Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM SPEKTROMETRI

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Oleh
Nama : Ahmad Rofiki
NIM : 191810301023
Kelas/Kelompok : A/4
Nama Asisten : Dinda Intan Saputri

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2021
I. Tujuan
Tujuan dilaksanakan praktikum percobaan kali ini adalah mahasiswa
mampu menentukan konsentrasi dari asam askorbat dalam sampel dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UltraViolet.

II. Tinjauan Pustaka


2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yaitu berwujud cair, tidak
berwarna dan tidak berbau. Akuades memiliki pH sama dengan 7. Akuades
memiliki titik beku 0oC dan titik didih 100oC. Suhu kritis akuades adalah 374,1oC
dan tekanan kritisnya adalah 218,3 atm. Akuades memiliki massa molekul 18
gram/mol. Akuades adalah senyawa yang tidak berbahaya pada kondisi normal
(LabChem, 2021).
2.1.2 Asam Askorbat (C6H8O6)
Asam askorbat merupakan sneyawa kimia yang memiliki rumus molekul
C6H8O6. Sifat fisik dari asam askorbat yaitu berupa padatan, berwarna putih
kekuningan dan tidak berbau. Titik didih dari asam askorbat yaitu 552,7°C dan
titik lelehnya  yaitu sebesar 190°C. Asam askorbat memiliki berat jenis sebesar
11,65 g/cm3 dan berat molekul sebesar 176,13 g/mol. Beberapa sifat kimia dari
asam askorbat yaitu larut dalam air dengan kelarutan 33/100 mL dan etanol
dengan kelarutan 28/100 mL. Asam askorbat merupakan senyawa yang tidak
terlalu berbahaya sehingga jika terjadi kontak dengan tubuh dapat dibilas dengan
air mengalir selama ±15 menit (Labchem, 2021).

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode yang digunakan untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan  kemampuan senyawa tersebut
mengabsorpsi berkas sinar atau cahaya.  Spektrofotomeri ini hanya terjadi ketika
perpindahan electron dari tingkat energy yang rendah menuju ke tingkat energy
yang lebih tinggi. Perpindahan electron ini tidak diikuti dengan perubahan arah
spin. Spektrofotometri merupakan alat yang terdiri dari spektrofotometer dan
fotometer.  Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu sedangkan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi (Day dan Underwood, 2002).
Prinsip kerja dari spektrofotometri yaitu suatu daerah akan diabsorbsi oleh
atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang diabsorpsi sehingga dapat
menunjukkan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum absorpsi dalam daerah
ultraungu dan sinar tampak terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi yang
lebar. Molekul-molekulnya dapat menyerap radiasi dalam daerah  sinar tampak. 
Hal tersebut yang menyebabkan spektrum absorpsi mengandung elektron yang
dapat digunakan atau tidak sehingga dapat  dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Panjang gelombang ketika  absorpsi terjadi tergantung pada keeratan elektron
yang terikat di dalam molekul titik elektron dalam 1 ikatan kovalen tunggal sangat
berdekatan erat dan radiasi dengan energi tinggi atau panjang gelombangnya
pendek sehingga diperlukan eksitasi. Spektrofotometri ini memiliki beberapa
keuntungan yaitu memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas yang
sangat kecil.  Hasil yang diperoleh juga cukup akurat dimana angka yang terbaca
akan langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka baik maupun
digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Basset, 1994).
2.2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengkur sumber
cahaya yang diteruskan dan absorban atau cahaya yang diserap. Spektrofotometri
dibagi menjadi 4 yaitu spektrofotometri UV, sinar tampak atau visible, infra
merah, dan serapan alom. Spektrofotometri visible disebut sinar tampak yaitu
sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Sumber cahaya mempunyai panjang
gelombang berkisar antara 400-800 nm serta memiliki energi 149-299 kj/mol.
Spektrofotometer yang digunakan sebagai sumber cahaya adalah cahaya tampak. 
cahaya tampak termasuk sebagai spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap
oleh  mata manusia. Sumber cahaya yang digunakan sebagai Sinar tampak adalah
lampu tungsten. Sampel yang akan dianalisis itu akan menggunakan metode 
spektrofotometri harus memiliki warna. Hal tersebut dikarenakan metode
spektrofotometri tidak dapat diidentifikasi  jika sampel dalam keadaan tidak
berwarna. Hal tersebut maka sampel perlu dilakukan reaksi dengan reagen
spesifik agar sampel menghasilkan warna (Wiryawan, 2008). 
Spektrofotometer  terdiri dari sumber  cahaya,  monokromator, sel sampel,
detektor, dan red out. Sumber cahaya  yang digunakan pada metode ini yaitu sinar
polikromatis dengan berbagai panjang gelombang tertentu. Monokromator
berfungsi sebagai  penyeleksi panjang gelombang sehingga dapat mengubah
cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel.  Proses
ini penggunaannya menggunakan kuvet. Detektor berfungsi sebagai menangkap
cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Red 
out merupakan Suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang
berasal dari detector (Yahya, 2013).
2.2.3 Spektrofotometri UltraViolet
Spektrofotometri merupakan metode analisis kimia yang digunakan untuk
menentukan komposisi suatu sampel baik secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Analisis dengan spektrofotometri didasarkan pada interaksi materi dengan cahaya.
Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya UV (200-380nm), cahaya tampak
(380-700nm), dan inframerah (700-3000nm). Materi yang dianalisa dengan
metode spektrofotometri dapat berupa atom atau molekul namun yang lebih
berperan adalah elektron valensi (Basset, 1994).
Pernyataan dari Day dan Underwood (2002) dimana energi yang dimiliki
cahaya mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit
atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi. Cahaya
merupakan radiasi elektromagnetik yang terdiri dari gelombang, kecepatan
cahaya, panjang gelombang, dan frekuensi. Persamaan matematis radiasi
elektromagnetik yaitu
c = v ×  λ (2.1)
dimana c = kecepatan cahaya (m/s)
v = frekuensi dalam gelombang per detik (Hz)
λ = panjang gelombang (m)
Panjang gelombang pada suatu sinar tampak berbeda-beda tergantung pada
warna yang diserap dan warna yang dilihat oleh mata manusia. Perbedaan panjang
gelombang digunakan pada spektrofotometer untuk mengukur absorbansi sampel.
(Gandjar dan Rohman, 2007). Range panjang gelombang setiap warna yang
ditampilkan oleh mata manusia menurut (Gandjar dan Rohman, 2007) yaitu :
Tabel 2.1 Range Panjang Gelombang Sinar Tampak
Panjang Gelombang
Warna Serapan Warna Komplementer
(nm)
400-435 Ungu Hijau kekuningan
450-480 Biru Kuning
480-490 Biru kehijauan Jingga
490-500 Hijau kebiruan Merah
500-560 Hijau Merah anggur
Hijau
560-580 Ungu
kekuningan
580-595 Kuning Biru
595-610 Jingga Biru kekuningan
610-750 Merah Hijau kebiruan
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Proses absorbsi cahaya pada spektrofotometri terjadi saat cahaya dengan
panjang gelombang tertentu dipancarkan pada suatu zat. Elektrom pada atom
tersebut akan berpindah, berotasi atau bergetar dikarenakan adanya energi.
Elektrom akan berpindah menuju keadaan tereksitasi ketika menyerap energi dari
sinar tampak dan ultraviolet. Atom berputar jika menyerap energi sinar inframerah
dan akan bergetar jika menyerap panjang gelombang yang lebih rendah misalnya
gelombang radio (Khopkar, 1999).
2.2.4 Hukum Lambert-Beer
Pengukuran absorbansi dengan metode spektofotometri didasarkan pada
hukum Lambert-Beer. Lambert menyatakan hubungan antara ketebalan medium
penyerapan dengan besarnya energi cahaya yang diserap. Persamaan matematis
dari hukum Lambert yaitu
log I0/It = kb (2.2)
Beer menyatakan hubungan antara konsentrasi dari sampel dengan besarnya
energi yang diserap. Hukum Beer secara mmatematis dituliskan sebagai berikut :
log I0/It = kc (2.3)
Kedua hukum tersebut jika disubstitusi akan didapat hukum Lambert-Beer.
Persamaan Lamber-Beer secara matematis yaitu :
log I0/It = kbc (2.4)
Dimana log I0/It = absorbansi
It = sinar yang diteruskan
I0 = sinar yang datang
k = konstanta
b = ketebalan medium
c = konsentrasi
Persamaan ini yang digunakan untuk menentukan konsentrasi kadar zat dalam
sampel (Day dan Underwood, 2002).
2.2.5 Kromofor dan Auksokrom
Kromofor merupakan bagian dari suatu molekul yang berperan sebagai 
pengabsorbsi di daerah sinar UV dan sinar tampak. Kromofor berupa gugus fungsi
yang terpisah dengan gugus lain dan menampakkan karakteristik spektrum
absorbsi pada panjang gelombang ultraviolet hingga tampak. Berikut merupakan
beberapa jenis kromofor sederhana
1. Gugus ikatan ganda antara dua atom yang tidak memiliki pasangan elektron
bebas, contohnya yaitu ikatan rangkap C=C
2. Gugus ikatan ganda antara 2 atom yang memiliki pasangan elektron bebas,
contohnya yaitu pada gugus karbonil C=O
3. Gugus cincin benzena
Suatu molekul dapat disusun oleh beberapa kromofor. Kromofor dapat dipisahkan
dengan dua atom karbon jenuh dan tidak akan terjadi konjugasi antar gugus
kromofor (Roth dan Blaschke, 1985).
Auksokrom merupakan sebuah gugus dalam molekul yang dapat merubah
kemampuan absorbsi kromofor. Auksokrom merupakan gugus fungsi dengan satu
atau lebih pasangan elektron bebas. Gugus auksokrom jika berikatan dengan
gugus kromofor akan meningkatkan daya absorbsi dan daerah panjang gelombang
kromofor. Gugus auksokrom tidak dapat menghasilkan warna, namun jika berada
dalam satu molekul dengan gugus kromofor dapat meningkatkan warna kromogen
(Roth dan Blaschke, 1985).
III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Spektrofotometer UV
- Kuvet yang sesuai
- Volumetrik flask
- Beaker glass
- Volumetrik pipet
- Gelas ukur
3.1.2 Bahan
- Asam askorbat 500 ppm
- Aquades bebas CO2
3.2 Diagram Alir
3.2.1 Scanning Panjang Gelombang dan Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan Asam Askorbat
- dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL serta sampel yang akan dianalisis (buat
sebanyak 3 ulangan) ke dalam labu ukur 50 mL.
- dimasukkan 25 ml aquades ke dalam labu ukur 50 mL sebagai blank
- diencerkan setiap larutan menjadi 50 mL sehingga larutan standar
mempunyai konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm.
- dicari panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum dengan
mengukur absorbans larutan standar 30 ppm pada daerah 200-450 nm
dengan interval 10 nm
- diulangi pengukuran disekitar daerah serapan maksimum dengan
memperkecil interval pengukuran menjadi 2 nm
- diwujudkan data yang dihasilkan dalam bentuk grafik (panjang gelombang
vs absorbans)
- dibuat kurva kalibrasi dengan mengukur absorbans dari larutan standar
(10-50 ppm)
Hasil

3.2.2 Penentuan Asam Askorbat dalam Jeruk


Air Jeruk
- dikocok dan disentrifus selama 10 menit
- diambil 4 mL dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL
- diencerkan dengan aquades bebas CO2 sampai tanda batas
- diukur absorbans larutan pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh pada langkah A.
- dihitung kadar asam askorbat dalam jeruk
Hasil
IV. Hasil dan Pembahasan
IV.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar
Konsentrasi (ppm) Panjang gelombang (nm) Absorbansi
10 264 0,438
20 264 0,539
30 264 0,623
40 264 0,712
50 264 0,814

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran Absorbansi Sampel


Panjang gelombang (nm) Absorbansi Konsentrasi (ppm) Kadar
264 0,766 45,46 90,92 %

4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini membahas mengenai penentuan konsentrasi asam
askorbat dalam sampel vitamin C dengan metode spektrofotometri ulta violet.
Spektrofotometri merupakan metode analisis kimia yang digunakan untuk
menentukan komposisi suatu sampel baik secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Analisis dengan spektrofotometri didasarkan pada interaksi materi dengan cahaya.
Metode spektrofotometri ultra violet menggunakan cahaya UV sebagai sumber
cahaya dengan panjang gelombang 200-380nm. Prinsip kerja dari metode
spektrofotometri yaitu cahaya yang diberikan pada sampel sebagian akan diserap
dan sisanya akan diteruskan (Basset, 1994).
Percobaan ini menggunakan sampel vitacimin sebagai sumber asam
askorbat yang akan ditentukan kadarnya dalam vitacimin tersebut. asam askorbat
mengandung gugus kromofor dan gugus auksokrom yang membantu proses
penyerapan cahaya pada metode spektrofotometri. Kromofor merupakan bagian
dari suatu molekul yang berperan sebagai  pengabsorbsi di daerah sinar UV dan
sinar tampak. Auksokrom merupakan sebuah gugus dalam molekul yang dapat
merubah kemampuan absorbsi kromofor. Gugus auksokrom jika berikatan dengan
gugus kromofor akan meningkatkan daya absorbsi dan daerah panjang gelombang
kromofor (Roth dan Blaschke, 1985). Gugus kromofor pada asam askorbat berupa
ikatan rangkap C=C dan gugus auksokromnya berupa gugus –OH. Gugus
kromofor dan auksokrom tersebut membuat asam askorbat dapat diidentifikasi
dengan menggunakan metode spektrofotometri ultra violet.
Percobaan yang pertama yaitu proses scanning panjang gelombang dan
pembuatan kurva kalibrasi. hal tersebut dilakukan dengan tuuan untuk mengetahui
panjang gelombang maksimum dari larutan sampel yang digunakan. Panjang
gelombang maksimum tersebut nantinya terjadi serapan energy secara maksimum
sehingga dapat dihasilkan absorbansi yang besar. Perlakuan yang pertama yaitu
membuat larutan standar dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm.
Larutan standar dibuat variasi konsnetrasi dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh konsnetrasi terhadap abosorbansi yang dihasilkan. Larutan standar
dengan variasi konsentrasi tersebut dibuat dengan cara mengencerkan larutan
induk 500 ppm pada labu ukur 50 mL. Proses pengenceran tersebut bertujuan
untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi yang kecil sehingga nantinya
dapat terbaca oleh spektrofotometri ultraviolet. Larutan induk dibuat dengan
melarutkan 0,05 gram asam askorbat dalam 100 mL akuades. Larutan induk
tersebut kemudian diambil sebanyak 1, 2 , 3, 4, dan 5 ml dan dimasukkan kedalam
labu ukur 50 ml untuk membuat larutan standar 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm.
Campuran tersebut kemudian ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas. 
Larutan standar dengan variasi konsentrasi tersebut kemudian diukur
panjang gelombang maksimumnya menggunakan spektrofotometri ultraviolet.
Hal tersebut bertujuan agar didapat data yang lebih akurat. Pengukuran ini diawali
dengan konsentrasi 30 ppm. Hal tersebut dikareanakan larutan standar 30 ppm
merupakan larutan dengan konsentrasi ditengah antara konsentrasi 10-50 ppm
sehingga dapat menjangkau nilai absorbansi pada konsentrasi yang lainnya.
Pengukuran dengan awalan 30 ppm akan menyebabkan konsentrasi yang lebih
kecil dari 30 ppm dan lebih dari 30 ppm dapat terukur. Proses scanning ini juga
dilakukan menggunkan larutan blanko dari akuades. Larutan blanko adalah
larutan yang hanya berisi pelarut tanpa adanya analit, sehingga larutan blanko
hanya berisi akuades karena pelarut yang digunakan dalam larutan standar berupa
akuades. Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding kondisi ketika tanpa
adanya analit. Proses scanning dilakukan dengan panjang gelombang sebesar 180-
400 nm. Hal tersebut dilakukan karena pada range tersebut merupakan daerah
sinar ultraviolet. Nilai panjang gelombang tersebut digunakan sebagai acuan pada
proses pengukuran absorbansi larutan standar.
Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan pada proses scanning
sebesar 264 nm. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literature Gandjar (2007),
serapan maksimum asam askorbat dengan menggunakan spektrofotometer
UltraViolet adalah antara 190-380 nm. Panjang gelombang yang dihasilkan
digunakan untuk mengukur larutan standar dengan variasi konsentrasi yang
lainnya juga. Pengukuran tersebut dilakukan degan konsnetrasi terendah hingga
tertinggi. Hal tersebut dilakukan agara tidak ada kontaminan dari konsentasi yag
lebih tingi sehingga nantinya kan mempengaruhi data yang dihasilkan yaitu tidak
akurat. Nilai absorbansi yang dihasilkan dari konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 
secara berturut-turut sebesar 0,438; 0539; 0,623; 0,712; dan 0,814. Nilai
absorbansi yang diperoleh kemudian dibuat kurva klaibrasi dengan memplotkan
konsnetrasi terhadap absorbansi. Kurva  yang dihasilkan yaitu sebagai berikut :

Kurva Kalibrasi
Absorbansi vs Konsentrasi
0.9

0.8
f(x) = 0.01 x + 0.35
Absorbansi (nm)

0.7 R² = 1

0.6

0.5

0.4

0.3
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Konsentrasi Terhadap  Absorbansi


Kurva tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara konsnetrasi dengan
abosrbansi berbanding lurus. Semakin tinggi konsnetrasi maka absorbansi yang
diperoleh akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi
larutan menyebabkan kandungan asam askorbat dalam larutan semakin banyak,
sehingga absorpsi atau serapan yang dihasilkan juga semakin besar. Kurva
klabrasi tersebut menghasilkan persmaan linear yaitu y = 0,009x + 0,347 dengan
nilai regersiya sebesar 0,998. Kurva yang dihasilkan bersifat linear karena nilai
regersi yang dihasilkan mendekati 1. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hokum
lambert beer yaitu hubungan antara konsnetrasi berbanding lurus dengan
absorbansinya. 
Hukum lambert beer juga menjelaskan factor lan yang mempengaruhi nilai
absorbansi yang dihasilkan yang mempengaruhi absorbansi yang diperoleh yaitu
panjang kuvet dan konstanta.  Jenis kuvet dari larutan yang akan diuji sama akan
faktor lain yang paling berpengaruh adalah konsentrasi. Besarnya absorbansi yang
terukur didasarkan pada jumlah sinar yang diserap analit konsentrasi analit yang
semakin tinggi. Hal tersebut dikareanakan kerapatan molekul yang semakin
tinggi. Kerapatan molekul yang semakin tinggi maka akan menyebabkan sinar
yang akan menumpuk dan terserap oleh partilkel analit. Kerapatan molekul yang
makin tinggi menyebabkan semakin banyak sinar yang menumpuk dan terserap
oleh partikel analit.
Percobaan selanjutnya yaitu penentuan konsentrasi asam askorbat dalam
sampel vitacimin. Vitacimin berwujud padatan sehing diperlukan penghalusan.
Proses penghalusan tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pencampuran
reaksi. Hal tersebut dikarenakan adanya tumbukan antarpartikel. Vitacimin yang
telah diencerkan dalam akuades 100 ml dan diambil 1 mL larutan sampel dan
dibantu dengan 50 mL aquades. Sampel yang digunkan adalah vitacimin kareana
memiliki kandungan asam askorbat. Larutan sampel diukur absorbansinya dengan
akuades sebagai larutan blanko dan panjang gelombang 264 nm. Hasil yang
diperoleh yaitu terbentuk absorbansi sampel sebesar 0,766. Hasil absorbansi
dimasukkan dalam persamaan linier y = 0,009x + 0,347 dengan fungsi y sebagai 
nilai absorbansi sampel sedangkan fungsi x merupakan konsentrasi sampel.
Konsentrasi yang dihasilkan sebesar 4546 ppm. Hasil perhitungan kadar yang
diperoleh yaitu sebesar  90,92 %. Hasil tersebut telah sesuai Gandjar (2007),
karena memiliki kadar mendekati 100% dan konsentrasinya mendekati
konsentrasi larutan standar secara teoritis yaitu 5000 ppm.
V. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan kali ini adalah penentuan
konsentrasi asam askorbat dapat dilakukan dengan mencari nilai absorbansi dari
larutan standar variasi konsentrasi panjang gelombang maksimum yang dapat
diukur. Nilai absorbansi yang dipilih kemudian dibuatkan  plot  terhadap
konsentrasi sehingga didapatkan kurva kalibrasi. Persamaan linear yang diperoleh
yaitu y = 0,009x + 0,347 sehingga dapat digunakan untuk menentukan kadar asam
askorbat pada sampel vitacimin. Nilai absorbansi yang dihasilkan pada
konsentarsi 10, 20, 30, 40 , dan 50 ppm adalah 0,438; 0539; 0,623; 0,712; dan
0,814 sedangkan sampel vitacimin memiliki absorbasi sebesar 0,766. Konsentrasi
asam askorbat dalam vitacimin yang dihasilkan yaitu sebesar 4546 ppm dengan
kadar asam askorbat dalam vitacimin sebesar 90,92 %.

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Khopkar. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
LabChem. 2021. Material Safety Data Sheet of Aquades [serial online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/. (diakses pada tanggal 1
November 2021).
LabChem. 2021. Material Safety Data Sheet of Asam Askorbat [serial online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/. (diakses pada tanggal 1
November 2021).
Roth, J.H., dan G. Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Terjemahan oleh Kisman,
S., dan Ibrahim, S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tim Penyusun. 2021. Penuntun Praktikum Spektrometri. Jember : UNEJ.
Wiryawan, A. 2008. Kimia Analitik. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Yahya. 2013. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

LEMBAR PENGAMATAN
1. Data Scanning Larutan Standar
No Konsentrasi (ppm) Panjang Gelombang (nm) Absorbansi
.
1. 10 264 0,438
2. 20 264 0,539
3. 30 264 0,623
4. 40 264 0,712
5. 50 264 0,814

2. Data Scanning Asam Askorbat dalam Vitacimin


Panjang Gelombang (nm) Absorbansi
264 0,766
LEMBAR PERHITUNGAN

1. Pembuatan larutan induk


Konsentrasi = 500 ppm
Volume = 100 mL
500 mg
500 ppm =
1000 mL
0.5 g
=
1000 mL
= 5 x 10-4 g/mL
Massa asam askorbat =MxV
= 5 x 10-4 g/mL . 100 mL
= 0,05 gram

2. Pengenceran larutan induk asam askorbat dalam labu ukur 50 mL


a. Larutan standar 10 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 10 ppm x 50 mL
10 ppm x 50 mL
V1 =
500 ppm
= 1 mL
b. Larutan standar 20 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 20 ppm x 50 mL
20 ppm x 50 mL
V1 =
500 ppm
= 2 mL
c. Larutan standar 30 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 30 ppm x 50 mL
30 ppm x 50 mL
V1 =
500 ppm
= 3 mL

d. Larutan standar 40 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 40 ppm x 50 mL
40 ppm x 50 mL
V1 =
500 ppm
= 4 mL
e. Larutan standar 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
500 ppm x V1 = 50 ppm x 50 mL
50 ppm x 50 mL
V1 =
500 ppm
= 5 mL

3. Kurva Kalibrasi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
10 0,438
20 0,539
30 0,623
40 0,712
50 0,814

Kurva Kalibrasi
Absorbansi vs Konsentrasi
0.9

0.8
f(x) = 0.01 x + 0.35
Absorbansi (nm)

0.7 R² = 1

0.6

0.5

0.4

0.3
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Konsentrasi (ppm)
4. Penentuan konsentrasi asam askorbat dalam sampel vitacimin
a. Konsentrasi Asam askorbat dalam sampel
Absorbansi = 0,766
y = 0.0092x + 0.3477
0.766 = 0.0092x + 0.3477
0.766 – 0.3477 = 0.0092x
0.4183 = 0.0092x
x = 45,46 ppm
b. Kadar Asam askorbat dalam sampel vitacimin
massa vitamin c (mg)
 Konsentrasi sampel =
Volume( L)
250 gram
=
0,05 L
= 5000 ppm
 Konsentrasi asam askorbat sebenarnya dalam sampel
= faktor pengenceran x konsentrasi asam askorbat dalam sampel
= 100 x 45,46 ppm
= 4546 ppm
 Kadar asam askorbat dalam sampel Vitacimin
Kadar Asam Askorbat =

konsentrasi asamaskorbat dalam sampel


x 100 %
konsentrasi sampel
4546 ppm
= x 100 %
5000 ppm
= 90,92 %

Anda mungkin juga menyukai