2 (2013)
PENDAHULUAN
Secara umum yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan
adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi,
pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu
(Winarno dan Rahayu, 1994).
Penggunaan aditif hanya berfungsi sebagai pelengkap pada produk
makanan dan minuman untuk meningkatkan kualitas produk makanan dan
minuman (Wijaya, 2011).
Mutu pangan (food quality) adalah hal-hal yang membuat suatu
produk pangan menjadi lebih baik dan lebih enak dimakan dalam kaitannya
dengan cita rasa, warna, tekstur dan kriteria mutu lainnya. Seperti pilihan,
ukuran, sifat fungsional, nilai gizi dan sebagainya (Hariyadi dan Dewayanti,
2009).
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
diizinkan dan dilarang untuk makanan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan
tambahan makanan. Akan tetapi
1
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
METODE PENELITIAN
Bahan penelitian yang digunakan adalah larutan HCl pekat pa(Merck),
larutan NH4OH pekat pa (Merck), larutan asam asetat pa (Merck), Etanol
96% pa (Merck), NaCl pa (Mallinckrodt), asam benzoat pa (Merck),
Kloroform (Mallinckrodt), isopropanol : amonia = 8 : 2 ( v/v), rhodamin B,
benang wol, aquadem.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
UV-Vis (Cintra), dengan panjang gelombang maksimum pada 230 nm untuk
asam benzoat. Dalam menganalisis rhodamin B dalam sampel digunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan penampak noda UV 366 nm.
Analisis pewarna rhodamin B dilakukan dengan pemisahan bahan
pewarna dalam sampel saus tomat terlebih dahulu. Benang wol dididihkan di
dalam aquadem kemudian dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan
kloroform untuk menghilangkan kotoran dari lemak setelah itu dididihkan
dengan NaOH 1% kemudian dibilas dengan aquadem. Sepuluh gram sampel
dipanaskan dalam 10 ml larutan amoniak 2% selama kurang lebih 30 menit
diatas nyala api kecil sambil diaduk. Selanjutnya larutan disaring, filtrat
kemudian diuapkan di atas penangas air. Residu dari penguapan dilarutkan
dalam 10 ml aquadem yang dicampur dengan 5 ml asam asetat 10%. Benang
wol dimasukkan ke dalam larutan asam dan dididihkan hingga 10 menit.
Benang wol diangkat, zat warna akan mewarnai benang wol. Benang wol
dicuci dengan aquadem, kemudian dimasukkan ke dalam
2
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
larutan basa yaitu 10 m l amonia 10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%)
dan dididihkan. Benang wol akan melepaskan zat warna dan zat warna akan
masuk ke dalam larutan basa tersebut. Larutan basa tersebut selanjutnya
akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis
tipis. (Utami, 2009).
Setelah itu dilakukan pembuatan baku pembanding. Ditimbang 25 m
g rhodamin B dan di larutkan dalam 50 ml etanol 96% pa. Uji kualitatif
dilakukan untuk mengetahui pewarna Rhodamin B yang terkandung dalam
saus tomat tersebut. Sebanyak 5μl larutan baku pembanding dan cuplikan
sampel ditotolkan pada plat KLT. Dielusi dalam bejana yang berisi
isopropanol : amonia = 8 : 2 v/v. Setelah elusi selesai, plat dikeringkan
kemudian kromatogram yang diperoleh dilihat pada lampu UV 366 nm.
Untuk analisis pengawet natrium benzoat, dilakukan pembuatan
larutan baku induk asam benzoat terlebih dahulu. Dibuat larutan baku
induk asam benzoat dengan konsentrasi 1000 bpj. Dari larutan baku induk
1000 bpj dibuat baku antara dengan konsentrasi 100 bpj. Dari larutan baku
antara 100 bpj diencerkan lagi menjadi baku kerja dengan konsentrasi 2, 3,
4, 5, 6 dan 8 bpj. Kemudian dilakukan pemeriksaan absorbansi pada
panjang gelombang 200-400 nm.
Untuk penetapan kadar natrium benzoat dalam saus tomat X
dilakukan dengan menimbang 2 gram sampel, dilarutkan dalam larutan
NaCl jenuh dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian diasamkan
dengan menambahkan larutan HCl 0,1N. Lalu diekstraksi menggunakan
kloroform dengan volume tertentu dan dipisahkan bagian kloroformnya.
Setelah dipisah, ekstrak kloroform dikeringkan, kemudian dilarutkan
dengan HCl 0,1 N dalam labu ukur 100,0 ml hingga tanda. Diukur
absorbansi dari saus tomat X, kemudian di masukkan ke persamaan regresi
kurva baku untuk menentukan kadar asam benzoatnya. Untuk garamnya
dihitung berdasarkan berat molekul ( Horwitz dan Latimer, 2005).
Untuk penetapan akurasi (% recovery), perlu ditambahkan baku
kerja dengan konsentrasi tertentu dan selanjutnya dilakukan preparasi
sampel seperti pada penetapan kadar natrium benzoat.
3
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
nilai r = 0,9991, nilai Vxo = 3,07%, dengan LLOD adalah 0,371 ppm,
dan nilai LLOQ adalah 1,236 ppm.
y = 0.0983x + 0.0128
0.4 r = 0.9991
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi (ppm)
Gambar 1. Kurva Hubungan Kadar (ppm) dengan Absorbansi dari Baku Kerja
Asam Benzoat
Noda baku
rhodamin B
Baku Asam
Benzoat pa
Konsentrasi
Absorbansi , SD, KV (%) Kadar Asam
(ppm) (ppm)
Benzoat
0,3876 = 0,387
16739 0,3877 SD = 5,773 x 10-5 3,805631773 0,023%
0,3876 KV = 0,015
0,3922 = 0,392
17363 0,3924 SD = 1,155 x 10-4 3,856482657 0,022%
0,3922 KV = 0,029
0,3847 = 0,385
16692 0,3847 SD = 1,155 x 10-4 3,785291419 0,023%
0,3849 KV = 0,030
KADAR NA BENZOAT=
DAFTAR RUJUKAN
Adnan M, 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Penerbit
ANDI, Yogyakarta
Afrianti LH, 2010, Pengawet Makanan Alami dan Sintetis, Alfabeta, Bandung, 31
Cahyadi W, 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, PT.
Bumi Aksara, Jakarta
Day J.R, Underwood A.L, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif ed. 6, Alfabeta,
Bandung
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1990, Zat Warna Tertentu yang
Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, Pengawasan Obat dan
Makanan
Departemen Kesehatan, 00386/C/SK/II/90
Ditjen POM, 2000, Metode Analisis PPOM, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Gandjar I.G., dan Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Jakarta
8
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)
Gritter J.R., dan James M.R., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi 2, Penerbit
ITB, Bandung
Jasa, 2008, Sajian Kuliner Resep Masak: Cara Pembuatan Saus Tomat, (online),
(http://sajiankuliner.blogspot.com/2008/04/cara-pembuatan-
saos-tomat.html diakses tanggal 5-04-2012).
Mulyanti Dwi, 2004, Studi Keamanan Pangan Pada Saos Tomat (Kajian
Identifikasi Pewarna Merah Sintetis, Pengawet Na Benzoat dan
Pemanis, Dengan Metode Kromatografi Kertas dan Spektrofotometri),
Skripsi Tidak dipublikasikan, Malang, Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Peraturan Menteri Kesehatan RI. No: 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88. Tentang
Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Siaka IM, 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat yang
Beredar di Kota Denpasar, Jurnal Kimia, Vol. 3 No. 2, ISSN 1907-9850,
(Online), (http://ejournal.unud.ac.id diakses 03-05-2012)
Widhianti WD, 2010, Pembuatan Arang Aktif dari Biji kapuk (Ceiba pentandra
L.) Sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamin B, Skripsi tidak
dipublikasikan, Surabaya, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga
Winarno F.G & Rahayu T.S., 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan
dan Kontaminan, Pustaka Sinar harapan, Jakarta
Paulina V. Y. Yamlean1)
1)
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115
Email:olan_0506@yahoo.co.id
ABSTRAK
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama
makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau
atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak
dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-
kaling, cincau dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut
menjadi berwarna merah muda terang. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan
bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ada yang
positif menggunakan Rhodamin B.
Kata kunci: kue berwarna merah muda, rhodamin B
ABSTRACT
Rhodamin B is the illegal dyes that is often found in food, especially street foods.
Rhodamin B, which is a dye form crystalline powder colored green or reddish purple,
odorless, easily soluble in bright red fluoroscence solution as dye of textiles or apparel.
Types of street food that are often found and mixed with Rhodamin B, amon pomegranate
porridge, cendol, fro, grass jelly and other pastries. After mix with Rhodamon B, all that
food becomes light pink. The results of research has obtained prove that the samples pink
cake that circulated in Manado citythere are positive use of Rhodamin B.
Keywords: pink cake, rhodamin B
untuk berbagai keperluan.
Penggunaan bahan tambahan
PENDAHULUAN pangan dilakukan pada industri
pengolahan pangan, maupun dalam
Latar Belakang
pembuatan makanan jajanan, yang
Makanan merupakan salah satu umumnya
kebutuhan dasar manusia yang terpenting
dan juga merupakan faktor yang sangat
esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Tetapi betapapun
menariknya penampilan, lezat rasanya
dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak
aman dikonsumsi, maka makanan
tersebut tidak ada nilainya sama sekali
(Winarno dan Rahayu, 1994).
Salah satu masalah pangan yang
masih memerlukan pemecahan yaitu
penggunaan bahan tambahan pangan
dihasilkan oleh industri kecil atau rumah
tangga (Anonim, 2005).
Makanan jajanan (street food) sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, baik dari perkotaan
maupun pedesaan. Keunggulan dari makanan
jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta
cita rasanya yang cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat. Meskipun makanan
jajanan memiliki keunggulan-keunggulan
tersebut, ternyata makanan jajanan juga
beresiko terhadap kesehatan karena
penanganannya sering tidak higienis, yang
memungkinkan makanan jajanan
terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
yang tidak diizinkan (Anonim, 2005).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang
yang sering ditemukan pada makanan, terutama
makanan jajanan.
% Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, hidroksida 10%, Larutan natrium
Oktober 2011 hidroksida 0,5%, Larutan asam
klorida 0,1 N, Larutan ammonia
2% dalam etanol 70%.
Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, serta mudah
larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan sebagai bahan pewarna
tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang
banyak dijumpai dan dicampuri dengan
Rhodamin B, antara lain bubur delima,
cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-
kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini
makanan tersebut menjadi berwarna
merah muda terang (Anonim, 2008;
Anonima, 2006).
Penggunaan Rhodamin B pada
makanan dalam waktu yang lama akan
dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati maupun kanker. Namun demikian,
bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah
besar maka dalam waktu singkat akan
terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B
(Yuliarti, 2007).
Berdasarkan permasalahan di atas
maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengidentifikasi Rhodamin B pada
jajanan kue berwarna merah muda yang
beredar di kota Manado.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui ada tidaknya
pewarna Rhodamin B pada jajanan kue
berwarna merah muda yang beredar di
kota Manado; 2) Untuk mengetahui
seberapa besar kadar zat warna Rhodamin
B pada jajanan kue berwarna merah muda
yang beredar di kota Manado.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: Erlenmeyer, Hot
plate, Timbangan, Corong pisah,
Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy
501, Labu takar, Gelas arloji, Gelas ukur,
Pipet, Spatula, Batang pengaduk, Kertas
saring Whatman No. 42.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
adalah: Kue ku dan kue bolu kukus, Dietil
eter, Aquades, Larutan natrium
Variabel yang Diamati
A1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual I
A2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada
penjual I
B1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual II
B2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada
penjual II
C1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual I
C2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual
I
D1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual II
D2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual
II
E1: kue ku dari paar Bersehati pada penjual I
E2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
penjual I
F1: kue ku dari pasar Bersehati pada penjual
II
F2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
penjual II
G1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual I
G2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada
penjual I
H1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual II
H2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada
penjual II
Prosedur Kerja
Pengambilan dan Penyiapan Sampel
Sampel kue ku dan bolu kukus diambil
pada dua penjual jajanan kue di empat pasar yang
ada di kota Manado yaitu pasar Karombasan,
pasar Bahu, pasar Bersehati dan pasar Tuminting,
pada tanggal 1 November 2008. Sampel kue ku
diambil sebanyak 2 buah dan sampel kue bolu
kukus diambil sebanyak 8 buah pada tiap-tiap
penjual kemudian sampel dimasukkan ke dalam
wadah plastik dan selanjutnya dibawa ke
laboratorium Kimia Lanjut FMIPA UNSRAT.
Yamlean: Identifikasi dan Penetapan Kadar
Rhodamin
. 291
0.005290
0.006 6
0.005
)
0.004
0.003 0.00241365
g/ml
0.0019798
(μ
0.002 0.001234150.001225
0.0011963 75
Rata-rata kadar
0.001
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.9E-17
-0.001
Sampel
Gambar 4. Hasil analisis Rhodamin B pada Jajanan Kue yang Beredar di Kota
Manado
ini ditandai dengan larutan uji hasil
ekstraksi dari sampel berwarna
Dari keenambelas sampel yang bening. Lima sampel lainnya (A2,
diuji dengan dua kali pengulangan, B2, E2, F2, dan G2) menunjukkan
sebelas sampel adanya Rhodamin B yang ditandai
(A1, B1, C1, C2, D1, D2, E1, F1, G1, H1, dan dengan larutan uji hasil ekstraksi
H2) tidak menunjukkan adanya Rhodamin dari sampel berwarna merah muda
B. Hal (Tabel 1-4).
Sampel A2 dan B2 adalah sampel
kue bolu kukus yang diambil dari penjual
I dan II di pasar Karombasan. Sampel E2 sedangkan sampel G2 adalah sampel kue
dan F2 adalah sampel kue bolu kukus bolu kukus yang diambil dari penjual I di
yang diambil dari penjual I dan II di pasar pasar Tuminting.
Bersehati, Dengan demikian, hasil
identifikasi menunjukkan bahwa hanya
sampel kue bolu kukus yang diambil di
pasar Karombasan, pasar Bersehati dan
pasar Tuminting yang
positif menggunakan Rhodamin B.
Sedangkan untuk sampel kue ku tidak
menunjukkan adanya Rhodamin B. Untuk
sampel kue yang diambil di pasar Bahu
semuanya negatif/tidak menunjukkan
adanya Rhodamin B, baik kue ku dan kue
bolu kukus.
294 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, yakni terjadinya iritasi pada
Oktober 2011 saluran pernapasan. Demikian
pula apabila zat kimia ini
mengenai kulit, maka kulit pun
Dari penelitian ini menunjukkan akan mengalami iritasi. Mata
bahwa nilai rata-rata kadar Rhodamin B yang terkena Rhodamin B juga
untuk sampel kue bolu kukus yang akan mengalami iritasi yang
diambil dari pasar Karombasan pada ditandai dengan mata kemerahan
penjual I yaitu 0,0019798 μg/ml (Tabel dan timbunan cairan atau udem
1), pada penjual II yaitu 0,0011963 pada mata (Yuliarti, 2007).
μg/ml, dari pasar Bersehati pada penjual I
yaitu 0,00123415 μg/ml, pada penjual II
yaitu 0,00122575 μg/ml (Tabel 3) dan
dari pasar Tuminting pada penjual I yaitu
0,002413650 μg/ml (Tabel 4). Dari hasil
ini dapat diketahui ternyata kue bolu
kukus dari pasar Tuminting yang
memiliki kadar Rhodamin B lebih tinggi
dibandingkan dengan kue bolu kukus dari
pasar Karombasan dan pasar Bersehati.
Tujuan penambahan Rhodamin B
pada jajanan kue adalah untuk menambah
kualitas dari kue tersebut dimana
warnanya menjadi merah muda terang
mencolok sehingga konsumen menjadi
tertarik untuk membeli kue tersebut.
Selain itu banyak penjual jajanan yang
masih menggunakan Rhodamin B karena
harganya relatif murah dan mudah
didapat.
Zat warna Rhodamin B adalah jenis
pewarna sintetik yang dilarang
penggunaannya pada makanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 239/MenKes/Per/V/1985 tentang zat
warna tertentu yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya. Rhodamin B adalah
pewarna yang biasanya digunakan untuk
tekstil dan kertas
sehingga sangat berbahaya apabila
dikonsumsi.
Penggunaan Rhodamin B pada
makanan dalam waktu yang lama (kronis)
akan dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar Rhodamin B
dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan
Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut
masuk melalui makanan maka akan
mengakibatkan iritasi pada saluran
pencernaan dan mengakibatkan gejala
keracunan dengan air kencing yang
berwarna merah atau merah muda.
Dengan menghirup Rhodamin B dapat
pula mengakibatkan gangguan kesehatan,
Berbagai penelitian dan uji telah
membuktikan bahwa dari penggunaan zat
pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan
kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap
mencit, diperoleh hasil yaitu terjadi perubahan sel
hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan
disekitarnya mengalami disintegrasi atau
disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati
ditandai dengan terjadinya piknotik dan
hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan
sitolisis dari sitoplasma, batas antar sel tidak jelas,
susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh.
Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka
semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan
hati mencit (Anonima, 2006).
Pewarna secara umum mengandung residu
logam berat karena pada proses pembuatan zat
warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang
seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun. Di Indonesia,
peraturan mengenai penggunaan zat pewarna
yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur
melalui SK
Menteri Kesehatan RI No.
722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan
tambahan pangan. Akan tetapi, seringkali terjadi
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna
untuk tekstil dan kertas dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi
kesehatan karena adanya residu logam berat pada
zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan tersebut
antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan di samping itu, harga zat pewarna untuk
industri jauh lebih murah dibandingkan dengan
harga zat pewarna untuk pangan. Lagipula warna
dari zat pewarna tekstil atau kertas biasanya lebih
menarik (Yuliarti, 2007).
KESIMPULAN
Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
ABSTRAK
ABSTRACT
Rhodamin B is synthetic dye which was used as textile dyeing but people usually
still used to color food products one of them is snack. Rhodamin B caused abscess
of liver, kidney and spleen, and was followed by anatomy alteration as abscess of
organ. The research was conducted to know the present of rhodamin B in
traditional snacks. Before taking sample, questionnaires were spread to sellers
and consumers to know their knowledge about dye. Samples were taken in six
markets in Laweyan sub district, Surakarta and then it were
% Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
prepared by using wool thread absorption method and then continued by thin
layer chroma-tography (TLC) detection on UV 254 nm and UV 366 nm lamp and
spray reactant by HCl and H2SO4. The data were analyzed by descriptive method.
Based on result, it was known that a large number of sellers disable to differ
between natural dye and synthetic dye, only 5.3% of sellers and 12% of
consumers who knew about synthetic dye which was permitted. In commonly, they
did not know about the effect which caused by this dye, because their education
level was very low (47.37% of sellers illiteracy). TLC analysis showed that 25
samples were suspected contained rhodamin B. Twenty five samples were tested
again by TLC. It results 15 samples were positive contained rhodamin B. These
results were based on hRf value, fluorescence and sew positive with spray
reagent. Based on this research, there is 42.86% snacks in Kadipolo market, 25%
snacks in Kembang market, 50% snacks in Purwosari market, 33.33 snacks in
Jongke market, 75% snacks in Penumping market, 22.22% snack in Kleco market
were contained rhodamin B.
tttttt. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
(yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan pereaksi semprot H2SO4 menandakan
dididihkan. Benang wol akan adanya zat warna rhodamin B dalam
melepaskan pewarna, pewarna akan sampel (Djalil, dkk., 2005).
masuk ke dalam larutan basa tersebut.
Larutan basa ter-sebut selanjutnya akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan sebagai cuplikan sampel pada
analisis kromatografi lapis tipis (Djalil, Pengetahuan Pedagang dan
dkk., 2005). Konsumen tentang Pewarna
Kelima, analisis dengan Hasil kuisioner dari 19 pedagang dan
kromatografi lapis tipis. Sebanyak 2 µl 51 konsumen yang menjadi respon-den
cuplikan sampel ditotolkan pada plat diketahui bahwa 36,80% pedagang dan
KLT, kemudian dielusi dalam bejana 59% konsumen dapat membedakan pe-
yang berisi isopropanol : amonia = warna alami atau sintetik, 5,30%
100:25 v/v . Setelah elusi selesai plat pedagang dan 12% konsumen
dikeringkan, kemudian kromatogram mengetahui pewarna sintetik yang
yang diperoleh dihitung nilai hRf-nya diijinkan, 10,50% pedagang dan 20%
(Azizahwati, dkk., 2007). konsumen mengetahui pewarna sintetik
Nilai hRf tiap bercak dibandingkan yang tidak diijinkan penggu-naannya
dengan nilai hRf standar rhodamin. dalam makanan. Kesadaran pembeli
Penampakan bercak dipertajam dengan akan bahaya dari pewarna sintetik cukup
menggunakan lampu UV 254 nm dan tinggi, yaitu 75%, sedangkan kesa-daran
366 nm serta visualisasi dengan pedagang masih rendah, yaitu 43%
menggunakan pereaksi semprot H2SO4 (Gambar 1). Rendahnya pengetahuan
pedagang tentang pewarna alami dan
dan HCl pekat. Nilai hRf yang sama,
sintetik serta pewarna yang tidak
adanya pemadaman pada UV 254 nm,
diijinkan
fluoresensi pada UV 366 nm, warna
merah muda dengan pereaksi semprot
HCl dan warna jingga dengan
5.26%
11%
Tidak
sekolah
SD
sederajad
15.7 SLTP
9% 47.37% sederajad
SLTA
Sederajad
Diploma
III
21.05%
+
NH3-C-NH-CH2-CH2-
CH - CH2 - COO CH
NH
asam aspartat Arginin
+
+
(C2 N(C2
H 5 )2 N H5 )2 Cl-
C
COOH
+
CH - CH2 - COO -C-NH- -CH2-
COOH NH3 CH2 CH
NH
C
(C2H5)2 +
N N(C2H5)2Cl
152 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
sampel diekstraksi terlebih dahulu meng- sestina menjadi sistein dengan suatu
gunakan metode serapan benang wol. asam. Sistein terbentuk melalui
Prin-sipnya adalah penarikan zat warna pecahnya ikatan S-S dari sistina karena
dari sampel ke dalam benang wol bebas adanya asam asetat. Setelah ikatan
lemak dalam suasana asam dengan tersebut terbuka, maka rhodamin B dapat
pemanasan dilanjutkan dengan masuk kedalam benang wol dan
pelunturan atau pela-rutan warna oleh berikatan dengan COO¯ dari asam
suatu basa. aspartik juga berikatan dengan +NH3
Benang wol tersusun atas ikatan dari Arginin (Gambar 3).
pep-tida yang didalamnya terdapat Selanjutnya sebanyak 41 sampel
ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam yang ditotolkan pada plat KLT, 25
aspartik dan arginin. Rhodamin B dapat diantaranya dicurigai mengandung
melewati lapisan kutikula melalui rhodamin B, hal ini didasarkan pada
perombakan nilai
Deteksi
Sampel
hRf di UV 254 UV 366 nm + HCl + H2SO4
rhodamin 73 merah orange merah muda jingga
A3 71 merah orange merah muda -
A5 70 - - -
A6 68 merah orange - -
A7 73 merah orange merah muda jingga
rhodamin 73 merah orange merah muda jingga
B6 73 - - -
B7 88 merah merah muda -
B8 73 merah orange merah muda jingga
F7 76 merah orange - -
F9 74 merah orange - -
rhodamin 74 merah orange merah muda jingga
C1 71 merah orange merah muda -
C4 73 merah orange merah muda jingga
D5 68 - - -
D7 70 - - -
rhodamin 70 merah orange merah muda jingga
D1 65 - - -
D2 70 merah orange merah muda jingga
D3 70 merah orange merah muda jingga
D4 70 merah orange merah muda -
rhodamin 69 merah orange merah muda jingga
E1 69 merah orange merah muda jingga
E2 69 merah orange merah muda jingga
E3 69 merah orange merah muda jingga
E4 70 - - -
rhodamin 68 merah orange merah muda jingga -
F1 69 - - -
F2 73 - - -
F3 66 - - -
F4 67 - - -
hRf sampel yang sama atau mendekati menjadi lebih spesifik, yaitu berwarna
hRf standar rhodamin. Untuk merah muda dengan HCl pekat dan
memperjelas dugaan tersebut, ke-25 berwarna jingga dengan H2SO4 pekat.
sampel tersebut di KLT sekali lagi. Hal ini dikarenakan adanya sumbangan
Untuk KLT kedua ini pa-rameter yang H+ yang menyebabkan panjang
dilihat adalah adanya hRf yang sama gelombang rhodamin B bergeser lebih
atau mendekati standar, adanya pendek.
fluoresensi merah pada UV 366 nm, dan Berdasarkan hasil reaksi
adanya reaksi spesifik dengan pereaksi penegasan tersebut dapat dilihat bahwa
semprot HCl pekat dan H2SO4 pekat. ada 12 sampel yang memberikan warna
Berdasarkan hasil KLT tersebut ternyata dengan pereaksi semprot HCl pekat,
dari 25 sampel yang dicurigai hanya 15 yaitu; sampel A3, A7, B7, B8, C1, C4,
sampel (A3, A6, A7, B7, B8, F7, F9, C1, D2, D3, D4, E1, E2, E3 dan hanya 8
C4, D2, D3, D4, E1, E2, E3) yang sampel yang memberikan warna dengan
berfluoresensi sedangkan 10 sampel H2SO4 pekat, yaitu: A7, B8, C4, D2, D3,
yang lain tidak berfluoresensi meskipun E1, E2, E3 (Tabel V). Kro-matogram
hRfnya mendekati standar (Tabel I). dari beberapa sampel yang positif
Untuk mempertegas hasil tersebut menunjukkan adanya rhodamin dapat
terhadap 25 sampel tadi dilakukan reaksi dilihat pada Gambar 4.
penegasan menggunakan reaksi semprot Hasil penelitian analisis rhodamin
HCl dan H2SO4 pekat. Rhodamin B akan B dalam jajanan pasar di enam pasar
bereaksi membentuk warna dengan Keca-matan Laweyan menunjukkan
pereaksi tersebut sehingga warna terdapat 15 jajanan pasar yang
rhodamin B mengandung rhodamin B dari jajanan
pasar yang berjumlah 41
154 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
buah. Kelima belas jajanan pasar SIMPULAN
tersebut adalah A3, A6, A7, B7, B8, F7,
F9, C1, C4, D2, D3, D4, E1, E2, E3. Hasil penelitian terhadap 41
Berdasarkan penelitian ini ditemukan jajanan pasar yang dijual di enam pasar
42,86% di pasar Kadipolo, 25% di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya
Kembang, 50% di pasar Purwosari, Surakarta sebanyak 15 sampel
33,33% di pasar Jungke, 75% di pasar mengandung rhodamin B, yaitu:
Penumping, 22,22% di pasar Kleco 42,86% di pasar Kadipolo, 25% di pasar
mengandung zat pewarna rhodamin B. Kembang, 50% di pasar Purwosari,
33,33% di pasar Jungke, 75% di pasar
Penumping, 22,22% di pasar Kleco.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Buku Informasi Kota Solo, Badan Informasi dan Komunikasi Kota
Surakarta, Surakarta.
Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, H., 2007., Analisis Zat Warna Sintetik
Terlarang Untuk Makanan Yang Berada di Pasaran, Majalah Ilmu
Kefarmasian, IV, (1), 7-8, Departeman Farmasi FMIPA-Universitas
Indonesia Depok.
Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N., 2005,
Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan
Pengembang, Jurnal Farmasi, Vol. 03,
(2), 28-29, Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto.
Ecasean, 2004, Identification of Prohibited Colorants in Cosmetic Products by
TLC and HPLC, (online), (http://www.ecasean.com/harmonised
colorants.pdf, diakses tanggal 29 Desember 2007).
Merck Index, 2006, Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed
14Th, 1410, 1411, Merck & Co., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA.
Nawawi, H., 1995, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, 63, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soeprijono, P., Poerwanti, Widayat, Jumaeri, !974, Serat-serat tekstil, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung, 134-136, cit: Kurnia, D.C.D., 2005, Analisis
Zat Warna Pada Saos Yang Beredar di Yogyakarta Dengan Metode
Kromatografi Kertas dan Spektrofotometri UV-Vis, Skripsi, Fakultas
MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Suhartini, 2007, Wawancara Pribadi , 5 November 2007.
a. Uji Boraks
Uji boraks pada kerupuk mie menggunakan
uji nyala api. Jika pada sampel warna nyala api hijau
maka positif mengandung boraks karena alkohol akan
terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau, akibat
pembentukan metilborat B(OCH3)3 atau etil borat
B(OC2H5)3. Garam barium akan memberi nyala
hijau. Cara kerja pengujian boraks yaitu sebagai
berikut :
Sebanyak 10 gram sampel kerupuk mie
dimasukkan dalam cawan porselin. Sampel kemudian
dimasukkan dalam kamar abu, panaskan pada 600
selama 2 jam. Setelah dingin, abu ditambah H2SO4
pekat 1 ml dan ditambah metanol 10 ml. Dibakar dan
diamati nyala apinya. Interpretasi hasil yaitu jika
nyala api hijau , maka positif mengandung boraks.3
b. Uji Formalin
Uji formalin pada kerupuk mie menggunakan
pereaksi schiff. Reagen Schiff yang digunakan untuk
pengujian yaitu diperoleh dari Laboratorium kimia
Universitas Muhammadiyah Semarang. Pereaksi
schiff direaksikan dengan senyawa kelompok aldehid,
maka akan menghasilkan warna ungu.
Cara kerja pengujian formalin pada sampel
kerupuk mie yaitu sebanyak 50 g sampel dimasukkan
kedalam labu destilasi, kemudian ditambahkan
H3PO4 pekat 1 ml, dan dilakukan destilasi. Destilat
ditampung dalam erlenmeyer. Hasil destilasi
dimasukkan dalam tabung reaksi 5 mL ditambah
H2SO4 encer 2 mL ditambah reagen schiff 1 mL dan ditunggu 15 menit. Bila warna violet
postif
mengandung formalin.
10