TINJAUAN PUSTAKA
A. IDENTIFIKASI
1. Definisi Identifikasi
Identifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai berikut
: pertama , tanda kenal diri; bukti diri; kedua, penentu atau penetapan identitas
seseorang, benda, dan sebagainya; ketiga, proses psikologi yang terjadi pada diri
seseorang arena secara tidak sadar membayangkan dirinya seperti orang lain yang
dikaguminya, lalu dia meniru tingkah laku orang yang dikaguminya itu.
merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan
identitas seseorang. Identifikasi dari tubuh yang tak dikenal, baik hidup ataupun mati,
dapat dilakukan bagi kepentingan penyidikan perkara pidana dan bagi tugas kepolisian
yang lain, misalnya pada peristiwa bencana alam, kecelakaan yang mengakibatkan
korban massal (mass disaster) atau pada peristiwa ditemukannya seseorang dengan
setiap individu untuk memiliki identitas semasa hidup ataupun setelah mati, dan untuk
memudahkan penanganan masalah hukum perdata ataupun pidana antara orang yang
2. Prinsip Identifikasi
menentukan korban
Prinsip dari proses identifikasi adalah membandinkan data antemortem dengan post-
a. Identifikasi primer, meliputi pemerikasaan sidik jari, data gigi dan deoxyrebose
b. Identifikasi sekunder, yakni data visual seperti pakaian ataupun perhiasan, data
kepemilikan seperti obat-obatan dan gigi palsu, data dokumentasi seperti kartu
identitas atau foto, dan data medis yaitu ciri tubuh, jenis kelamin, golongan darah,
dan lain-lain.
Kedudukan data identifikasi primer memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
data identifikasi sekunder. Korban dinyatakan positif teridentifikasi apabila satu atau
lebih ukuran identifikasi primer terbukti dengan atau tanpa data sekunder, atau minimal
dua data identifikasi sekunder yang cocok bila data primer tidak ada.
3. Manfaat Identifikasi
manusia mirip. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dapat dibedakan tulang
tersebut berasal dari manusia atau hewan. Untuk tulang yang tidak teridentifikasi
pemeriksaan luar, maka penentuan jenis kelamin dapat dilakukan dengan cara :
pembusukkan dan dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin. Selain itu
pemeriksaan seks kromatin dari sampel jaringan lunak atau tulang rawan pun
2) Tulang-tulang tertentu
neonatus, anak-anak, remaja dan dewasa. Pada kelompok fetus dan neonatus,
ronsenologik atau otopsi. Pada anak hingga remaja umur 20 tahun yang paling
penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya proses penyakit pada
tulang
untuk melacak identitas. Perlu diketahui bahwa ukuran tinggi badan orang yang
sudah meninggal biasanya sedikit lebih panjang sekitar 2,5 sentimeter dari pada
tinggi badan waktu hidup. Jika jenazah tidak utuh, maka penentuan tinggi
a. Dokumentasi kejadian
b. Pengenalan visual
yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif
pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan
tubuhnya, oleh lebih dari satu orang. Besar kemungkinan adanya faktor emosi
Pengumpulan data berupa nama, alamat, nomor telpon yang bisa dihubungi
2) Odontologis
melakukan perawatan gigi terhadap korban. Data tersebut harus asli dan
1) Sidik jari
Setelah data antemortem dan postmortem yang di kumpulkan oleh tim yang
identifikasi kejahatan.
Karakteristik sidik jari setiap orang adalah unik dan tidak akan
sidik jari yang sama lebih kecil dari satu dalam satu milyar.
berupa cap sidik jari menggunakan tinta dari sidik jari tersangka.
b) The bifurcation
Dalam satu sidik jari terdapat lebih dari 100 poin yang digunakan
dalam identifikasi. Tidak ada ukuran jumlah pasti poin identifikasi yang
2) Rekam gigi
ekstrim
d) Terlindung oleh otot bibir dan pipi, trauma akan mengenai otot-otot
b) Penentuan umur
double helix.
tes DNA, tapi yang sering digunakan adalah sampel darah, rambut, apusan
pipi, dan kuku. Untuk kasus forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur
atau sampel biologis lainnya yang di temukan di TKP dapat menjadi sampel
tes DNA.
lain.
di identifikasi.
1. Definisi DVI
mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat
Yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan DVI adalah polisi didukung oleh
para ahli seperti patologi forensik, odontologi forensik, ahli sidik jari, ahli DNA,
Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data ante-
mortem dan post-mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Tujuan
penerapan DVI adalah dalam rangka mencapai identifikasi yang dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum, sempurna dan paripurna dengan semaksimal mungkin sebagai
wujud dari kebutuhan dasar hak asasi manusia,dimana seorang mayat pempunyai hak
untuk dikenali.
kecelakaan bus dan pesawat, gedung yang runtuh atau terbakar, kecelakaan kapal laut
dan aksi terorisme. Selain itu juga dapat diterapkan pada bencana alam, seperti gempa
Rujukan Hukum :
1.1.2. Rincian yang harus dilakukan pada saat di TKP adalah sebagai berikut: 1
1) membuat sektor‐sektor atau zona pada TKP;
2) memberikan tanda pada setiap sektor;
3) memberikan label orange (human remains label) pada jenazah dan potongan jenazah, label
diikatkan pada bagian tubuh / ibu jari kiri jenazah;
4) memberikan label hijau (property label) pada barang‐barang pemilik yang tercecer.
5) membuat sketsa dan foto setiap sektor;
6) foto mayat dari jarak jauh, sedang dan dekat beserta label jenasahnya;
7) isi dan lengkapi pada formulir Interpol DVI PM dengan keterangan sebagai berikut :
a. pada setiap jenazah yang ditemukan, maka tentukan perkiraan umur, tanggal dan tempat
tubuh ditemukan, akan lebih baik apabila di foto pada lokasi dengan referensi koordinat
dan sektor TKP;
b. selanjutnya tentukan apakah jenazah lengkap/tidak lengkap, dapat dikenali atau tidak, atau
hanya bagian tubuh saja yang ditemukan;
c. diskripsikan keadaannya apakah rusak, terbelah, dekomposisi/membusuk, menulang,
hilang atau terlepas;
d. keterangan informasi lainnya sesuai dengan isi dari formulir Interpol DVI PM
8) masukkan jenazah dalam kantung jenazah dan atau potongan jenazah di dalam karung
plastik dan diberi label sesuai jenazah;
9) formulir Interpol DVI PM turut dimasukkan ke dalam kantong jenasah dengan sebelumnya
masukkan plastik agar terlindung dari basah dan robek;
10) masukkan barang‐barang yang terlepas dari tubuh korban ke dalam kantung plastik dan
diberi label sesuai nomor properti;
11) evakuasi jenasah dan barang kepemilikan ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah
kemudian dibuatkan berita acara penyerahan kolektif.
Data – data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan
data sekunder sebagai berikut : 8
1) Primer (sidik jari, profil gigi, DNA)
2) Sekunder (visual, fotografi, properti jenazah, antropologi, medis)
Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara positif, Badan Identifikasi DVI
Indonesia mempunyai aturan-aturan atau syarat identifikasi yang tepat, yaitu menentukan
identitas seseorang secara positif berdasarkan Identification Board DVI Indonesia adalah
didukung minimal salah satu primary identifiers positif atau didukung dengan minimal dua
secondary identifiers positif. Selain mengumpulkan data pasca kematian, pada fase ini juga
sekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah perubahan–perubahan paska kematian pada
jenazah, misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat
pembusukan.7,8
Data‐data post mortem diperoleh dari tubuh jenazah berdasarkan pemeriksaan dari
berbagai keahlian antara lain dokter ahli forensik, dokter umum, dokter gigi forensik, sidik
jari, fotografi, DNA dan ahli antropologi forensik.1
Dalam skema Gambar 9, meskipun DNA merupakan salah satu bagian dari
pemeriksaan primer namun diletakkan dalam sisi yang . Hal ini mengingat bagaimanapun
pemeriksaan DNA, baik nukleus maupun mitokondria merupakan pemeriksaan identifikasi
yang terpercaya, dalam pelaksanaannya tetap memerlukan waktu dan biaya yang relatif
mahal, meskipun bersifat sensitive. Sebaliknya pemeriksaan sekunder tetap dilakukan
sebagai tugas rutin sesuai prosedur meskipun hasil pemeriksaan primer sudah dapat
dilakukan identifikasi.7
Dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam metode dan tehnik
identifikasi yang dapat digunakan. Namun demikian Interpol menentukan,
Primary Indentifiers yang terdiri dari :
1) Fingerprints
2) Dental Records
3) DNA
serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari :
1) Medical
2) Property
3) Photography
Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem
dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers
mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers. 3,7,8
2. IDENTIFIKASI
1. Identifikasi Korban
Untuk mengidentifikasi korban bencana, diperlukan dua macam data : 8
A. Data orang hilang (misal : orang yang berada di tempat kejadian namun terdaftar sebagai
korban selamat)
B. Data dari jenazah yang ditemukan di tempat kejadian
Dalam mengidentifikasi korban, Interpol DVI Guide membentuk beberapa tim atau unit,
diantaranya : 8, 10
A. Bagian Korban Hilang (Missing Brunch), terdiri dari :
1) Unit pengumpulan data ante-mortem (Ante-mortem record unit)
2) Unit pendataan berkas ante mortem (Ante-mortem files unit)
3) Daftar korban (Victim list)
B. Pengumpulan dan klasifikasi jenazah (Victim Recovery), terdiri dari :
1) Koordinator tim pemulihan (Recovery Co-ordinatory)
2) Tim pencari (Search teams)
3) Tim dokumentasi (Photography)
4) Tim pemulihan jenazah (Body Recovery team)
5) Tim pemulihan barang-barang pribadi (Property Recovery team)
6) Tempat administrasi dan penyimpanan sementara jenazah (Morgue Station)
C. Bagian Kamar Mayat (Mortuary Branch), terdiri dari :
1) Unit keamanan (Security unit)
2) Unit transportasi jenazah (Body movement unit)
3) Unit pengumpul data post-mortem (Post-mortem record unit)
4) Unit pemeriksa jenazah (Body Examination unit), terdiri dari:
a) Unit dokumentasi (Post-mortem photography unit)
b) Unit sidik jari (Post-mortem property unit)
c) Unit barang-barang pribadi (Post-mortem property unit)
d) Unit media (Post-mortem medical unit)
e) Unit pemeriksa gigi geligi (Post-mortem dental unit)
D. Pusat Identifikasi (Identification Centre), terdiri dari :
1) Bagian administrasi berkas identifikasi (Identification centre file section)
2) Bagian khusus pusat identifikasi (Identification centre specialized section), terdiri dari:
a) Bagian penyelidikan data dokumentasi (Photography section)
b) Bagian penyelidikan sidik jari (Finger print)
c) Bagian penyelidkan barang-barang pribadi (Property section)
d) Bagian penyelidikan medis (Medical section)
e) Bagian penyelidikan gigi geligi (Dental section)
f) Bagian analisis DNA (DNA analysis)
g) Badan identifikasi (Identification board)
h) Bagian pelepasan jenazah (Body realese section)
2. Kepemilikan/Property
Termasuk metode identifikasi yang baik walaupun tubuh korban telah rusak atau hangus.
Initial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si pemberi cincin
tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban. Sedangkan dari pakaian,
dapat diperoleh model pakaian, bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu yang dapat
merupakan petunjuk siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.8,13
3. Dokumentasi : KTP, SIM, Paspor, kartu pelajar dan tanda pengenal lainnya merupakan
sarana yang dapat dipakai untuk menentukan identitas.8,13
2. Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya golongan
darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan cairan tubuh lainnya.
Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh korban, maupun bercak darah
yang berasal dari bercak yang terdapat pada pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah
si korban. Orang yang demikian termasuk golongan sekretor (penentuan golongan darah dapat
dilakukan dari seluruh cairan tubuh) 75-80% dari penduduk termasuk dalam golongan ini.
Pada mereka yang termasuk non-sekretor, penentuan golongan darah hanya dapat dilakukan
dengan pemeriksaan darahnya saja.13,14
3. Odontologi
Odontology adalah cabang kedokteran forensic yang melibatkan dokter gigi. Gigi adalah
bagian tubuh yang paling keras dan yang paling tahan terhadap trauma, pembusukan, air, dan
api. Penentuan identifikasi forensik berdasarkan pemeriksaan primer masih dapat dilakukan
dengan pemeriksaan gigi geligi yaitu pada jenazah terbakar karena gigi merupakan medium
yang tidak mudah rusak seperti fingerprint tissue dan memiliki daya tahan terhadap
dekomposisi dan panas. Gigi merupakan suatu sarana identifikasi yang dapat dipercaya,
khususnya bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih
tersimpan dengan baik. Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam
keadaan membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran. 1,15,16
Gambar 14. Gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu yang tinggi, walaupun
tubuh telah rusak, tetapi gigi masih dapat diidentifikasi.16
Gigi dapat juga dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan umur serta kebiasaan
/pekerjaan dan kadang-kadang golongan suku tertentu. Kebiasaan merokok akan
meninggalkan pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang dipangur (diratakan) menujukkan
ras/suku tertentu.13
Adapun dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita dapatkan 2 (dua)
kemungkinan: 1
a). memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau menyempitkan
identifikasi; Informasi ini dapat diperoleh antara lain mengenai umur, jenis kelamin, ras,
golongan darah, bentuk wajah dan salah satu sampel DNA. Dengan adanya informasi
mengenai perkiraan batas‐batas umur korban misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada
data‐data orang hilang yang berada di sekitar umur korban. Dengan demikian penyidikan
akan menjadi lebih terarah.1
b). mencari ciri‐ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut; Disini dicatat ciri‐ciri
yang diharapkan dapat menentukan identifikasi secara lebih akurat dari pada sekedar
mencari informasi tentang umur atau jenis kelamin. Ciri‐ciri demikian antara lain : misalnya
adanya gigi yang dibungkus logam, gigi yang ompong atau patah, lubang pada bagian depan
biasanya dapat lebih mudah dikenali oleh kenalan atau teman dekat atau keluarga korban.1
Forensik odontologis akan melakukan pemeriksaan terhadap gigi, gusi, bagian lain dari
kavitas oral, rahang/maxilla, dan komponen dari hidung pada wajah. Pemeriksaan ini meliputi
pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan manual, sinar X dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data
tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan sebagainya. 3,14,15
Gambar 15. Pemeriksaan gigi : pada gigi emas terdapat inisial korban16
Gambar 17. Proses Pemeriksaan Jenazah Terbakar : Pemeriksaan gigi yang tetap
utuh dan merupakan ciri khas masing-masing.7
4. DNA
DNA adalah materi genetik yang membawa informasi yang dapat diturunkan. Di
dalam sel manusia DNA dapat ditemukan di dalam inti sel dan di dalam mitokondria. Hampir
semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA, seperti buccal swab (usapan mulut pada
pipisebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya, walaupun lebih dipilih penggunaan darah
dalam tabung (sebanyak 2 ml) sebagai sumber DNA. Tes DNA dilakukan dengan berbagai
alasan seperti persoalan pribadi dan hukum antara lain ; tunjangan anak, perwalian anak,
adopsi, imigrasi, warisan dan masalah forensik (dalam identifikasi korban bencana).18
5. Antropologi
Ahli Antropologi forensik adalah seseorang yang ahli dalam mengidentifikasikan tulang
dan rangka manusia. Ilmu mereka mencakup tentang jenis kelamin, suku, usia, dan perkiraan
waktu kematian.18
a). Penentuan jenis kelamin pada rangka.14
Penentuan ini didasarkan pada ciri-ciri yang mudah dikenali pada tulang, seperti tulang
panggul, tengkorak, tulang panjang, tulang dada. Tulang mempunyai nilai tinggi dalam hal
penentuan jenis kelamin, yaitu tulang panggul dan baru kemudian tengkorak. Secara umum
dapat dikatakan bahwa rangka wanita mempunyai bentuk dan tekstur yang lebih halus bila
dibandingkan dengan rangka seorang pria.
Panggul : Dari pemeriksaan panggul secara tersendiri tanpa pemeriksaan lain, jenis
kelamin sudah dapat ditentukan pada sekitar 90% kasus. Indeks ischium-pubis pada wanita
15% lebih besar dari pria, ini terdapat pada lebih dari 90% wanita. Indeks tersebut diukur
dari ischium dan pubis dari titik tempat mereka bertemu pada acetabulum. Bentuk dari
“Greater schiatic notch”mempunyai nilai tinggi dalam penentuan jenis kelamin dari tulang
panggul, 75% kasus dapat ditentukan hanya dari pemeriksaan tersebut.
Gambar 20. Struktur dari pelvis a) wanita dan b) pria.19
Tengkorak : Untuk dapat menentukan jenis kelamin dari tengkorak, diperlukan penilaian
dari berbagai data ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri utama adalah
tonjolan di atas orbita (supraorbital ridges); prosesus mastoideus; palatum; serta bentuk
rongga mata dan rahang bawah. Ciri-ciri tersebut akan tampak jelas setelah usia 14-16
tahun. Menurut Krogman ketepatan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan
tengkorak dewasa adalah 90%. Luas permukaan prosesus mastoideus pada pria lebih besar
dibanding wanita. Hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada
pria.
Tulang dada : Rasio panjang dari manubrium sterni dan korpus sterni menentukan jenis
kelamin. Pada wanita manubrium sterni melebihi separuh panjang korpus sterni; dan ini
mempunyai ketepatan sekitar 80%.
Tulang panjang : Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih berat, dan
lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. Tulang paha (Os.Femur) merupakan tulang
panjang yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis kelamin. Ketepatannya pada orang
dewasa sekitar 80%. Konfigurasi, ketebalan, ukuran dan caput femoris serta bentukan dari
otot dan ligament serta perangai radiologis perlu diperhatikan.
1.3. Fase 3: Fase pengumpulan data jenazah Ante Mortem/Ante Mortem Information
Retrieval
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini
biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah.1,8
Kegiatan : 1
1. menerima keluarga korban;
2. mengumpulkan data‐data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya yang
dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya dalam bencana
tersebut;
3. mengumpulkan data‐data korban dari instansi tempat korban bekerja, RS/Puskesmas/Klinik,
dokter pribadi, dokter yang merawat, dokter‐dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari), catatan
sipil, dll;
4. data‐data Ante Mortem gigi‐geligi;
a. data‐data Ante Mortem gigi‐geligi adalah keterangan tertulis atau gambaran dalam kartu
perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang terdekat;
b. sumber data‐data Ante Mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari klinik gigi RS
Pemerintah, TNI/Polri dan Swasta; lembaga‐lembaga pendidikan
Pemerintah/TNI/Polri/Swasta; praktek pribadi dokter gigi.
5 mengambil sampel DNA pembanding;
6 apabila diantara korban ada warga Negara asing maka Data‐data Ante Mortem dapat diperoleh
melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan Negara asing
(kedutaan/konsulat);
7 memasukkan data‐data yang ada dalam formulir Interpol DVI AM;
8 mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data.
1.4. Fase 4 : Fase Analisa/Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah
temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok
maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.1,6,8
Kegiatan :1
1) mengkoordinasikan rapat‐rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit Post
Mortem dan Unit Ante Mortem;
2) mengumpulkan data‐data korban yang dikenal untuk dikirim ke Rapat Rekonsiliasi;
3) mengumpulkan data‐data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante
Mortem untuk korban yang belum dikenal;
4) membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem;
5) check and Recheck hasil Unit Pembanding Data;
6) mengumpulkan hasil identifikasi korban;
7) membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan
surat‐surat lainnya yang diperlukan;
8) publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantunmasyarakat untuk
mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat.