Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK 3

“Analisis Morfologi dan Spektroskopi Infra Merah Serat Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
Hasil Proses Alkalisasi Sebagai Penguat Komposit Absorbsi Suara”

Senin, 13 April 2020

Disusun Oleh :

Maulidatul Fajriyah

2282170036

Dosen Pengampu:

Dr. Lusiana Dewi Assaat, S.Pd., M.Si.

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
A. Tujuan percobaan
1. Untuk mengetahui pengaruh alkalisasi terhadap morfologi dan hasil FTIR dari serat
bambu betung (Dendrocalamus asper)
2. Mengetahui fungsi proses alkalisasi pada serat bamboo betung (Dendrocalamus
asper)
3. Untuk mengetahui hasil dari Scanning Electron Microscopy (SEM) terhadap serat
bambu betung (Dendrocalamus asper)

B. Dasar teori
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk
mengidentifikasikan senyawa yang baik alam maupun buatan. Bila sinar inframerah
melalui cuplikan senyawa organic, maka sejumlah frekuensi akan diserap sedangkan
frekuensi yang ditemukan atau ditransmisikan tanpa diserap. Gambaran antara persen
absorbs atau persen transmisi lawan frekuensi akan menghasilkan spectrum inframerah.
Transisi yang terjadi didalam serapan inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan
vibrasi dalam molekul. Daerah radiasi spektroskopi inframerah berkisar pada bilangan
gelombang 1280-10-1 atau pada panjang gelombang 0,78 – 1000 nm. Dilihat dari segi
aplikasi dan instrumentasi Spektrofotometri inframerah dibagi dalam tiga jenis radiasi
yaitu inframerah dekat, inframerah pertengahan, dan inframerah jauh. Sinar inframerah
(infra red = IR) mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan UV-
Vis, sehingga energinya lebih rendah dengan bilangan gelombang antara 600-4000 cm-1
atau sekitar (1,7 x 10-3 cm) sampai dengan (2,5 x 10-4 cm). sinar inframerah hanya dapat
menyebabkan vibrasi (getaran) pada ikatan baik barupa rentangan maupun berupa
bengkokan. Energy vibrasi untuk molekul adalah spesifik. Namun pada prakteknya
spektrofotometri IR lebih diperuntukkan untuk menentukan adanya gugus-gugus
fungsional utama dalam suatu sampel yang diperoleh berdasarkan bilangan yang
dibutuhkan untuk vibrasi tersebut (Sitorus, 2009)
Absorbs radiasi inframerah yaitu inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen
mengalami getaran atau isolasi, dengan cara serupa pegas. Bila molekul meresap radiasi
inframerah, energy yang akan diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitude getaran
atom-atom Yng yang terikat itu. Jadi molekul itu berada dalam keadaan vibrasi
tereksitasi. Energy yang terserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu
kembali ke keadaan dasar (Fessenden, 1983)
Komponen dasar spektroskopi inframerah sama dengan UV tampak, tetapi sumber,
detector, dan kemampuan optiknya sedikit berbeda. Mula-mula sinar inframerah
dilewatkan melalui sampel dan larutan pembandin. Kemudian dilewatkan pada
monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan. Berkas ini kemudian di
dispersikan melalui prisma atau grafiting. Dengan melewatkannya melalui shit, sinar
tersebut dapat difokuskan pada dektektor. Alat IR umumnya dapat merekam sendiri
absorbsinya secara tepat. Temperature dan kelembapan ruang harus dikontrol. Perubahan
suhu akan berpengaruh pada ketepatan dan kalibrasi panjang gelombang (Khopkar, 1990)

C. Alat dan bahan


Alat
 Mesin pencacah organik
 Saringan mesh
 Oven
 alat SEM –EDAX FEI Type inspect s-50
 Instrumen FT-IR (Nicolet iS 10 FT-IR Spectrometer)

Bahan
 Serat Bambu betung (Dendrocalamus asper)
 Air bersih
 NaOH 2%

D. Prosedur kerja
a. Preparasi sampel
 Serat bambu betung dibersihkan dari pengotor dengan menggunakanair bersih
 Lalu dikeringkan
 Setelah bersih dan kering, serat bambu betung (Dendrocalamus asper) diperhalus
dengan mesin pencacah organik
 Serat yang sudah dicacah kemudian serat di-meshing untuk mendapatkan ukuran
yang homogen pada rentang 280-900 mikron
 Selanjutnya serat mengalami proses alkalisasi dengan menggunakan larutan
NaOH 2% pada 70 selama 3 jam
 Lalu serat dibersihkan
 Terakhir, serat dikeringkan pada oven pada temperatur 105 selama 1 jam

b. Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)


 Serat bambu betung diidentifikasi berupa atom atau molekulnya
 Kemudian sampel dikenai sinar inframerah
 Kemudian secara berturut-turut melewati chopper
 Setelah melalui prisma atau grating, berkas akan jatuh pada detektor dan diubah
menjadi sinyal listrik yang kemudian direkam oleh rekorder
 Selanjutnya diperlukan amplifier bila sinyal yang dihasilkan sangat lemah

c. Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)


 pistol elektron akan memproduksi sinar elektron, kemudian elektron tadi
dipercepat oleh anoda
 setelah itu lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel
 elektron telah fokus tadi memindai keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh
koil pemindai
 ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan
 mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke
monitor (CRT)

E. Hasil pengamatan

F. Pembahasan
a. Hasil Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Serat Bambu betung
(Dendrocalamus asper)
Tabel 1 menunjukkan hasil uji FTIR serat bambu betung (Dendrocalamus asper)
tanpa perlakuan. Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa serat bambu tanpa
perlakuan terdapat ikatan O-H stretching pada puncak gelombang 3329.31 cm-1 , C-
H Stretching pada 2884.48 cm-1 , C=C cincin aromatik pada puncak gelombang
1590.23 cm-1, CH2 deformasi pada 1420 cm-1, dan C-O stretching pada 1025.84 cm-
1 . Lignin ditunjukkan oleh adanya peak pada rentang 1500- 1600cm-1 dengan gugus
aromatik C=C. Dapat dilihat pada rentang rentang 1500-1600 cm-1, masih terdapat
peak dengan intensitas yang kecil. Hal ini mengindikasikan masih terdapat sisa lignin
yang berada di dalam serat bambu.

b. Hasil Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)


Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) bertujuan untuk mengetahui
dan menganalisis morfologi dari Serat bambu betung (Dendrocalamus asper). Pada
pengujian SEM ini Serat bambu betung (Dendrocalamus asper) dilapisi dengan
coating AuPd. Setelah itu spesimen di masukkan ke dalam alat uji SEM dan diambil
data gambar. Gambar 5 menunjukkan hasil SEM serat bambu betung (Dendrocalamus
asper) yang telah dialkalisasi dengan NaOH 2%. Terlihat permukaan yang lebih
bersih dan permukaan serat bambu betung (Dendrocalamus asper) lebih halus. Hal ini
karena pada proses alkalisasi, lignin pada permukaan menghilang karena interaksinya
dengan sodium sehingga permukaan menjadi lebih halus (Zhou, 2013). Hal ini
menyebabkan diameter serat berkurang menjadi sekitar 5-17 µm. Pada Gambar 6,
hasil SEM serat bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan perbesaran 1000x,
terlihat bahwa permukaan serat bambu lebih halus, dan ukuran serat lebih kecil. Dan
pada permukaan serat masih terdapat sisa lignin yang terlihat berwarna lebih terang.
Hal ini menunjukkan bahwa pada hasil uji FTIR yang mengatakan bahwa masih
terdapat lignin, dapat dibuktikan pada hasil SEM serat bambu betung
(Dendrocalamus asper) tersebut. Pada dunia industri seperti proses hidrolisis
enzimatik pada lignoselulosa dan industri pulp, lignin merupakan komponen yang
tidak diinginkan dalam proses dan secara umum biasanya dihilangkan secara kimia
(Rount,dkk., 2001). Adapun cara menghilangkannya dapat menggunakan proses
alkalisasi dengan melibatkan NaOH sebagai bahan pelarut lignin.

G. Kesimpulan
1. Hasil FTIR menunjukkan bahwa pada serat bambu betung (Dendrocalamus asper)
masih terdapat sisa lignin yang terkandung didalamnya, ditunjukkan pada gugus
fungsi cincin aromatik C=C pada puncak gelombang 1590.23 cm-1. Untuk
menghilangkan lignin lebih maksimal, dapat dilakukan proses bleaching.
2. Untuk menghilangkan kadar lignin yang terdapat pada serat bambu betung
3. Berdasarkan dari hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat diketahui
permukaan serat yang lebih kecil dikarenakan kadar lignin yang berkurang dan
permukaan serat terlihat lebih halus.

H. Daftar pustaka

Fessenden, R. . (1983). Kimia Organik. Erlangga.


Khopkar, S. . (1990). konsep kimia dasar kimia analitik. Universitas Indonesia.
Sitorus, M. (2009). Spektroskopi Elusidasi Struktur molekul Organik. Graha Ilmu.
Zhou, X. (2013). Effect of Maleic Anhydride -g- Polypropylene (MAPP) on the Physico-
Mechanical properties and Rheological Behavior of Bamboo-Polypropylene
Foamed Composites. Fujian Agriculture and Forestry University.

Anda mungkin juga menyukai