Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Analisis Karbon Aktif dari Kayu Mahoni berdasarkan
Karakteristik Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Zat Volatil
Pada penelitian pembuatan karbon aktif dari kayu mahoni ini bertujuan
untuk mendapatkan karbon aktif yang memenuhi syarat baku mutu (SNI) 06-
3703-1995 yang bisa diaplikasikan menjadi adsorben dengan variasi konsentrasi
KOH dan Suhu karbonisasi untuk menjernihkan minyak jelantah. Variabel yang
digunakan yaitu konsentrasi aktivator KOH 2M, 2,5M, 3M dan suhu karbonisasi
700°C dan 800°C. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada 18 Mei – 18
Juli 2022. digunakan sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif. Hasil Analisa
karakteristik mutu karbon aktif.
Dari masing masing variable konsentrasi dilakukan uji karakteristik untuk
menentukan karbon aktif dengan konsentrasi activator yang paling baik. Hasil
Analisa sampel karbon aktif dari kayu mahoni dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Karakteristik mutu karbon aktif
Perlakuan
Parameter SNI 700 °C 800°C
2M 2,5 M 3M 2M 2,5 M 3M
Kadar air (%) Maks. 15 8.46 8.33 7.5 6.72 5.93 5.88
Kadar abu (%) Maks. 10 5.08 5.04 3.63 8.33 7.5 7.5
Kadar Volatil (%) Maks. 25 20.83 19.85 21.66 21,66 21 20,83

4.1.2 Hasil Analisis Pemurnian Minyak Jelantah berdasarkan Karakteristik Kadar


Air, Kadar Asam Lemak Bebas, Bilangan Penyabunan
a. Sebelum Penjernihan
Sebelum dilakukan proses penjernihan dilakukan proses penjernihan minyak
jelantah dilakukan terlebih dahulu Analisa sebelum proses penjernihan. Hasil
Analisa sebelum penjernihan dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 4.2 Data hasil Analisa sebelum penjernihan

Sampel Aroma Warna Kadar Air Bilangan Penyabunan FFA


(%) (mg KOH/gr sampel) (%)
0,20
Minyak
Tengik Coklat Tua 154,30 0,40
Jelantah

29
b. Setelah Penjernihan
Setelah dilakukan penjernihan pada sampel didapatkan hasil Analisa
Penjernihan minyak jelantah berdasarkan variabel konsentrasi karbon 2M, 2,5M
dan 3M. Dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 4.3 Data hasil Analisa setelah penjernihan
Sampel
700 °C 800°C
Parameter SNI 2M 2,5 M 3M 2M 2,5 M 3M
Agak Agak Agak Agak Agak Agak
Aroma Normal
tengik tengik tengik tengik tengik tengik
Kuning
Warna bening
Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Kadar air Maks.
0.089 0.093 0.091 0.081 0.085 0.087
(%) 0,15
Maks.
FFA (%) 0.27 0.26 0.26 0.27 0.26 0.25
0.3
Bilangan
196 –
Penyabun 203,09 196,38 196.38 161.31 182,35 199,19
209
(mg/gr)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analasis Karbon Aktif Kayu Mahoni berdasarkan Karakteristik Kadar Air,
Kadar Abu, Kadar Zat Volatil
Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan kayu mahoni yang
berasal dari sisa sisa produksi dari industri mebel yang tidak lagi digunakan. Mula
mula Kayu mahoni dipotong menjadi bagian bagian kecil kemudian dibersihkan
dengan cara dicuci menggunakan air bersih untuk menghindari kontak senyawa
zat tertentu pada bahan dan sekaligus menghilangkan duri halus yang terdapat
pada kayu mahoni. Setelah bersih kayu mahoni dikeringkan dengan cara dijemur
dibawah sinar matahari.
Setelah itu, dilakukan proses dehidrasi dimana kandungan air didalam
bahan baku akan dihilangkan dengan cara pengeringan didalam oven dengan suhu
100°C selama 1 jam, pada tahap ini terjadi dekomposisi karbon dan terbentuk
hasil seperti tar, methanol, fenol, dan lain lain. Bahan baku yang telah didehidrasi
akan dikarbonisasi dengan cara dibakar didalam furnice dengan suhu 700°C dan
800°C selama 30 menit. Proses karbonisasi adalah proses dimana unsur oksigen
dan hidrogen dihilangkan dari karbon dan menghasilkan kerangka karbon dengan

30
kemurnian yang tinggi (Popy Previanti, 2015). Kemudian karbon yang telah
dihasilkan akan dihancurkan/dihaluskan dengan cara digrinding dan diayak
menggunakan 75 mesh.
Kemudian karbon diaktivasi dengan larutan KOH dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu 2 M, 2,5 M, 3 M dengan waktu adsorpsi 24 jam sampai pH netral
lalu. Perubahan konsentrasi ini dimaksudkan untuk mengetahui daya serap karbon
aktif yang paling baik. Setelah melewati tahap-tahap tersebut dilanjutkan dengan
analisa karakteristik mutu karbon aktif yang meliputi kadar air, kadar abu, dan
penentuan kadar zat volatil.
1. Analisa Kadar Air
Pengujian kadar air merupakan salah satu parameter untuk mengetahui
kualitas pada karbon aktif. Pengujian kadar air ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan air yang ada pada karbon aktif, agar sesuai dengan kualitas standar
karbon aktif, yakni maksimal 15% (SNI) 06-3730-1995. Kadar air tertinggi
dimiliki sampel dengan suhu karbonisasi 700ºC dan konsentrasi aktivator 2M
yakni sebesar 8,46% sedangkan kadar air terendah pada suhu karbonisasi 800ºC
dan konsentrasi aktivator 3M 5,88%. Maka hasil analisa kadar air pada penelitian
ini telah memenuhi (SNI) 06-3730-1995, yakni kurang dari 15%. Kadar air pada
karbon aktif merupakan persentase kandungan air karbon aktif yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering (meilianti, 2017). Kadar air
berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%. Besarnya rasio
pengeringan dapat dihitung dengan berat bahan sebelum pengeringan per berat
setelah pengeringan (Winarno, 1991). Pengaruh Konsentrasi Aktivator KOH
Terhadap Kadar Air dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan suhu karbonisasi


terhadap Kadar Air
Pada grafik gambar 4.1 terlihat bahwa persentase kadar air mengalami
penurunan seiring dengan naiknya konsentrasi aktivator. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi aktivator maka kadar air dalam karbon aktif
akan berkurang. Konsentrasi activator yang makin besar mempengaruhi luas
permukaan pori pori, semakin luas permukaan maka akan meningkatkan
penyerapan (adsorpsi) terhadap kandungan air. Penurunan kadar air disebabkan
oleh terikatnya molekul air yang ada pada karbon aktif oleh aktivator yang
menyebabkan pori pori pada karbon aktif semakin besar, semakin besar pori maka
luas permukaan karbon aktif semakin bertambah. Jadi, semakin tinggi konsentrasi
aktivator maka daya serap yang dihasilkan meningkat. (Meilianti, 2017). Kadar
air pada sampel dengan suhu karbonisasi karbon aktif sebesar 800ºC cenderung
lebih rendah dibanding sampel dengan suhu karbonisasi 700ºC, hal ini
dikarenakan molekul air lebih banyak hilang pada suhu karbonisasi yang lebih
tinggi. Jadi semakin tinggi suhu karbonisasi dan konsentrasi aktivator maka daya
serap pada karbon aktif terhadap kadar air akan meningkat.
2. Analisa kadar abu
Pengujian kadar abu merupakan salah satu parameter yang harus diuji untuk
mengetahui kualitas karbon aktif. Kadar abu adalah campuran dari komponen
anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan (Siregar MM, 2011).
Pengujian kadar abu ini bertujuan untuk mengetahui kandungan abu pada karbon
aktif dikarenakan apabila kandungan abu semakin tinggi maka mengakibatkan
daya serap yang semakin rendah, karena itu diupayakan agar kandungan abu
sekecil mungkin agar proses adsorpsi menjadi maksimal. Menurut persyaratan
kualitas karbon aktif (SNI) 06-3730-1995, kadar abu maksimal yang terkandung
dalam karbon aktif yang baik adalah 10%. Pengujian kadar abu pada sampel
dengan suhu karbonisasi 700C dan konsentrasi aktivator 3M memiliki kadar abu
terendah yakni sebesar 3,63% sedangkan pada suhu karbonisasi 800C dan
konsentrasi aktivator 2M memiliki kadar abu tertinggi yakni sebesar 8,33%. Maka
hasil analisa kadar abu pada penelitian ini telah memenuhi syarat (SNI) 06-3730-
1995 yakni kurang dari 10%.
Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan suhu karbonisasi
terhadap Kadar Abu
Dari grafik pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa kadar abu pada sampel
yang dikarbonisasi dengan suhu 800ºC lebih tinggi dibanding sampel dengan suhu
karbonisasi 700ºC. Kadar abu yang tinggi disebabkan oleh kandungan unsur
anorganik lebih banyak teroksidasi pada suhu karbonisasi yang lebih tinggi,
sehingga menyebabkan endapan unsur anorganik menempel pada permukaan
karbon aktif (Purbacaraka dkk., 2017). Pada setiap peningkatan konsentrasi bahan
activator, kadar abu yang didapatkan cenderung menurun namun penurunannya
tidak terlalu signifikan. Konsentrasi aktivator mempengaruhi luas permukaan
pori-pori pada karbon aktif, sehingga pada saat konsentrasi ditingkatkan luas
permukaan pori-pori akan meningkat, karbon aktif dengan konsentrasi yang lebih
tinggi akan mengikat kadar abu yang terkandung pada karbon aktif. Hal inilah
yang menyebabkan kadar abu cenderung turun. Kadar abu merupakan sisa dari
hasil pembakaran yang sudah tidak lagi memiliki unsur karbon dan kalor lagi.
Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran berupa
zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran.
3. Analisa Kadar Zat Volatil
Pengujian kadar zat volatil merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui kualitas pada karbon aktif. Pengujian kadar zat volatil ini bertujuan
untuk mengetahui kandungan kadar zat volatil yang ada pada karbon aktif, agar
sesuai dengan kualitas standar karbon aktif, yakni maksimal 25% (SNI) 06-3730-
1995. Kadar zat volatile pada karbon aktif merupakan banyaknya zat yang
menguap dari suatu bahan, zat tersebut terdiri dari gas gas yang mudah terbakar,
seperti hidrogen dan karbon monoksida serta sebagian kecil uap yang dapat
mengembun. Pengujian pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar zat volatil
menunjukkan kadar zat volatile pada suhu karbonisasi 700ºC yakni 20,83%, 19,85
%, 21,66 % dan pada suhu 800C yakni 21,66 %, 21 %, 20,83 %. Maka hasil
Analisa kadar zat volatile pada penelitian ini telah memenuhi syarat (SNI) 06-
3730-1995 yakni kurang dari 25%.

Gambar 4.3 Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan suhu karbonisasi


terhadap Kadar Zat Volatil
Dari grafik pada gambar 4.3 terlihat bahwa kadar zat volatile pada sampel
dengan suhu karbonisasi 800ºC lebih tinggi dibanding kadar zat volatil pada
sampel dengan suhu karbonisasi 700ºC. Besarnya Kadar zat volatil ditentukan
oleh waktu dan suhu karbonisasi, ketika lama proses karbonisasi dan suhu
ditingkatkan maka kadar zat volatil akan semakin banyak. (Hendra dkk, 2011).
Hal inilah yang menyebabkan kadar zat volatil pada sampel dengan suhu
karbonisasi 800ºC lebih tinggi dibanding sampel dengan suhu karbonisasi 700ºC.
Pada setiap peningkatan konsentrasi aktivator, sampel dengan suhu karbonisasi
700ºC mengalami penurunan kadar zat volatil sedangkan pada suhu 800ºC kadar
zat volatile mengalami penurunan dan kenaikan. Kadar zat volatil akan menurun
seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi dan suhu aktivasi, hal ini
disebabkan Ketika suhu karbonisasi ditingkatkan maka zat volatil akan semakin
banyak (Hendra dkk, 2011) dan ketidaksempurnaan penguraian senyawa non
karbon selama proses aktivasi. Penurunan kadar zat volatile pada sampel dengan
suhu karbonisasi 800ºC oleh peningkatan konsentrasi aktivator yang digunakan,
karena zat tersebut telah banyak terserap oleh karbon aktif sehingga yang teruap
sedikit. Namun, pada suhu karbonisasi 700ºC, menghasilkan nilai kadar zat volatil
yang fluktuatif hal ini dikarenakan proses pencucian setelah aktivasi kimia kurang
sempurna
4.2.2 Analisa Penjernihan Minyak Jelantah berdasarkan Karakteristik Kadar Air,
Kadar Asam Lemak Bebas, Bilangan Penyabunan
Setelah didapatkan karbon aktif dengan konsentrasi aktivator yang paling
baik, karbon aktif dikontakkan kedalam sampel yang telah diambil untuk
menjernihkan minyak jelantah dan dilakukan analisa hasil sampel minyak jelantah
yang telah dijernihkan. Minyak jelantah setelah penjernihan masih menimbulkan
bau agak tengik dan warna kuning hal ini dikarenakan kurang lamanya kontak
karbon aktif terhadap minyak jelantah, sehingga menyebabkan karbon aktif
kurang maksimal dalam menghilangkan bau yang terdapat pada minyak jelantah.
1. Analisa Kadar Air
Kadar air menjadi peran penting dalam ketengikan minyak dan merupakan
salah satu bentuk kerusakan yang disebabkan oleh aksi oksigen terhadap lemak
produk (Bahri, 2014). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 2013) kadar air
pada minyak goreng yaitu 0,15% dan untuk kadar air minyak sebelum penjernihan
pada analisa ini yaitu 0,20%. Pada pengujian ini didapatkan kadar air pada suhu
700°C yakni 0,089 %, 0,093 %, 0,091 % dan pada suhu 800°C yakni 0,081 %,
0,085 %, 0,087 %.

Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan suhu karbonisasi


terhadap Kadar air
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai kadar air
minyak yang paling rendah terdapat pada suhu karbonisasi 800°C dengan
konsentrasi activator 2M yakni sebesar 0,081% sedangkan nilai kadar air tertinggi
terdapat pada suhu karbonisasi 700ºC dengan konsentrasi aktivator 2,5M yakni
0,093%. Hal ini membuktikan bahwa kadar air minyak mengalami penurunan
sebanyak 0,12% dari kadar air minyak sebelum penjernihan yaitu 0,20%. Dengan
demikian hasil perlakuan telah memenuhi syarat (SNI, 2013) yakni kurang dari
0,15%.
Kadar air cenderung lebih rendah pada saat diadsorbsikan dengan karbon
aktif dengan suhu karbonisai 800°C dibanding dengan suhu karbonisasi 700°C.
Hal ini menunjukkan karbon aktif yang mempunyai suhu karbonisasi yang lebih
tinggi dapat lebih signifikan menurunkan kadar air dalam minyak jelantah.
Namun semakin tinggi konsentrasi aktivator KOH maka kadar air akan cenderung
meningkat. Pada Analisa ini kadar air juga dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti cawan satu lebih kering daripada cawan satunya pada saat dimasukan
kedalam oven. Banyaknya kadar air di pada minyak jelantah maka akan memicu
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak.
2. Analisa Asam Lemak Bebas
Jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada dalam minyak dapat
menunjukkan kualitas minyak, semakin tinggi nilai asam lemak bebas maka
semakin turun kualitas minyak tersebut. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) nilai asam lemak bebas yang memenuhi syarat yakni maksimal 0,3% dan
untuk kadar FFA sebelum penjernihan pada analisa ini yaitu 0,40%. Pengujian ini
menunjukkan bahwa nilai asam lemak bebas dengan karbon aktif suhu karbonisasi
700°C yakni 0,27 %, 0,26 %, 0,26 % dan pada suhu karbonisasi 800°C yakni
0,27%, 0,26%, 0,25%. Maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai asam
lemak bebas hasil perlakuan telah memenuhi syarat SNI yakni maksimal 0,3%.
Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan Suhu karbonisasi terhadap FFA
Dari grafik pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai asam lemak bebas
yang terkandung pada minyak jelantah setelah diadsorbsi dengan adsorben kayu
mahoni dengan variasi suhu karbonisasi dan konsentrasi aktivator mengalami
penurunan dari nilai asam lemak bebas sebelum penjernihan. Semakin tinggi
konsentrasi aktivator maka kadar FFA semakin menurun, hal ini terjadi karena
luas permukaan serta pori-pori besar yang terdapat pada karbon aktif menyerap
asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah. Didapatkan kadar
FFA paling rendah berada pada suhu karbonisasi 800°C dengan konsentrasi 3M
yaitu 0,25%. Hal membuktikan bahwa kadar FFA mengalami penurunan sebesar
0,16% dari kadar FFA sebelum penjernihan yaitu 0,40%. Hal ini menunjukkan
minyak jelantah yang diadsorbsi oleh karbon aktif dengan variasi konsentrasi
activator dapat menurunkan nilai asam lemak bebas.
3. Analisa Bilangan Penyabunan
Angka penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) angka penyabunan yang memenuhi syarat SNI yakni 196-206 gr/mg dan
untuk bilangan penyabunan sebelum penjernihan yaitu 154,30 mg/g. Pada gambar
4.6 menunjukkan bahwa angka penyabunan pada masing-masing perlakuan
konsentrasi KOH mempunyai kadar bilangan penyabunan yang berbeda. Penilaian
bilangan penyabunan yang dihasilkan pada pemurnian minyak menggunakan
adsorben karbon aktif kayu mahoni dengan suhu karbonisasi 700°C yakni 203,09
mg/gr, 196,38 mg/gr, 196,38 dan pada suhu karbonisasi 800°C yakni 161,31
mg/g, 182,35 mg/g, 199,19 mg/g.

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Aktivator terhadap Angka Penyabunan

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa bilangan penyabunan terbaik


terdapat pada karbon aktif dengan suhu karbonisasi 800°c dengan konsentrasi
activator 3M yaitu sebesar 199,19 mg/g. Hal ini membuktikan minyak jelantah
yang telah diadsorbsi dengan karbon aktif kayu mahoni mengalami perubahan
dengan naiknya bilangan penyabunan dari bilangan penyabunan sebelum
penjernihan yaitu 154,30 mg/g. Namun sampel dengan bilangan penyabunan
161,31 mg/g pada konsentrasi 2M dan sampel dengan bilangan penyabunan
182,35 pada konsentrasi 2,5M dengan suhu karbonisasi 800°C tidak memenuhi
syarat SNI (196 – 206 mg/g), hal ini dikarenakan pada saat Analisa sampel untuk
konsentrasi 2M dan 2,5M pada suhu karbonisasi 800°C terlalu banyak
menambahkan indicator pp sehingga sampel lebih cepat bening. Semakin banyak
indicator pp yang diteteskan maka perubahan warna akan semakin sensitif
terhadap penambahan basa yang sedikit.
Pemanasan yang berulang ulang dan adanya kontak dengan udara serta
logam akan menyebabkan kerusakan pada minyak. Salah satu penyebab
kerusakan pada minyak yaitu terjadinya oksidasi yang akan membentuk senyawa
peroksida dan akan terurai menjadi senyawa-senyawa asam organik yang berantai
pendek. Terbentuknya senyawa asam organik ini akan meningkatkan bilangan
penyabunan pada minyak jelantah.

Anda mungkin juga menyukai