Anda di halaman 1dari 36

Lubrication atau Pelumasan

BAB II
LUBRICATION ATAU PELUMASAN

Pelumasan atau Lubrication adalah cara yang dilakukan untuk mengurangi


gaya gesek yang terjadi antara dua permukaan yang saling bergesekan dengan cara
memberi minyak pelumas atau oil. Pelumas didefinisikan sebagai zat yang disisipkan
diantara dua permukaan yang saling bergesekan untuk mengurangi besarnya gaya gesek
yang terjadi. Gaya gesek merupakan gaya perlawanan yang terjadi akibat adanya dua
permukaan yang bergesekan.
Bila gambar diperbesar tampak kedua permukaan logam tidak rata, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.1a menunjukan pelumasan hidrodinamik
diantara dua permukaannya ada lapisan film minyak pelumas, sedangkan Gambar 2.1b
menunjukkan pelumasan lapisan-tipis (boundary), minyak pelumasnya tidak cukup
tebal.

Gambar 2.1. Pelumasan hidrodinamik dan lapisan-tipis


a. Hydrodynamic lubrication fluid film b. Boundary lubrication

Gambar 2.2. Grafik hubungan antara f dengan μ N/P

Elemen Mesin II 33
Lubrication atau Pelumasan

Pelumasan Hidrodinamik terjadi bila ketebalan lapisan minyak pelumas cukup,


pelumasan ini akan menghasilkan koefisien gesek (f) yang sangat kecil (f = 0,001) bila
dibandingkan dengan pelumasan boundary (f = 0,1) . Hubungan antara f dengan
(μ.N/P) dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dimana N adalah kecepatan relatif kedua
permukaan, sedangkan P adalah beban bearing per lebar dan μ adalah viskositas. Bila
tanpa minyak pelumas, maka koefisien gesek menjadi besar, misalnya baja dengan
baja fs = 0,74 dan fk = 0,57 , bahan yang lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2-1. Koefisien gesek berbagai macam bahan

Koef. Gesek Koef. Gesek


No Bahan
Statis fs Kinetis fk.
1 Baja di atas Baja 0,74 0,57
2 Aluminium di atas Baja 0,61 0,47
3 Tembaga di atas Baja 0,53 0,36
4 Kuningan di atas Baja 0,51 0,44
5 Seng di atas Besi Tuang 0,85 0,21
6 Tembaga di atas Besi Tuang 1,05 0,29
7 Gelas di atas Gelas 0,94 0,40
8 Tembaga di atas Gelas 0,68 0,53
9 Teflon di atas Teflon 0,04 0,04
10 Teflon di atas Baja 0,04 0,04
Sumber : Sears, Zemansky : 1982, Fisika I Untuk Universitas

Problem besar yang dihadapi dalam perencanaan Elemen Mesin adalah


bagaimana cara memperkecil kehilangan daya selama terjadinya gesekan antara
elemen-elemen mesin yang bergesekan. Secara estimasi berdasarkan pengujian,
kehilangan daya akibat gesekan dapat mencapai sepertiga sampai setengah dari produk
daya yang dihasilkan.
Pelumasan juga diperlukan untuk : memperkecil keausan, memperkecil
timbulnya panas dan pemuaian, ikut menjaga kebersihan mesin, sebagai media
pendingin untuk mesin dan sebagainya.
Ketebalan minimal lapisan pelumas yang diperlukan dan viskositas merupakan
dua hal yang sangat penting untuk pelumasan. Karena kedua hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap unjuk kerja mesin. Ketebalan minimum lapisan pelumas akan
dibahas pada sub bab selanjutnya.

Elemen Mesin II 34
Lubrication atau Pelumasan

2.1. Beberapa Sifat Penting Minyak Pelumas


Beberapa sifat minyak pelumas yang penting yang perlu diketahui disini antara
lain adalah :

1. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan atau viskositas minyak pelumas harus sesuai dengan kondisi mesin agar
dapat berfungsi dengan baik, yaitu untuk memperlambat keausan permukaan yang
bergesekan, terutama pada beban yang besar dan putaran rendah. Minyak pelumas
yang terlalu kental sulit mengalir melalui salurannya, sehingga menyebabkan
kerugian daya mesin yang lebih besar. Sebaliknya minyak pelumas yang terlalu
encer bisa menyebabkan kedua permukaan menjadi kontak langsung sehingga
koefisisn geseknya menjadi besar.
2. Titik Tuang.
Titik tuang adalah temperatur minyak pelumas, pada saat minyak pelumas sulit
mengalir karena minyak pelumas membentuk jaringan kristal.
3. Kelumasan.
Kelumasan merupakan sifat mampu melumasi dari minyak pelumas. Minyak
pelumas harus memiliki sifat kelumasan yang cukup baik, yaitu dapat membasahi
seluruh permukaan logam yang bergesekan. Hal ini berarti dalam segala keadaan
selalu terdapat lapisan minyak pelumas pada permukaan bagian mesin yang
bersentuhan, sehingga gaya gesek menjadi lebih kecil.
4. Stabilitas.
Stabilitas merupakan kesetabilan susunan kimia dari minyak pelumas. Beberapa
minyak pelumas pada temperatur tinggi akan berubah susunan kimianya sehingga
terjadilah endapan yang menyebabkan cincin torak melekat pada alurnya
5. Indeks Kekentalan / Viscositas Index
Kekentalan minyak pelumas berubah-ubah menurut perubahan temperaturnya,
semakin tinggi temperaturnya kekentalan akan menurun. Minyak pelumas yang
baik adalah minyak pelumas yang tidak banyak berubah viskositasnya ketika
temperaturnya berubah, sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik
dalam keadaan dingin, misalnya waktu mesin mulai berputar (start) maupun dalam
keadaan panas, pada saat mesin bekerja.

Elemen Mesin II 35
Lubrication atau Pelumasan

2.2. Viskositas Pelumas dan Unit Viskositas


Dalam pembahasan tentang teori dan sistem pelumasan, salah satu hal yang
perlu diperhatikan adalah adanya efek dari dalam minyak pelumas itu sendiri yang
disebut viskositas (effect of the internal resiste of fluid lubrication).
Untuk menerangkan viskositas dilakukan analisis sebagai berikut : Suatu cairan
minyak pelumas yang ditempatkan diantara dua bidang A dan B. Bidang A didorong
dengan gaya F sehingga bidang A bergerak dengan kecepatan u, bidang A tidak slip
terhadap minyak pelumasnya, tetapi lapisan pelumas yang menempel pada bidang B
ikut bergerak dengan kecepatan yang sama ( u ), sedangkan lapisan minyak pelumas
yang menempel pada bidang B mempunyai kecepatan nol.

u
F
Benda A

h
Benda B

Gambar 2.3. Teori viskositas pada suatu fluida (Deutschman, 1995 : 409)

Akibat gerakan-gerakan pada bagian pelumasnya, maka terjadilah gesekan-


gesekan diantara molekul-molekul minyak pelumas. Sesuai dengan Hukum Newton,
tegangan geser ( ) berbanding lurus dengan viskositas (µ) dan perubahan kecepatan
(du), secara matematis dapat ditulis : (Deutschman, 1995 : 410)

du du U
τ =μ =
dy dan dy h (2-1)
dimana : h = tebal lapisan minyak pelumas
F
τ=
A
dimana A = luas penampang bidang A , sehingga :

F U A.U
=μ F=μ
A h atau h
Elemen Mesin II 36
Lubrication atau Pelumasan

F.h
μ=
A .U (2-2)

Untuk menentukan unit atau satuan viskositas dapat menggunakan persamaan (2-2).
1. Satuan British (English System)
( lbf ) . ( in ) lbf . sec
= =reyn
μ=
F.h
A .U =
2
( in ) . ( ) in
sec
in 2

2. Sistem Internasional (International System)

F . h ( dyne ) . ( cm ) dyne . sec


μ= = = = poise
A .U 2 cm
( cm ) . ( )
sec
cm2

Satuan “reyn” biasa dikenal dengan satuan Reynold sesuai dengan nama
penemunya. Demikian juga dengan ”poise” , satuan ini ditemukan oleh ahli Fisika
Perancis yang bernama Poisenille. Konversi dari kedua satuan tersebut adalah :
1 reyn = 6,9 x 106 cp (centipoises) (Deutschman, 1995 : 411)
1 poise = 100 cp

Disamping viskositas absolut ( µ ), juga dikenal viskositas kinematik (  ),


merupakan viskositas absolut per satuan massa jenis (  ).

μ
ν=
ρ (2-3)
dyne .sec
μ cm 2 cm2
ν= = = =stokes
ρ dyne . sec 2 sec .
4
cm
Dalam aplikasinya, satuan yang sering dipakai adalah centistokes (cSt).
Contoh : Mesran Prima, Viskositas Kinematik , 40 oC= 188,84 cSt
Mesran Super, Viskositas Kinematik, 40 oC = 186,0 cSt

Elemen Mesin II 37
Lubrication atau Pelumasan

Konversi satuan-satuan viskositas kinematik : Centistokes, ISO Viscosity


Grade, SAE Gear Viscosity Number, SAE Crankcase, Viscosity Number dan SUS
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4. Perbandingan satuan-satuan viskositas

Elemen Mesin II 38
Lubrication atau Pelumasan

2.2.1. Pengukuran Viskositas dengan Saybolt Universal Viscometer


Salah satu cara atau metode untuk mengukur dan menghitung viskositas minyak
pelumas adalah dengan menggunakan peralatan yang disebut “ The Saybolt Universal
Viscometer “. Hasil pengukuran dan perhitungan viskositas dengan alat ini, sampai
sekarang menjadi standar unit dari viskositas pelumas dan dikenal dengan “Saybolt
Universal Second” (SUS). Persamaan untuk menentukan viskositas dalam SUS ini
adalah sebagai berikut : (Deutschman, 1995 : 414)

(
μ=SGT 0 , 22 . S−
180
S ) (2-4)
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 ) (2-5)
dimana : µ = viskositas absolut pada temperatur T oF dalam satuan centipoise (cp)
SGT= Specific Gravity pada temperatur T oF
SG60 = Specific Gravity pada temperatur 60 oF
S = SUS (Saybolt Universal Second).
T = temperatur minyak pelumas pada saat dilakukan pengetesan, oF

Contoh Soal dan penyelesaian


1. Suatu minyak pelumas mempunyai viskositas 400 sec.SUS pada 100 oF , dan 55
sec.SUS pada 210oF. Carilah viskositas absolut pada temperatur 170oF, bila
spesifc gravity pada suhu 60oF sebesar 0,93.
2. Hitunglah nilai Viskositas absolut dalam satuan reyns dan viskositas kinematik
dalam satuan centistokes dari minyak pelumas yang mempunyai nilai viskositas
120 sec SUS pada temperatur 100 oF, bila SG minyak pelumas pada temperatur
60 oF sebesar 0,89.

Penyelesaian Soal 1
- Dengan menggunakan Gambar 2.5 yaitu gambar grafik dengan sumbu vertikal
viskositas bersatuan SUS dan temperatur bersatuan Fahrenheit, maka akan
diperoleh nilai viskositas pada suhu 170 oF sebesar 84 sec SUS.
- SG pada suhu 170 oF
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 )

Elemen Mesin II 39
Lubrication atau Pelumasan

SG 170=0 ,93−0 , 00035 ( 170−60 )=0 , 892

- Viskositas absolut pada suhu 170 oF

(
μ=SG T 0 , 22 . S−
180
S ) (
=0 , 892 0 ,22 x 84−
180
84 )
=14 ,57 cp

Gambar 2.5. Grafik viskositas, SUS vs Temperatur oF

Penyelesaian Soal 2
- SG pada temperatur 100 oF
SGT =SG 60−0 , 00035 ( T −60 )

Elemen Mesin II 40
Lubrication atau Pelumasan

SG 100=0 ,89−0 , 00035 (170−60 ) =0 , 876


- Viskositas absolut 100 oF

(
μ=SGT 0 , 22 . S−
180
S ) (
=0 , 876 0 , 22 x 120−
180
120)=21 , 80 cp

- Viskositas kinematik 100 oF

μ 21 , 08
ν= = =24 , 9 cSt
ρ 0 ,876

2.2.2. Pengukuran Viskositas dengan Viscometer Bola Jatuh


Pengukuran viskositas dengan Viscometer bola jatuh dapat dilakukan dengan
cara menjatuhkan bola yang berupa kelereng ke dalam minyak pelumas dengan
ketinggihan minimal 70 cm.

Gambar 2.6. Skema alat Viskometer bola jatuh.

Elemen Mesin II 41
Lubrication atau Pelumasan

Selanjutnya dicatat waktu ( t ) yang diperlukan oleh kelereng untuk menempuh


jarak (vertikal) sejauh 70 cm tersebut. Dengan menggunakan Hukum Archimedes dan
Hukum Stokes maka besarnya viscositas minyak pelumas dapat diketahui.

2.2.2.1. Hukum Archimedes


Hukum Archimedes menyatakan bahwa : “ Setiap benda yang tercelup
seluruhnya atau sebagian di dalam fluida maka benda tersebut akan mendapat gaya
apung atau gaya Buoyancy yang arahnya keatas, besarnya gaya apung (F b) tersebut
sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda. Bila benda yang dimasukkan
berbentuk bola dengan seluruh bagiannya tercelup maka besarnya gaya apung dapat
dinyatakan dengan rumus :

Fb = ρf .V f .g
Fb = ρf .V b . g (2-6)
dimana : Fb = Gaya Apung atau Gaya Buoyancy pada bola , kg.m/s2
ρf = Massa jenis fluida , kg/m3
Vf = Volume fluida yang dipindahkan, m3
Besarnya sama dengan Volume bola, karena bola tercelup
seluruhnya di dalam fluida. Vf = Vb
g = Percepatan gravitasi, m/s2

Elemen Mesin II 42
Lubrication atau Pelumasan

2.2.2.2. Hukum Stokes


Hukum stokes mempelajari bagaimana pengaruh fluida kental terhadap benda yang
bergerak didalamnya. Bola yang bergerak dengan kecepatan konstan di dalam fluida
kental akan mendapat gaya-hambat (Ff) atau gaya gesekan antara benda dengan fluida,
yang besarnya dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini.

F f =6.πμ .rv (2.7)


Dimana : r = jari-jari bola, m
v = kecepatan bola di dalam fluida, m/s
µ = viskositas, N.s / m2
Ft = Gaya gesekan antara benda yang bergerak dengan fluida, N

2.2.2.3. Merumuskan Nilai Viscositas dengan Viscometer Bola-Jatuh

Bola kelereng yang dijatuhkan vertikal dalam fluida, mula-mula akan bergerak
lurus berubah beraturan (glbb), kemudian karena adanya hambatan dari fluida, kelereng
akan bergerak lurus beraturan (glb), yang artinya gerak lurus dengan kecepatan
konstan. Pada saat gerak lurus beraturan inilah terjadi kesetimbangan gaya, kearah atas
ada Fb dan Ff sedangkan kearah bawah ada berat kelereng (W). Sehingga sesuai
dengan hukum Stokes maka keadaan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus :

Fr =W−F b
Dari persamaan – persamaan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

6.πμ.rv=m .g−ρf .V b .g
4
.π .r 3
Volume bola = 3 disubtitusikan ke persamaan di atas menjadi :
4 4
6 . πμ.rv=ρ . . π .r 3 . g−ρfluida . . π . r 3 . g
3 3
4
.π .r 3 .g
Variabel 3 dikumpulkan menjadi satu, sehingga didapat didapat :
4
6 . πμ . rv=( ρb −ρf ) . . π .r 3 . g
3

Elemen Mesin II 43
Lubrication atau Pelumasan

Besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan rumus :


4
. π . r 3 . g . ( ρb − ρ f )
3
μ=
6. π.r .v

2
2 .r . g . ( ρb −ρ f )
μ=
9.v (2-8)
x
ν=
Kecepatan konstan t , dimasukkan ke dalam rumus diatas
2
2 .r . g . ( ρbola− ρfluida )
μ=
x
9.
t

μ= { 2. r 2 . g . ( ρ bola−ρ fluida )
9.x } .t
(2-9)

Hasil dari persamaan (2-9) masih kurang tepat, oleh karena itu perlu
dimasukkan faktor koreksi (correction factor), yang nilainya ditentukan oleh
besarnya diameter kelereng dan diameter pipa.

() () ()
3 5
d d d
f =1−2, 104. +2, 09 −0,9
D D D (2-10)

Persamaan (2-9) menjadi :

μ= { 2. r 2 . g . ( ρ b −ρf ) . f
9. x }
.t
(2.11)

Dimana : μ = viskositas, N.s / m2


r = Jari-jari bola, m
g = percepatan gravitasi, m/s2
f = faktor koreksi
ρb = Massa jenis bola, kg/m3
Elemen Mesin II 44
Lubrication atau Pelumasan

ρf = Massa jenis fluida, kg/m3

2.2.3. Index Viskositas atau Viscosity Index


Nilai viskositas sangat dipengaruhi oleh temperatur, untuk beberapa pelumas
tipe gas dan udara nilai viskositasnya naik dengan adanya kenaikan temperatur,
sedangkan untuk pelumas cair atau fluida nilai viskositasnya turun dengan adanya
kenaikan temperatur. Dengan mengetahui hal tersebut, maka untuk menjaga agar tidak
terjadi penurunan viskositas yang terlalu besar, maka kenaikan temperatur yang terlalu
besar harus dihindari.
Berkaitan dengan berubahnya nilai viskositas terhadap temperatur, maka
dikenal adanya istilah “Index Viskositas” atau Viscosity Index ( VI ) , yang
menyatakan kepekaan viskositas terhadap perubahan temperatur. Persamaan untuk
menghitung VI adalah sebagai berikut :

L−U
VI = x 100 %
L−H (2-12)
dimana :
VI = Index viskositas, %
L = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 0 % pada 100oF
H = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 100 % pada 100oF
U = viskositas pelumas yang diukur VI – nya dengan dipanaskan 100oF

Arti nilai VI dan prosedur untuk menghitungnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Arti nilai VI
VI = 100 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas
yang kecil dengan terjadinya kenaikan temperatur.
VI = 0 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas yang
besar dengan terjadinya kenaikan temperatur
2. Prosedur untuk mengetahui VI
- Ukur viskositas pelumas pada temperatur 100oF dan 210oF. Viskositas yang didapat
dari temperatur 100oF adalah U. sedangkan pada temperatur 210oF adalah X.

Elemen Mesin II 45
Lubrication atau Pelumasan

- Dari pelumas standar yang mempunyai nilai VI = 100%, pilih salah satu yang
mempunyai nilai viskositas sama dengan pelumas yang tidah dikenal pada temperatur
210oF. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF,
beri simbul H.
- Sama dengan cara di atas, namun dengan pelumas standar yang mempunyai nilai VI =
0 %. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF,
beri simbul L
- Dengan memasukkan harga : U, H dan L, ke dalam persamaan 2-12 , maka dapat
dihitung nilai VI pelumas yang tidak dikenal tersebut.

SUS

U
H
oF

100 F 210 F

Gambar 2.7. Ilustrasi prosedur untuk menentukan VI

Gambar 2.8. Perbandingan nilai VI pada berbagai minyak pelumas.

Elemen Mesin II 46
Lubrication atau Pelumasan

Contoh Soal dan Penyelesaian :


1. Carilah VI minyak pelumas yang setelah diadakan pengukuran dengan Saybolt
Universal Viscometer diketahui viskositasnya : 89 sec.SUS pada 210oF dan
1400 sec.SUS pada 100oF.
2. Suatu minyak pelumas SAE 25 W, berapa viskositas kinematiknya ? Dalam
satuan centistokes.
a. Pada temperatur 100 oC
b. Pada temperatur 40 oC

Penyelesaian Soal 1.
Untuk menyelesaian soal 1 tersebut di atas dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menggunakan rumus dan dengan menggunakan tabel
a. Dengan menggunakan rumus Empiris
Mencari nilai U dan X.
U adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 100 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 1400 sec.SUS. Jadi U = 1400
X adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 210 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 98 sec.SUS. Jadi X = 98
Mencari nilai L dan H
L = 0,2160 X2 + 12,070 X – 721,2
= 2064 sec.SUS
H = 0,0408 X2 + 12,568 X – 475,4
= 966 sec.SUS
Jadi nilai viskositas tak dikenal didapat dengan rumus :
L−U 2064−1400
VI = x 100 %= x 100 %=60 %
L−H 2064−966

b. Dengan menggunakan Tabel 2.2


Mencari nilai U dan X.
U adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 100 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 1400 sec.SUS. Jadi U = 1400

Elemen Mesin II 47
Lubrication atau Pelumasan

X adalah viskositas dalam SUS pada temperatur 210 oF dari pelumas tidak
dikenal yang besarnya adalah 89 sec.SUS. Jadi X = 89
Mencari Nilai L dan L - H.
Berdasarkan nilai X = 89, maka diperoleh dari tabel besarnya L dan L-H dengan
interpolasi antara nilai 85 s/d 90.
L = 2065 dan L - H = 1099
Jadi nilai VI minyak pelumas yang tidak dikenal tersebut adalah :
L−U 2064−1400
VI = x 100 %= x 100 %=60 %
L−H 1099

Penyelesaian Soal 2
Berdasarkan Gambar 2.4 maka pelumas SAE 25 W mempunyai viskositas kinematik
sebesar :
a. 9,25 s/d 12,50 centistokes ( pada temperatur 100 oC atau 210 oF)
b. 78,0 s/d 128 centistokes ( pada temperatur 40 oC atau 104 oF)

Tabel 2.2 Nilai L dan L-H untuk menghitung VI dari Saybolt Universal Viscosity
Saybolt Universal L D Saybolt Universal L D
Viscosity (SUS),X (L-H) Viscosity (SUS),X (L-H)

40 137,9 30,8 195 8946 6319


45 265,1 88,8 200 10333 6663
50 422,0 166,9 205 10831 7015
55 596,0 256,8 210 11339 7376
60 780,0 355,0 215 11858 7745
65 976,1 462,1 220 12389 8125
70 1182 578 225 12930 8512
75 1399 702 230 13481 8907
80 1627 836 235 14044 9313
85 1865 977 240 14616 9726
90 2115 1129 245 15201 10148
95 2375 1288 250 15796 10576
100 2646 1457 255 16404 11020
105 2928 1634 260 17019 11469
110 3220 1819 265 17646 11926
115 3523 2013 270 18284 12392
120 3838 2218 275 18933 12867
125 4163 2430 280 19593 13351
130 4498 2650 285 20263 13843
135 4845 2880 290 20945 14344
140 5202 3118 295 21637 14854
145 5570 3365 300 22340 15373
150 5945 3621 305 23054 15901
155 6339 3886 310 23778 16436
160 6740 4160 315 24513 16981

Elemen Mesin II 48
Lubrication atau Pelumasan

165 7151 4442 320 25260 17536


170 7573 4733 325 26017 18098
175 8006 5032 330 26784 18669
180 8450 5341 335 27563 19249
185 8904 5658 340 28352 19838
190 9370 5985 345 29152 20435

( Sumber : (Deutschman, 1995 : 416)


Nilai Viskositas Index juga dapat dihitung dengan menggunakan grafik pada
Gambar 2.9. Sebagai contoh : Perkirakan nilai Viskositas Index untuk suatu minyak
pelumas yang mempunyai nilai viskositas kinematik, ν = 5,05 cSt pada suhu 100 oC ,
dan ν = 22,83 cSt pada suhu 40 oC.
Penyelesaian : Hitung perbandingan nilai viskositas kinematik pada suhu 100 oC
atau 40 oC. Diperoleh ν 100 / ν 40 = 0,2212. (sebagai sumbu vertikal). Sumbu
horisontalnya ν 100 = 5,05 (sebagai sumbu horisontal). Dengan membaca grafik pada
Gambar 2.9 maka diperoleh nilai VI sekitar 155.

2.3. Pelumasan Journal Bearing dan Rolling Bearing


Pelumasan sangat penting untuk mengurangi gaya gesek, menurunkan tingkat
keausan, mengurangi timbulnya panas, mengurangi pemuaian dan ikut membantu
kebersihan diantara dua logam yang bergesekan. Dalam bab ini akan dibahas
pelumasan pada journal bearing dan rolling bearing.

2.3.1. Pelumasan Journal Bearing


Dalam pemilihan cara pelumasan sangat perlu diperhatikan : konstruksi, kondisi
kerja, dan letak bearing. Tempat pelumasan, bentuk serta kekasaran alur juga
merupakan faktor-faktor penting. Jadi cara pelumasan yang tepat juga banyak
didasarkan pada pengalaman.

Elemen Mesin II 49
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.9. Grafik untuk mencari nilai VI

2.3.1.1. Tipe Pelumasan


Dalam pelaksanaan pelumasan untuk elemen mesin (bearing) dikenal ada dua
tipe yang sangat penting, yaitu : Pelumasan Hidrostatik dan Pelumasan Hidrodinamik

1. Pelumasan Hidrostatik
Dalam aplikasinya pelumasan pada journal bearing banyak bertipe
Hidrodinamik, namun perlu juga diketahui secara singkat tipe pelumasan Hidrostatik,
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.10. Poros yang menyangga beban aksial berputar
dengan putaran (n) rpm. , pelumas masuk dengan tekanan Po melalui saluran masuk
secara aksial, kemudian mengisi bagian lekuk dari poros (recess), pelumas yang balik

Elemen Mesin II 50
Lubrication atau Pelumasan

dari lekuk poros mengalami penurunan tekanan dan mengalir melalui bagian samping
poros dan keluar kembali ke reservoir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelumasan Hidrostatik adalah : besarnya
beban yang disangga, tekanan masuk minyak pelumas, dan juga perhatikan pada saat
start, jangan langsung pada putaran yang tinggi.
Tipe pelumasan Hidrostatik banyak digunakan pada journal bearing aksial
(thrust bearing), dimana gaya angkat pelumas (oil lift) dibutuhkan pada saat start dari
bearing yang menerima beban besar, dan pada bearing yang berputar pelan, terutama
pada saat start dan saat berhenti.

Gambar 2.10. Skema pelumasan Hidrostatik untuk poros vertikal

Elemen Mesin II 51
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.11. Skema pelumasan Hidrostatik untuk poros horisontal

Gambar 2.12 Kondisi diam dan berputar Gambar 2.13 Contoh pelumasan hidrodinamik

Gambar 2.14 Perbandingan posisi poros pada pelumasan hidrodinamik

Elemen Mesin II 52
Lubrication atau Pelumasan

2. Pelumasan Hidrodinamik
Secara sederhana tipe pelumasan hidrodinamik dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem pelumasan diantara dua bidang yang saling bergerak relatif, yang akan
menghasilkan daya angkat bagi kedua bidang tersebut yang cukup mampu untuk
mendukung beban yang terdapat pada kedua bidang tersebut, sehingga kedua bidang
yang terdiri dari metal tidak saling bergesekan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Pelumasan Hidrodinamik
- Pelumasnya harus dapat memenuhi Hukum Newton dalam hal aliran fluida yang
viscos (viscous flow).
- Aliran harus laminer
- Pelumasnya harus bersifat tidak termampatkan (in compressible)
- Viskositas pelumas harus sama sepanjang lapisan film pelumas
- Gaya inersian dari gerakan percepatan harus kecil
- Lapisan pelumas harus tipis, sehingga efek dari kelengkungan bantalan (bearing
curvature) dapat diabaikan.
- Bearing diasumsikan mempunyai kelebaran yang terbatas, dan juga bebas dari
kebocoran pada ujung-ujung bearing
- Mempunyai daya adhesive yang baik antara pelumas dengan permukaan bearing.

2.3.1.2. Cara-cara Pelumasan


Secara garis besar pelumasan pada mesin dapat dikelompokkan menjadi :

1. Pelumasan Tangan
Untuk beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak terus menerus.
Kejelekan cara ini adalah aliran minyak pelumas tidak tetap dan pelumasan menjadi
tidak teratur.

2. Pelumasan Tetes
Untuk beban ringan dan sedang. Pelumasan dilakukan dari sebuah tempat (kaleng) ,
minyak pelumas diteteskan dalam jumlah yang tetap dan teratur melalui sebuah
katup jarum.

Elemen Mesin II 53
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.15. Cara pelumasan : Sumbu, Percik dan Cincin

3. Pelumasan Sumbu
Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan dalam mangkok minyak,
sehingga minyak terisap oleh sumbu tersebut. Pelumasan ini dipakai seperti
pelumasan tetes.

4. Pelumasan Percik
Dari suatu bak-penampung, minyak pelumas dipercikkan, cara ini dipergunakan
untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak.

5. Pelumasan Cincin
Pelumasan ini menggunakan cincin yang digantungkan pada poros, sehingga cincin
berputar bersama poroas sambil mengangkat minyak pelumas dari bawah. Cara ini
dipakai untuk beban sedang.

6. Pelumasan Pompa
Pompa dipergunakan untuk mengalirkan minyak ke dalam bearing. Cara ini dipakai
untuk melumasi bearing yang sulit letaknya seperti bearing utama motor yang
berputar tinggi. Cara pelumasan ini cocok untuk beban besar dengan kecepatan
tinggi.

Elemen Mesin II 54
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.16. Sirkulasi pelumasan dengan pompa pada motor bakar

Gambar 2.17. Sirkulasi pelumasan pompa dengan tangki di atas

Elemen Mesin II 55
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.18. Sirkulasi pelumasan pada bensin

Gambar 2.19. Skema Sirkulasi pelumasan pada motos bensin


Elemen Mesin II 56
Lubrication atau Pelumasan

7. Pelumasan Gravitasi
Sebuah tangki diletakkan di atas bearing, minyak dialirkan oleh gaya gravitasi. Cara
ini dipakai untuk kecepatan sedang dan tinggi dengan kecepatan keliling sebesar 10
– 15 m/s..
8. Pelumasan Celup
Sebagian dari bantalan dicelupkan dalam minyak. Cara ini cocok untuk bearing
dengan poros tegak, seperti pada turbin air. Pada kasus ini perlu diberikan perhatian
pada besarnya daya gesekan karena tahanan minyak, kenaikan temperatur dan
kemungkinan masuknya kotoran atau benda asing
9. Pelumasan Spray
Sesuai dengan namanya pelumasan ini dilakukan dengan jalan menyemprotkan
minyak pelumas ke bagian-bagian yang diinginkan, seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.
.

Gambar 2.20. Skema Sirkulasi pelumasan dengan spray

Selain cara pelumasan yang harus tepat, perlu diperhatikan juga jumlah minyak
pelumas dalam mesin. Jumlah minyak pelumas dalam mesin harus cukup, tidak boleh
melebihi batas maksimum dan tidak boleh kurang dari batas minimum. Biasanya diberi
ukuran batas batas tersebut, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Elemen Mesin II 57
Lubrication atau Pelumasan

Gambar 2.21. Alat ukur volume minyak pelumas

2.3.1.3. Analisis Pelumasan Journal Bearing


Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang torsi dan daya yang
diakibatkan oleh gesekan, juga dibahas perencanaan tentang : ketebalan, kapasitas dan
kenaikan temperatur minyak pelumas pada journal bearing. Beban (load) pada poros
akan mengakibatkan ketebalan lapisan minyak pelumas menjadi tidak rata,
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.22. Ketebalan minyak pelumas pada journal bearing

2.3.1.3.1. Hukum Petroff’s


Hukum Petroff’s dapat digunakan untuk menghitung besarnya torsi dan daya
yang hilang akibat adanya gesekan pada Journal Bearing
Ketika poros berputar dalam journal bearing yang, seperti pada Gambar 2.1 , maka
akan terjadi tegangan geser antara poros dengan permukaan Journal Bearing bagian
dalam, yang dapat dinyatakan dengan persamaan :

Elemen Mesin II 58
Lubrication atau Pelumasan

U
τ =μ
h (2-12)
Gaya gesek yang terjadi :
U
F=τ . A=μ . A
h
Torsi gesek yang terjadi :

U
T f =F . r j=μ . A r
h j
Harga U dapat dinyatakan dengan rumus :
2.π .n
U=ϖ.r j ϖ= A=2.π .r j .L
, sedang 60 dan
Jadi besarnya Torsi akibat gaya gesek dapat dinyatakan dengan persamaan :
U 2 .π .n
T f = . 2.π . r j .L .r j . .r j
h 60

2 3
π . μ.L.rj .n
Tf=
15 . h (2-13)

dimana : Tf = Torsi akibat gesekan, lbf.in


µ = Viskositas absolute, reyns
L = Panjang Journal Bearing, in
rj = Radius poros (Journal), in
n = putaran, rpm
h = Ketebalan lapisan film minyak pelumas “radial clearance”

Daya yang ditimbulkan akibat gesekan tersebut (Friction HP) dapat dinyatakan dengan
rumus :
Tf .n
F HP =
63 .025 (2-14)

Elemen Mesin II 59
Lubrication atau Pelumasan

2.3.1.3.2. Grafik-grafik untuk Perencanaan Bearing


Dalam sub bab ini dapat dihitung besarnya : ketebalan minimum lapisan film
minyak pelumas, daya yang hilang karena gesekan, kapasitas aliran pelumas, kapasitas
aliran pelumas melalui ujung-ujung bearing dan kenaikan temperatur pelumas.
Sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu perlu diketahui : perbandingan
panjang journal bearing (L) dan diameter poros (D), sudut kontak bearing (), aliran
pelumas dan distribusi tekanan sekeliling bearing. (Deutschman, 1995 : 427)

Gambar 2.23. Diagram variasi tekanan sekeliling bearing

Perhitungan ini menggunakan grafik-grafik (design charts) yang dihasilkan dari


percobaan dan penelitian-penelitian Raimondi dan Boyd. Untuk pengeplotan ke dalam
grafik-grafik tersebut diperlukan terlebih dahulu tentang factor karakteristik bearing
(bearing characteristic number) yang dipakai sebagai absis dalam grafik-grafik
Raymondi. Rumus untuk mencari faktor karakteristik bearing adalah sebagai berikut :
(Deutschman, 1995 : 425)

()
2
r j μ .n'
S '= .
c P (2-15)

Elemen Mesin II 60
Lubrication atau Pelumasan

dimana : S’ = Faktor karakteristik bearing


rj = Radius poros (Journal), in
c = Ketebalan lapisan pelumas (radial clearance), in
µ = Viskositas absolute, reyns
n’ = Kecepatan relative antara poros dengan bearing, rps
P = Beban per proyeksi luasan poros, lbf/in2
Untuk menghitung besarnya :
. - Ketabalan Minimum Lapisan Minyak Pelumas (ho)
- Daya yang Hilang akibat Gesekan (FHP)
- Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Bearing (Q)
- Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Ujung-ujung Bearing (Qs)
- Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)
akan lebih mudah memahami hal-hal tersebut di atas, disini akan diberikan contoh soal.

1. Suatu journal bearing parsial dengan sudut kontak  = 180o yang beroperasi
dalam kondisi putaran 3600 rpm, beban W = 1600 lbf, viskositas absolute
pelumas µ = 2 x 10-7 reyns, radial clearance c = 0,002 in, radius poros rj = 2 in
dan panjang bearing L = 4 in. Hitung :
a. Faktor karakteristik bearing (S’)
b. Ketabalan Minimum Lapisan Minyak Pelumas (ho)
c. Daya yang Hilang akibat Gesekan (FHP)
d. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Bearing (Q)
e. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Ujung-ujung Bearing (Qs)
f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)

2. Sebuah Journal bearing panjangnya 2 in dengan diameter poros 1,5 berputar


dengan kecepatan n = 1500 rpm. Bila minyak pelumas yang dipakai mempunyai
viskositas 80 reyns dengan ketebalan minimum 0,01 in maka hitunglah :
a. Torsi yang terjadi dalam peristiwa tersebut
b. Kerugian daya dalam satuan HP
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian daya pada journal bearing.
d. Seandainya tanpa diberi minyak pelumas, apa yang terjadi. Diskusikan !

Elemen Mesin II 61
Lubrication atau Pelumasan

Penyelesaian Soal 1 :

a. Besarnya faktor karakteristik bearing adalah sebagai berikut :

S '=
c ()
r j 2 μ . n'
.
P
W 1600
P= = =100 Psi
dimana :
2. r j . L 2.2 . 4

( )
2 −7
2 2.10 .60
S '= . =0,12
Jadi : 0,002 100

b. Ketebalan minimum lapisan minyak pelumas


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.24, maka diperolah nilai :
ho
=0 ,39
c
ho = 0,39 . c = 0,39 . 0,002 in = 0,00078 in

Gambar 2.24. Hubungan antara (S’) dengan ketebalan minium minyak pelumas.

Elemen Mesin II 62
Lubrication atau Pelumasan

c. Daya yang hilang akibat gesekan


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.25, maka diperolah nilai :
rj
. f =2,2
c
Koefisien gesek (f) diperoleh :
2,2. c 2,2 . 0 , 002
f= = =0 ,0022
rj 2
Kemudian dihitung torsi gesek :
Tf = f.W.rj = 0,0022 . 1600 . 2 = 7,04 lbf.in
Daya yang hilang alkibat gesekan :
Tf .n 7 , 04 . 3600
F HP = = =0,4 HP
63 .000 63 . 000

Gambar 2.25. Hubungan antara (S’) dengan koefisien gesek (f).

d. Kapasitas aliran minyak pelumas melalui bearing (Q)


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.26, maka diperolah nilai :
Q
=3,2
r j .c.n' . L

Elemen Mesin II 63
Lubrication atau Pelumasan

in3
Q=3,2.r j .c. n' . L=3,2 x 2 x 0, 002 x 60 x4=3 ,07
s

Gambar 2.26. Hubungan antara (S’) dengan kapasitas aliran (Q)

e. Kapasitas aliran minyak pelumas melalui ujung-ujung bearing (Qs)


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.27, maka diperolah Qs /Q = 0,58

Gambar 2.27. Hubungan (S’) dengan kapasitas aliran yang keluar dari ujung bearing (Qs)

Elemen Mesin II 64
Lubrication atau Pelumasan

3
in
Qs =0, 58 .Q=0 ,58 x 3,07=1 , 78
Jadi : s
f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)
Dengan menggunakan Gambar 2.18, maka diperoleh nilai :
J . γ . C o . ΔT
=12
P
dimana : J = konversi energi panas (mechanical equivalent of heat)
( 1 BTU = 778 lbf.ft = 778 . 12 lbf.in )
Co = Specific heat pelumas ( 0,42 BTU/lbf.oF )
 = berat jenis pelumas ( 0,03 lbf/in3 )
Jadi :
12 . P 12.100
ΔT= = =10 , 2o F
J . γ . Co 788 x 12 x 0 ,03 x0 , 42

Gambar 2.28. Hubungan (S’) dengan kenaikan temperatur minyak pelumas (T)

Elemen Mesin II 65
Lubrication atau Pelumasan

2.4. Viskositas dan Pelumasan Pada Rolling Bearing


Unjuk kerja yang baik (satisfactory performance) dari rolling bearing sangat
tergantung pada : penggunaan pelumas yang tepat, frekuensi pelumasan, rumah bearing
dan saluran pelumasan.

Gambar 2.29. Lokasi pelumas pada ball bearing

Pelumas yang dapat dipakai untuk rolling bearing adalah : fet (grease) dan oli.
Pelumasan dengan fet baik digunakan untuk putaran yang rendah, tidak membutuhkan
sistem “sealing” yang rendah dan dapat pula dilakukan dengan ”prepacked”.
Metode pelumasan dengan oli sangat banyak variasinya tergantung dari
pembuat yang merencanakannya. Salah satu cara yang sederhana adalah berdasarkan
viskositasnya.

2.4.1. Viskositas Minyak Pelumas untuk Rolling Bearing


Pada sub bab ini akan dibahas tentang : besarnya viskositas yang diperlukan,
tipe pelumassnnya dan dengan SAE berapa?. Untuk memahami hal tersebut berikut ini
akan diberikan contah penggunaannya.

Soal :
Diketahui diameter bearing (D) = 50 mm, putaran poros (n) = 5000 rpm, temperatur
operasi/kerja (T) = 150 oF. Berapa viscositas minyak pelumas yang dipakai, dan tipe
pelumas dengan SAE berapa ?
Penyelesaian :
- Harga D.N = 50 x 5000 = 250.000

Elemen Mesin II 66
Lubrication atau Pelumasan

- Masukkan harga D.N tersebut dalam grafik (Gambar 12.10). pada koordinat
D.N value, kemudian tarik garis ke atas sejajar dengan ordinat “operating
temperature”, selanjutnya tarik garis sejajar dengan garis titik-titik pada bidang
lengkung.

Gambar 2.30. Grafik pemilihan minyak pelumas berdasarkan viskositas

- Dari ordinat “operating temperature” , ambil titik berdasarkan temperatur 150


o
F, tarik garis titik-titik pada bidang lengkung, sehingga diperoleh perpotongan
dengan garis D.N di titik A.
- Dari titik A tarik garis ke koordinat “viscosity SUS 100 oF” , sehingga diperoleh
harga viskositas pelumas 170 SUS dengan dasar/basis 100oF.
- Selanjutnya masukkan ke grafik SUS vs temperature ( Gambar 2.4) sehingga
diperoleh tipe pelumas dengan SAE tertentu.

Elemen Mesin II 67
Lubrication atau Pelumasan

2.4.2. Pelumasan Bantalan Gelinding


Pelumasan bantalan gelinding terutama dimaksud untuk mengurangi gesekan
dan keausan antara elemen gelinding dan sangkar, membawa keluar panas yang terjadi,
mencegah korosi dan menghindari masuknya debu. Cara pelumasan ada dua macam
yaitu pelumasan gemuk dan pelumasan minyak.
Pelumasan minyak merupakan Sangat cocok untuk kecepatan tinggi atau
temperatur tinggi, yang paling populer diantaranya adalah pelumasan celup. Pada cara
ini, dengan poros mendatar, minyak harus diisikan sampai tengah-tengah elemen
gelinding yang terendah. Adalah suatu keharusan bahwa temperatur minyak dijaga
tetap. Untuk maksud ini dipakai pipa pendingin atau sirkulasi air. Untuk poros tegak,
tinggi permukaan minyak harus sedemikian rupa hingga 30-50 % dari elemen gelinding
tercelup dalam minyak.
Untuk mencegah kebocoran pelumas serta masuknya benda asing, maka di
dalam bearing terdapat alat penyekat, beberapa penyekat yang sering dipakai adalah :

1. Cincin-O
Merupakan cincin dengan penampang lingkaran. Cincin dipasang pada alur
yang dibuat pada bidang atau batas yang akan dirapatkan sedemikian rupa hingga jika
dikenai tekanan dari sebelah dalam, cincin akan mengalami deformasi yang akan
mencegah kebocoran. Bahan yang digunakan adalah karet sintetis, karet alam dan
plastik.

2. Sil Minyak
Merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas karet sintetis dengan bentuk
penampang tertentu, cincin logam dan cincin pegas. Sil minyak dapat menyekat lebih
rapat daripada cincin-O, serta dapat dipergunakan pada poros yang berputar maupun
bergerak bolak-balik.

3. Sil Mekanis
Sil ini cocok untuk menyekat cairan, gas dan uap meskipun tekanan dan
kecepatannya tinggi. Bagian- utama dari sil ini adalah : cincin diam, cincin berputar,
pegas dan paking.

Elemen Mesin II 68

Anda mungkin juga menyukai