Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Spektrum Komponen Tunggal Ibuprofen dan


Parasetamol
Spektrofotometer UV-Vis model Genesys 10S
digunakan untuk mengukur absorbansi komponen tunggal
ibuprofen dan parasetamol dengan rentang panjang gelombang
sebesar 200-400 nm. Hasil pengukuran kemudian ditunjukkan
dalam bentuk kurva yang menghubungkan nilai absorbansi
dengan panjang gelombang untuk senyawa yang diukur, yang
dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.

Komponen Tunggal Ibuprofen


0.7
0.6
0.5
absorbansi

0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 3 6 9 2 5 8 1 4 7 0 3 6 9
21 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 24
panjang gelombang (nm)
6 ppm 8 ppm 10 ppm 12 ppm

Gambar 4.1 Spektrum Komponen Tunggal Ibuprofen


Komponen Tunggal Paracetamol
2
absorbansi 1.5
1
0.5
0
210217224231238245252259266273280287294301308315
-0.5
panjang gelombang (nm)

6 ppm 8 ppm 10 ppm


12 ppm 14 ppm
Gambar 4.2 Spektrum Komponen Tunggal Paracetamol

Spektrum didapat dari serapan parasetamol pada


konsentrasi 10 ppm dan ibuprofen pada konsentrasi 6 ppm.
Kedua kurva serapan dari komponen parasetamol dan
ibuprofen apabila digabungkan dapat menghasilkan spektrum
tumpang tindih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Kurva yang saling tumpang tindih ini menunjukkan bahwa
penetapan kadar obat campuran tidak bisa menggunakan
spektrofotometri biasa. Sehingga diperlukan kemometrik
menggunakan metode multivariat agar skeptrum campuran
obat dapat dianalisis secara kuantitatif dan selektif.
Spektrum Tumpang Tindih IB dan PA
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
210216222228234240246252258264270276282288294300306312318
-0.2 Ibuprofen 6 ppm Parasetamol 10 ppm

Gambar 4.3 Spektrum Tumpang Tindih Ibuprofen dan


Parasetamol

4.2 Spektrum Larutan Standar Parasetamol dan


Ibuprofen
Untuk mendapatkan spektrum larutan standar dilakukan
dengan cara mengencerkan larutan induk ibuprofen dan
parasetamol. Bahan yang digunakan untuk melarutkan adalah
methanol, dengan nilai kisaran optimasi konsentrasi
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1. Larutan standar untuk
setiap konsentrasi dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali,
sehingga menghasilkan data triplo. Nilai absorbansi seriap
variasi konsentrasi larutan standar diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 210-320
nm. Panjang gelombang 210 nm sebagai batas bawah
pembacaan absorbansi dipilih dengan tujuan untuk menjamin
absorbansi kedua senyawa agar tidak dipengaruhi absorbansi
methanol sebagai bahan pelarutnya.
Pertimbangan dalam membuat rentang ini adalah adanya
serapan maksimum parasetamol dan ibuprofen ke dalam
rentang 210-320 nm. Penelitian ini menggunakan metanol
sebagai blanko. Larutan blanko merupakan larutan yang
tidak mengandung analit untuk dianalisis. Pembuatan
larutan blanko ini bertujuan untuk mengetahui jumlah serapan
zat yang bukan analat (Chandra dan Nurhisna, 2019).
Hasil pengukuran menunjukkan data nilai absorbansi
dan panjang gelombang untuk setiap variasi konsentrasi
(Lampiran C). Hasil pengukuran digambarkan dalam spektrum
hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang setiap
variasi konsentrasi pada Gambar 4.4.

1,4
1,2
1,0
Absorbansi

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
210 230 250 270 290 310
Panjang gelombang (nm)
(a)
1,4
1,2
1,0
Absorbansi

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
210 230 250 270 290
310

Panjang gelombang (nm)


(b)
1,4
1,2
Absorbansi

1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
210 230 250 270 290 310
Panjang gelombang (nm)
(c)
1,4
1,2
Absorbansi

1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
210 230 250 270 290 310
Panjang gelombang (nm)
(d)
1,4
1,2
1,0
Absorbansi

0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
210 230 250 270 290 310
Panjang gelombang (nm)
(e)
Gambar 4.4 Spektrum Berbagai Variasi Konsentrasi
Ibuprofen dengan (a) 6 ppm (b) 8 ppm (c)
10 ppm (d) 12 ppm (e) 14 ppm Parasetamol
Setiap senyawa akan memberikan serapan maksimum
pada panjang gelombang tertentu. Apabila serapan maksimum
dari analit pada saat penelitian tepat atau ada dalam ±2 nm dari
panjang gelombang teoritis maka analit tersebut diduga adalah
senyawa yang dimaksud. Clarke (1969) menjelaskan bahwa
parasetamol dalam metanol memiliki serapan maksimum pada
panjang gelombang 249 nm dan menurut Leyva dkk (2012),
ibuprofen dalam metanol mempunyai nilai serapan maksimum
pada rentang panjang gelombang 220 dan 223 nm.
Berdasarkan spektrum berbagai variasi konsentrasi
ibuprofen dan parasetamol pada Gambar 4.4 dan tabel hasil
pengukuran absorbansi (Lampiran C) diperolah nilai serapan
maksimum parasetamol yaitu pada panjang gelombang 249
nm dan ibuprofen pada rentang 224-226 nm. Nilai serapan
maksimum hasil penelitian tidak berbeda jauh dari nilai
serapan maksimum secara teoritis. Adanya pergeseran panjang
gelombang serapan maksimum untuk ibuprofen sebesar 2-3
nm ini masis memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
farmakope IV (Nugroho, 2014). Sehingga hal ini
membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah ibuprofen.
Gambar 4.5 menunjukkan spektrum gabungan dari
seluruh variasi konsentrasi, di mana data triplo sebelumnya
dihitung rata-ratanya, sehingga didapat data tunggal untuk
setiap variasi konsentrasi. Dari spektrum tersebut dapat
dijelaskan bahwa nilai absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi zat pada sampel yang diuji. Besarnya konsentrasi
larutan standar tersebut membuat molekul yang akan
menyerap cahaya lebih banyak pada panjang gelombang
tertentu. Hal ini menyebabkan nilai absorbansi semakin tinggi.
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.5 Spektrum 25 Variasi Konsentrasi Larutan
Standar Ibuprofen dan Parasetamol

4.3 Analisis Multikomponen dengan Metode Regresi


Bayesian
4.3.1 Penentuan Ibuprofen
Langkah awal yang dilakukan untuk
mengimplementasikan regresi linear Bayesian yaitu:
menentukan prior untuk parameter model (dalam penelitian ini
digunakan distribusi normal), membuat pemetaan model input
ke output pelatihan, kemudian menggunakan algoritma
MCMC (Markov Chain Monte Carlo) untuk mengambil
sampel dari distribusi posterior sebagai parameter model.
Dari hasil pengolahan data untuk penentuan ibuprofen,
diperoleh rantai Markov dan plot fungsi. Rantai Markov ini
diperoleh dari iterasi Gibbs Sampler untuk intercept, slope1,
dan slope2 yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 (a). Kemudian
dari rantai Markov yang diperoleh dapat dibentuk suatu plot
fungsi densitas seperti pada Gambar 4.6 (b). Plot fungsi
densitas dari intercept, slope1, dan slope2 memiliki bentuk
yang menyerupai distribusi normal dan rantai Markov yang
diperoleh dari iterasi Gibbs Sampler untuk sigma. Sedangkan
plot fungsi densitas dari sigma memiliki bentuk yang hampir
sama dengan distribusi invers-gamma. Hal ini bersesuaian
dengan distribusi posterior marginal dari sigma yang
diperoleh.

(a) (b)
Gambar 4.6 Rantai Markov (a) dan Plot Fungsi Densitas
(b) untuk Penentuan Ibuprofen

Gambar 4.7 menunjukkan cara tumpang tindih dari


spektra, terlihat bahwa spektra marjinal energi tidak berbeda
jauh dari energi transisinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa
variabel terikat tidak mengganggu pengukuran dari variabel
bebas, tetapi variabel bebas menyerap energi yang cukup
banyak bersamaan dengan variabel terikat.
Gambar 4.7

Berdasarkan masing-masing nilai, antara lain posterior


predictive ibuprofen memiliki 6-16, observed ibuprofen 6-14
dan posterior predictivie mean ibuprofen melewati 4-16,
dengan dugaan yang diperoleh memiliki kesesuaian dengan
nilai parameter yang ditentukan. Nilai dugaan dan nilai
sesungguhnya semua memiliki perbedaan yang jauh. Selang
kepercayaan Bayes meyakinkan bahwa nilai parameter
sesungguhnya berada pada selang tersebut. Hal ini sesuai
dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Prediksi Posterior Sampel Ibuprofen


Untuk mendemonstrasikan pengaruh jumlah titik data
dalam model, dilakukan permodelan menggunakan 1000 titik
data. Grafik pada Gambar 4.9 menunjukkan prediksi posterior
dengan keseluruhan observasi yang menunjukkan seluruh
model dari parameter model posterior. Garis biru
menunjukkan

Kalibrasi Ibuprofen

Prediksi Ibuprofen

Ibuprofen dalam Penelitian


Gambar 4.9
4.3.2 Penentuan Parasetamol
4.3.3
Gambar 4.10 Diagram Batang Perubahaan
Absorbansi terhadap Konsentrasi Ibuprofen pada
Puncak Pertama dan Puncak Kedua

Diagram batang juga menunjukkan adanya


perubahan absorbansi terhadap konsentrasi ibuprofen
pada puncak kedua, di mana tinggi batang relatif konstan
untuk semua variasi konsentrasi. Hasil ini merefleksikan
sangat kecilnya konstribusi ibuprofen dalam absorbansi
campuran untuk semua variasi konsentrasi.
Gambar 4.11 Diagram Batang Perubahaan Absorbansi
terhadap Konsentrasi Parasetamol pada Puncak Pertama
dan Puncak Kedua
Gambar 4.11 menunjukkan adanya perubahan
absorbansi terhadap konsentrasi parasetamol pada puncak
pertama. Nilai serapan parasetamol mengalami kenaikan
seiring dengan meningkatnya variasi konsentrasi. Puncak
pertama adalah area parasetamol dan ibuprofen memberikan
serapan yang besarnya sama, di mana perubahan absorbansi
terhadap konsentrasi parasetamol terjadi pada puncak kedua.
Nilai serapan parasetamol mengalami kenaikan seiring dengan
kenaikan variasi konsentrasi. Puncak kedua adalah area
parasetamol memberikan serapan yang besar sedangkan
ibuprofen memberikan kontribusi serapan sangat kecil
terhadap absorbansi campuran.

Anda mungkin juga menyukai