Anda di halaman 1dari 26

Pelumasan

BAB II
PELUMASAN
Pelumasan / Lubrication adalah cara yang dilakukan untuk mengurangi gaya
gesek yang terjadi antara dua permukaan yang saling bergesekan dengan cara memberi
minyak pelumas atau oil. Pelumas didefinisikan sebagai zat yang disisipkan diantara dua
permukaan yang saling bergesekan untuk mengurangi besarnya gaya yang terjadi karena
gesekan tersebut. Gaya gesek merupakan gaya perlawanan yang terjadi akibat adanya dua
permukaan yang bergesekan.
Problem besar yang dihadapi dalam perencanaan Elemen Mesin adalah
bagaimana menjaga atau menghindari kehilangan daya atau energi selama terjadinya
gesekan antara elemen-elemen mesin yang saling bergerak satu terhadap yang lainnya.
Secara estimasi berdasarkan pengujian, kehilangan daya akibat gesekan dapat mencapai
sepertiga sampai setengah dari produk daya yang dihasilkan.
Pelumasan juga diperlukan untuk menjaga / memelihara : tingkat keausan,
timbulnya panas, timbulnya pemuaian, kebersihan dan sebagainya. Yang sangat penting
tentang pelumasan adalah mendapatkan ketebalan tertentu (ketebalan minimal dari
lapisan pelumas yang diperlukan), disamping itu juga harus diperhatikan viskositas
minyak pelumasnya.

2.1. Beberapa Sifat Penting Minyak Pelumas


Beberapa sifat minyak pelumas yang penting yang perlu diketahui disini antara
lain adalah :

1. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan atau viskositas minyak pelumas harus sesuai dengan kondisi mesin agar
dapat berfungsi dengan baik, yaitu untuk memperlambat keausan permukaan yang
bergesekan, terutama pada beban yang besar dan pada putaran rendah. Minyak
pelumas yang terlalu kental sulit mengalir melalui salurannya, sehingga menyebabkan
kerugian daya mesin yang lebih besar.
2. Titik Tuang.

1
Pelumasan

Titik tuang adalah temperatur minyak pelumas, pada saat minyak pelumas sulit
mengalir karena minyak pelumas membentuk jaringan kristal.
3. Kelumasan.
Kelumasan merupakan sifat melumasi dari minyak pelumas. Minyak pelumas harus
memiliki sifat melumasi yang cukup baik, yaitu dapat membasahi seluruh permukaan
logam yang bergesekan. Hal ini berarti dalam segala keadaan selalu terdapat lapisan
minyak pelumas pada permukaan bagian mesin yang bersentuhan.
4. Stabilitas.
Stabilitas merupakan kesetabilan susunan kimia dari minyak pelumas. Beberapa
minyak pelumas pada temperatur tinggi akan berubah susunan kimianya sehingga
terjadilah endapan yang menyebabkan cincin torak melekat pada alurnya
5. Indeks Kekentalan / Viscositas Index
Kekentalan minyak pelumas berubah-ubah menurut perubahan temperatur, semakin
tinggi temperatur kekentalan akan menurun. Minyak pelumas yang baik adalah
minyak pelumas yang tidak banyak berubah viskositasnya ketika temperaturnya
berubah, sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik dalam keadaan dingin,
pada waktu mesin mulai berputar (start) maupun dalam keadaan panas, pada
temperatur kerja.

2.1. Karakteritik Pelumas


2.1.1. Viskositas Pelumas dan Unit Viskositas
Dalam pembahasan tentang teori dan sistem pelumasan, salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah adanya efek dari dalam minyak pelumas itu sendiri yang disebut
viskositas (effect of the internal resiste of fluid lubrication).

u
F
Benda A

h
Benda B

Gambar 2.1. Teori viskositas pada suatu fluida

2
Pelumasan

Untuk menerangkan hal ini dilakukan dengan analisis yang menggunakan suatu
cairan minyak pelumas yang ditempatkan diantara dua bidang A dan B. Bidang A
didorong dengan gaya F sehingga bidang A bergerak dengan kecepatan u, bidang A tidak
slip terhadap minyak pelumasnya, tetapi lapisan pelumas yang menempel pada bidang B
ikut bergerak dengan kecepatan yang sama ( u ), sedangkan lapisan minyak pelumas yang
menempel pada bidang B mempunyai kecepatan nol. Akibat gerakan-gerakan pada
bagian pelumasnya, maka terjadilah gesekan-gesekan diantara molekul-molekul minyak
pelumas.
Sesuai dengan Hukum Newton, tegangan geser ( ) berbanding lurus dengan
viskositas () dan perubahan kecepatan ( du ), secara matematis dapat ditulis :
du du U
dan (2-1)
dy dy h

F
dimana A = luas penampang bidang A , sehingga :
A
F U A.U
atau F
A h h
F .h
dimana : h = tebal lapisan minyak pelumas. (2-2)
A.U

Untuk menentukan unit atau satuan viskositas dapat menggunakan persamaan (2-2).
1. Satuan British (English System)
lbf . in

lbf . sec
reyn
F .h
= 2 in in 2
A.U in .
sec

2. Sistem Internasional (International System)


F .h

dyne. cm dyne. sec poise
A.U
cm 2 . cm cm 2
sec
Satuan reyn biasa dikenal dengan satuan Reynold sesuai dengan nama penemunya.
Demikian juga dengan poise , satuan ini ditemukan oleh ahli Fisika Perancis yang
bernama Poisenille. Konversi dari kedua satuan tersebut adalah :
1 reyn = 6,9 x 106 poise

3
Pelumasan

1 poise = 100 cp atau (centi poise)

Viskositas ada dua macam, yaitu viskositas absolut dan viskositas kinematik,
hubungan antara keduanya dapat dinyatakan dengan persamaan :


Dimana : = massa jenis , gr/cm3


Satuan viskositas kinematik dapat dicari dengan cara sebagai berikut :
dyne. sec .cm3 gr.cm. sec .cm cm2
stokes
gr.cm2 sec2 .gr sec

Dalam aplikasi satuan yang sering dipakai adalah centistokes (cSt).


Contoh : Mesran Prima, Viskositas Kinematik = 188,84 cSt
Mesran Super, Viskositas Kinematik = 186,0 cSt

2.1.2. Pengukuran Viskositas dengan Saybolt Universal Viscometer


Salah satu cara atau metode untuk mengukur dan menghitung viskositas minyak
pelumas adalah dengan menggunakan peralatan yang disebut The Saybolt Universal
Viscometer . Hasil pengukuran dan perhitungan viskositas dengan alat ini, sampai
sekarang menjadi standar unit dari viskositas pelumas dan dikenal dengan Saybolt
Universal Second (SUS). Persamaan untuk menentukan viskositas dalam SUS ini adalah
sebagai berikut :
180
SGt 0,22.S (2-3)
S

SGt SG60 0,00035 T 60 (2-4)


dimana : = viskositas absolut pada temperatur toF dalam satuan centipoise (cp)
SGt= Specific Gravity pada temperatur toF
SG60 = Specific Gravity pada temperatur 60oF
S = SUS (Saybolt Universal Second).
T = temperatur minyak pelumas pada saat dilakukan pengetesan, oF

4
Pelumasan

Disamping viskositas absolut ( ), juga dikenal viskositas kinematik ( ),


merupakan viskositas absolut ( ) per satuan massa jenis ( ).
dyne. sec
2 cm 2
cm 2 stokes (2-5)
dyne. sec sec .
cm 4

2.1.3. Pengukuran Viskositas dengan Viscometer Bola Jatuh


Pengukuran viskositas dengan Viscometer bola jatuh dapat dilakukan dengan cara
menjatuhkan bola yang berupa kelereng ke dalam minyak pelumas dengan ketinggihan
minimal 70 cm. Selanjutnya dicatat waktu ( t ) yang diperlukan oleh kelereng untuk
menempuh jarak (vertikal) sejauh 70 cm tersebut. Dengan menggunakan Hukum
Archimedes dan Hukum Stokes maka besarnya viscositas minyak pelumas dapat
diketahui.

2.1.3.1. Hukum Archimedes


Hukum Archimedes menyatakan bahwa : Setiap benda yang tercelup seluruhnya
atau sebagian di dalam fluida maka benda tersebut akan mendapat gaya apung atau gaya
Buoyancy yang arahnya keatas, besarnya gaya apung (Fb) tersebut sama dengan berat
fluida yang dipindahkan oleh benda. Bila benda yang dimasukkan berbentuk bola dengan
seluruh bagiannya tercelup maka besarnya gaya apung dapat dinyatakan dengan rumus :

Fb f .V f .g

Fb f .Vb .g (2-6)
dimana : Fb = Gaya Apung atau Gaya Buoyancy pada bola , kg.m/s2
f = Massa jenis fluida , kg/m3
Vf = Volume fluida yang dipindahkan, m3
Besarnya sama dengan Volume bola, karena bola tercelup
seluruhnya di dalam fluida. Vf = Vb
g = Percepatan gravitasi, m/s2

5
Pelumasan

2.1.3.2. Hukum Stokes


Hukum stokes mempelajari bagaimana pengaruh fluida kental terhadap benda yang
bergerak didalamnya. Bola yang bergerak dengan kecepatan konstan di dalam fluida
kental akan mendapat gaya-hambat (Ff) yang besarnya dapat dinyatakan dengan
persamaan :

Fr 6..rv (2.7)
Dimana : r = jari-jari bola, m
v = kecepatan bola di dalam fluida, m/s
= viskositas, N.s / m2

2.1.3.3. Merumuskan Nilai Viscositas dengan Viscometer Bola-Jatuh

Bola kelereng yang dijatuhkan vertikal dalam fluida, mula-mula akan bergerak lurus
berubah beraturan (glbb), kemudian karena adanya hambatan dari fluida, kelereng akan
bergerak lurus beraturan (glb), atau gerak lurus dengan kecepatan konstan. Pada saat
gerak lurus beraturan inilah terjadi kesetimbangan gaya, kearah atas ada Fa dan Ft
sedangkan kearah bawah ada berat kelereng (W). Sehingga sesuai dengan hukum Stokes
maka keadaan tersebut dapat dinayatakan dengan rumus :

Fr W Fb

Dari persamaan persamma tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

6..rv m.g f .Vb .g

4
Volume bola = . .r 3 disubtitusikan ke persamaan di atas menjadi :
3
4 4
6..rv . . .r 3 .g fluida . . .r 3 .g
3 3
4
Variabel . .r 3 .g dikumpulkan menjadi satu, sehingga didapat didapat :
3

6..rv b f . . .r 3 .g
4
3
Besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan rumus :

6
Pelumasan

. .r 3 .g . b f
4
3
6. .r.v

2.r 2 .g . b f
(2-8)
9.v
x
Kecepatan konstan , dimasukkan ke dalam rumus diatas
t
2.r 2 .g . bola fluida

x
9.
t

2.r .g . bola fluida


2

.t (2-9)

9 . x

Hasil dari persamaan (2-9) masih kurang tepat, oleh karena itu perlu dimasukkan
faktor koreksi tersebut belum memasukkan faktor koreksi (correction factor), yang
nilainya ditentukan oleh besarnya diameter kelereng dan diameter pipa.
3 5
d d d
f 1 2,104. 2,09 0,9 (2-10)
D D D

Persamaan (2-9) menjadi :

2.r .g. b f . f
2

.t (2.11)

9 . x

Dimana : = viskositas, N.s / m2


r = Jari-jari bola, m
g = percepatan gravitasi, m/s2
f = faktor koreksi
b = Massa jenis bola, kg/m3
f = Massa jenis fluida, kg/m3

7
Pelumasan

2.1.4. Index Viskositas


Nilai viskositas sangat dipengaruhi oleh temperatur, untuk beberapa pelumas tipe
gas dan udara nilai viskositasnya naik dengan adanya kenaikan temperature, sedangkan
untuk pelumas cair atau fluida nilai viskositasnya turun dengan adanya kenaikan
temperatur. Dengan mengetahui hal tersebut, maka untuk menjaga agar tidak terjadi
penurunan viskositas yang terlalu besar, maka kenaikan temperatur yang terlalu besar
harus dihindari.
Berkaitan dengan berubahnya nilai viskositas terhadap temperatur, maka dikenal
adanya istilah Index Viskositas ( VI ) , yang menyatakan kepekaan viskositas terhadap
perubahan temperatur. Persamaan untuk menghitung VI adalah sebagai :berikut :

L U
VI x100% (2-6)
LH
dimana :
VI = Index viskositas, %
L = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 0 % pada 100oF
H = viskositas pelumas standar, yang mempunyai nilai VI = 100 % pada 100oF
U = viskositas pelumas yang diukur VI nya dengan dipanaskan 100oF

1. Arti nilai VI
VI = 100 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas yang
kecil dengan terjadinya kenaikan temperatur.

8
Pelumasan

VI = 0 %, berarti minyak pelumas yang mempunyai perubahan viskositas yang


besar dengan terjadinya kenaikan temperatur

2. Prosedur untuk mengetahui VI


- Ukur viskositas pelumas pada temperatur 100oF dan 210oF. Viskositas yang didapat dari
temperatur 100oF adalah U. sedangkan pada temperatur 210oF adalah X.
- Dari pelumas standar yang mempunyai nilai VI = 100%, pilih asalah satu yang
mempunyai nilai viskositas sama dengan pelumas yang tidah dikenal pada temperatur
210oF. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF,
beru simbul H.
- Sama dengan cara di atas, namun dengan pelumas standar yang mempunyai nilai VI = 0
%. Kemudian ambil angka viskositas pelumas standar ini pada temperatur 100 oF, beru
simbul L
- Dengan memasukkan harga : U, H dan L, ke dapam persamaan 12-6 , maka dapat
dihitung nilai VI pelumas yang tidak dikenal tersebut.

SUS

U
H
o
F

100 F 210 F

Gambar 2.2. Ilustrasi prosedur untuk menentukan VI

9
Pelumasan

Contoh :
1. Suatu minyak pelumas mempunyai viskositas 400 sec.SUS pada 100oF , dan 55
sec.SUS pada 210oF. Carilah viskositas absolut pada temperatur 170oF, bila
spesifc gravity pada suhu 60oF sebesar 0,93.
2. Carilah VI minyak pelumas yang setelah diadakan pengukuran dengan Saybolt
Universal Viscometer diketahui viskositasnya : 98 sec.SUS pada 210 oF dan 1400
sec.SUS pada 100oF.

Selain menggunakan rumus di atas, nilai L dan L-H dapat dicari dengan
menggunakan tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Nilai L dan L-H untuk menghitung VI dari Saybolt Universal Viscosity
Saybolt Universal L D Saybolt Universal L D
Viscosity (SUS) (L-H) Viscosity (SUS) (L-H)

40 137,9 30,8 195 8946 6319


45 265,1 88,8 200 10333 6663
50 422,0 166,9 205 10831 7015
55 596,0 256,8 210 11339 7376
60 780,0 355,0 215 11858 7745
65 976,1 462,1 220 12389 8125
70 1182 578 225 12930 8512
75 1399 702 230 13481 8907
80 1627 836 235 14044 9313
85 1865 977 240 14616 9726
90 2115 1129 245 15201 10148
95 2375 1288 250 15796 10576
100 2646 1457 255 16404 11020
105 2928 1634 260 17019 11469
110 3220 1819 265 17646 11926
115 3523 2013 270 18284 12392
120 3838 2218 275 18933 12867
125 4163 2430 280 19593 13351
130 4498 2650 285 20263 13843
135 4845 2880 290 20945 14344
140 5202 3118 295 21637 14854
145 5570 3365 300 22340 15373
150 5945 3621 305 23054 15901
155 6339 3886 310 23778 16436
160 6740 4160 315 24513 16981
165 7151 4442 320 25260 17536
170 7573 4733 325 26017 18098
175 8006 5032 330 26784 18669
180 8450 5341 335 27563 19249
185 8904 5658 340 28352 19838
190 9370 5985 345 29152 20435

10
Pelumasan

2.2. Pelumasan Bearing


Pelumasan sangat penting untuk mengurangi gaya gesek, menurunkan tingkat
keausan, mengurangi timbulnya panas, mengurangi pemuaian dan ikut membantu
kebersihan diantara dua logam yang bergesekan. Dalam bab ini akan dibahas pelumasan
pada journal bearing dan rolling bearing.

2.2.1. Pelumasan Journal Bearing


Dalam pemilihan cara pelumasan sangat perlu diperhatikan : konstruksi, kondisi
kerja, dan letak bearing. Tempat pelumasan, bentuk serta kekasaran alur juga merupakan
faktor-faktor penting. Jadi cara pelumasan yang tepat juga banyak didasarkan pada
pengalaman.

2.2.1.1. Tipe Pelumasan


Dalam pelaksanaan pelumasan untuk elemen mesin (bearing) dikenal ada dua tipe
yang sangat penting, yaitu : Pelumasan Hidrostatik dan Pelumasan Hidrodinamik

11
Pelumasan

Gambar 2.3. Skema pelumasan Hidrostatik


1. Pelumasan Hidrostatik
Dalam aplikasinya pelumasan pada journal bearing banyak bertipe Hidrodinamik,
namun perlu juga diketahui secara singkat tipe pelumasan Hidrostatik, sebagaimana
terlihat pada Gambar 12.3. Poros yang menyangga beban aksial berputar dengan putaran
(n) rpm. , pelumas masuk dengan tekanan Po melalui saluran masuk secara aksial,
kemudian mengisi bagian lekuk dari poros (recess), pelumas yang balik dari lekuk poros
mengalami penurunan tekanan dan mengalir melalui bagian samping poros dan keluar
kembali ke reservoir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelumasan Hidrostatik adalah : besarnya
beban yang disangga, tekanan masuk minyak pelumas, dan juga perhatikan pada saat
start, jangan langsung pada putaran yang tinggi.
Tipe pelumasan Hidrostatik banyak digunakan pada journal bearing aksial (thrust
bearing), dimana gaya angkat pelumas (oil lift) dibutuhkan pada saat start dari bearing
yang menerima beban besar, dan pada bearing yang berputar pelan, terutama pada saat
start dan saat berhenti.

12
Pelumasan

2. Pelumasan Hidrodinamik
Secara sederhana tipe pelumasan hidrodinamik dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem pelumasan diantara dua bidang yang saling bergerak relatif, yang akan
menghasilkan daya angkat bagi kedua bidang tersebut yang cukup mampu untuk
mendukung beban yang terdapat pada kedua bidang tersebut, sehingga kedua bidang
yang terdiri dari metal tidak saling bergesekan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Pelumasan Hidrodinamik
- Pelumasnya harus dapat memenuhi Hukum Newton dalam hal aliran fluida yang viscos
(viscous flow).
- Aliran harus laminer
- Pelumasnya harus bersifat tidak termampatkan (in compressible)
- Viskositas pelumas harus sama sepanjang lapisan film pelumas
- Gaya inersian dari gerakan percepatan harus kecil
- Lapisan pelumas harus tipis, sehingga efek dari kelengkungan bantalan (bearing
curvature) dapat diabaikan.
- Bearing diasumsikan mempunyai kelebaran yang terbatas, dan juga bebas dari
kebocoran pada ujung-ujung bearing
- Mempunyai daya adhesive yang baik antara pelumas dengan permukaan bearing.

2.2.1.2. Cara-cara Pelumasan


Secara garis besar pelumasan journal bearing dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pelumasan Tangan
Untuk beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak terus menerus.
Kejelekan cara ini adalah aliran minyak pelumas tidak tetap dan pelumasan menjadi
tidak teratur.
2. Pelumasan Tetes
Untuk beban ringan dan sedang. Pelumasan dilakukan dari sebuah tempat (kaleng) ,
minyak pelumas diteteskan dalam jumlah yang tetap dan teratur melalui sebuah katup
jarum.

13
Pelumasan

Gambar 2.4. Cara pelumasan : Sumbu, Percik dan Cincin

3. Pelumasan Sumbu
Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan dalam mangkok minyak,
sehingga minyak terisap oleh sumbu tersebut. Pelumasan ini dipakai seperti
pelumasan tetes.
4. Pelumasan Percik
Dari suatu bak-penampung, minyak pelumas dipercikkan, cara ini dipergunakan
untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak.
5. Pelumasan Cincin
Pelumasan ini menggunakan cincin yang digantungkan pada poros, sehingga cincin
berputar bersama poroas sambil mengangkat minyak pelumas dari bawah. Cara ini
dipakai untuk beban sedang.
6. Pelumasan Pompa
Pompa dipergunakan untuk mengalirkan minyak ke dalam bearing. Cara ini dipakai
untuk melumasi bearing yang sulit letaknya seperti bearing utama motor yang
berputar tinggi. Cara pelumasan ini cocok untuk beban besar dengan kecepatan
tinggi.

14
Pelumasan

Gambar 2.5. Sirkulasi pelumasan dengan pompa pada motor bakar

15
Pelumasan

Gambar 2.6. Sirkulasi pelumasan pompa dengan tangki di atas

7. Pelumasan Gravitasi
Sebuah tangki diletakkan di atas bearing, minyak dialirkan oleh gaya gravitasi. Cara
ini dipakai untuk kecepatan sedang dan tinggi dengan kecepatan keliling sebesar 10
15 m/s..
8. Pelumasan Celup
Sebagian dari bantalan dicelupkan dalam minyak. Cara ini cocok untuk bearing
dengan poros tegak, seperti pada turbin air. Pada kasus ini perlu diberikan perhatian
pada besarnya daya gesekan karena tahanan minyak, kenaikan temperatur dan
kemungkinan masuknya kotoran atau benda asing.

16
Pelumasan

2.2.1.3. Analisis Pelumasan Journal Bearing


Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang torsi dan daya yang
diakibatkan oleh gesekan, juga dibahas perencanaan tentang : ketebalan, kapasitas dan
kenaikan temperature minyak pelumas pada journal bearing.

2.2.1.3.1. Hukum Petroffs


Hukum Petroffs dapat digunakan untuk menghitung besarnya torsi dan daya yang
hilang akibat adanya gesekan pada Journal Bearing
Ketika poros berputar dalam journal bearing yang, seperti pada Gambar 2.1 , maka akan
terjadi tegangan geser antara poros dengan permukaan Journal Bearing bagian dalam,
yang dapat dinyatakan dengan persamaan :

U

h
Gaya gesek yang terjadi :
U
F . A . A
h
Torsi gesek yang terjadi :
U
T f F .r j . A rj
h

17
Pelumasan

Harga U dapat dinyatakan dengan rumus :


2. .n
U .r j , sedang dan A 2. .r j .L
60
Jadi besarnya Torsi akibat gaya gesek dapat dinyatakan dengan persamaan :
U 2. .n
Tf .2. .r j .L.r j . .r j
h 60

2 . .L.r j3 .n
Tf (2-7)
15.h

dimana : Tf = Torsi akibat gesekan, lbf.in


= Viskositas absolute, reyns
L = Panjang Journal Bearing, in
rj = Radius poros (Journal), in
n = putaran, rpm
h = Ketebalan lapisan film minyak pelumas radial clearance

Daya yang ditimbulkan akibat gesekan tersebut (Friction HP) dapat dinyatakan dengan
rumus :
T f .n
FHP (2-8)
63.000

2.2.1.3.2. Grafik-grafik untuk Perencanaan Bearing


Dalam sub bab ini dapat dihitung besarnya : ketebalan minimum lapisan film
minyak pelumas, daya yang hilang karena gesekan, kapasitas aliran pelumas, kapasitas
aliran pelumas melalui ujung-ujung bearing dan kenaikan temperatur pelumas.
Sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu perlu diketahui : perbandingan
panjang journal bearing (L) dan diameter poros (D), sudut kontak bearing (), aliaran
pelumas dan distribusi tekanan sekeliling bearing.

18
Pelumasan

Gambar 2.4. Diagram variasi tekanan sekeliling bearing

Perhitungan ini menggunakan grafik-grafik (design charts) yang dihasilkan dari


percobaan dan penelitian-penelitian Raimondi dan Boyd. Untuk pengeplotan ke dalam
grafik-grafik tersebut diperlukan terlebih dahulu tentang factor karakteristik bearing
(bearing characteristic number) yang dipakai sebagai absis dalam grafi-grafik Raimondi.
Rumus untuk mencari faktor karakteristik bearing adalah sebagai berikut :
2
r .n'
S ' j . (2-9)
c P

dimana : S = Faktor karakteristik bearing


rj = Radius poros (Journal), in
c = Ketebalan lapisan pelumas (radial clearance), in
= Viskositas absolute, reyns
n = Kecepatan relative antara poros dengan bearing, rps
P = Beban per proyeksi luasan poros, lbf/in2

Untuk menghitung besarnya :

19
Pelumasan

. - Ketabalan Minimum Lapisan Minyak Pelumas (ho)


- Daya yang Hilang akibat Gesekan (FHP)
- Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Bearing (Q)
- Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Ujung-ujung Bearing (Qs)
- Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)
:akan lebih mudah memahami dengan langsung contoh soal, sebagaimana tersebut di
bawah ini.

Soal :
Suatu journal bearing parsial dengan sudut kontak = 180o yang beroperasi dalam
kondisi putaran 3600 rpm, beban W = 1600 lbf, viskositas absolute pelumas = 2 x 10 -7
reyns, radial clearance c = 0,002 in, radius poros r j = 2 in dan panjang bearing L = 4 in.
Hitung :
a. Faktor karakteristik bearing (S)
b. Ketabalan Minimum Lapisan Minyak Pelumas (ho)
c. Daya yang Hilang akibat Gesekan (FHP)
d. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Bearing (Q)
e. Kapasitas Aliran Minyak Pelumas Melalui Ujung-ujung Bearing (Qs)
f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)

Penyelesaian :
a. Besarnya faktor karakteristik bearing adalah sebagai berikut :
2
r .n'
S ' j .
c P

W 1600
dimana : P 2.r . 2.2.4 100 Psi
j

2
2 2.10 7.60
Jadi : S ' . 0,12
0,002 100

b. Ketebalan minimum lapisan minyak pelumas


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.5, maka diperolah nilai :

20
Pelumasan

ho
0,39
c
ho = 0,39 . c = 0,39 . 0,002 in = 0,00078 in

Gambar 2.5. Hubungan antara (S) dengan ketebalan minium minyak pelumas.

c. Daya yang hilang akibat gesekan


Dengan menggunakan grafik pada Gambar 12.6, maka diperolah nilai :
rj
. f 2,2
c
Koefisien gesek (f) diperoleh :
2,2.c 2,2.0,002
f 0,22
rj 2

Kemudian dihitung torsi gesek :


Tf = f.W.rj = 0,0022 . 1600 . 2 = 7,04 lbf.in
Daya yang hilang alkibat gesekan :
T f .n 7,04.3600
FHP 0,4 HP
63.000 63.000

21
Pelumasan

Gambar 2.6. Hubungan antara (S) dengan koefisien gesek (f).

Gambar 2.7. Hubungan antara (S) dengan kapasitas aliran (Q)


d. Kapasitas aliran minyak pelumas melalui bearing (Q)
Dengan menggunakan grafik pada Gambar 12.7, maka diperolah nilai :
Q
3,2
rj .c.n'.L

22
Pelumasan

in 3
Q 3,2.rj .c.n'.L 3,2 x 2 x 0,002 x 60 x 4 3,07
s
e. Kapasitas aliran minyak pelumas melalui ujung-ujung bearing (Qs)
Dengan menggunakan grafik pada Gambar 12.8, maka diperolah nilai :
Qs
0,58
Q

Gambar 2.8. Hubungan (S) dengan kapasitas aliran yang keluar dari ujung bearing (Qs)
in 3
Jadi : Qs 0,58.Q 0,58 x3,07 1,78
s

f. Kenaikan Temperatur Minyak Pelumas (T)


Dengan menggunakan Gambar 2.9, maka diperoleh nilai :
J . .Co .T
12
P
dimana : J = konversi energi panas (mechanical equivalent of heat)
( 1 BTU = 778 lbf.ft = 778 . 12 lbf.in )
Co = Specific heat pelumas ( 0,42 BTU/lbf.oF )
= berat jenis pelumas ( 0,03 lbf/in3 )
Jadi :

23
Pelumasan

12.P 12.100
T 10,2o F
J . .Co 788 x12 x0,03x 0,42

Gambar 2.9. Hubungan (S) dengan kenaikan temperatur minyak pelumas (T)

2.2. Pelumasan Rolling Bearing


Unjuk kerja yang baik (satisfactory performance) dari rolling bearing sangat
tergantung pada : penggunaan pelumas yang tepat, frekuensi pelumasan, rumah bearing
dan saluran pelumasan.

24
Pelumasan

Pelumas yang dapat dipakai untuk rolling bearing adalah : fet (grease) dan oli.
Pelumasan dengan fet baik digunakan untuk putaran yang rendah, tidak membutuhkan
sistem sealing yang rendah dan dapat pula dilakukan dengan prepacked.
Metode pelumasan dengan oli sangat banyak variasinya tergantung dari pembuat
yang merencanakannya. Salah satu cara yang sederhana adalah berdasarkan
viskositasnya, berapa besarnya viskositas yang diperlukan, kemudian tipe pelumas
dengan SAE berapa?. Untuk memahami hal tersebut berikut ini akan diberikan contah
penggunaannya.

Soal :
Diketahui diameter bearing (D) = 50 mm, putaran poros (n) = 5000 rpm, temperature
operasi/kerja (T) = 150 oF. Berapa viscositas minyak pelumas yang dipakai, dan tipe
pelumas dengan SAE berapa ?

Penyelesaian :
- Harga D.N = 50 x 5000 = 250.000
- Masukkan harga D.N tersebut dalam grafik (Gambar 12.10). pada koordinat D.N
value, kemudian tarik garis ke atas sejajar dengan ordinat operating
temperature, selanjutnya tarik garis sejajar dengan garis titik-titik pada bidang
lengkung.
- Dari ordinat operating temperature , ambil titik berdasarkan temperatur 150 oF,
tarik garis titik-titik pada bidang lengkung, sehingga diperoleh perpotongan
dengan garis D.N di titik A.
- Dari titik A tarik garis ke koordinat viscosity SUS 100 oF , sehingga diperoleh
harga viskositas pelumas 170 SUS dengan dasar/basis 100oF.
- Selanjutnya masukkan ke grafik SUS vs temperature ( Gambar 12.11) sehingga
diperoleh tipe pelumas dengan SAE tertentu.

25
Pelumasan

Gambar 2.10. Grafik pemilihan minyak pelumas berdasarkan viskositss

26

Anda mungkin juga menyukai