b. Pemeriksaan sekunder medis: sikatrik; c. Pemeriksaan 4a Pemeriksaan sekunder medis dari sex dan Tinggi Badan
sekunder medis: kumis, tahi lalat. 4b Pemeriksaan sekunder properti dari KTP yang melekat
4c Pemeriksaan sekunder medis dari tatoo sebagai sarana
identifikasi.
91 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV No. 2, Agustus 2009 Prawestiningtyas, Identifikasi Forensik...91
Kasus 2 Terbakarnya Pesawat Garuda GA 200 1. 5% utuh, dapat menggunakan metode sederhana visual
PK-GZC Boeing 737-400 digabung dengan Pemeriksaan primer-sekunder
Pada kecelakaan pesawat Garuda GA 200 PK-GZC 2. 95% menjadi separuh arang
Boeing 737-400 jurusan Jakarta Yogyakarta, saat
melakukan pendaratan. Pesawat yang membawa
133 penumpang dan 7 awak pesawat ini terbakar 66,7% murni dapat 33,3% kombinasi
dan m ene was k an 21 penum pangn ya (20 teridentifikasi dari Pemeriksaan primer - sekunder
penumpang, 1 kru pesawat). Dua puluh dari 21 pemeriksaan primer (DR)
jenazah yang ditemukan (95%) mengalami kondisi
tersebut dapat dilakukan identifikasi secara tepat , Gambar 6. Keberhasilan Identifikasi Jenazah Korban
sehingga dapat segera diserahterimakan kepada Terbakar Pesawat Garuda Indonesia.
keluarga yang berhak. Jenazah dengan kondisi
terbakar akan relatif lebih tahan lama terpapar
pembusukan, dan pada kasus ini pemeriksaan dapat dilak uk an pr oses identifik asi tepat
identifikasi forensik segera dilaksanakan satu hari berdasarkan gigi geligi. Meskipun demikian tetap
setelah kejadian. harus dilakukan pemeriksaan sekunder lain, seperti
7a 7b
8a 8b
DISKUSI
Data pemeriksaan jenazah dari dua kejadian
93 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV No. 2, Agustus 2009 Prawestiningtyas, Identifikasi Forensik...93
bencana massal yang berbeda memiliki karakter kematian pada daerah dengan kelembaban tinggi,
yang berbeda pula terutama dari keadaan kondisi panas yang disertai dengan tingkat aktivitas larva
jenazah, proses pemeriksaan jenazah dan lalat yang tinggi. Pada keadaan normal adanya
keberhasilan identifikasi jenazah. Hal tersebut kandungan kelembaban sebesar 30% dengan
0
terutama disebabkan karena kondisi utama jenazah temperatur 70 F, tujuh tahapan proses pembusukan
yang semakin tidak utuh maka akan semakin akan mulai nampak selama 24 jam post mortem (3).
mempersulit proses identifikasi jenazah, sehingga
Pada jenazah korban terbakarnya Pesawat Garuda
akan mempengaruhi keberhasilan penentuan
sebanyak 20 dari 21 jenazah yang ditemukan (95%)
identitas individu.
mengalami kondisi rusak menjadi separuh arang
Perbedaan Keadaan Jenazah Korban Tragedi (Severely Burned Deceased) dan hanya 1 jenazah
Tenggelamnya KM. Senopati dan Terbakarnya yang relatif tidak menjadi arang. 21 jenazah tersebut
Pesawat Garuda dapat dilakukan identifikasi secara tepat.
Pada kasus ini pemeriksaan primer dari data gigi
Pada jenazah korban tenggelamnya KM. Senopati
masih dapat dilakukan dibandingkan pemeriksaan
tampak bahwa sebagian besar (97,3%) jenazah
telah mengalami pembusukan lanjut. Hal ini primer yang lain yang bersifat murah, mudah dan
akurat yaitu pemeriksaan sidik jari. Identifikasi
dikarenakan karena jenazah tersebut sebagian
dengan sidik jari, mata, kulit tidak dapat dilakukan
besar dalam selang waktu minimal 3-4 hari dan
maksimal 29-30 hari setelah kejadian. Dalam jangka karena semuanya telah menjadi kerangka dan sisa
kulit yang terbakar telah terpapar panas sehingga
waktu minimal tersebut, didukung dengan keadaan
sulit diidentifikasi. Pemeriksaan sekunder pada
lingkungan sekitar tempat jenazah tersebut
ditemukan, yaitu mengambang di air di lautan k asus terbak ar ak an m engalam i ban yak
permasalahan karena antara lain pakaian maupun
bebas, kecepatan proses pembusukan menjadi
segala perhiasan justru akan berfungsi sebagai
lebih cepat.
konduktor, penghantar panas, sehingga akan
Pada proses pembusukan lanjut akan terbentuk menjadi lebih cepat terbakar dan hangus (3,4,8).
atau menuju pada arah proses skeletonisasi, yang Sebagian tulang tidak ditemukan, kemungkinan
diawali dengan adanya proses autolisis jaringan dan telah hancur menjadi abu. Hal ini dimungkinan
pembusukan. Skeletonisasi merupakan proses karena pada saat terbakar korban mengenakan
hilangnya atau lepasnya jaringan lunak dari tulang. pakaian. Korban yang berpakaian lebih cepat
Proses ini dapat terjadi secara lengkap pada seluruh hancur dan kerusakan lebih komplit bila terbakar
atau sebagian jaringan lunak terutama pada tulang dibandingkan dengan yang tidak memakai pakaian.
yang terekspos saja. Proses awal terjadinya Hal ini dikarenakan pakaian merupakan media yang
pembusukan adalah adanya kerusakan sel melalui baik untuk kejadian kebakaran. Terbakar pada
proses autolisis. Proses ini memiliki dua tahap yakni tempat terbuka biasanya tidak terjadi luka bakar
early reversible dan late irreversible . Keadaan lanjut komplit, kecuali bila menggunakan bahan bakar
dari proses tahap 2 (late irreversible) adalah untuk meningkatkan fungsi api sebagai pembakar,
terbentuknya mekanisme autolisis umum pada sehingga tubuh sampai menjadi arang. Juga
seluruh jaringan lunak tubuh yang telah mengalami mungkin suhu panas yang tinggi. Bohnert et al.,
pembusukanyang berhubungan dengan proses (1998) dalam penelitiannya tentang tingkat
sintesa ATP. Jaringan dengan biosintesa dan kerusakan tubuh manusia dalam kaitannya dengan
membran transport tingkat tinggi akan mengalami paparan panas api menyebutkanproses kerusakan
0 0
kerusakan terlebih dahulu. Pembusukan diawali tubuh sangat parah pada suhu 67 -810 C. Senada
dengan organ: traktus digestivus, jantung, darah dengan temuan tersebut penelitian Buikstra et.al
dan sistem sirkulasi,otot jantung kemudian traktus (1984) menyatakan bahwa tulang mampu menahan
0
respiratorius dan paru selanjutnya ginjal dan panas sampai 600 C (3).
kandung empedu lalu otak dan jaringan saraf, otot.
Pada kasus Pesawat Garuda telah terjadi luka bakar
rangka dan terakhir jaringan konektif dan integumen
Jaringan lunak dengan kadar kolagen tinggi akan tingkat empat yaitu pada kulit, dan jaringan
dibawahnya telah terjadi kehancuran komplit dan
memiliki tingkat lisis yang lebih besar, sehingga baru
terbentuk arang. Pada kebakaran tingkat 4 maka
akan tampak pada proses pembusukan tingkat
lanjut. Pada kasus ini proses pembusukan pada kulit akan mengkerut (mengetat dan kontraksi), hal
ini terjadi karena pada terbakar terjadi penyusutan
daerah mandibula dan maksila pada jenazah
berat tubuh > 60% dan akibat pemanasan maka
korban tenggelamnya KM Senopati terutama
terletak pada adanya jaringan penyangga antara terjadi koagulasi protein yang menyebabkan otot
mengecil diikuti mengkerutnya kulit. Dikatakan
tulang rahang dan tulang gigi yakni adanya
bahwa telinga yang terbakar dapat menjadi
peridontal ligament atau periodontal membran. Hal
inilah yang akan mempengaruhi ketidakberhasilan mengkerut sampai 2/3 bagiannya.
penentuan identifikasi forensik melalui pemeriksaan Untuk tulang yang tidak terproteksi, saat terpapar
pr im er dengan bahan gigi, k arena ak an panas maka akan mengalami proses: rapuh
m e n yeb a b k a n h i la n g n ya g ig i d a r i t e m p a t (Charring), retak (Cracking), patah (Splintering) dan
menancapnya baik pada mandibula maupun menjadi abu (Calcining) (7). Sedangkan gigi, selain
maksila. dikatakan sebagaimana fingerprint, merupakan
medium yang tidak mudah rusak seperti fingerprint
Tahap final proses pembusukan yang ditandai
tissue (9). Menurut Schaefer (2001) gigi memiliki
dengan terbentuknya skeletonisasi, dilaporkan
akan terjadi paling cepat tiga (3) hari setelah
94 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV No. 2, Agustus 2009 Prawestiningtyas, Identifikasi Forensik...94
suatu matrik yang terdiri dari garam anorganik adanya sifat individualistik yang sangat tinggi (5,
crystal hydroxyapatite yang tersusun atas calsium 11).
dan fosfor, sehingga dapat bertahan lebih lama (10).
tinggi dibanding secondary identifiers karena tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa
prioritas pemeriksaan primer berdasarkan jenis
Prawestiningtyas, Identifikasi Forensik..93.
kasus (Gambar 9). Pada korban pesawat terbakar pemeriksaan primer lain seperti sidik jari namun
maka terdapat keutuhan jaringan penyangga tetap dikombinasikan dengan pemeriksaan
karena sifat organ dan jaringan yang terbakar pendukung sekunder. Pada jenazah yang
adalah akan membuat jaringan tersbeut mengkerut tenggelam dengan pembusukan lanjut keadaan gigi
dan menyusut dari segi volume. Hal tersebut tidak memungkinkan digunakan sebagai bahan
menyebabkan gigi sebagai penanda identifikasi prioritas identifikasi sehingga harus menggunakan
prim er m asih dapat t erjaga k eutuhann ya kombinasi pemeriksaan sekunder.
dibandingkan pada jenazah yang tenggelam. Sebagai tindak lanjut disarankan data identitas
Dengan demikian rekam gigi merupakan prioritas penduduk tidak hanya tergantung pada kartu sidik
pemeriksaan utama (prioritas 1) yang harus jari melainkan mulai untuk digalakkan kepemilikan
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan kartu identitas yang memuat data rekam gigi atau
sekunder baik medis, properti dan fotografi. bila memungkinkan data DNA.
Gambar 10. Hasil Prioritas Identifikasi Jenazah pada Korban Tenggelam dan Pesawat Terbakar.
Sebaliknya pada korban kapal yang tenggelam DAFTAR KEPUSTAKAAN
terdapat ketidakutuhan jaringan penyangga, 1. Saparwoko E. DVI in Indonesia : An overview,
semakin lama terpapar media pembusukan dalam DVI W orkshop .Bandung,25-27
padaudara dan air mempengaruhi kerusakan November 2006.
jaringan tubuh termasuk jaringan penyangga pada
gigi. Hal tersebut menyebabkan rekam gigi tidak 2. Blau S. The role of forensik anthropology in
dapat dijadikan prioritas utama proses identifikasi disaster victim identification : A Brief Overview,
(memiliki prioritas ½) karena mutlak harus dilakukan dalam DVI W orkshop .Bandung,25-27
pemeriksaan sekunder sebagai bahan identifikasi November 2006.
dengan prioritas yang sama, pemeriksaan primer 3. Haglund W, Sorg M. Forensic aphonomy, The
tidak dapat diprioritaskan. Apabila pemeriksaan post mortem fate of human remains. CRC
sekunder yang seharusnya dapat dijadikan bahan Press. US; 1996.
untuk m engidentifik asi individu dianggap
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan DNA 4. Hill T. Disaster management and identification:a
sebagai prioritas berikutnya. brief overview, dalam DVI Workshop. Bandung
,25-27 November 2006.
KESIMPULAN 5. Interpol. Disaster victim identification guide,
identifikasi jenazah. Kondisi utama jenazah yang berdasarkan pemeriksaan DNA dan
d e c o m p o s it i o n . O n l i n e [W W W ] . 2 0 0 6 .
http://www.searchdogs.org/articles/chronology
%20of%20 Death.pdf. [diakses tanggal 25
Februari 2009]
15. Pounder D. Time of death. Departement of