Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI NANOSERAT SELULOSA (NSS) AMPAS TEH


SEBAGAI PENGISI PADA PRODUK BIOFOAM
4.1.1 Karakterisasi NSS dari Ampas Teh Menggunakan Transmission
Electron Microscope (TEM)
Karakterisasi NSS ampas teh menggunakan TEM dilaksanakan untuk
mengetahui bentuk dan ukuran NSS ampas teh yang dihasilkan melalui beberapa
tahapan, yaitu proses delignifikasi, hidrolisis menggunakan asam sulfat, dan
proses ultrasonikasi. Hasil karakterisasi NSS ampas teh dengan menggunakan
TEM dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:

67,53 nm

66,02 nm

59,06 nm

Gambar 4.1 Karakterisasi NSS dari Ampas Teh menggunakan TEM


Gambar 4.1 merupakan hasil analisis NSS ampas teh melalui uji TEM
dengan perbesaran pembacaan hasil uji 100.0 nm. TEM memperlihatkan
morfologi struktur mikroskopis pada bahan padatan. Sinar elektron mengiluminasi
spesimen dan menghasilkan sebuah gambar di atas layar fosfor. Pada TEM,
sampel yang disiapkan sangat tipis sehingga elektron dapat menembusnya,
mengenai lensa, dan terbaca di komputer. Hasil tembusan cahaya tersebut
kemudian di rekonstruksi menjadi gambar yang memperlihatkan partikel dari
bahan yang tersentuh oleh elektron, dimana gambar dapat difokuskan hingga
berukuran atom. Luasnya area interaksi antara elektron dan bahan menghasilkan
gambar yang lebih akurat dibandingkan dengan cahaya (Goodhew, 2011).
Proses delignifikai, bleaching, hidrolisis, dan ultrasonikasi digunakan
untuk menghasilkan ampas teh yang berukuran lebih kecil dengan rentang ukuran
59,06 nm, 66,02 nm dan 67,53 nm yang diambil dari 3 titik NSS yang tersebar.
Sehingga rata-rata ukuran NSS yang dihasilkan sebesar 64,21 nm. Pengisi ampas
teh yang dihasilkan dapat diklasifikasikan sebagai serat pengisi berukuran
nanometer.. Hal ini dikarenakan partikel yang terbaca pada TEM sudah berukuran
nanometer (1 nm setara dengan 10-9 m) dan ukurannya di atas dimensi molekuler
dan di bawah dimensi makroskopik (biasanya > 1 nm dan <100 nm) (Khalil et al,
2014).
Struktur morfologi NSS yang diperoleh dari hasil pembacaan pada
Gambar 4.1 berbentuk serat-serat (fibril) yang sebagian besar masih mengalami
tumpang tindih (overlapping) dan membentuk gumpalan (aglomerasi). Gumpalan
lebih sering terjadi pada produk yang dihidrolisis oleh 1 jenis asam (H 2SO4),
dimana jika dipakai 2 jenis asam (H 2SO4/HCl) dapat mengurangi gumpalan pada
NSS (Correˆa et al,2010) Terlihat dari struktur NSS yang kurang menyebar secara
merata dalam membentuk serat tunggal. Hal ini umum terjadi disebabkan karena
beberapa hal seperti proses hidrolisis asam yang kurang sempurna atau tanpa
disertai dengan proses electrospinning (Muhaimin et al, 2014).

4.1.2 Karakteristik Serat Ampas Teh dan Nanoserat Selulosa Ampas Teh
Menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Karakterisasi serat dan nanoserat selulosa ampas teh menggunakan FTIR
dilakukan untuk melihat gugus fungsi dan perubahan gugus fungsi dari bahan
ataupun senyawa yang digunakan. Serat awal ampas teh berukuran mesh 200 dan
nanoserat selulosa ampas teh berukuran rata-rata 64,21 nm. Pada pembahasan ini,
dilakukan pengujian FTIR dan perbandingan hasil uji antara serat ampas teh
dengan nanoserat selulosa ampas teh untuk melihat gugus fungsi yang muncul dan
hilang dari senyawa-senyawa tersebut. Karakteristik serat dan nanoserat selulosa
ampas teh dengan menggunakan FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah
ini.

Ampas Teh NSS Ampas Teh


100%
90%
80%
70%
Transmitansi (%)

60%
50%
40%
30%
20%
10%
0% 1622,50 1740 1510
3335,35 3325,47 2915,37
3980 37033426 3148
2916,36
28712594 231620391762 14841207 930 652
Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 4.2 Karakteristik Serat Ampas Teh dan Nanoserat Selulosa Ampas Teh
menggunakan FTIR
Melalui gambar 4.2 dapat dilihat keterangan analisis gugus fungsi, dimana
menurut (Baldemir et al., 2017) titik-titik gelombang dapat diartikan sebagai
adanya ikatan molekul terhadap sampel serat ampas teh dan NSS ampas teh.
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa terdapat beberapa puncak serapan (peak)
kunci yang dapat mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah
senyawa. Dilihat dari daftar diatas bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara ampas teh dengan NSS ampas teh. Terbukti bahwa terdapat renggang rantai
–OH pada pembacaan di 3335,35 cm-1 pada serat ampas teh dan 3325,47 cm-1
pada NSS ampas teh kedua sampel serat tersebut. Gelombang yang terserap pada
2916,36 cm-1 pada serat ampas teh dan 2915,37 cm-1 pada NSS ampas teh
menunjukkan adanya pengikatan rantai H-C alifatik pada dua sampel tersebut.
Pada NSS ampas teh di puncak 1622,50 cm-1 gugus C-O mengalami renggangan.
Pada puncak 1031,50 cm-1 serat ampas teh dan 1028,50 cm-1 untuk NSS ampas teh
terjadi pengikatan gugus C-O di dua sampel tersebut. Penghilangan lignin pada
sampel dengan proses delignifikasi terbukti berhasil dengan tidak adanya titik
puncak yang terbaca di 1740 cm-1 dan 1510 cm-1 (Dutta dan Ninjaran, 2019).
Dari hasil uji FTIR yang dilakukan pada NSS ampas teh dan serat ampas
teh menunjukkan puncak serapan yang diperoleh mengidentifikasi keberadaan
gugus fungsi khas dari kandungan ampas teh pada umumnya berupa unsur karbon
(C) dan hidrogen (H), yaitu 21,19% serat kasar (Krisnan, 2005) dan 23,23%
selulosa yang merupakan senyawa umum dari ampas teh (Cavdar et al, 2011).
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahan pengisi NSS ampas teh
tidak banyak mengalami perubahan kandungan senyawa setelah mengalami
pengecilan ukuran, yang ditandai dengan masih teridentifikasinya gugus senyawa
dari ampas teh berupa regang molekul OH (stretching) ampas teh dan NSS ampas
teh, H-C alifatik (stretching) ampas teh dan NSS ampas teh, regang molekul C-O
(stretching) NSS ampas teh serta regang molekul C-O (bending) ampas teh dan
NSS ampas teh.
4.2 ANALISA BIOFOAM
4.2.1 Karakterisasi Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh Menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy-dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX)
Karakterisasi biofoam menggunakan SEM dilakukan untuk melihat
struktur permukaan dari putusan produk yang dihasilkan. Pada pembahasan ini,
dilakukan pengujian SEM dan perbandingan hasil uji antara biofoam tanpa pengisi
NSS dan dengan pengisi NSS untuk melihat kualitas fisik foam yang dihasilkan.
Karakteristik morfologi dari biofoam tanpa pengisi NSS dan dengan pengisi NSS
dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.3 Karakterisasi Biofoam tanpa pengisi NSS (atas) dan Biofoam pengisi
NSS (bawah) dengan perbesaran 1500x menggunakan SEM
Melalui gambar 4.3, dilihat bahwa terdapat perbedaan pada permukaan
putusan dari biofoam yang tidak memakai pengisi NSS dan yang memakai pengisi
NSS. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa permukaan dari putusan biofoam yang
diperkuat oleh NSS memiliki permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan
biofoam yang tidak memakai pengisi NSS. Pada putusan biofoam yang tidak
memakai NSS ampas teh, matriks pati dan PVA terlihat lebih lemah, kasar, dan
lunak. Terlebih terlihat beberapa retakan dan campuran yang belum terikat dengan
sempurna. Sementara itu, pada putusan biofoam yang memakai NSS ampas teh,
biofoam terlihat lebih padat, mulus, dan kaku. Retakan dan campuran tidak
sempurna yang sebelumnya banyak terdapat pada biofoam tanpa NSS ampas teh
ssecara signifikan berkurang.
Perubahan tersebut dapat dikarenakan ukuran partikel serat selulosa ampas
teh yang lebih kecil akan menyebabkan interaksi antara nanoserat, PVA, dan pati
semakin meningkat dan menyebabkan foam yang dihasilkan semakin padat
(Wang et al., 2019). Selain terbukti memadatkan foam, aplikasi NSS pada foam
dapat memuluskan permukaan dan strukturnya (Srithongkham et al., 2012),
sehingga menurut teori yang ada, hasil SEM biofoam yang dihasilkan sudah
benar.
Dari hasil pembacaan putusan biofoam, didapat juga data kandungan dari
biofoam yang dihasilkan yang dimasukkan pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Pembacaan Uji EDX
Nomor Konsentrasi
Elemen
Atom (% berat)
C 6 65,91
O 8 27,55
K 19 2,38
Na 11 1,86
Cl 17 1,78
Mg 12 0,52
Dari tabel 4.1 di atas didapat bahwa komponen karbon merupakan
komponen yang paling besar yaitu sekitar 65,91% berat, diikuti oleh elemen
oksigen dengan persentase 27,55%. Hal ini terjadi karena pati terdiri dari amilosa
dan amilopektin dimana mengandung glukosa yang tinggi sehingga terdapat atom
karbon yang banyak. Elemen K, Na, dan Cl adalah elemen pengotor yang terdapat
pada sampel. Elemen Mg tidak banyak terbaca karena secara umum tidak
seluruhnya berikatan kepada senyawa terdapat pada foam.

4.2.2 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Kuat Tarik Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh
Gambar 4.3 memperlihatkan pengaruh persentase pengisi NSS ampas teh
dan MgS terhadap kekuatan tarik (tensile strength) dari biofoam yang dihasilkan.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


6

5
Kekuatan Tarik (MPa)

0
0% 2% 4% 6%
Persentase NSS

Gambar 4.4 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium
Stearat terhadap Kuat Tarik Biofoam
Kekuatan tarik merupakan besarnya beban maksimum yang digunakan
untuk memutuskan sampel per luas penampang awalnya (Roylance, 2008).
Dapat dilihat pada gambar 4.4 bahwa penambahan pengisi NSS terhadap
biofoam berpengaruh secara langsung terhadap kekuatan tarik biofoam. Gambar
4.4 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan dari sifat kuat tarik seiring
dengan penambahan konsentrasi NSS pada biofoam yang dihasilkan. Hal ini
dibuktikan dengan naiknya kekuatan tarik biofoam pada penambahan NSS ampas
teh dari 0,753 MPa (rata-rata NSS 0%) menjadi 4,493 MPa (rata-rata NSS 4%).
Tetapi setelah itu mengalami penurunan saat penambahan NSS ampas teh 6%
menjadi 2,986 MPa (rata-rata).
Penambahan serat pada foam menaikkan kuat tarik dari foam (Oradovic et
al, 2017) terlebih jika partikel memiliki ukuran yang kecil (Chaubey et al, 2016).
Hal ini dapat karena gerakan rantai polimer pati menjadi lebih terbatas akibat
adanya interaksi antara nanoserat selulosa dan pati. Interaksi tersebut
menyebabkan kemampuan memanjang matriks film menjadi berkurang dan kuat
tarik dari produk bertambah (Wicaksono, 2013). Sementara itu, penurunan yang
terjadi pada penambahan NSS ampas teh 6% mungkin karena penambahan NSS
menyebabkan penurunan mobilitas. Hal ini menyebabkan biofoam lebih kaku dan
rapuh, sehingga menurunkan kuat tarik (Jacob et al, 2018).
Namun, penambahan konsentrasi MgS pada biofoam menyebabkan kuat
tariknya menurun. Fenomena ini dapat terlihat pada saat jumlah MgS yang
dipakai dinaikkan pada penambahan NSS ampas teh 4% dan 6%. Penurunan ini
sesuai dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan penurunan kuat tarik dari
foam. Hal ini dikarenakan pemakaian MgS sebagai lubricant/demolding agent
menyebabkan ikatan antar partikel yang lemah (Jamar et al, 2019), sehingga
menyebabkan penurunan kuat tarik dari biofoam yang dihasilkan.. Kuat tarik dari
biofoam tertinggi (optimum) terjadi pada saat penambahan NSS 4%.
Melalui gambar 4.3 terlihat bahwa putusan dari uji tensile strength dari
biofoam yang dihasilkan dengan penambahan pengisi NSS ampas teh memiliki
permukaan dan struktur yang lebih rapi dibandingkan dengan yang tidak memakai
pengisi NSS ampas teh. Hal ini sesuai hasil yang dijelaskan sebelumnya, dimana
pemakain NSS ampas teh akan menaikkan interaksi antar matriks dan pengisi.
Sehingga biofoam semakin padat dan rapi.
4.2.3 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Pemanjangan Saat Putus Biofoam Berpengisi NSS Ampas
Teh
Gambar 4.5 adalah hasil analisis pengaruh jumlah NSS ampas teh dan
magnesium stearat terhadap pemanjangan saat putus biofoam.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


9
8
Pemanjangan saat putus (%)

7
6
5
4
3
2
1
0
0% 2% 4% 6%
Persentase NSS

Gambar 4.5 Pengaruh P NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat terhadap
Pemanjangan Saat Putus Biofoam
Pemanjangan saat putus merupakan pertambahan panjang suatu potongan
uji komponen bila diregangkan sampai putus, dinyatakan dengan persentase dari
panjang potongan uji sebelum diregangkan (Marlina et al, 2014).
Dilihat dari gambar 4.5, penambahan nanoserat selulosa diikuti oleh
penurunan sifat pemanjangan putusnya. Fenomena terbukti dengan penambahan
NSS ampas teh menyebabkan pemanjangan saat putus mengalami penurunan dari
7,001 MPa (rata-rata NSS 0%) menjadi 1,997 MPa (rata-rata NSS 4%). Tetapi
saat pengisi NSS ampas teh ditambah, pemanjangan saat putus mengalami
kenaikan menjadi 2,432 MPa (rata-rata NSS 6%).
Penurunan daripada pemanjangan saat putus biofoam terjadi karena
gerakan rantai polimer pati menjadi lebih terbatas akibat adanya interaksi antara
nanoserat selulosa dan pati. Hal ini menyebabkan kemampuan memanjang
matriks film menjadi berkurang (Müller et al, 2009). Namun, penambahan NSS
berlanjut akan menyebabkan mobilitas molekul menjadi terbatas, sehingga
biofoam yang dihasilkan lebih padat dan kaku (Jacob et al, 2018).
Menurut gambar diatas, penambahan MgS menurunkan perpanjangan dari
biofoam yang dihasilkan. Penurunan tersebut dibuktikan dengan adanya
kecernderungan pemanjangan saat putus biofoam untuk turun pada setiap titik
penambahan NSS ampas teh, misalnya pada penambahan NSS 6% terjadi
penurunan pemanjangan saat putus dari 3,04% menjadi 1,84%. Hal ini
dikarenakan penambahan MgS akan mengurangi ikatan antar partikel sehingga
mengurangi fleksibilitas dari sebuah bahan (Jamar et al, 2019).

4.2.4 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Densitas Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh
Gambar 4.6 adalah hasil analisis jumlah NSS ampas teh dan magnesium
stearat terhadap densitas biofoam.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


1
0.9
0.8
Densitas (g/cm3)

0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0% 2% 4% 6%
Persentase NSS

Gambar 4.6 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium
Stearat terhadap Densitas Biofoam
Kepadatan busa polimer padat biasanya berkisar dari 0,016 g/cm 3 hingga
0,960 g/cm3, sesuai dengan persyaratan berbagai aplikasi. Busa dengan kepadatan
tinggi biasanya memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan digunakan sebagai
komponen struktural ringan pada furnitur, bahan konstruksi, dan transportasi.
Busa dengan kepadatan sedang dan rendah sebagian besar digunakan dalam
industri pengemasan (Obradovic et al, 2017).
Dapat dilihat dari gambar 4.6 bahwa penambahan persentase pengisi NSS
ampas teh mengingkatkan densitas dari biofoam. Kenaikan ini dibuktikan dengan
densitas rata-rata yang awalnya 0,746 g/cm3 (pada NSS ampas teh 0%) menjadi
0,892 g/cm3 (pada NSS ampas teh 6%). Kenaikan ini terjadi karena penambahan
serat dapat menyebabkan biofoam menyerap sebagian besar air pada adonan
sehingga menghambat kemampuan ekaspasi dan menaikkan kerapatan (Iriani,
2016), kenaikan densitas ini juga didukung oleh partikel serat yang berukuran
nanometer (Chaubey et al, 2016).
Penambahan MgS juga meningkatkan kerapatan dari biofoam yang
dihasilkan. Peningkatan ini dapat dibuktikan dengan adanya kecenderungan
densitas biofoam untuk naik di setiap titik NSS ampas teh, misalnya pada NSS 6%
terjadi kenaikan densitas dari 0,82 g/cm3 menjadi 0,94 g/cm3. Peningkatan ini
dapat dikarenakan magnesium stearat cenderung meningkatkan densitas dari
produk komposit/biofoam karena (Hendrawati et al, 2014).
4.2.5 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Kadar Air Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh
Gambar 4.7 adalah hasil analisis jumlah NSS ampas teh dan magnesium
stearat terhadap kemampuan kadar air biofoam.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


16
14
12
Kadar Air (%)

10
8
6
4
2
0
0% 2% 4% 6%
Persentase NS

Gambar 4.7 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium
Stearat terhadap Kadar Air Biofoam
Terlihat bahwa kadar air pada foam yang dihasilkan mengalami penurunan
seiring dengan penambahan jumlah NSS ampas teh, dimana kadar air rata-rata
dari foam tanpa pengisi NSS ampas teh sebesar 11,13% lalu menurun menjadi
4,19% pada NSS ampas teh 2%, 2,37% pada NSS ampas teh 4%, dan 1,29% pada
NSS ampas teh 6%.
Menurut penelitian terdahulu oleh (Kaisangsari, 2012), penambahan serat
selulosa ke dalam campuran adonan foam akan menambah kemampuan foam
tersebut untuk menolak air masuk ke dalam adonan, sehingga hasil foam akhir
memiliki kadar air yang rendah.
Faktor lain yang mempengaruhi penurunan dari kadar air biofoam adalah
penambahan MgS. Hal ini dilihat dari penurunan yang konstan pada setiap titik.
Contohnya dapat dilihat pada NSS 6%, dimana kadar air foam pada penambahan
MgS 2%, 4%, 6% secara berurutan adalah 1,48%; 1,25%; dan 1,21%. Penurunan
kadar air ini dapat terjadi karena MgS akan membentuk lapisan hidrofobik di
sekeliling foam yang menolak partikel air masuk ke dalam biofoam (Hendrawati,
2015).

4.2.6 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Penyerapan Air Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh
Gambar 4.8 adalah hasil analisis jumlah NSS ampas teh dan magnesium
stearat terhadap kemampuan penyerapan air biofoam.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


70
60
Penyerapan Air (%)

50
40
30
20
10
0
0% 2% 4% 6%
Persentase NSS

Gambar 4.8 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium
Stearat terhadap Penyerapan Air Biofoam
Pada umumnya, foam berbahan dasar pati sangat rentan terhadap air
(Etikaningrum et al, 2016) dibandingkan dengan foam komersil yang biasanya
berkisar 0,3-0,7% (Dow Chemical, 2019), tetapi penambahan MgS dan NSS dapat
meningkatkan ketahanan biofoam terhadap air, maka mengurangi kemampuan
penyerapan air. Pengurangan penyerapan air foam dapat dilihat dari gambar
diatas, dimana penambahan NSS ampas teh menurunkan kemampuan penyerapan
air secara konstan. Rata-rata penyerapan air sebelum dimasukkan NSS ampas teh
adalah 49,29%, sementara setelah dimasukkan NSS ampas teh 2%, 4%, dan 6%
secara berurutan adalah 34,93%; 38,09%, dan 26,53%.
Kecenderungan ini dapat dikarenakan struktur mikro/nano-fibril yang
terdapat di dalam foam akan semakin rapat dengan penambahan NSS ampas teh
dan menghambat air untuk masuk ke dalam foam (Iriani, 2013).
Seperti penambahan NSS ampas teh, penambahan MgS mengurangi
kemampuan penyerapan air dari biofoam, misalnya pada NSS ampas teh 6% pada
penambahan MgS 2%, 4%, dan 6%, penyerapan air dari foam secara berurutan
adalah 37,24%; 25,17%; dan 17,37%. Penurunan ini terjadi karena MgS
cenderung akan membentuk lapisan film hidrofobik yang tipis di sekeliling foam
yang mengurangi jumlah partikel air yang dapat masuk ke dalam foam
(Hendrawati et al, 2015).

4.2.7 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium Stearat
terhadap Degradabilitas Biofoam Berpengisi NSS Ampas Teh
Gambar 4.4 adalah hasil analisis jumlah NSS ampas teh dan Magnesium
Stearat terhadap kemampuan degradabilitas biofoam.

MgS 2% MgS 4% MgS 6%


45
40
35
Degradabilitas (%)

30
25
20
15
10
5
0
0% 2% 4% 6%
Persentase NSS

Gambar 4.9 Pengaruh Persentase Pengisi NSS Ampas Teh dan Magnesium
Stearat terhadap Degradabilitas Biofoam
Proses penguraian bahan organik dengan dengan molekul EM4
berlangsung secara fementasi baik dalam keadaan aerob maupun anaerob.
Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi biodegradable foam yang mengandung pati
dengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya melaui
enzim yang dihasilkan dari bakteri tersebut (Hendrawati, 2015). Waktu
pemendaman yang diamati adalah selama 28 hari.
Hubungan penambahan pengisi NSS ampas teh terhadap degradasi dari
biofoam dapat dilihat pada gambar 4.9. Penambahan persentase NSS ampas teh
pada biofoam mengakibatkan kenaikan pada kemampuan degradasinya, sehingga
semakin banyak foam yang terdegradasi. Kenaikan ini dibuktikan dengan rata-rata
degradabilitas foam yang belum dimasukkan sebesar 24,49%; dan naik terus pada
saat ditambahkan NSS ampas teh 2%, 4%, dan 6% menjadi 29,73%; 32,58%; dan
34,08%.
Kenaikan tersebut terjadi karena penambahan nanoserat selulosa ampas teh
akan memperbesar pori-pori pada biofoam, sehingga mikroorganisme dapat lebih
mudah mengurai biofoam (Obradovic et al, 2017).
Sementara itu, penambahan magnesium stearat terhadap biofoam
menyebabkan tingkat degradasi dan jumlah foam yang terdegradasi semakin
rendah. Penurunan ini dibuktikan dengan berkurangnya foam yang berpengisi
NSS 6% pada saat penambahan MgS 2%, 4%, dan 6%, dimana degradabilitasnya
masing-masing sebesar 38,54%; 34;23%; dan 29;49%. Kejadian ini dapat terjadi
karena sifat magnesium stearat yang hidrofobik, dimana semakin banyak
magnesium stearat yang dimasukkan ke dalam foam, maka air yang terserap oleh
foam akan semakin sedikit. Karena itulah foam akan lebih lama terdegradasi
akibat terhambatnya metabolisme mikroorganisme pengurai yang membutuhkan
air (Ghazali et al., 2005).

Anda mungkin juga menyukai