Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Pengertian Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah
pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan
oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis
tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam
lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi
atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Black, M. J & Hawks, J. H,
2014).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti kopi yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-
merahan dan bergumpal-gumpal. Biasanya terjadi hematemesis bila ada
perdarahan di daerah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi sendiri atau
bersama-sama dengan hematemesis (Black, M. J & Hawks, J. H, 2014).

B. Etiologi
Etiologi Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama
dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml,
baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar
kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Etiologi dari Hematemesis
melena adalah (Brunner & Suddarth, 2013):
1. Kelainan esofagus : varises, esofagitis, keganasan tumor.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum.
3. Penyakit darah: leukemia, purpura trombositopenia.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol.
C. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu aspirin,
OAINS, stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat
mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa
muskularis disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi
mukus sebagai pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel
yang akan menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal (Brunner & Suddarth, 2013).
Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan
hipertensi portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran
kolateral bypass : melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esofagus
subepitelial dan submukosal dan akan menjadi varises pada vena esofagus.
Vena-vena yang melebar dan berkeluk-keluk terutama terlatak di submukosa
esofagus distal dan lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur
mukosa diatasnya ke dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial
yang menimbulkan radang, beku darah yang melekat dan kemungkinan
ruptur, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal (Corwin, EJ, 2012)..
Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab
hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena
porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal
anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi
ini disebut varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal
(Corwin, EJ, 2012).
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena.
Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi
denojejunal) (Long, Barbara C, 2012). Dari hematemesis akan timbul muntah
darah. Muntah dapat berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari
jumlah kandungan lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah
berhubungan dengan sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin
merah terang menjadi hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti
kopi drainase yang dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun
atau merah terang diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak
dengan asam lambung. Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi
dalam lambung dan akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti
ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah memasuki
traktus intestinal (Long, Barbara C, 2012).
Pathway
Varises esofagus, ulkus peptikum, sirosis hepatis,
ca esofagus, gastritis erosif

hemorage gastrointestinal

perdarahan gastrointestinal

hematemesis melena

aspirasi ansietas anemia feses hitam

kekurangan volume cairan ansietas

nyeri

D. Pemeriksaan diagnostik atau penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah
rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan
hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis,
pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan
fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis,
pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori (Long, Barbara C, 2012).
2. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab
perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum (Long, Barbara
C, 2012).
3. Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan
atas dasar urgensinya dan keadaan kegawatan (Long, Barbara C, 2012).
4. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik (Long, Barbara C, 2012).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hematemesis melena dibagi atas (Long, Barbara C, 2012):
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital yang
paling penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan
resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus
secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti
NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil
menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan.
Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan
memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak
dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih. Pasien harus
diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit)
tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai
adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular
Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan
darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin,
APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat
kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada
penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan
pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau
oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan
somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada
prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti
anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia
atau Palmer atau Triadapafilopoulos. Selain pengobatan pada pasien
perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera
mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati
kelainan kejiwaan/psikis bila ada, dan memberikan edukasi mengenai
penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai
penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak
mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik
perendoskopik atau terapi embolisasi arteri. Terapi hemostatik
perendoskopik yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu tindakan
skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik
(LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan
adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan
etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi
listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi
dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi
metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau
kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat
dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi
ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada
perdarahan SCBA karena kelainan non varises antara lain :
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi,
stres, lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif
seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti
antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA),
penghambat pompa proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra
vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80 mg dilanjutkan
kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4
mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti lalu diganti
oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada perdarahan
non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga
menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa
terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel : 1. PPI + amoksisilin + klaritromisin
1) PPI + metronidazol + klaritromisin
2) PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1) Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3) Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah
resistensi tinggi klaritromisin).
4. Usaha meningkatkan faktor defensif
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan
faktor defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang
cukup penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau
memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan.
Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum
refrakter
Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8
jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter,
sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I
pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.
F. Komplikasi yang mungkin muncul
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah
koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan
kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan parenkim hati), syok hipovolemik (kehilangan volume darah
sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun), aspirasi
pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas),
anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari)
(Suyono, S, 2009).
G. Konsep asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Identitas pasien, meliputi : Nama, Umur (biasanya bisa usia muda
maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku
bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa
medis (Suyono, S, 2009).
1. Keluhan utama biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau
berak darah yang datang secara tiba-tiba.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang keluhan utama adalah muntah darah
atau berak darah yang datang secara tiba-tiba .
b. Riwayat kesehatan dahulu. Biasanya kx mempunyai riwayat
penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus
peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat
penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup
/ kebiasaan makan).
c. Riwayat kesehatan keluarga. Biasanya apabila salah satu anggota
keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu
terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi
anggota keluarga yang lain
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya klien
mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
b. Pola nutrisi dan metabolisme Terjadi perubahan karena adanya
keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan nafsu makan
menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang
lunak yang mudah dicerna
c. Pola aktivitas dan latihan Gangguan aktivitas atau kebutuhan
istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang dapat
menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan
otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk
pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
d. Pola eliminasi Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK
maupun BAB. Pda BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan
warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi pekat.
Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
e. Pola tidur dan istirahat Terjadi perubahan tentang gambaran
dirinya seperti badan menjadi kurus, perut membesar karena
ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f. Pola hubungan peran Dengan adanya perawatan yang lama makan
akan terjadi hambatan dalam menjalankan perannya seperti
semula.
g. Pola reproduksi seksual Akan terjadi perbahan karena
ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen, bila terjadi
pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan
impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan
pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stres Biasanya kx dengan koping stres yang
baik, maka dapat mengatasi masalahnya namun sebaliknya bagi kx
yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan
sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pola ini tidak terjadi
gangguan pada klien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Keadaan umum klien Hematomesis melena akan
terjadi ketidak seimbangan nutrisi akibat anoreksia, intoleran
terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah,
kembung.
b. Sistem respirasi Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal,
bunyi nafas tambahan hipoksia, ascites.
c. Sistem kardiovaskuler Riwayat perikarditis, penyakit jantung
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran
kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyaratan Penurunan kesadaran, perubahan mental,
bingung halusinasi, koma, bicara lambat tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi Terjadi flatus, distensi abdomen
(hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan / tak adanya
bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare
/ konstipasi.
B. Diagnosa Keperawatan (Nanda 2018).
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung
2. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan
pennyakit.
5. Intoleransi aktivitas berhubugnan dengan kelemahan
H. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tindakan Rasional
1. Resiko gangguan 1. Catat karakteristik 1. Membantu dalam
keseimbangan muntah/ drainase. membedakan distres
cairan b.d. 2. Awasi tanda tanda gaster.
perdarahan aktif vital. 2. Sebagai indikasi
dan intake tak 3. Catat respon fisiologis perkembangan
adekuat. klien terhadap kebutuhan cairan.
Tujuan: setelah perdarahan.(gelisah, 3. Mengukur
diberi perawatan pucat, berkeringat, berat/lamamya episode
selama 2 jam, takipnea, takikardia). perdarahan.
kebutuhan cairan 4. Awasi masukan dan 4. memberikan pedoman
Terpenuhi haluaran cairan. penggantian cairan.
Kriteria hasil: 5. Pertahankan tirah 5. Mengurangi tekanan
Tanda vital stabil baring dan tinggikan intra abdominal dan
Akral hangat kepala tempat tidur. mencegah refluks
Turgor baik 6. Kolaborasi: gaster.
Mukosa lembab Berikan cairan RL 20 tetes
Masukan selang NG dan
lakukan lavase dengan air
dingin tiap 6 jam
Berikan obatobatan:
Transamin 3 x 1 amp,
Vitamin K 3 x 1 amp.

2. Gangguan perfusi 1. Observasi keluhan 1. Perubahan


jaringan pusing,kesadaran. menunjukan
b.d. hipovolemia 2. Lakukan ketidakadekuatan
dan penurunan pengukuran tanda
kadar vital tiap 2 jam perfusi cerebral.
hemoglobin 3. Kaji keadaan kulit: 2. Menunjukan
Tujuan: setelah dingin, sianosis, indikasi
perawatan 1 x 24 keringat, pengisian adekuatnyan
jam perfusi kapiler. keseimbangan
jaringan adekuat. 4. Catat haluaran cairan.
Krietria hasil: urine 3. Vasokontriksi
Tanda vital stabil 5. Kolaborasi: adalah respon
Akral hangat Berikan oksigen sinpatis terhadap
GDA normal Berikan cairan IV penurunan vuloma
Haluaran urine Siapkan transfusi sirkulasi.
adekuat. 4. Penurunan perfusi
dapat
menyebabkan
gagal ginjal.

3. Cemas 1. Mengidentifikasi
1. Awasi respon
berhubungan tingakt kecemasan.
fisiologis: takipnea,
dengan perubahan 2. Mengidentifikasi
palipitasi, pusing.
status kesehatan penyimpangan
2. Catat perubahan
dan ancaman perilaku.
perilaku: gelisah,
terhadap 3. Memudahkan dalam
menolak, depresi.
perdarahan membantu
3. Dorong untuk
Tujuan: setelah memecahklan
mengungkapkan
diberi masalah.
tentang kecemasan dan
tindakan selama 2 4. meningkatkan
ketakutan.
jam, pemahaman klien.
4. Jelaskan tentang proses
klien bebas dari 5. Dapat memberikan
penyakitnya, program
kecemasan dorongan moril
pengobatan dan
Kriteria hasil: terhadap klien.
rencana tindakan.
mampu 6. Mengurangi
5. Libatkan keluarga
mengungkapkan ketegangan dan
dalam membantu
perasaan . membantu koping
perawatan.
Menunjukan klien.
6. Motivasi melakukan
rileks.
relaksasi dengan nafas
dalam.

1. Identifikasi perdarahan.
Resiko perubahan 1. Kaji karakteristik 2. Pengganti intake nutrisi
4.
nutrisi cairan NG dan cairan.
kurang dari 2. Selama puasa, 3. Pemberian bubur halus
kebutuhan pertahankan mencegah distensi
b.d. penurunan cairan Intra vena lambung.
nafsu dengan tetesan 4. Memenuhi kebutuhan
makan, mual dan 20 tetes. tubuh dan
masukan tidak 3. Apabila cairan NG meningkatkan daya
adekuat. jernih 4 x, berikan tahan tubuh.
Tujuan: setelah makanan bubur halus 5. Perlu perencanaan diet
diberi secara bertahap untuk memenuhi
perawatan 3 x 24 4. Jadwalkan diet tinggi kebutuhan nutrisi.
jam, kalori dan protein
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi Rujuk ke
terpenuhi ahli gizi.
Kriteria hasil:
BB stabil.
Menunjukan
peningkatan
nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. J & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Buku 2.


Singapore: Elsevier.

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. (2012). Buku saku patofisiologi. Jakrta: EGC.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S., (2018). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017 10th ed., Oxford: Willey Blackwell.

Long, Barbara C. (2012). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan). Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.

Moorhead, S. et al., (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th ed.,


Missouri: Elsevier Mosby.

Suyono, S. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai