BAB II
LUBRICATION ATAU PELUMASAN
Elemen Mesin II 33
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 34
Lubrication atau Pelumasan
1. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan atau viskositas minyak pelumas harus sesuai dengan kondisi mesin agar
dapat berfungsi dengan baik, yaitu untuk memperlambat keausan permukaan yang
bergesekan, terutama pada beban yang besar dan putaran rendah. Minyak pelumas
yang terlalu kental sulit mengalir melalui salurannya, sehingga menyebabkan
kerugian daya mesin yang lebih besar. Sebaliknya minyak pelumas yang terlalu
encer bisa menyebabkan kedua permukaan menjadi kontak langsung sehingga
koefisisn geseknya menjadi besar.
2. Titik Tuang.
Titik tuang adalah temperatur minyak pelumas, pada saat minyak pelumas sulit
mengalir karena minyak pelumas membentuk jaringan kristal.
3. Kelumasan.
Kelumasan merupakan sifat mampu melumasi dari minyak pelumas. Minyak
pelumas harus memiliki sifat kelumasan yang cukup baik, yaitu dapat membasahi
seluruh permukaan logam yang bergesekan. Hal ini berarti dalam segala keadaan
selalu terdapat lapisan minyak pelumas pada permukaan bagian mesin yang
bersentuhan, sehingga gaya gesek menjadi lebih kecil.
4. Stabilitas.
Stabilitas merupakan kesetabilan susunan kimia dari minyak pelumas. Beberapa
minyak pelumas pada temperatur tinggi akan berubah susunan kimianya sehingga
terjadilah endapan yang menyebabkan cincin torak melekat pada alurnya
5. Indeks Kekentalan / Viscositas Index
Kekentalan minyak pelumas berubah-ubah menurut perubahan temperaturnya,
semakin tinggi temperaturnya kekentalan akan menurun. Minyak pelumas yang
baik adalah minyak pelumas yang tidak banyak berubah viskositasnya ketika
temperaturnya berubah, sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik
dalam keadaan dingin, misalnya waktu mesin mulai berputar (start) maupun dalam
keadaan panas, pada saat mesin bekerja.
Elemen Mesin II 35
Lubrication atau Pelumasan
u
F
Benda A
h
Benda B
Gambar 2.3. Teori viskositas pada suatu fluida (Deutschman, 1995 : 409)
du du U
τ =μ =
dy dan dy h (2-1)
dimana : h = tebal lapisan minyak pelumas
F
τ=
A
dimana A = luas penampang bidang A , sehingga :
F U A.U
=μ F=μ
A h atau h
Elemen Mesin II 36
Lubrication atau Pelumasan
F.h
μ=
A .U (2-2)
Untuk menentukan unit atau satuan viskositas dapat menggunakan persamaan (2-2).
1. Satuan British (English System)
( lbf ) . ( in ) lbf . sec
= =reyn
μ=
F.h
A .U =
2
( in ) . ( ) in
sec
in 2
Satuan “reyn” biasa dikenal dengan satuan Reynold sesuai dengan nama
penemunya. Demikian juga dengan ”poise” , satuan ini ditemukan oleh ahli Fisika
Perancis yang bernama Poisenille. Konversi dari kedua satuan tersebut adalah :
1 reyn = 6,9 x 106 cp (centipoises) (Deutschman, 1995 : 411)
1 poise = 100 cp
μ
ν=
ρ (2-3)
dyne .sec
μ cm 2 cm2
ν= = = =stokes
ρ dyne . sec 2 sec .
4
cm
Dalam aplikasinya, satuan yang sering dipakai adalah centistokes (cSt).
Contoh : Mesran Prima, Viskositas Kinematik , 40 oC= 188,84 cSt
Mesran Super, Viskositas Kinematik, 40 oC = 186,0 cSt
Elemen Mesin II 37
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 38
Lubrication atau Pelumasan
(
μ=SGT 0 , 22 . S−
180
S ) (2-4)
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 ) (2-5)
dimana : µ = viskositas absolut pada temperatur T oF dalam satuan centipoise (cp)
SGT= Specific Gravity pada temperatur T oF
SG60 = Specific Gravity pada temperatur 60 oF
S = SUS (Saybolt Universal Second).
T = temperatur minyak pelumas pada saat dilakukan pengetesan, oF
Penyelesaian Soal 1
- Dengan menggunakan Gambar 2.5 yaitu gambar grafik dengan sumbu vertikal
viskositas bersatuan SUS dan temperatur bersatuan Fahrenheit, maka akan
diperoleh nilai viskositas pada suhu 170 oF sebesar 84 sec SUS.
- SG pada suhu 170 oF
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 )
Elemen Mesin II 39
Lubrication atau Pelumasan
(
μ=SG T 0 , 22 . S−
180
S ) (
=0 , 892 0 ,22 x 84−
180
84 )
=14 ,57 cp
Penyelesaian Soal 2
- SG pada temperatur 100 oF
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 )
Elemen Mesin II 40
Lubrication atau Pelumasan
(
μ=SGT 0 , 22 . S−
180
S ) (
=0 , 876 0 , 22 x 120−
180
120)=21 , 80 cp
μ 21 , 08
ν= = =24 , 9 cSt
ρ 0 ,876
Elemen Mesin II 41
Lubrication atau Pelumasan
Fb = ρf .V f .g
Fb = ρf .V b . g (2-6)
dimana : Fb = Gaya Apung atau Gaya Buoyancy pada bola , kg.m/s2
ρf = Massa jenis fluida , kg/m3
Vf = Volume fluida yang dipindahkan, m3
Besarnya sama dengan Volume bola, karena bola tercelup
seluruhnya di dalam fluida. Vf = Vb
g = Percepatan gravitasi, m/s2
Elemen Mesin II 42
Lubrication atau Pelumasan
Bola kelereng yang dijatuhkan vertikal dalam fluida, mula-mula akan bergerak
lurus berubah beraturan (glbb), kemudian karena adanya hambatan dari fluida, kelereng
akan bergerak lurus beraturan (glb), yang artinya gerak lurus dengan kecepatan
konstan. Pada saat gerak lurus beraturan inilah terjadi kesetimbangan gaya, kearah atas
ada Fb dan Ff sedangkan kearah bawah ada berat kelereng (W). Sehingga sesuai
dengan hukum Stokes maka keadaan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus :
Fr =W−F b
Dari persamaan – persamaan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
6.πμ.rv=m .g−ρf .V b .g
4
.π .r 3
Volume bola = 3 disubtitusikan ke persamaan di atas menjadi :
4 4
6 . πμ.rv=ρ . . π .r 3 . g−ρfluida . . π . r 3 . g
3 3
4
.π .r 3 .g
Variabel 3 dikumpulkan menjadi satu, sehingga didapat didapat :
4
6 . πμ . rv=( ρb −ρf ) . . π .r 3 . g
3
Elemen Mesin II 43
Lubrication atau Pelumasan
2
2 .r . g . ( ρb −ρ f )
μ=
9.v (2-8)
x
ν=
Kecepatan konstan t , dimasukkan ke dalam rumus diatas
2
2 .r . g . ( ρbola− ρfluida )
μ=
x
9.
t
μ= { 2. r 2 . g . ( ρ bola−ρ fluida )
9.x } .t
(2-9)
Hasil dari persamaan (2-9) masih kurang tepat, oleh karena itu perlu
dimasukkan faktor koreksi (correction factor), yang nilainya ditentukan oleh
besarnya diameter kelereng dan diameter pipa.
() () ()
3 5
d d d
f =1−2, 104. +2, 09 −0,9
D D D (2-10)
μ= { 2. r 2 . g . ( ρ b −ρf ) . f
9. x }
.t
(2.11)
L−U
VI = x 100 %
L−H (2-12)
dimana :
VI = Index viskositas, %
L = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 0 % pada 100oF
H = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 100 % pada 100oF
U = viskositas pelumas yang diukur VI – nya dengan dipanaskan 100oF
Arti nilai VI dan prosedur untuk menghitungnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Arti nilai VI
VI = 100 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas
yang kecil dengan terjadinya kenaikan temperatur.
VI = 0 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas yang
besar dengan terjadinya kenaikan temperatur
2. Prosedur untuk mengetahui VI
- Ukur viskositas pelumas pada temperatur 100oF dan 210oF. Viskositas yang didapat
dari temperatur 100oF adalah U. sedangkan pada temperatur 210oF adalah X.
Elemen Mesin II 45
Lubrication atau Pelumasan
- Dari pelumas standar yang mempunyai nilai VI = 100%, pilih salah satu yang
mempunyai nilai viskositas sama dengan pelumas yang tidah dikenal pada temperatur
210oF. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF,
beri simbul H.
- Sama dengan cara di atas, namun dengan pelumas standar yang mempunyai nilai VI =
0 %. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF,
beri simbul L
- Dengan memasukkan harga : U, H dan L, ke dalam persamaan 2-12 , maka dapat
dihitung nilai VI pelumas yang tidak dikenal tersebut.
SUS
U
H
oF
100 F 210 F
Elemen Mesin II 46
Lubrication atau Pelumasan
Penyelesaian Soal 1.
Untuk menyelesaian soal 1 tersebut di atas dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menggunakan rumus dan dengan menggunakan tabel
a. Dengan menggunakan rumus Empiris
Mencari nilai U dan X.
U adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 100 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 1400 sec.SUS. Jadi U = 1400
X adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 210 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 98 sec.SUS. Jadi X = 98
Mencari nilai L dan H
L = 0,2160 X2 + 12,070 X – 721,2
= 2064 sec.SUS
H = 0,0408 X2 + 12,568 X – 475,4
= 966 sec.SUS
Jadi nilai viskositas tak dikenal didapat dengan rumus :
L−U 2064−1400
VI = x 100 %= x 100 %=60 %
L−H 2064−966
Elemen Mesin II 47
Lubrication atau Pelumasan
X adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 210 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 89 sec.SUS. Jadi X = 89
Mencari Nilai L dan L - H.
Berdasarkan nilai X = 89, maka diperoleh dari tabel besarnya L dan L-H dengan
interpolasi antara nilai 85 s/d 90.
L = 2065 dan L - H = 1099
Jadi nilai VI minyak pelumas yang tidak dikenal tersebut adalah :
L−U 2064−1400
VI = x 100 %= x 100 %=60 %
L−H 1099
Penyelesaian Soal 2
Berdasarkan Gambar 2.4 maka pelumas SAE 25 W mempunyai viskositas kinematik
sebesar :
a. 9,25 s/d 12,50 centistokes ( pada temperatur 100 oC atau 210 oF)
b. 78,0 s/d 128 centistokes ( pada temperatur 40 oC atau 104 oF)
Tabel 2.2 Nilai L dan L-H untuk menghitung VI dari Saybolt Universal Viscosity
Saybolt Universal L D Saybolt Universal L D
Viscosity (SUS),X (L-H) Viscosity (SUS),X (L-H)
Elemen Mesin II 48
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 49
Lubrication atau Pelumasan
1. Pelumasan Hidrostatik
Dalam aplikasinya pelumasan pada journal bearing banyak bertipe
Hidrodinamik, namun perlu juga diketahui secara singkat tipe pelumasan Hidrostatik,
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.10. Poros yang menyangga beban aksial berputar
dengan putaran (n) rpm. , pelumas masuk dengan tekanan Po melalui saluran masuk
secara aksial, kemudian mengisi bagian lekuk dari poros (recess), pelumas yang balik
Elemen Mesin II 50
Lubrication atau Pelumasan
dari lekuk poros mengalami penurunan tekanan dan mengalir melalui bagian samping
poros dan keluar kembali ke reservoir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelumasan Hidrostatik adalah : besarnya
beban yang disangga, tekanan masuk minyak pelumas, dan juga perhatikan pada saat
start, jangan langsung pada putaran yang tinggi.
Tipe pelumasan Hidrostatik banyak digunakan pada journal bearing aksial
(thrust bearing), dimana gaya angkat pelumas (oil lift) dibutuhkan pada saat start dari
bearing yang menerima beban besar, dan pada bearing yang berputar pelan, terutama
pada saat start dan saat berhenti.
Elemen Mesin II 51
Lubrication atau Pelumasan
Gambar 2.12 Kondisi diam dan berputar Gambar 2.13 Contoh pelumasan hidrodinamik
Elemen Mesin II 52
Lubrication atau Pelumasan
2. Pelumasan Hidrodinamik
Secara sederhana tipe pelumasan hidrodinamik dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem pelumasan diantara dua bidang yang saling bergerak relatif, yang akan
menghasilkan daya angkat bagi kedua bidang tersebut yang cukup mampu untuk
mendukung beban yang terdapat pada kedua bidang tersebut, sehingga kedua bidang
yang terdiri dari metal tidak saling bergesekan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Pelumasan Hidrodinamik
- Pelumasnya harus dapat memenuhi Hukum Newton dalam hal aliran fluida yang
viscos (viscous flow).
- Aliran harus laminer
- Pelumasnya harus bersifat tidak termampatkan (in compressible)
- Viskositas pelumas harus sama sepanjang lapisan film pelumas
- Gaya inersian dari gerakan percepatan harus kecil
- Lapisan pelumas harus tipis, sehingga efek dari kelengkungan bantalan (bearing
curvature) dapat diabaikan.
- Bearing diasumsikan mempunyai kelebaran yang terbatas, dan juga bebas dari
kebocoran pada ujung-ujung bearing
- Mempunyai daya adhesive yang baik antara pelumas dengan permukaan bearing.
1. Pelumasan Tangan
Untuk beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak terus menerus.
Kejelekan cara ini adalah aliran minyak pelumas tidak tetap dan pelumasan menjadi
tidak teratur.
2. Pelumasan Tetes
Untuk beban ringan dan sedang. Pelumasan dilakukan dari sebuah tempat (kaleng) ,
minyak pelumas diteteskan dalam jumlah yang tetap dan teratur melalui sebuah
katup jarum.
Elemen Mesin II 53
Lubrication atau Pelumasan
3. Pelumasan Sumbu
Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan dalam mangkok minyak,
sehingga minyak terisap oleh sumbu tersebut. Pelumasan ini dipakai seperti
pelumasan tetes.
4. Pelumasan Percik
Dari suatu bak-penampung, minyak pelumas dipercikkan, cara ini dipergunakan
untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak.
5. Pelumasan Cincin
Pelumasan ini menggunakan cincin yang digantungkan pada poros, sehingga cincin
berputar bersama poroas sambil mengangkat minyak pelumas dari bawah. Cara ini
dipakai untuk beban sedang.
6. Pelumasan Pompa
Pompa dipergunakan untuk mengalirkan minyak ke dalam bearing. Cara ini dipakai
untuk melumasi bearing yang sulit letaknya seperti bearing utama motor yang
berputar tinggi. Cara pelumasan ini cocok untuk beban besar dengan kecepatan
tinggi.
Elemen Mesin II 54
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 55
Lubrication atau Pelumasan
7. Pelumasan Gravitasi
Sebuah tangki diletakkan di atas bearing, minyak dialirkan oleh gaya gravitasi. Cara
ini dipakai untuk kecepatan sedang dan tinggi dengan kecepatan keliling sebesar 10
– 15 m/s..
8. Pelumasan Celup
Sebagian dari bantalan dicelupkan dalam minyak. Cara ini cocok untuk bearing
dengan poros tegak, seperti pada turbin air. Pada kasus ini perlu diberikan perhatian
pada besarnya daya gesekan karena tahanan minyak, kenaikan temperatur dan
kemungkinan masuknya kotoran atau benda asing
9. Pelumasan Spray
Sesuai dengan namanya pelumasan ini dilakukan dengan jalan menyemprotkan
minyak pelumas ke bagian-bagian yang diinginkan, seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.
.
Selain cara pelumasan yang harus tepat, perlu diperhatikan juga jumlah minyak
pelumas dalam mesin. Jumlah minyak pelumas dalam mesin harus cukup, tidak boleh
melebihi batas maksimum dan tidak boleh kurang dari batas minimum. Biasanya diberi
ukuran batas batas tersebut, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Elemen Mesin II 57
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 58
Lubrication atau Pelumasan
U
τ =μ
h (2-12)
Gaya gesek yang terjadi :
U
F=τ . A=μ . A
h
Torsi gesek yang terjadi :
U
T f =F . r j=μ . A r
h j
Harga U dapat dinyatakan dengan rumus :
2.π .n
U=ϖ.r j ϖ= A=2.π .r j .L
, sedang 60 dan
Jadi besarnya Torsi akibat gaya gesek dapat dinyatakan dengan persamaan :
U 2 .π .n
T f = . 2.π . r j .L .r j . .r j
h 60
2 3
π . μ.L.rj .n
Tf=
15 . h (2-13)
Daya yang ditimbulkan akibat gesekan tersebut (Friction HP) dapat dinyatakan dengan
rumus :
Tf .n
F HP =
63 .025 (2-14)
Elemen Mesin II 59
Lubrication atau Pelumasan
()
2
r j μ .n'
S '= .
c P (2-15)
Elemen Mesin II 60
Lubrication atau Pelumasan
1. Suatu journal bearing parsial dengan sudut kontak = 180o yang beroperasi
dalam kondisi putaran 3600 rpm, beban W = 1600 lbf, viskositas absolute
pelumas µ = 2 x 10-7 reyns, radial clearance c = 0,002 in, radius poros rj = 2 in
dan panjang bearing L = 4 in. Hitung :
a. Faktor karakteristik bearing (S’)
b. Ketabalan Minimum Lapisan Minyak Pelumas (ho)
c. Daya yang Hilang akibat Gesekan (FHP)
d. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Bearing (Q)
e. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Ujung-ujung Bearing (Qs)
f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)
Elemen Mesin II 61
Lubrication atau Pelumasan
Penyelesaian Soal 1 :
S '=
c ()
r j 2 μ . n'
.
P
W 1600
P= = =100 Psi
dimana :
2. r j . L 2.2 . 4
( )
2 −7
2 2.10 .60
S '= . =0,12
Jadi : 0,002 100
Gambar 2.24. Hubungan antara (S’) dengan ketebalan minium minyak pelumas.
Elemen Mesin II 62
Lubrication atau Pelumasan
Elemen Mesin II 63
Lubrication atau Pelumasan
in3
Q=3,2.r j .c. n' . L=3,2 x 2 x 0, 002 x 60 x4=3 ,07
s
Gambar 2.27. Hubungan (S’) dengan kapasitas aliran yang keluar dari ujung bearing (Qs)
Elemen Mesin II 64
Lubrication atau Pelumasan
3
in
Qs =0, 58 .Q=0 ,58 x 3,07=1 , 78
Jadi : s
f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)
Dengan menggunakan Gambar 2.18, maka diperoleh nilai :
J . γ . C o . ΔT
=12
P
dimana : J = konversi energi panas (mechanical equivalent of heat)
( 1 BTU = 778 lbf.ft = 778 . 12 lbf.in )
Co = Specific heat pelumas ( 0,42 BTU/lbf.oF )
= berat jenis pelumas ( 0,03 lbf/in3 )
Jadi :
12 . P 12.100
ΔT= = =10 , 2o F
J . γ . Co 788 x 12 x 0 ,03 x0 , 42
Gambar 2.28. Hubungan (S’) dengan kenaikan temperatur minyak pelumas (T)
Elemen Mesin II 65
Lubrication atau Pelumasan
Pelumas yang dapat dipakai untuk rolling bearing adalah : fet (grease) dan oli.
Pelumasan dengan fet baik digunakan untuk putaran yang rendah, tidak membutuhkan
sistem “sealing” yang rendah dan dapat pula dilakukan dengan ”prepacked”.
Metode pelumasan dengan oli sangat banyak variasinya tergantung dari
pembuat yang merencanakannya. Salah satu cara yang sederhana adalah berdasarkan
viskositasnya.
Soal :
Diketahui diameter bearing (D) = 50 mm, putaran poros (n) = 5000 rpm, temperatur
operasi/kerja (T) = 150 oF. Berapa viscositas minyak pelumas yang dipakai, dan tipe
pelumas dengan SAE berapa ?
Penyelesaian :
- Harga D.N = 50 x 5000 = 250.000
Elemen Mesin II 66
Lubrication atau Pelumasan
- Masukkan harga D.N tersebut dalam grafik (Gambar 12.10). pada koordinat
D.N value, kemudian tarik garis ke atas sejajar dengan ordinat “operating
temperature”, selanjutnya tarik garis sejajar dengan garis titik-titik pada bidang
lengkung.
Elemen Mesin II 67
Lubrication atau Pelumasan
1. Cincin-O
Merupakan cincin dengan penampang lingkaran. Cincin dipasang pada alur
yang dibuat pada bidang atau batas yang akan dirapatkan sedemikian rupa hingga jika
dikenai tekanan dari sebelah dalam, cincin akan mengalami deformasi yang akan
mencegah kebocoran. Bahan yang digunakan adalah karet sintetis, karet alam dan
plastik.
2. Sil Minyak
Merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas karet sintetis dengan bentuk
penampang tertentu, cincin logam dan cincin pegas. Sil minyak dapat menyekat lebih
rapat daripada cincin-O, serta dapat dipergunakan pada poros yang berputar maupun
bergerak bolak-balik.
3. Sil Mekanis
Sil ini cocok untuk menyekat cairan, gas dan uap meskipun tekanan dan
kecepatannya tinggi. Bagian- utama dari sil ini adalah : cincin diam, cincin berputar,
pegas dan paking.
Elemen Mesin II 68