Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah SCMC


Produk SCMC (sodium carboxymethyl cellulose) pertama kali dikembangkan
di Jerman pada tahun 1918, tidak begitu lama dari Perang Dunia I oleh Johsen dan
memperoleh paten pada tahun 1921. Semejak tahun 1936-1941, industri-industri
kimia yang ada mulai melakukan penelitian untuk mengembangkan proses produksi
SCMC hingga beberapa orang mematenkan hasil penemuannya. SCMC digunakan
sebagai deterjen sintetik dalam perang dunia ke II. Pada 1943 crude SCMC
diproduksi dalam skala besar secara komersial pertama kali oleh Hercules Company
di USA. Penggunaan SCMC dalam industri masih dalam kategori grade yang rendah,
sedangkan penggunaan dalam grade yang tinggi serta metode produksinya kemudian
diteliti secara intensif oleh grup peneliti dari Wyandotte Chemicals Corp (USA) yang
kemudian memproduksi refined SCMC pada tahun 1946 untuk bahan baku pangan
(Fadillah, 2017; Priatma dan Aitia, 2013; Stella, dkk., 2014)
Meskipun awalnya produk SCMC ini hanya sebagai pengganti getah-getahan,
tetapi kemudian berkembang terus penggunaannya pada produk-produk baru.
Kemampuan SCMC sebagai zat pengemulsi dan mengatur kekentalan suatu cairan
juga telah membuat industri ini tumbuh dan semakin berkembang mulai tahun 1947.
Berbagai macam perlakuan untuk memperbaiki kualitas SCMC dan optimasi proses
produksi SCMC terus bermunculan dan dipatenkan oleh berbagai penemu. Pada 26
Maret 1985 Claus-Rudiger Bernert, Hans-Gert Kirchner, Reinhard Nader
menemukan proses granulasi untuk mempermudah pemurnian SCMC. Pada 4 Juli
1985 Tetuo Kanematu mengusulkan proses pemanasan produk SCMC untuk
memunculkan ikatan silang guna meningkatkan dipersibilitasnya dalam air. Paten
cukup baru dimunculkan juga oleh Roland Adden, Meinoff Brackagen, Volkhard
Miller dan Oliver Petermann pada 6 Februari 2013 mengenai proses pretreatment
pada non regerated cellulose guna meningkatkan viskositas produk SCMC (Fadillah,
2018; Stella, dkk., 2014).
Perkembangan industri SCMC di Indonesia belum sepesat industri lainnya. Di
Indonesia sejauh ini hanya memiliki 2 industri SCMC yaitu PT. Risyad Brasali
Chemindo (PMA) yang memproduksi 6000 ton/tahun SCMC berlokasi di Cilegon-
Jawa Barat dan PT. Inti Cellulose Utama Indonesia (PMDN) yang memproduksi rata-
rata 300 ton/tahun di Kabupaten Serang- Jawa Barat, dengan kapasitas (Fadillah,
2017).

2.2 Sodium Carboximethyl Cellulose (SCMC)


SCMC (Sodium Carboximethyl Cellulose) merupakan senyawa turunan
selulosa yang polimernya terdiri dari unit molekul sellulosa. Setiap unit
anhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan beberapa atom hidrogen dari
gugus hidroksil disubstitusi oleh karboksimetil (Coniwanti, dkk., 2015). Selulosa
yang dikarboksimetilasi adalah eter polimer linier dengan gugus karboksimetilasi (-
CH2-COOH) yang terikat pada beberapa gugus OH dari monomer glukopiranosa
(Silsia, dkk., 2018). SCMC banyak digunakan diberbagai industri seperti industri
makanan, detergen, kertas, tekstil, keramik, cat, kosmetik, dan pengeboran minyak.
Saat ini, SCMC sudah diproduksi di Indonesia bahkan sudah diekspor. Akan tetapi
kebutuhan SCMC di Indonesia belum terpenuhi (Coniwanti, dkk., 2015). Struktur
dan sifat fisika-kimia sodium karboksimetil selulosa dapat dilihat pada gambar dan
tabel 2.1

Gambar 2.1 Struktur SCMC


(JEFCA, 2000)

Proses pembutan SCMC umumnya meliputi tahapan proses alkalisasi,


karboksimetilasi, netralisasi, penyaringan, pemurnian dan pengeringan. Alkalisasi
dan karboksimetilasi merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan karena proses
ini menentukan karakteristik SCMC yang dihasilkan. (Coniwanti, dkk., 2015).
Kualitas SCMC yang dihasilkan dapat dilihat dari beberaapa parameter yaitu: nilai
derajat subsitusi (DS), pH, viskositas, gugus fungsi dan kemurnian (Silsia, dkk.,
2018).

2.3 Tongkol Jagung


Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang termasuk
ke dalam tanaman biji-bijian keluarga rumput-rumputan (Graminae).
Diklasifikasikan kedalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo
Poales, famili Poaceae, dan Genus Zea. Jagung merupakan salah satu sumber pangan
dunia selain gandum dan padi. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai sumber
karbohidrat, pakan ternak, dapat diambil minyaknya, serta dapat dijadikan sebagai
bahan baku berbagai macam industri (Saniati, 2013). Jagung banyak diproduksi
Sumatera Utara. berikut adalah tabel jumlah produksi jagung di wilayah Sumatera
Utara pada 3 tahun terakhir:

Tabel 2.1 Produksi Jagung di Sumatera Utara 2014-2016


Tahun Luas panen (ha) Jumlah produksi (ton)
2014 200.603,0 1.159.795,0
2015 243.772,0 1.519.407,0
2016 252.729,2 1.557.462,0
(Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2017)

Bagian tanaman jagung kira-kira 50% merupakan limbah yang ditinggalkan


setelah panen. Persentase masing-masing limbah yaitu 50% tangkai, 20% daun, 20%
tongkol dan 10% klobot (Islamiyati dkk, 2017). Tongkol jagung merupakan salah
satu limbah pertanian yang sangat potensial, karena limbah tersebut sangat banyak
dan terbuang percuma. Selama ini masyarakat cenderung memanfaatkan limbah
tongkol jagung hanya sebagai bahan pakan ternak, bahan bakar atau terbuang
percuma (Amin dkk, 2016). Tongkol jagung terdiri dari 45% selulosa, 45%
hemiselulosa dan 15% lignin (Anindyawati, 2010).

2.4 Selulosa
Selulosa adalah polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari β-
glukosa. Selulosa termasuk polimer alam yang terdiri dari molekul D-anhidroglukosa
(C6H11O5) yang disusun dengan ikatan β (1-4-D-glikosidik) pada posisi C 1 dan C4 dan
sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Pada tanaman, selulosa
dilapisi oleh polimer yang sebagian besar terdiri dari xilan dan lignin. Xilan dapat
didegradasi oleh xilanase, akan tetapi lignin sangat sulit terdegradasi. Selulosa, lignin
dan hemiselulosa merupakan komponen penyusun tumbuhan yang berfungsi
membentuk bagian struktural dan sel tumbuhan (Nurnasari dan Nurindah, 2017;
Anindyawati, 2010).

Gambar 1. Strukstur Selulosa


(Pujiani, dkk., 2014)
Selulosa mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari
2.000-3.000 glukosa. Unsur utama yang menyusun struktur selulosa adalah karbon,
hidrogen, dan oksigen. Keberadaan selulosa sangat melimpah di bumi karena dapat
ditemukan pada setiap bagian tumbuhan seperti akar, batang dan ranting (Coniwanti,
dkk., 2015).
Penggunaan selulosa dalam skala industri sangat luas, mulai dari konstruksi
material, industri cat, industri kertas, industri tekstil, bahan baku deterjen, kosmetik,
hingga berbagai makanan. Selulosa memiliki berbagai macam sifat fungsionalnya,
seperti wetting agent, water retention, binding agent, thickener, cracking agent, film
formation, gelling agent, dan emulsifying agent (Coniwanti, dkk., 2015).

2.5 Sifat Bahan Baku dan Pendukung


2.5.1 Selulosa (C6H10O5)n
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Selulosa (C6H10O5)n
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
Tidak larut dalam air atau larutan
Berat molekul dengan DS 0,2 – 1,5
1 basa, tapi larut dalam larutan asam
adalah 178,14 - 282,18 g/mol
mineral
2 Tidak berwarna Relatif stabil terhadap panas
3 Tidak mempunyai rasa Tahan terhadap hidrolisis
4 Tidak mempunyai bau Stabil terhadap oksidasi
5 Terdekomposisi pada suhu 260–270 oC Derajat substitusi (DS) 0,2 -1,5
(Coniwanti, dkk., 2015; JEFCA, 2000)
2.5.2 Monokloroasetat (ClCH₂CO₂H)
Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Kimia Monokloroasetat (ClCH₂CO₂H)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Berat molekul : 94, 5 g/mol Larut dalam air dan pelarut organik
2 Titik didih : 190 °C Bersifat hidroskopis
Bersifat toksik, larutan 1% dapat mengiritasi
3 Titik nyala : 126 °C
kulit dan pernapasan.
4 Densitas (25°C) : 1424 kg/m3 Bersifat korosif
o
5 Tekanan uap (25 C) : 0,14 hPa Mudah terbakar
(EPA, 2009; Akzonobel, 2016)

2.5.3 Natrium Hidroksida (NaOH)


Tabel 2.4 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida (NaOH)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Bentuk padat berwarna putih Alkali kuat
2 Berat molekul : 40 g/mol Bersifat higroskopis
3 Titik leleh : 318 °C Bereaksi dengan asam
4 Titik didih : 1390 °C Mudah terdekomposisi
5 Tekanan uap (20 °C) : 3,24 mmHg Mengkorosi aluminium, metal, zink
(JSIA, 2006)

2.5.4 Akuades (H2O)


Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Akuades (H2O)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Bentuk cair tak berwarna Tidak korosif
2 Berat molekul : 18,02 g/mol pH (1% larutan/air) 7
3 Titik didih : 100 °C Tidak mudah terbakar
4 Spesifik graviti :1 Tidak bersifat toksik
5 Tekanan uap (20 °C) : 2,3 kPa Produk bersifat stabil
(Stella, dkk., 2014)

2.5.5 Isopropil Alkohol (C3H7OH)


Tabel 2.6 Sifat Fisika dan Kimia Isopropil Alkohol (C3H7OH)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Fasa cair dan tak berwarna Larut dalam dalam air danpelarut organik
2 Berat molekul : 60,1 g/mol Bersifat korosif
3 Titik leleh : 82,5°C Mudah terbakar
4 Titik didih : -88,5°C Reaktif dengan agen oksidasi
5 Tekanan uap (20 °C) : 4,4 kPa Reaktif dengan asam dan alkali
(Stella, dkk., 2014)
2.6 Sifat Produk Utama dan Produk Samping
2.6.1 Sodium Carboximethyl Cellulose (C6H7O2(OH)2OCH2COO2)
Tabel 2.7 Sifat Fisika dan Kimia Sodium Karboksimetil Selulosa (SCMC)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Berbentuk butiran (bubuk) Larut dalam air
2 Tidak berbau Tidak larut dalam pelarut organik
3 Tidak berwarna Rentang pH sebesar 6,5-8
Bereaksi dengan garam logam berat
4 Viskositas larutan 1% : 5-2000 cP
membentuk film yang tidak larut dalam air
5 Densitas bulk : 7,5 g/l Reaktif dengan agen oksidasi
(Coniwanti, dkk., 2015; Stella, dkk., 2014)

2.6.2 Sodium Glycolate (HOCH2COONa)


Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia Sodium Glycolate (HOCH2COONa)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Bentuk kristal (bubuk) Larut dalam air
2 Berwarna putih dan tidak berbau Reaktif dengan agen oksidasi
3 Titik leleh : 210 – 218 °C Produk bersifat stabil
Dapat terurai mengeluarkan asap beracun
4 Berat molekul : 98,03 g/mol
ketika dipanaskan
5 Specific gravity : 0,95 Dapat menyebabkan iritasi dikulit
(AVID, 2006; Crosschem, 2013; ScienceLab, 2013)

2.6.3 Natrium Klorida (NaCl)


Tabel 2.9 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Klorida (NaCl)
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1 Fasa padat Larut dalam air
2 Tidak berwarna dan tidak berbau pH antara 6,7 – 7,3
3 Densitas (25 °C) : 2,17 g/cm3 Bersifat higroskopis
4 Berat molekul : 58,44 g/mol Tidak mudah terbakar
Persen komposisi : Cl 60,66%, Reaktif terhadap agen oksidasi, metal dan
5
Na 39,34% asam
(Barker dan Jennifer, 2017; Panaie dan Goncalves, 2017; ScienceLab, 2013 )

2.7 Karakteristik Produk SCMC


DS merupakan faktor utama kelarutan SCMC dalam air. Viskositas dan
kemurnian SCMC juga memegang peranan penting, karena SCMC berfungsi sebagai
pengental atau pengemulsi. Kemurnian dari SCMC dipengaruhi oleh banyaknya
produk samping yang dihasilkan pada proses sintesis SCMC. Semakin sedikit produk
samping yang dihasilkan maka semakin tinggi kemurnian SCMC yang dihasilkan.
Produk samping yang dihasilkan yaitu natrium glikolat dan natrium klorida.
Kemurnian SCMC juga dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH pada sistem dan media
reaksi (Silsia, dkk., 2018) Syarat mutu Natrium Karboksimetil Selulosa (Na-CMC)
Teknis menurut menurut Dewan Standarisasi Nasional dapat dilihat pada tabel 2.10
dan 2.11.

Tabel 2.10 Syarat SCMC Teknis


Parameter Grade 1 Grade 2
DS 0,7 – 1,2 0,4 – 1
pH 1% 6–8 6 – 8,5
(Coniwanti, dkk., 2015)

Tabel 2.11 Jenis-jenis Viskositas Larutan SCMC


Jenis Viskositas SCMC (25 °C) cP
Tinggi (1% SCMC) 400 – 4500
Medium (2% SCMC) 50 – 3500
Rendah (2% SCMC) 10 – 50
(Coniwanti, dkk., 2015)

2.8 Tipe-Tipe Proses Pembuatan SCMC


Adapun tipe-tipe proses pembuatan SCMC adalah sebagai berikut:
1. German Batch Process
Proses ini merupakan proses pembuatan SCMC komersial pertama kali yang
diterapkan di Jerman pada tahun 1918. Proses ini dikembangkan oleh Kalle and Co
yang terletak di kota Wiesbaden-Biebrich. Proses ini menggunakan bahan baku
bleached sulfit pulp dan NaOH. Bleached sulfit pulp dipress dengan NaOH dengan
tujuan menghasilkan alkali selulosa. Alkali selulosa dihaluskan kemudian
direaksikan dengan natrium monokhloro asetat kering, reaksi dilakukan dalam
kneader. Hasil yang diperoleh adalah SCMC kering dan NaCl. Proses reaksi
dilakukan selama 2 jam agar menghasilkan konversi 60-70% selulosa (Lamis dan
Amalya,2015).
2. Proses yang dikembangkan oleh Wyandotte
Bahan baku yang digunakan dalam proses ini adalah bleached sulfit pulp yang
telah ditepungkan. Reaksi alkalinasi dan karboksilasi dilakukan pada reaktor yang
berputar dengan 3 zona. Reaksi alkalisasi dilakukan pada zona 1 dengan cara
menyemprotkan NaOH untuk membentuk alkali selulosa. Reaksi karboksilasi
dilakukan pada zona 2 dengan cara menyemprotkan asam monokhloro asetat
sehingga terbentuk SCMC. Reaksi karboksilasi disempurnakan di zona 3. Waktu
tinggal tiap zona di reaktor berkisar 1 jam tiap zona, sehingga total waktu tinggal di
reaktor selama 3 jam. Pencampuran disebabkan oleh efek tumbling selama bahan
berjalan di reaktor. Setelah keluar dari reaktor, produk diperam selama 8 jam untuk
menstabilkan ikatan. Produk yang diperoleh dihaluskan dan dikeringkan. Produk
yang dihasilkan adalah SCMC dengan kemurnian 68% dan kadar air 5%. Pengotor
pada produk adalah NaCl, sodium glikolat, dan sisa selulosa (Lamis dan
Amalya,2015).
3. Proses yang dikembangkan Hercules Powder Co
Proses ini dikembangkan pada tahun 1947 di Amerika Serikat. Proses ini
merupakan proses pertama SCMC dikomersialkan sebagai bahan makanan yang
aman. Proses ini mengembangkan proses dari German Batch Process pada tahap
steping dan pressing. Hasil yang didapat adalah SCMC dengan kemurnian 99%
(Priatma dan Aitia, 2013).
4. Proses yang dikembangkan Buckeye
Proses ini menggunakan bahan baku berupa cotton linter. Cotton linter ini
merupakan sumber selulosa yang dibentuk dalam bentuk continuous sheet. Sebelum
direaksikan, cotton linter sheets direndam dalam bak hidrolisis yang berisi larutan
HCl 15% pada suhu 70-80°C. Kemudian cotton linters sheets dicuci dan dikeringkan
sampai kadar air 10-25% dengan cara melewatkannya pada roll. Reaksi alkilasi
dilakukan dengan membasahkan NaOH pada lembaran pada roll tersebut. Reaksi
karboksimetilasi dilakukan dengan menambahkan asam monokhloro sasetat dan
dilanjutkan dengan ripening untuk menyempurnakan reaksi. Sisa asam pada
lembaran dinetralkan menggunakan gas CO2. Kemudian lembaran dikeringkan
kembali hingga kadar air 3%. Lembaran dihaluskan menjadi tepung dalam mill.
Proses ini diterapkan oleh perusahaan Procter & Gamble (P&G), sebuah perusahaan
multinasional Amerika Serikat (Priatma dan Aitia, 2013).
5. Proses Hoest
Proses ini merupakan proses batch yang terdiri dari 8 jam reaksi dan 8 jam
filtrasi. Reaksi berlangsung dalam reaktor vakum berpengaduk dan pendingin jaket.
Selulosa direaksikan dengan NaOH lalu ditambah isopropanol hingga terbentuk
alkali selulosa. Setelah reaksi alkanisasi selesai, kemudian reaksi dilanjutkan dengan
reaksi eterifikasi dengan asam monokhloroasetat. Kemudian filtrasi di dalam vacuum
batch filter. Setelah itu produk dicuci dengan campuran air, isopropanol, dan metanol
(Priatma dan Aitia, 2013).

2.9 Pemilihan Proses


Pada sub bab 2.8 telah dijelaskan beberapa tipe proses pembuatan SCMC yang
secara garis besar dibedakan antara dua macam konsidi operasi yaitu secara batch
dan continue yang perbedaan signifikan antara kedua proses tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.12.

Tabel 2.12 Perbedaan Proses Batch dan Continue pada Proses Pembuatan SCMC
Bahan Bahan Kapasitas
Proses Peralatan Kemurnian
baku penunjang produksi
Bleach
NaOH Peralatan berat
pulp sulfit,
Batch ClCH2COONa Kecil dan rumit, 99,5%
cotton
NaHCO3 investasi besar
linter
Bubuk Peralatan
NaOH
Continue bleach Besar sederhana, 65%
ClCH2COOH
pulp sulfit investasi kecil
(Lamis dan Amalya, 2015)

Berdasarkan pertimbangan proses diatas metode wyandotte sangat cocok dalam


proses pembuatan SCMC skala besar karena proses ini berlangsung continue dan
menghasilkan kemurnian yang telah memenuhi standar SCMC untuk keperluan
industri. Proses kontinyu memberikan keefisienan waktu karena waktu jeda antar
proses dapat dihindari, sedangkan proses batch memiliki waktu jeda untuk proses
berikutnya.
2.10 Uraian Proses
Berikut dapat dilihat diagram alir proses sintesis SCMC dengan proses continue
wyandote:
Tongkol jagung

Penggilingan I

Pengayakan 100 mesh

NaOH 17 % Ekstraksi

H2O pencuci Filtrasi I

Pengeringan I T = 45 oC, P = 1 atm

Selulosa tongkol jagung

NaOH Alkalisasi T = 45 oC, P = 1 atm

ClCH2COONa Karboksimetilasi T = 45 oC, P = 1 atm

C2H5OH 70 % Filtrasi II

C2H5OH 95 % Filtrasi III

Pengeringan II T = 45 oC, P = 1 atm

Penggilingan I

Pengayakan 100 mesh

Pengemasan produk

Proses sintesis SCMC dari selulosa tongkol jagung dilakukan melalui beberapa
tahap, yakni penghilangan lignin dari tongkol jagung, reaksi alkalisasi dan reaksi
karboksimetilasi. Mula-mula, tongkol jagung yang berukuran ± 20-30 cm diangkut
menggunakan belt conveyor, kemudian diperkecil ukurannya dengan menggunakan
jaw crusher hingga menjadi ± 30 mm. kemudian tongkol jagung dibawa ke unit
hammer mill hingga berukuran yang dapat melewati screen 100 mesh. Tongkol
jagung yang telah lolos melalui screen pada hammer mill, kemudiandibawa ke tahap
delignifikasi dengan menggunakan bucket elevator dan belt conveyor.
Larutan NaOH 17 % dipompakan dari tangki pelarut NaOH menuju tangki
delignifikasi. Proses delignifikasi menggunakan pelarut NaOH 17 % bertujuan untuk
melarutkan lignin di dalam tongkol jagung. Tangki delignifikasi dilengkapi dengan
pengaduk untuk menghomogenkan campuran di dalamnya. Perbandingan antara
tongkol jagung dengan NaOH 17 % adalah 1:10 (b/b) (Casey, 1979). Proses
delignifikasi berlangsung selama 3 jam dengan temperature 140 oC. media yang
digunakan untuk memanaskan tangki delignifikasi adalah steam yang dialirkan
melalui jaket tangki. Pada unit ini, sebanyak 90 % lignin tereduksi (Fengel dan
Wegener, 1995).
Pulp hasil delignifikasi ini kemudian diumpankan ke cooler I dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Pulp didinginkan di cooler I dan kemudian
dialirkan ke dalam rotary drum filter I dengan menggunakan pompa sentrifugal.
Media yang digunakan untuk mencuci pada unit ini adalah air proses dengan suhu
30oC. perbandingan air proses dengan bahan yang dicuci adalah 1 : 1. Produk rotary
drum filter I memiliki kandungan air 20 % (wet basis).
Setelah pulp melewati tahap filtrasi, kemudian pulp diumpankan menuju unit
pengeringan dengan menggunakan bucket elevator. Pulp dikeringkan dengan
menggunakan rotary dryer I. media pengering yang digunakan pada unit ini adalah
udara. Kandungan air yang diharapkan pada keluaran rotary dryer I adalah sebesar ±
3 % (wet basis). Padatan yang terbawa oleh udara pengering dipisahkan dengan
menggunakan cyclone I dengan bag filter I. setelah melalui tahap pengeringan,
padatan yang merupakan α-selulosa siap untuk diolah lebih lanjut pada tahapan
alkalisasi dan karboksimetilasi.
Padatan produk rotary dryer I diumpankan menggunakan screw conveyor
untuk dimasukkan ke dalam rotary reactor dengan kondisi suhu 45 oC. pada 1/2
bagian dari reaktor tersebut terjadi reaksi alkalisasi yaitu:
Selulosa-OH + NaOH  Selulosa-OH.NaOH
(Asl, et al., 2017)
Kemudian , dari 1/2 bagian terakhir dari tangki tersebut, ditambahkan sodium
monokroloasetat pada suhu 30 oC. pada kedua proses ini, pengaduk selalu berputar
secara simultan. Suhu di dalam reaktor dijaga agar berada pada suhu 45 oC dengan
menggunakan air pada jaket pendingin untuk mengoptimalkan reaksi
karboksimetilasi. Reaksi berlangsung selama 3 jam di dalam reaktor. Dalam proses
karboksimetilasi tersebut, juga terjadi reaksi samping sehingga terbentuk sodium
glikolat dan NaCl. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Reaksi utama:
Selulosa-OH.NaOH + ClCH2COONa  Selulosa-O-CH2COO- Na+ + NaCl + H2O
(Asl, et al., 2017)
Reaksi samping:
NaOH + ClCH2COONa  HO-CH2COONa + NaCl
(Asl, et al., 2017)
Setelah proses ini selesai, campuran zat output reaktor diumpankan ke cooler II
dengan menggunakan pompa sentrifugal. Produk hasil reaksi dan sisa reaktan
didinginkan pada cooler II dan kemudian diumpankan ke rotary drum filter II dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Pada proses filtrasi, digunakan cairan pencuci
berupa etanol 70 % untuk melarutkan produk samping reaksi berupa NaCl dan
sodium glikolat, sehingga diperoleh produk utama SCMC dengan kandungan
moisture 20 % (wet basis). Residu yang diperoleh kemudian diumpankan dengan
menggunakan screw conveyor ke proses pencucian kedua di tangki pelarutan NaCL.
Selanjutnya, campuran produk keluar dari tangki pelarutan NaCL diumpankan
ke rotary drum filter III dengan menggunakan pompa sentrifugal. Di rotary drum
filter III, campuran difiltrasi kembali dengan etanol 95 % dengan tujuan untuk
melarutkan sisa garam dari produk samping yang belum terlarut serta meminimalkan
kadar air dalam SCMC agar tidak terjadi swelling saat melalui proses pengeringan
berikutnya.
Setelah proses filtrasi, produk SCMC disalurkan untuk dikeringkan
menggunakan rotary dryer II hingga produk memiliki kandungan air 3 %. Didalam
system rotary dryer II, terdapat cyclone II dan bag filter II untuk memisahkan udara
panas dari produk.produk yang telah dikeringkan kemudian diumpankan ke hammer
mill II hingga berukuran yang dapat melewati screen 100 mesh untuk
menyeragamkan ukuran produk.
Kemasan yang cocok untuk produk SCMC adalah paper sack. Ukuran paper
sack yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi dan pertimbangan harga
yang paling optimal. Paper sack yang telah diisi produk SCMC kemudian disegel dan
diberi label spesifikasi produk. Kemudian dikirim ke gudang dan siap dipasarkan.
Untuk memenuhi kualitas standar, maka setiap 1 ton produk SCMC diambil
sampelnya untuk diabalisa sifat kimia dan sifat fisikanya di laboratorium. Bila
produk tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis yang dikehendaki, maka produk
tersebut tidak dipasarkan. Produk yang dipasarkan hanya yang memenuhi
persyaratan teknisnya.

Anda mungkin juga menyukai