Anda di halaman 1dari 54

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.

2 (2013)

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DAN PENGAWET


NATRIUM BENZOAT DALAM SAUS TOMAT P DARI
PASAR X SURABAYA TIMUR

Niar Ayu Garlina Wijaya


Farmasi
niarlinawijaya@yahoo.com

Abstrak - Telah dilakukan analisis bahan pewarna dan bahan pengawet


dalam suatu produk saus tomat yang dijual dipasaran. Produk tersebut
adalah saus tomat P. Produk ini diperoleh dari pasar X di wilayah Surabaya
Timur. Hasil analisis menunjukan bahwa sampel tersebut tidak mengandung
bahan pewarna rhodamin B dan mengandung pengawet natrium benzoat.
Analisis pewarna rhodamin B dilakukan secara KLT. Analisis kadar
natrium benzoat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada
λ maks. 230 nm, menunjukan bahwa sampel P mengandung natrium benzoat
sebesar 0,27 g/kg, yang memenuhi persyaratan SNI (Standar Nasional
Indonesia) 01-0222-1995 yaitu batas maksimum penggunaan pengawet asam
benzoat adalah 1 g/kg.

Kata kunci: Natrium Benzoat, Rhodamin B, Saus tomat.

PENDAHULUAN
Secara umum yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan
adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi,
pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu
(Winarno dan Rahayu, 1994).
Penggunaan aditif hanya berfungsi sebagai pelengkap pada produk
makanan dan minuman untuk meningkatkan kualitas produk makanan dan
minuman (Wijaya, 2011).
Mutu pangan (food quality) adalah hal-hal yang membuat suatu
produk pangan menjadi lebih baik dan lebih enak dimakan dalam kaitannya
dengan cita rasa, warna, tekstur dan kriteria mutu lainnya. Seperti pilihan,
ukuran, sifat fungsional, nilai gizi dan sebagainya (Hariyadi dan Dewayanti,
2009).
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
diizinkan dan dilarang untuk makanan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan
tambahan makanan. Akan tetapi
1
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

seringkali masih terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk


pangan, misalnya pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan makanan (Winarno dan Rahayu, 1994).
Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap pewarna rhodamin B
dan pengawet natrium benzoat pada saus tomat P yang dijual dipasar X di
Surabaya Timur dengan menggunakan KLT dan spektrofotometer UV/Vis.
Dengan adanya analisis ini diharapkan peneliti dan pembaca dapat
mengetahui apakah saus tomat yang beredar dipasaran aman untuk
dikonsumsi atau tidak. Sehingga perlu adanya kewaspadaan konsumen
dalam memilih produk makanan.

METODE PENELITIAN
Bahan penelitian yang digunakan adalah larutan HCl pekat pa(Merck),
larutan NH4OH pekat pa (Merck), larutan asam asetat pa (Merck), Etanol
96% pa (Merck), NaCl pa (Mallinckrodt), asam benzoat pa (Merck),
Kloroform (Mallinckrodt), isopropanol : amonia = 8 : 2 ( v/v), rhodamin B,
benang wol, aquadem.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
UV-Vis (Cintra), dengan panjang gelombang maksimum pada 230 nm untuk
asam benzoat. Dalam menganalisis rhodamin B dalam sampel digunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan penampak noda UV 366 nm.
Analisis pewarna rhodamin B dilakukan dengan pemisahan bahan
pewarna dalam sampel saus tomat terlebih dahulu. Benang wol dididihkan di
dalam aquadem kemudian dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan
kloroform untuk menghilangkan kotoran dari lemak setelah itu dididihkan
dengan NaOH 1% kemudian dibilas dengan aquadem. Sepuluh gram sampel
dipanaskan dalam 10 ml larutan amoniak 2% selama kurang lebih 30 menit
diatas nyala api kecil sambil diaduk. Selanjutnya larutan disaring, filtrat
kemudian diuapkan di atas penangas air. Residu dari penguapan dilarutkan
dalam 10 ml aquadem yang dicampur dengan 5 ml asam asetat 10%. Benang
wol dimasukkan ke dalam larutan asam dan dididihkan hingga 10 menit.
Benang wol diangkat, zat warna akan mewarnai benang wol. Benang wol
dicuci dengan aquadem, kemudian dimasukkan ke dalam
2
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

larutan basa yaitu 10 m l amonia 10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%)
dan dididihkan. Benang wol akan melepaskan zat warna dan zat warna akan
masuk ke dalam larutan basa tersebut. Larutan basa tersebut selanjutnya
akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis
tipis. (Utami, 2009).
Setelah itu dilakukan pembuatan baku pembanding. Ditimbang 25 m
g rhodamin B dan di larutkan dalam 50 ml etanol 96% pa. Uji kualitatif
dilakukan untuk mengetahui pewarna Rhodamin B yang terkandung dalam
saus tomat tersebut. Sebanyak 5μl larutan baku pembanding dan cuplikan
sampel ditotolkan pada plat KLT. Dielusi dalam bejana yang berisi
isopropanol : amonia = 8 : 2 v/v. Setelah elusi selesai, plat dikeringkan
kemudian kromatogram yang diperoleh dilihat pada lampu UV 366 nm.
Untuk analisis pengawet natrium benzoat, dilakukan pembuatan
larutan baku induk asam benzoat terlebih dahulu. Dibuat larutan baku
induk asam benzoat dengan konsentrasi 1000 bpj. Dari larutan baku induk
1000 bpj dibuat baku antara dengan konsentrasi 100 bpj. Dari larutan baku
antara 100 bpj diencerkan lagi menjadi baku kerja dengan konsentrasi 2, 3,
4, 5, 6 dan 8 bpj. Kemudian dilakukan pemeriksaan absorbansi pada
panjang gelombang 200-400 nm.
Untuk penetapan kadar natrium benzoat dalam saus tomat X
dilakukan dengan menimbang 2 gram sampel, dilarutkan dalam larutan
NaCl jenuh dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian diasamkan
dengan menambahkan larutan HCl 0,1N. Lalu diekstraksi menggunakan
kloroform dengan volume tertentu dan dipisahkan bagian kloroformnya.
Setelah dipisah, ekstrak kloroform dikeringkan, kemudian dilarutkan
dengan HCl 0,1 N dalam labu ukur 100,0 ml hingga tanda. Diukur
absorbansi dari saus tomat X, kemudian di masukkan ke persamaan regresi
kurva baku untuk menentukan kadar asam benzoatnya. Untuk garamnya
dihitung berdasarkan berat molekul ( Horwitz dan Latimer, 2005).
Untuk penetapan akurasi (% recovery), perlu ditambahkan baku
kerja dengan konsentrasi tertentu dan selanjutnya dilakukan preparasi
sampel seperti pada penetapan kadar natrium benzoat.
3
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perhitungan kurva baku kerja asam benzoat memberikan hasil :

Tabel 1. Kurva Baku Kerja Asam Benzoat


Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
2,012 0,2065
3,018 0,3250
4,024 0,4134
5,03 0,5147
6,036 0,6105
8,048 0,7892

nilai r = 0,9991, nilai Vxo = 3,07%, dengan LLOD adalah 0,371 ppm,
dan nilai LLOQ adalah 1,236 ppm.

Kurva Baku Asam Benzoat


0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
Absorbansi

y = 0.0983x + 0.0128
0.4 r = 0.9991
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10

Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Kurva Hubungan Kadar (ppm) dengan Absorbansi dari Baku Kerja
Asam Benzoat

Uji presisi suatu metode dapat dilakukan melalui pengamatan minimal


tiga kali pada konsentrasi yang sama (Tabel 2). Presisi yang baik
ditunjukkan dengan harga KV kurang dari 2% (Harmita, 2004).
4
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Tabel 2. Presisi Baku Asam Benzoat


Konsentrasi
Absorbansi , SD, KV (ppm) , SD, KV
Baku (ppm)

0,2061 = 0,206 1,966 = 1,965 ppm

2,012 0,2058 SD = 1,732 x 10-4 1,963 SD = 1,732 x 10-3 ppm


0,2061 KV = 0,08 % 1,966 KV = 0,09 %
0,5196 = 0,519 5,154 = 5,153 ppm

5,03 0,5199 SD = 5,132 x 10-4 5,157 SD = 5,132 x 10-3 ppm


0,5189 KV=0,1% 5,147 KV=0,1%
0,6249 = 0,625 6,225 = 6,223 ppm

6,036 0,6246 SD = 1,732 x 10-3 6,222 SD = 1,762 x 10-3 ppm


0.6246 KV = 0,03 % 6,222 KV = 0,03 %

Uji kualitatif untuk rhodamin B menunjukkan sampel saus tomat X


tidak mengandung rhodamin B karena pada pengamatan bercak noda
sampel hasil eluasi tidak tampak adanya fluoresensi ketika disinari lampu
UV pada 366 nm.

Noda baku
rhodamin B

Totolan sampel saus tomat


Totolan baku rhodamin B P

Gambar 2. Kromatogram Rhodamin B dan Sampel

Uji kualitatif untuk asam benzoat menunjukkan hasil positif karena


tampak adanya absorbansi pada panjang gelombang 230 nm.
5
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Sampel Saus Tomat


P

Baku Asam
Benzoat pa

Gambar 3. Spektrum Asam Benzoat dan Sampel pada λmax 230nm

Dalam penelitian ini didapat kadar rata-rata natrium benzoat dalam


sampel saus tomat tersebut adalah 0,27 g/kg. Kadar ini tidak melampaui
kadar yang ditetapkan oleh SNI-01-0222-1995, dimana dalam SNI batas
maksimum natrium benzoat yang boleh digunakan dalam saus tomat adalah
1 g/kg. Jadi kadar natrium benzoat dalam sampel saus tomat ini masih
dalam batasan yang normal dan aman untuk dikonsumsi.

Tabel 3. Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Sampel

Konsentrasi
Absorbansi , SD, KV (%) Kadar Asam
(ppm) (ppm)
Benzoat

0,3876 = 0,387
16739 0,3877 SD = 5,773 x 10-5 3,805631773 0,023%
0,3876 KV = 0,015

0,3922 = 0,392
17363 0,3924 SD = 1,155 x 10-4 3,856482657 0,022%
0,3922 KV = 0,029

0,3847 = 0,385
16692 0,3847 SD = 1,155 x 10-4 3,785291419 0,023%
0,3849 KV = 0,030

Kadar Asam Benzoat 0,023%


6
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

KADAR NA BENZOAT=

Penentuan akurasi metode dapat dilakukan melalui parameter %


recovery, menggunakan standard addition method. % Recovery yang
dihasilkan berkisar antara 91,64-99,35% (Tabel 4), dimana persyaratan %
recovery adalah antara 80-120% (Harmita, 2004). Dalam perhitungan %
recovery, digunakan rumus:
%Recovery =

Tabel 4. Penetapan % recovery


Konsentrasi
Konsentrasi Baku yang
baku yang
Sampel ditambahkan Absorbansi % Recovery , SD, KV (%)
ditemukan
(ppm) (ppm)
kembali (ppm)

0,5823 2,125071791 99,30 = 99,30


14040 2,14 0,5822 2,124054315 99,25 SD = 0,05
0,5824 2,126088808 99,35 KV = 0,050
0,5655 1,961072511 91,64 = 91,67
14018 2,14 0,5657 1,963106547 91,73 SD = 0,05
0,5655 1,961072511 91,64 KV = 0,057
0,5729 2,040385266 95,34 = 93,33
14005 2,14 0,5728 2,039368249 95,30 SD = 0,02
0,5729 2,040385266 95,34 KV = 0,024

Untuk memastikan seberapa baik metode analisis bisa menunjukan


hasil yang consistent, precise, dan reproducible dilakukan penetapan akurasi
yaitu dengan parameter % recovery. Penetapan % recovery dilakukan
dengan cara menambahkan baku asam benzoat ke dalam matriks sampel
pada konsentrasi tertentu, lalu diekstraksi dan dianalisis dengan
spektrofotometer UV. % recovery memenuhi syarat bila konsentrasi hasil
analisis yang didapat dan konsentrasi baku
7
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

yang ditambahkan berbeda tidak signifikan, yaitu dalam rentang 80-120%


(Yuwono, 1999)

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat kandungan pewarna rhodamin B dalam sampel saus
tomat X yang diuji dan kadar pengawet natrium benzoat adalah 0,27 g/kg
sehingga memenuhi persyaratan SNI-0222-1995, yaitu kurang dari 1 g/kg.
Saran yang ingin penulis sampaikan adalah perlu dilakukan analisis
zat warna lain yang mungkin terkandung dalam saus tomat P seperti
eritrosin atau tartrazin, perlu dilakukan analisis pewarna dan pengawet
dalam sampel saus cabai, kecap, atau makanan dan minuman lain yang
sudah beredar di masyarakat dan untuk penentuan akurasi (% recovery)
sebaiknya penambahan baku mempunyai kadar yang bervariasi (rendah,
menengah, dan tinggi).

DAFTAR RUJUKAN
Adnan M, 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Penerbit
ANDI, Yogyakarta

Afrianti LH, 2010, Pengawet Makanan Alami dan Sintetis, Alfabeta, Bandung, 31

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D, 2011, Analisis Pangan, Penerbit Dian


Rakyat, Jakarta

Cahyadi W, 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, PT.
Bumi Aksara, Jakarta

Day J.R, Underwood A.L, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif ed. 6, Alfabeta,
Bandung

Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1990, Zat Warna Tertentu yang
Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, Pengawasan Obat dan
Makanan
Departemen Kesehatan, 00386/C/SK/II/90

Ditjen POM, 2000, Metode Analisis PPOM, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Gandjar I.G., dan Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Jakarta
8
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

Gritter J.R., dan James M.R., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi 2, Penerbit
ITB, Bandung

Hariyadi P, Dewayanti R, 2009, Petunjuk Sederhana Memproduksi Pangan


yang Aman, Dian Rakyat, Jakarta

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode & Cara Perhitungannya,


Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.I, No. 3.

Horwitz William, 2005, Official Methods Of Analysis Of AOAC International,


18th editionVolume I, Agricultural Chemical, USA, Chapter 9, hal
46-50

Jasa, 2008, Sajian Kuliner Resep Masak: Cara Pembuatan Saus Tomat, (online),
(http://sajiankuliner.blogspot.com/2008/04/cara-pembuatan-
saos-tomat.html diakses tanggal 5-04-2012).

Moelya Meita, 2012, Analisis Pewarna Rhodamin B, Pengawet Natrium


Benzoat dan Cemaran Logam Cu, Pb, Zn dalam Saos Tomat “A” tidak
terdaftar,
Skripsi Tidak dipublikasikan, Surabaya, Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya

Moffat AC, 1986, Clarke’s Isolation and identification of drugs in


pharmaceutical body fluids and past mortem material, 2nd edition, The
pharmaceutical press, London, 384

Mulja M & Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press,


Surabaya

Mulyanti Dwi, 2004, Studi Keamanan Pangan Pada Saos Tomat (Kajian
Identifikasi Pewarna Merah Sintetis, Pengawet Na – Benzoat dan
Pemanis, Dengan Metode Kromatografi Kertas dan Spektrofotometri),
Skripsi Tidak dipublikasikan, Malang, Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Peraturan Menteri Kesehatan RI. No: 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88. Tentang
Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Siaka IM, 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat yang
Beredar di Kota Denpasar, Jurnal Kimia, Vol. 3 No. 2, ISSN 1907-9850,
(Online), (http://ejournal.unud.ac.id diakses 03-05-2012)

Silalahi J, Rahman F, 2011, Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah


Dasar di Kabupaten Labuhan batu Selatan, J Indon Med Assoc, Vol. 61
No. 7, (Online), (http://indonesia.digitaljournals.org diakses 02-05-2012)
9
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

SNI (Standart Nasional Indonesia), 2004, Saos Tomat, Pusat Standarisasi


Industri
Departemen Perindustrian, 01-3546-2004

SNI (Standart Nasional Indonesia), 1995, Bahan Tambahan Pangan, Pusat


Standarisasi Industri Departemen Perindustrian, 01-0222-1995

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi, 1997, Prosedur Analisa Untuk


Bahan Makanan dan Pertanian, edisi 4, Liberty, Yogyakarta,
99

The Merck Index, 2006, An Encyclopedia of Chemical, Drugs, and


Biological, 14th edition, Merck & Co., INC, Whitehouse Station,
New York, USA
Utami W, Suhendi A, 2009, Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan
Metode Kromatografi Lapis Tipis, Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi,
Vol. 10 N o. 2, ( Online), (http:// http://publikasiilmiah.ums.ac.id
diakses 11-05-2012)

Widhianti WD, 2010, Pembuatan Arang Aktif dari Biji kapuk (Ceiba pentandra
L.) Sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamin B, Skripsi tidak
dipublikasikan, Surabaya, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga

Wijaya D, 2011, Waspadai Zat Aditif Dalam Makananmu, Bukubiru, Yogyakarta

Winarno F.G & Rahayu T.S., 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan
dan Kontaminan, Pustaka Sinar harapan, Jakarta

Yuwono M, Mulia M & Gunawan I, 1999, High Performance Liquid


Chromatography, Unit Layanan Konsultasi, Penelitian dan
Kerjasama Penelitian Fakultas Farmasi, Penerbit Universitas
Airlangga, Surabaya
Analisis pewarna rhodamin B dilakukan dengan pemisahan bahan pewarna
dalam sampel saus tomat terlebih dahulu. Benang wol dididihkan di dalam
aquadem kemudian dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan kloroform untuk
menghilangkan kotoran dari lemak setelah itu dididihkan dengan NaOH 1%
kemudian dibilas dengan aquadem. Sepuluh gram sampel dipanaskan dalam 10 ml
larutan amoniak 2% selama kurang lebih 30 menit diatas nyala api kecil sambil
diaduk. Selanjutnya larutan disaring, filtrat kemudian diuapkan di atas penangas
air. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml aquadem yang dicampur
dengan 5 ml asam asetat 10%. Benang wol dimasukkan ke dalam larutan asam
dan dididihkan hingga 10 menit. Benang wol diangkat, zat warna akan mewarnai
benang wol. Benang wol dicuci dengan aquadem, kemudian dimasukkan ke dalam larutan basa
yaitu 10 m l amonia 10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan
dididihkan. Benang wol akan melepaskan zat warna dan zat warna akan masuk ke
dalam larutan basa tersebut. Larutan basa tersebut selanjutnya akan digunakan
sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis. (Utami, 2009).

Pembuatan Deteksi Boraks Kertas Kunyit


Proses pembuatan deteksi boraks ini adalah sebagai
berikut:
1) Kupas kulit kunyit, dicuci, diparut, diambil airnya dan
ukur berapa ml air kunyit yang didapat, misal 50 ml air
kunyit
2) Tambahkan sebanyak 10% alkohol 70% maka alkohol
70% yang ditambahkan sebanyak 5 ml. Aduk sampai
merata dan dipindahkan ke wadah yang lebih lebar.
3) Ambil kertas saring, gunting persegi ukuran 8 x 8 cm dan
celupkan dalam air kunyit, bolak balik menggunakan
pinset sampai merata pada seluruh permukaan kertas saring.
4) Kemudian letakkan pada loyang untuk dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan. Setelah kering disimpan dalam
wadah tertutup.
Analisis boraks secara kualitatif dengan kertas kunyit
Uji deteksi boraks secara kualitatif dapat dilakukan
sesuai tahapan berikut:
1) Pengecilan ukuran sampel (±1x1 cm), direndam dalam
aquadest (1:10) sampai lembek (± 5 menit), aduk hingga
homogen.
2) Celupkan kertas kunyit selama 1-2 menit (agar lama
pencelupan seragam), bila berubah warna menjadi merah
kecoklatan maka positif mengandung boraks.

Pengujian secara sederhana kandungan


boraks pada makanan dapat menggunakan uji
warna kunyit dengan pembuatan paper test-kit
sederhana. Kunyit yang merupakan bahan alami
ini bisa digunakan untuk menguji kandungan
boraks dalam makanan. Adanya kurkumin
dalam kunyit membuat kunyit dapat digunakan
sebagai kit yang dapat digunakan untuk
menganalisis kandungan boraks secara
sederhana.
Proses pembuatan paper test kit, yaitu
a. Kunyit ditumbuk halus dengan
menggunakan mortar, ditambah sedikit air
b. Cairan disaring didalam beaker glass.
c. Air kunyit di dalam beaker glass sebagian
dituangkan pada petridish.
d. Kertas whatman dicelupkan kedalam
petridis dan dibolak balik hingga semua
permukaannya rata dengan air kunyit,
e.
Kemudian kertas whattman ditata diatas
papan dan dikeringkan dibawah terik sinar
matahari.
f. Sebagai acuan dibuat satu pembanding
dari kertas whattman yang sudah kering
diteteskan dengan larutan boraks.
Pengujian kandungan boraks dilakukan dengan
:
a. Membuat ekstrak dari makanan yang akan
diuji kandungan boraksnya, misalnya pada
bakso.
b. Bakso ditumbuk dan ditambahkan sedikit
air sehingga ekstraknya dapat diambil.
Kemudian diteteskan ke paper test kit apabila
warnanya berubah menjadi coklat maka
makanan mengandung boraks
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B PADA JAJANAN
KUE BERWARNA MERAH MUDA YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

Paulina V. Y. Yamlean1)
1)
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115
Email:olan_0506@yahoo.co.id

ABSTRAK
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama
makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau
atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak
dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-
kaling, cincau dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut
menjadi berwarna merah muda terang. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan
bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ada yang
positif menggunakan Rhodamin B.
Kata kunci: kue berwarna merah muda, rhodamin B

IDENTIFICATION AND DETERMINATION LEVEL OF RHODAMIN B ON


STREET FOOD PINC CAKE THAT CIRCULATION TO MANADO CITY

ABSTRACT
Rhodamin B is the illegal dyes that is often found in food, especially street foods.
Rhodamin B, which is a dye form crystalline powder colored green or reddish purple,
odorless, easily soluble in bright red fluoroscence solution as dye of textiles or apparel.
Types of street food that are often found and mixed with Rhodamin B, amon pomegranate
porridge, cendol, fro, grass jelly and other pastries. After mix with Rhodamon B, all that
food becomes light pink. The results of research has obtained prove that the samples pink
cake that circulated in Manado citythere are positive use of Rhodamin B.
Keywords: pink cake, rhodamin B
untuk berbagai keperluan.
Penggunaan bahan tambahan
PENDAHULUAN pangan dilakukan pada industri
pengolahan pangan, maupun dalam
Latar Belakang
pembuatan makanan jajanan, yang
Makanan merupakan salah satu umumnya
kebutuhan dasar manusia yang terpenting
dan juga merupakan faktor yang sangat
esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Tetapi betapapun
menariknya penampilan, lezat rasanya
dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak
aman dikonsumsi, maka makanan
tersebut tidak ada nilainya sama sekali
(Winarno dan Rahayu, 1994).
Salah satu masalah pangan yang
masih memerlukan pemecahan yaitu
penggunaan bahan tambahan pangan
dihasilkan oleh industri kecil atau rumah
tangga (Anonim, 2005).
Makanan jajanan (street food) sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, baik dari perkotaan
maupun pedesaan. Keunggulan dari makanan
jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta
cita rasanya yang cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat. Meskipun makanan
jajanan memiliki keunggulan-keunggulan
tersebut, ternyata makanan jajanan juga
beresiko terhadap kesehatan karena
penanganannya sering tidak higienis, yang
memungkinkan makanan jajanan
terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
yang tidak diizinkan (Anonim, 2005).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang
yang sering ditemukan pada makanan, terutama
makanan jajanan.
% Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, hidroksida 10%, Larutan natrium
Oktober 2011 hidroksida 0,5%, Larutan asam
klorida 0,1 N, Larutan ammonia
2% dalam etanol 70%.
Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, serta mudah
larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan sebagai bahan pewarna
tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang
banyak dijumpai dan dicampuri dengan
Rhodamin B, antara lain bubur delima,
cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-
kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini
makanan tersebut menjadi berwarna
merah muda terang (Anonim, 2008;
Anonima, 2006).
Penggunaan Rhodamin B pada
makanan dalam waktu yang lama akan
dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati maupun kanker. Namun demikian,
bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah
besar maka dalam waktu singkat akan
terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B
(Yuliarti, 2007).
Berdasarkan permasalahan di atas
maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengidentifikasi Rhodamin B pada
jajanan kue berwarna merah muda yang
beredar di kota Manado.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui ada tidaknya
pewarna Rhodamin B pada jajanan kue
berwarna merah muda yang beredar di
kota Manado; 2) Untuk mengetahui
seberapa besar kadar zat warna Rhodamin
B pada jajanan kue berwarna merah muda
yang beredar di kota Manado.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: Erlenmeyer, Hot
plate, Timbangan, Corong pisah,
Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy
501, Labu takar, Gelas arloji, Gelas ukur,
Pipet, Spatula, Batang pengaduk, Kertas
saring Whatman No. 42.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
adalah: Kue ku dan kue bolu kukus, Dietil
eter, Aquades, Larutan natrium
Variabel yang Diamati
A1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual I
A2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada
penjual I
B1: kue ku dari pasar Karombasan pada penjual II
B2: kue bolu kukus dari pasar Karombasan pada
penjual II
C1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual I
C2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual
I
D1: kue ku dari pasar Bahu pada penjual II
D2: kue bolu kukus dari pasar Bahu pada penjual
II
E1: kue ku dari paar Bersehati pada penjual I
E2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
penjual I
F1: kue ku dari pasar Bersehati pada penjual
II
F2: kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
penjual II
G1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual I
G2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada
penjual I
H1: kue ku dari pasar Tuminting pada penjual II
H2: kue bolu kukus dari pasar Tuminting pada
penjual II

Identifikasi Zat Warna


Prinsip kerja dalam identifikasi zat warna
Rhodamin B pada jajanan kue akan
menggunakan identifikasi secara
spektrofotometer UV-Vis setelah diekstraksi dan
dimurnikan.

Prosedur Kerja
Pengambilan dan Penyiapan Sampel
Sampel kue ku dan bolu kukus diambil
pada dua penjual jajanan kue di empat pasar yang
ada di kota Manado yaitu pasar Karombasan,
pasar Bahu, pasar Bersehati dan pasar Tuminting,
pada tanggal 1 November 2008. Sampel kue ku
diambil sebanyak 2 buah dan sampel kue bolu
kukus diambil sebanyak 8 buah pada tiap-tiap
penjual kemudian sampel dimasukkan ke dalam
wadah plastik dan selanjutnya dibawa ke
laboratorium Kimia Lanjut FMIPA UNSRAT.
Yamlean: Identifikasi dan Penetapan Kadar
Rhodamin ……. 291

Ekstraksi dan Pemurnian lapisan air berwarna kecoklatan (bawah).


Lapisan air bagian bawah dibuang
a. Pembuatan larutan uji
melalui kran corong pisah sehingga hanya
Sejumlah 5 gram sampel kue
terdapat ekstrak eter yang kemudian
ditimbang saksama kemudian sampel
diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 10 ml
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
asam klorida 0,1 N hingga lapisan eter
yang bertutup asah dan masing-masing
tidak berwarna lagi. Lapisan eter dibuang,
wadah diberi label. Sampel kemudian
ekstrak asam klorida ditampung dalam
ditambahkan 100 ml larutan ammonia 2%
labu tentukur 50 ml dan ditambahkan
dalam etanol 70% dan didiamkan
asam klorida 0,1 N sampai tanda.
semalam hingga semua pewarna larut.
Larutan berwarna disaring dengan
b. Pembuatan larutan baku
menggunakan kertas saring Whatman ke
Larutan baku rhodamin B dibuat
dalam erlenmeyer. Hasil penyaringan
dengan konsentrasi 1000 mg/l. Dari
tersebut dipindahkan ke gelas ukur
larutan baku ini dibuat larutan baku
kemudian diuapkan di atas hot plate
antara dengan kadar 20; 40; 80; 120
selama 4 jam pada suhu 65°C. Sampel
μg/ml. Selanjutnya dibuat satu seri
yang menjadi pekat selama proses
larutan baku kerja dengan konsentrasi
penguapan kemudian dilarutkan dengan
masing-masing 0,4; 0,8; 1,6; 2,4 μg/ml.
30 ml aquades sambil diaduk dengan
Sebagai pelarut digunakan larutan HCl
batang pengaduk. Larutan dimasukkan ke
0,1 N.
dalam corong pisah 250 ml, kemudian
ditambahkan 6 ml larutan natrium
c. Penetapan Kadar Zat Warna
hidroksida 10% dan dikocok. Larutan
Rhodamin B
diekstraksi dengan 30 ml dietil eter
Cara penetapan kadar Rhodamin B
kemudian dikocok dan didiamkan hingga
yaitu masing-masing larutan diukur
larutan membentuk 2 lapisan yaitu lapisan
secara spektrofotometri cahaya tampak
eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna
pada panjang gelombang 538 nm.
merah (bawah). Lapisan air kemudian
Sedangkan untuk menghitung kadar
dibuang melalui kran corong pisah
Rhodamin B dalam sampel dihitung
sehingga hanya terdapat lapisan eter yang
dengan menggunakan kurva kalibrasi
disebut ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci
dengan persamaan regresi : y = bx ± a
dengan larutan NaOH 0,5% sebanyak 5
(Anonimc, 2006).
ml dengan cara dikocok kemudian
diamkan. Dari pencucian tersebut maka
akan terbentuk 2 lapisan lagi yaitu lapisan
eter jernih (atas) dan

Tabel 1. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Karombasan


Sampel Keterangan Perlakuan Absorba Kadar Rata-rata
warna larutan nsi (μg/ml) (μg/ml)
uji
A1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
A2 Merah muda 1 0,097 0,0019798 0,0019798
2 0,097 0,0019798
B1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
B2 Kemerahmudaan 1 0,003 0,0011879 0,0011963
2 0,005 0,0012047
Baku Merah muda 1 0,490 0,0052906 -
standar
Keterangan:
A1: Kue ku dari pasar Karombasan pada penjual I; A2 : Kue bolu kukus dari pasar
Karombasan
pada penjual I; B1 : Kue ku dari pasar Karombasan pada penjual II; B 2 : Kue bolu
kukus dari pasar Karombasan pada penjual II
292 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2,
Oktober 2011
Karombasan, pasar Bahu, pasar Bersehati
HASIL DAN PEMBAHASAN dan pasar Tuminting. Analisis dilakukan
sebanyak 2 kali pengujian (duplo) dengan
Hasil analisis kualitatif Rhodamin menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
B pada jajanan kue berwarna merah Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.
muda, diambil dari 2 penjual jajanan kue
yang beredar di kota Manado yaitu pasar

Tabel 2. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Bahu


Sampel Keterangan Perlakuan Absorba Kadar Rata-rata
warna larutan uji nsi (μg/ml) (μg/ml)
C1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
C2 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
D1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
D2 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
Baku Merah muda 1 0,490 0,0052906 -
standar
Keterangan:
C1: Kue ku dari pasar Bahu pada penjual I; C2: Kue bolu kukus dari pasar Bahu
pada penjual I;
D1 : Kue ku dari pasar Bahu pada penjual II; D2 : Kue bolu kukus dari pasar
Bahu pada penjual II

Tabel 3. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Bersehati


Sampel Keterangan Perlakuan Absorb Kadar Rata-rata
warna larutan
uji ansi (μg/ml) (μg/ml)
E1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
E2 Kemerahmudaan 1 0,009 0,0012384 0,00123415
2 0,008 0,0012299
F1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
F2 Kemerahmudaan 1 0,007 0,0012216 0,00122575
2 0,008 0,0012299
Baku Merah muda 1 0,490 0,0052906 -
standar
Keterangan:
- E1 : Kue ku dari pasar Bersehati pada penjual I
: Kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
- E2 penjual I
- F1 : Kue ku dari pasar Bersehati pada penjual II
: Kue bolu kukus dari pasar Bersehati pada
- F2 penjual II
bolu kukus yang diambil dari dua
Identifikasi Rhodamin B pada penjual jajanan kue di empat pasar
jajanan kue telah dilakukan dengan yang ada di kota Manado.
menggunakan sampel kue ku dan kue
Hasil penelitian yang diperoleh
membuktikan bahwa sampel-sampel kue Rhodamin B. Sampel yang positif
berwarna merah muda yang beredar di
menggunakan Rhodamin B yaitu sampel
kota Manado ada yang positif
kue bolu kukus yang diambil di pasar
menggunakan
Karombasan, pasar Bersehati dan pasar
Tuminting (Tabel 1, Tabel 3, Tabel 4).
Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
jajanan kue berwarna merah muda
tersebut menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan 2 kali pengujian (duplo).
Yamlean: Identifikasi dan Penetapan Kadar
Rhodamin ……. 293

Tabel 4. Hasil analisis Rhodamin B pada jajanan kue di pasar Tuminting


Sampel Keterangan Perlakuan Absorba Kadar Rata-rata
warna larutan uji nsi (μg/ml) (μg/ml)
G1 Kemerahmudaan 1 0,000 - -
2 0,000 -
G2 Merah muda 1 0,147 0,0024010 0,00241365
2 0,150 0,0024263
H1 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
H2 Bening 1 0,000 - -
2 0,000 -
Baku Merah muda 1 0,490 0,0052906 -
standar
Keterangan:
G1 : Kue ku dari pasar Tuminting pada penjual I; G2 : Kue bolu kukus dari pasar
Tuminting pada
penjual I; H1 : Kue ku dari pasar Tuminting pada penjual II; H2 : Kue bolu kukus
dari pasar Tuminting pada penjual II

0.005290
0.006 6
0.005
)

0.004
0.003 0.00241365
g/ml

0.0019798

0.002 0.001234150.001225
0.0011963 75
Rata-rata kadar

0.001
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.9E-17
-0.001

Sampel

Gambar 4. Hasil analisis Rhodamin B pada Jajanan Kue yang Beredar di Kota
Manado
ini ditandai dengan larutan uji hasil
ekstraksi dari sampel berwarna
Dari keenambelas sampel yang bening. Lima sampel lainnya (A2,
diuji dengan dua kali pengulangan, B2, E2, F2, dan G2) menunjukkan
sebelas sampel adanya Rhodamin B yang ditandai
(A1, B1, C1, C2, D1, D2, E1, F1, G1, H1, dan dengan larutan uji hasil ekstraksi
H2) tidak menunjukkan adanya Rhodamin dari sampel berwarna merah muda
B. Hal (Tabel 1-4).
Sampel A2 dan B2 adalah sampel
kue bolu kukus yang diambil dari penjual
I dan II di pasar Karombasan. Sampel E2 sedangkan sampel G2 adalah sampel kue
dan F2 adalah sampel kue bolu kukus bolu kukus yang diambil dari penjual I di
yang diambil dari penjual I dan II di pasar pasar Tuminting.
Bersehati, Dengan demikian, hasil
identifikasi menunjukkan bahwa hanya
sampel kue bolu kukus yang diambil di
pasar Karombasan, pasar Bersehati dan
pasar Tuminting yang
positif menggunakan Rhodamin B.
Sedangkan untuk sampel kue ku tidak
menunjukkan adanya Rhodamin B. Untuk
sampel kue yang diambil di pasar Bahu
semuanya negatif/tidak menunjukkan
adanya Rhodamin B, baik kue ku dan kue
bolu kukus.
294 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, yakni terjadinya iritasi pada
Oktober 2011 saluran pernapasan. Demikian
pula apabila zat kimia ini
mengenai kulit, maka kulit pun
Dari penelitian ini menunjukkan akan mengalami iritasi. Mata
bahwa nilai rata-rata kadar Rhodamin B yang terkena Rhodamin B juga
untuk sampel kue bolu kukus yang akan mengalami iritasi yang
diambil dari pasar Karombasan pada ditandai dengan mata kemerahan
penjual I yaitu 0,0019798 μg/ml (Tabel dan timbunan cairan atau udem
1), pada penjual II yaitu 0,0011963 pada mata (Yuliarti, 2007).
μg/ml, dari pasar Bersehati pada penjual I
yaitu 0,00123415 μg/ml, pada penjual II
yaitu 0,00122575 μg/ml (Tabel 3) dan
dari pasar Tuminting pada penjual I yaitu
0,002413650 μg/ml (Tabel 4). Dari hasil
ini dapat diketahui ternyata kue bolu
kukus dari pasar Tuminting yang
memiliki kadar Rhodamin B lebih tinggi
dibandingkan dengan kue bolu kukus dari
pasar Karombasan dan pasar Bersehati.
Tujuan penambahan Rhodamin B
pada jajanan kue adalah untuk menambah
kualitas dari kue tersebut dimana
warnanya menjadi merah muda terang
mencolok sehingga konsumen menjadi
tertarik untuk membeli kue tersebut.
Selain itu banyak penjual jajanan yang
masih menggunakan Rhodamin B karena
harganya relatif murah dan mudah
didapat.
Zat warna Rhodamin B adalah jenis
pewarna sintetik yang dilarang
penggunaannya pada makanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 239/MenKes/Per/V/1985 tentang zat
warna tertentu yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya. Rhodamin B adalah
pewarna yang biasanya digunakan untuk
tekstil dan kertas
sehingga sangat berbahaya apabila
dikonsumsi.
Penggunaan Rhodamin B pada
makanan dalam waktu yang lama (kronis)
akan dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar Rhodamin B
dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan
Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut
masuk melalui makanan maka akan
mengakibatkan iritasi pada saluran
pencernaan dan mengakibatkan gejala
keracunan dengan air kencing yang
berwarna merah atau merah muda.
Dengan menghirup Rhodamin B dapat
pula mengakibatkan gangguan kesehatan,
Berbagai penelitian dan uji telah
membuktikan bahwa dari penggunaan zat
pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan
kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap
mencit, diperoleh hasil yaitu terjadi perubahan sel
hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan
disekitarnya mengalami disintegrasi atau
disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati
ditandai dengan terjadinya piknotik dan
hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan
sitolisis dari sitoplasma, batas antar sel tidak jelas,
susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh.
Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka
semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan
hati mencit (Anonima, 2006).
Pewarna secara umum mengandung residu
logam berat karena pada proses pembuatan zat
warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang
seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun. Di Indonesia,
peraturan mengenai penggunaan zat pewarna
yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur
melalui SK
Menteri Kesehatan RI No.
722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan
tambahan pangan. Akan tetapi, seringkali terjadi
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna
untuk tekstil dan kertas dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi
kesehatan karena adanya residu logam berat pada
zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan tersebut
antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan di samping itu, harga zat pewarna untuk
industri jauh lebih murah dibandingkan dengan
harga zat pewarna untuk pangan. Lagipula warna
dari zat pewarna tekstil atau kertas biasanya lebih
menarik (Yuliarti, 2007).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan


dapat disimpulkan bahwa jajanan kue khususnya
kue bolu kukus yang beredar di kota Manado
masih ada yang enggunakan Rhodamin B sebagai
pewarna, sedangkan untuk kue ku tidak
menggunakan Rhodamin B sebagai pewarna.
Nilai rata-rata kadar
Yamlean: Identifikasi dan Penetapan Kadar
Rhodamin ……. 295

Rhodamin B yang terdeteksi pada Anonim. 2008. Bahan Tambahan


sampel-sampel kue bolu kukus yaitu: dari Terlarang dan Berbahaya.
pasar Karombasan pada penjual I http://dinkes.denpasar kota.go.id
(0,0019798 μg/ml), penjual II (0,0011963 diakses tanggal 8 September 2008.
μg/ml), dari pasar Bersehati pada penjual Cahyadi, A. 2008. Analisis dan Aspek
I (0,00123415 μg/ml), penjual II Kesehatan Bahan Tambahan
(0,00122575 μg/ml) dan dari pasar Makanan. PT. Bumi Aksara.
Tuminting pada penjual I (0,00241365 Jakarta.
μg/ml).
Desroiser. 1988. Teknologi Pengawetan
Makanan. UI-Press. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Khopkar, M. S. 2002. Konsep Dasar
Kimia
Anonim. 1985. Peraturan Menteri
Analitik. Jakarta : Universitas
Kesehatan RI No. 239/ MenKes/
Indonesia.
Per/ V/ 1985 tentang zat warna
tertentu yang dinyatakan sebagai Sudarmaji. S, Haryono. B, dan Suhardi.
bahan berbahaya. Departemen 1989.
Kesehatan RI. Jakarta. Analisa Bahan Makanan dan
Anonim. 1988. Peraturan Menteri Pertanian.
Kesehatan RI No. 722/ MenKes/ Liberty. Yogyakarta.
Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Winarno, F.G. dan S.F. Rahayu. 1994.
Tambahan Pangan. Departemen Bahan Tambahan untuk Makanan
Kesehatan RI. Jakarta. dan Kontaminan. Pustaka Sinar
Anonim. 1995. Departemen Kesehatan Harapan. Jakarta.
RI. Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik
Farmakope Indonesia Edisi Lezatnya Makanan. Andi Offset.
IV. Yogyakarta.
Jakarta.
Anonim. 1996. Undang-undang Republik
Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang
Pangan.
Anonim. 1998. Cara Produksi Makanan yang
Baik. Panduan Industri Rumah Tangga.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2002. BTM: Fungsi dan
penggunaannya dalam Makanan
diakses tanggal 20 Agustus 2008.
Anonim, 2005. Hindari Makanan Berwarna
Sintetis. www. Yahoo. Com diakses
tanggal 23 Agustus 2008.
Anonima. 2006. BPOM Temukan Makanan
Dicampuri Rhodamin B.
http://www.riau.go.id diakses tanggal 8
September 2008.
Anonimb. 2006. Lebih Akrab Dengan Kue
Basah (Ir. Sutrisno Koswara).
http://www.ebookpangan.com 2006
diakses tanggal 27 November 2008.
Anonimc. 2006. Metode Analisis PPOMN.
Pusat Pengujian Obat dan Makanan.
Badan POM RI. Jakarta.
See discussions, stats, and author profiles for this publication at:
https://www.researchgate.net/publication/302950990

Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

ANALISIS RHODAMIN B DALAM JAJANAN PASAR


DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

ANALYSIS OF RHODAMIN B IN TRADITIONAL SNACKS


BY THIN LAYER CHROMATOGRAPHY METHOD

Wahyu Utami dan Andi Suhendi


Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani
Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102 Telp. (0271)
717417, Fax. (0271) 715448

ABSTRAK

Rhodamin B merupakan suatu pewarna sintetik yang digunakan untuk mewarnai


tekstil, sering kali digunakan untuk mewarnai suatu produk makanan, salah
satunya adalah jajanan pasar. Rhodamin B menyebabkan pembesaran hati,
ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya penggunaan rhodamin B dalam
jajanan pasar. Sebelum pengambilan sampel dilakukan penyebaran kuisioner
terhadap pedagang dan konsumen tentang pengetahuan mereka terhadap
pewarna. Sampel jajanan pasar diambil di enam pasar Kecamatan Laweyan
Kotamadya Surakarta. Selanjutnya sampel dipreparasi dengan serapan benang
wol, dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) kemudian dideteksi
dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm serta pereaksi semprot HCl pekat dan
H2SO4 pekat. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode deskriptif.
Berdasarkan data angket, diketahui bahwa sebagian besar pedagang tidak dapat
membedakan pewarna alami dan sintetik dan hanya 5,3% pedagang serta 12%
konsumen yang tahu mengenai pewarna sintetik yang diijinkan. Pada umumnya
pedagang tidak mengetahui efek negatif yang bisa ditimbulkan oleh beberapa
pewarna sintetik, hal ini karena tingkat pendidikan mereka yang rendah (47,37%
pedagang tidak berpendidikan). Analisis dengan KLT menunjukkan dari 41
sampel yang diperiksa didapatkan 15 sampel mengandung rhodamin B.
Berdasarkan penelitian ini terdapat 42,86% di pasar Kadipolo, 25% di pasar
Kembang, 50% di pasar Purwosari, 33,33% di pasar
Jungke, 75% di pasar Penumping, 22,22% di pasar Kleco mengandung rhodamin B.

Kata Kunci: Rhodamin B dan KLT

ABSTRACT
Rhodamin B is synthetic dye which was used as textile dyeing but people usually
still used to color food products one of them is snack. Rhodamin B caused abscess
of liver, kidney and spleen, and was followed by anatomy alteration as abscess of
organ. The research was conducted to know the present of rhodamin B in
traditional snacks. Before taking sample, questionnaires were spread to sellers
and consumers to know their knowledge about dye. Samples were taken in six
markets in Laweyan sub district, Surakarta and then it were
% Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
prepared by using wool thread absorption method and then continued by thin
layer chroma-tography (TLC) detection on UV 254 nm and UV 366 nm lamp and
spray reactant by HCl and H2SO4. The data were analyzed by descriptive method.
Based on result, it was known that a large number of sellers disable to differ
between natural dye and synthetic dye, only 5.3% of sellers and 12% of
consumers who knew about synthetic dye which was permitted. In commonly, they
did not know about the effect which caused by this dye, because their education
level was very low (47.37% of seller’s illiteracy). TLC analysis showed that 25
samples were suspected contained rhodamin B. Twenty five samples were tested
again by TLC. It results 15 samples were positive contained rhodamin B. These
results were based on hRf value, fluorescence and sew positive with spray
reagent. Based on this research, there is 42.86% snacks in Kadipolo market, 25%
snacks in Kembang market, 50% snacks in Purwosari market, 33.33 snacks in
Jongke market, 75% snacks in Penumping market, 22.22% snack in Kleco market
were contained rhodamin B.

Keywords: Rhodamin B and TLC.

PENDAHULUAN Zat pewarna sintesis yang sering


ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu
Makanan tradisional Indonesia merupakan zat warna sintetik yang
mempunyai kekayaan ragam yang luar umum digunakan sebagai pewarna
biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta tekstil. Rhoda-min B merupakan zat
aroma sesuai dengan budaya masyarakat warna tambahan yang dilarang
Indonesia. Seperti gethuk, geplak, penggunaannya dalam produk-produk
klepon, dan jajanan lain yang ada di
pangan. Rhodamin B bersifat
pasar saat ini telah dimodifikasi dan
karsinogenik sehingga dalam peng-
dikemas menjadi paket buah tangan
dengan warna yang menarik. gunaan jangka panjang dapat menyebab-
Warna merupakan salah satu kan kanker. Uji toksisitas rhodamin B
kriteria dasar untuk menentukan kualitas telah dilakukan terhadap mencit dan
makanan antara lain; warna dapat tikus dengan injeksi subkutan dan secara
memberi petunjuk mengenai perubahan oral. Rhodamin B dapat menyebabkan
kimia dalam ma-kanan. Oleh karena itu, karsino-genik pada tikus ketika diinjeksi
warna menimbul-kan banyak pengaruh subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal.
terha-dap konsumen dalam memilih Sedangkan secara IV didapatkan LD50
suatu produk makanan dan minuman 89,5 mg/kg yang ditandai dengan gejala
sehingga produsen makanan sering adanya pembesaran hati, ginjal, dan
menambahkan pewarna dalam limfa diikuti perubahan anatomi berupa
produknya. Pada awalnya, makanan pembesaran organnya (Merck Index,
diwar-nai dengan zat warna alami yang 2006).
diperoleh dari tumbu-han, hewan, atau Karena bahaya tersebut, maka
mineral, akan tetapi zat warna tersebut diupa-yakan pencegahan penggunaan
tidak stabil oleh panas dan cahaya serta rhodamin dalam suatu makanan
harganya mahal (Azizahwati, dkk., termasuk jajanan pasar yang diperjual-
2007).
belikan di enam pasar di Kecamatan
Laweyan. Tidak menutup kemungkinan
jajanan pasar tersebut me-ngandung pewarna yang dilarang penggu-

Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar ... (Wahyu Utami dan


Andi Suhendi) 149
naanya. Menurut survei, ditemukan ba- yang biasa digunakan.
nyak jajanan pasar yang beredar di enam Jalannya penelitian dibagi menjadi
pasar Kecamatan Laweyan, diantaranya beberapa tahap. Pertama, penyebaran
ditemukan di pasar Kadipolo, pasar kuisioner terhadap pedagang dan kon-
Kem-bang, pasar Jungke, pasar sumen.
Purwosari, pasar Sidodadi, pasar Kuisioner diberikan kepada peda-
Penumping yang berwarna merah. Oleh gang dan konsumen jajanan pasar di
karena kepadatan penduduk 10.127 jiwa enam pasar Kecamatan Laweyan untuk
per km2 dengan jumlah pendu-duk menge-tahui tingkat pengetahuan
87.496 jiwa dan merupakan Keca-matan pedagang maupun konsumen mengenai
terbesar ketiga di Surakarta (Ano-nim, pewarna makanan dan keamanannya.
2006), memungkinkan pengkon-sumsian Kedua, pengambilan sampel.
jajanan pasar yang beredar di enam pasar Sampel jajanan pasar diambil di enam
tersebut oleh masyarakat cukup tinggi. pasar Keca-matan Laweyan Surakarta
Di pasar-pasar tersebut hampir yang meliputi warna merah, bentuk
semua pedagang menjual jajanan pasar jajanan (padatan, semipadatan) dengan
yang berwarna merah. Aktivitas jual-beli metode accidental sampling, yaitu
dipasar tersebut sangat tinggi, hal ini metode rancangan sampel tanpa acak
dibuktikan dengan penjualan jajanan (non random sampling) dengan teknik
pasar yang terus meningkat (Suhartini, rancangan sampel seadanya.
2007). Diduga warna merah tersebut Ketiga, pembuatan baku pemban-
adalah pewarna sintetik non pangan yang ding. Ditimbang 25,00 mg rhodamin B,
sering digunakan sebagai pewarna tekstil kemudian dilarutkan dalam 25,0 ml
yaitu rhodamin B, sehingga perlu etanol 96 % p.a (Azizahwati, dkk.,
dilakukan penelitian tentang adanya 2007).
rhodamin B dalam jajanan pasar di enam Keempat, pemisahan zat warna.
pasar di Kecamatan Laweyan tersebut. Benang wol dididihkan di dalam air
kemu-dian dikeringkan. Selanjutnya
dicuci dengan eter untuk menghilangkan
METODE PENELITIAN kotoran dari lemak setelah itu dididih-
kan dengan dengan NaOH 1% kemudian
Bahan penelitian yang digunakan dibilas dengan air. Sepuluh gram sampel
adalah standar rhodamin B (sigma),
direndam dalam 10 ml larutan amonia
benang wol, eter, akuades, asam asetat
2% (yang dila-rutkan dalam etanol 70%)
10%, amonia 2%, amonia 10%, etanol
teknis 70% (Bratachem), silika gel GF selama kurang lebih 12 jam. Selanjutnya
254 nm, etanol 96%, isopropanol, larutan disaring, filtrat kemudian
amonia, etil asetat, metanol, amonium diuapkan diatas penangas air. Residu
hidroksida, isobutanol, n-butanol, asam dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml
asetat, HCL, H2SO4 p.a (Merck). air yang mengandung asam, larutan
Adapun alat yang digunakan asam dibuat dengan mencampur 10 ml
berupa satu set alat kromatografi lapis air dengan 5 ml asam asetat 10%.
tipis, timbangan, penangas air, lampu Benang wol dimasukkan ke dalam
UV 254 nm dan UV 366 nm, dan alat- larutan asam dan didihkan hingga 10
alat gelas menit, be-nang wol diangkat, pewarna
akan me-warnai benang wol. Benang
wol dicuci dengan air, kemudian
dimasukkan ke dalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10%

tttttt. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
(yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan pereaksi semprot H2SO4 menandakan
dididihkan. Benang wol akan adanya zat warna rhodamin B dalam
melepaskan pewarna, pewarna akan sampel (Djalil, dkk., 2005).
masuk ke dalam larutan basa tersebut.
Larutan basa ter-sebut selanjutnya akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan sebagai cuplikan sampel pada
analisis kromatografi lapis tipis (Djalil, Pengetahuan Pedagang dan
dkk., 2005). Konsumen tentang Pewarna
Kelima, analisis dengan Hasil kuisioner dari 19 pedagang dan
kromatografi lapis tipis. Sebanyak 2 µl 51 konsumen yang menjadi respon-den
cuplikan sampel ditotolkan pada plat diketahui bahwa 36,80% pedagang dan
KLT, kemudian dielusi dalam bejana 59% konsumen dapat membedakan pe-
yang berisi isopropanol : amonia = warna alami atau sintetik, 5,30%
100:25 v/v . Setelah elusi selesai plat pedagang dan 12% konsumen
dikeringkan, kemudian kromatogram mengetahui pewarna sintetik yang
yang diperoleh dihitung nilai hRf-nya diijinkan, 10,50% pedagang dan 20%
(Azizahwati, dkk., 2007). konsumen mengetahui pewarna sintetik
Nilai hRf tiap bercak dibandingkan yang tidak diijinkan penggu-naannya
dengan nilai hRf standar rhodamin. dalam makanan. Kesadaran pembeli
Penampakan bercak dipertajam dengan akan bahaya dari pewarna sintetik cukup
menggunakan lampu UV 254 nm dan tinggi, yaitu 75%, sedangkan kesa-daran
366 nm serta visualisasi dengan pedagang masih rendah, yaitu 43%
menggunakan pereaksi semprot H2SO4 (Gambar 1). Rendahnya pengetahuan
pedagang tentang pewarna alami dan
dan HCl pekat. Nilai hRf yang sama,
sintetik serta pewarna yang tidak
adanya pemadaman pada UV 254 nm,
diijinkan
fluoresensi pada UV 366 nm, warna
merah muda dengan pereaksi semprot
HCl dan warna jingga dengan

Grafik Hasil Angket


Pewarna Alami dan Sintetik
80%
70% Pewarna sintetik yang diijinkan
%Pengetahuan

60% Pewarna sintetik yang tidak


50%
diijinkan
40%
30% Pewarna sintetik
20% tidak aman untuk
10% dikonsumsi
0% Perbedaan Pewarna alami dan
pembeli pedagang Sintetik dalam sampel
Responden Pewarna tekstil
ditambahkan dalam
sampel
timbangan Pembeli
P (rasa) & Pedagang Pewarna yang disukai (Buatan)
e (harga murah) Pewarna yang sering digunakan
r Penggunaan takaran

Gambar 1. Grafik Persentase Pengetahuan Pedagang dan Pembeli Jajanan


Pasar di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta tentang Pewarna

Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar ... (Wahyu Utami dan


Andi Suhendi) 151
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, gunaannya dalam makanan.
salah satu-nya adalah pendidikan. Hasil Sebagian besar pedagang tidak
survey menun-jukkan sebagian besar sekolah, sehingga pengetahuan mereka
pedagang tidak berpendidikan, yaitu terhadap pewarna juga rendah.
47,37% (Gambar 2).
Sebagian kecil pembeli dan Analisis Rhodamin B dalam Sampel
pedagang mengetahui jenis pewarna Sebelum dilakukan kromatografi la-pis
sintetik yang diijinkan dan yang tidak tipis (KLT), zat warna yang ada dalam
diijinkan peng-

5.26%
11%

Tidak
sekolah
SD
sederajad
15.7 SLTP
9% 47.37% sederajad
SLTA
Sederajad
Diploma
III

21.05%

Gambar 2. Grafik Informasi Pendidikan Pedagang jajanan pasar


di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta.

+
NH3-C-NH-CH2-CH2-
CH - CH2 - COO CH
NH
asam aspartat Arginin

+
+
(C2 N(C2
H 5 )2 N H5 )2 Cl-
C
COOH

+
CH - CH2 - COO -C-NH- -CH2-
COOH NH3 CH2 CH
NH
C
(C2H5)2 +
N N(C2H5)2Cl

Gambar 3. Mekanisme Pengikatan Rhodamin B dalam Benang Wol


(Soeprijono, dkk., 1974, cit: Kurnia, 2005)

152 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
sampel diekstraksi terlebih dahulu meng- sestina menjadi sistein dengan suatu
gunakan metode serapan benang wol. asam. Sistein terbentuk melalui
Prin-sipnya adalah penarikan zat warna pecahnya ikatan S-S dari sistina karena
dari sampel ke dalam benang wol bebas adanya asam asetat. Setelah ikatan
lemak dalam suasana asam dengan tersebut terbuka, maka rhodamin B dapat
pemanasan dilanjutkan dengan masuk kedalam benang wol dan
pelunturan atau pela-rutan warna oleh berikatan dengan COO¯ dari asam
suatu basa. aspartik juga berikatan dengan +NH3
Benang wol tersusun atas ikatan dari Arginin (Gambar 3).
pep-tida yang didalamnya terdapat Selanjutnya sebanyak 41 sampel
ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam yang ditotolkan pada plat KLT, 25
aspartik dan arginin. Rhodamin B dapat diantaranya dicurigai mengandung
melewati lapisan kutikula melalui rhodamin B, hal ini didasarkan pada
perombakan nilai

Tabel 1. Hasil Pengamatan adanya Rhodamin B

Deteksi
Sampel
hRf di UV 254 UV 366 nm + HCl + H2SO4
rhodamin 73 merah orange merah muda jingga
A3 71 merah orange merah muda -
A5 70 - - -
A6 68 merah orange - -
A7 73 merah orange merah muda jingga
rhodamin 73 merah orange merah muda jingga
B6 73 - - -
B7 88 merah merah muda -
B8 73 merah orange merah muda jingga
F7 76 merah orange - -
F9 74 merah orange - -
rhodamin 74 merah orange merah muda jingga
C1 71 merah orange merah muda -
C4 73 merah orange merah muda jingga
D5 68 - - -
D7 70 - - -
rhodamin 70 merah orange merah muda jingga
D1 65 - - -
D2 70 merah orange merah muda jingga
D3 70 merah orange merah muda jingga
D4 70 merah orange merah muda -
rhodamin 69 merah orange merah muda jingga
E1 69 merah orange merah muda jingga
E2 69 merah orange merah muda jingga
E3 69 merah orange merah muda jingga
E4 70 - - -
rhodamin 68 merah orange merah muda jingga -
F1 69 - - -
F2 73 - - -
F3 66 - - -
F4 67 - - -

Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar ... (Wahyu Utami dan


Andi Suhendi) 153
(a) (b) (c) (d)

Gambar 4. Contoh Kromatogram Sampel yang Positif Menunjukkan Rhodamin

Ket: (a) D4, D3, D2, D1, rhodamin pada UV 254 nm


(b) D4, D3, D2, D1, rhodamin pada UV 365 nm
(c) D4, D3, D2, D1, rhodamin setelah disemprot dengan HCl pekat
(d) D4, D3, D2, D1, rhodamin setelah disemprot dengan H2SO4 pekat

hRf sampel yang sama atau mendekati menjadi lebih spesifik, yaitu berwarna
hRf standar rhodamin. Untuk merah muda dengan HCl pekat dan
memperjelas dugaan tersebut, ke-25 berwarna jingga dengan H2SO4 pekat.
sampel tersebut di KLT sekali lagi. Hal ini dikarenakan adanya sumbangan
Untuk KLT kedua ini pa-rameter yang H+ yang menyebabkan panjang
dilihat adalah adanya hRf yang sama gelombang rhodamin B bergeser lebih
atau mendekati standar, adanya pendek.
fluoresensi merah pada UV 366 nm, dan Berdasarkan hasil reaksi
adanya reaksi spesifik dengan pereaksi penegasan tersebut dapat dilihat bahwa
semprot HCl pekat dan H2SO4 pekat. ada 12 sampel yang memberikan warna
Berdasarkan hasil KLT tersebut ternyata dengan pereaksi semprot HCl pekat,
dari 25 sampel yang dicurigai hanya 15 yaitu; sampel A3, A7, B7, B8, C1, C4,
sampel (A3, A6, A7, B7, B8, F7, F9, C1, D2, D3, D4, E1, E2, E3 dan hanya 8
C4, D2, D3, D4, E1, E2, E3) yang sampel yang memberikan warna dengan
berfluoresensi sedangkan 10 sampel H2SO4 pekat, yaitu: A7, B8, C4, D2, D3,
yang lain tidak berfluoresensi meskipun E1, E2, E3 (Tabel V). Kro-matogram
hRfnya mendekati standar (Tabel I). dari beberapa sampel yang positif
Untuk mempertegas hasil tersebut menunjukkan adanya rhodamin dapat
terhadap 25 sampel tadi dilakukan reaksi dilihat pada Gambar 4.
penegasan menggunakan reaksi semprot Hasil penelitian analisis rhodamin
HCl dan H2SO4 pekat. Rhodamin B akan B dalam jajanan pasar di enam pasar
bereaksi membentuk warna dengan Keca-matan Laweyan menunjukkan
pereaksi tersebut sehingga warna terdapat 15 jajanan pasar yang
rhodamin B mengandung rhodamin B dari jajanan
pasar yang berjumlah 41
154 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 - 155
buah. Kelima belas jajanan pasar SIMPULAN
tersebut adalah A3, A6, A7, B7, B8, F7,
F9, C1, C4, D2, D3, D4, E1, E2, E3. Hasil penelitian terhadap 41
Berdasarkan penelitian ini ditemukan jajanan pasar yang dijual di enam pasar
42,86% di pasar Kadipolo, 25% di pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya
Kembang, 50% di pasar Purwosari, Surakarta sebanyak 15 sampel
33,33% di pasar Jungke, 75% di pasar mengandung rhodamin B, yaitu:
Penumping, 22,22% di pasar Kleco 42,86% di pasar Kadipolo, 25% di pasar
mengandung zat pewarna rhodamin B. Kembang, 50% di pasar Purwosari,
33,33% di pasar Jungke, 75% di pasar
Penumping, 22,22% di pasar Kleco.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Buku Informasi Kota Solo, Badan Informasi dan Komunikasi Kota
Surakarta, Surakarta.
Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, H., 2007., Analisis Zat Warna Sintetik
Terlarang Untuk Makanan Yang Berada di Pasaran, Majalah Ilmu
Kefarmasian, IV, (1), 7-8, Departeman Farmasi FMIPA-Universitas
Indonesia Depok.
Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N., 2005,
Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan
Pengembang, Jurnal Farmasi, Vol. 03,
(2), 28-29, Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto.
Ecasean, 2004, Identification of Prohibited Colorants in Cosmetic Products by
TLC and HPLC, (online), (http://www.ecasean.com/harmonised
colorants.pdf, diakses tanggal 29 Desember 2007).
Merck Index, 2006, Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed
14Th, 1410, 1411, Merck & Co., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA.
Nawawi, H., 1995, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, 63, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soeprijono, P., Poerwanti, Widayat, Jumaeri, !974, Serat-serat tekstil, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung, 134-136, cit: Kurnia, D.C.D., 2005, Analisis
Zat Warna Pada Saos Yang Beredar di Yogyakarta Dengan Metode
Kromatografi Kertas dan Spektrofotometri UV-Vis, Skripsi, Fakultas
MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Suhartini, 2007, Wawancara Pribadi , 5 November 2007.
a. Uji Boraks
Uji boraks pada kerupuk mie menggunakan
uji nyala api. Jika pada sampel warna nyala api hijau
maka positif mengandung boraks karena alkohol akan
terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau, akibat
pembentukan metilborat B(OCH3)3 atau etil borat
B(OC2H5)3. Garam barium akan memberi nyala
hijau. Cara kerja pengujian boraks yaitu sebagai
berikut :
Sebanyak 10 gram sampel kerupuk mie
dimasukkan dalam cawan porselin. Sampel kemudian
dimasukkan dalam kamar abu, panaskan pada 600
selama 2 jam. Setelah dingin, abu ditambah H2SO4
pekat 1 ml dan ditambah metanol 10 ml. Dibakar dan
diamati nyala apinya. Interpretasi hasil yaitu jika
nyala api hijau , maka positif mengandung boraks.3
b. Uji Formalin
Uji formalin pada kerupuk mie menggunakan
pereaksi schiff. Reagen Schiff yang digunakan untuk
pengujian yaitu diperoleh dari Laboratorium kimia
Universitas Muhammadiyah Semarang. Pereaksi
schiff direaksikan dengan senyawa kelompok aldehid,
maka akan menghasilkan warna ungu.
Cara kerja pengujian formalin pada sampel
kerupuk mie yaitu sebanyak 50 g sampel dimasukkan
kedalam labu destilasi, kemudian ditambahkan
H3PO4 pekat 1 ml, dan dilakukan destilasi. Destilat
ditampung dalam erlenmeyer. Hasil destilasi
dimasukkan dalam tabung reaksi 5 mL ditambah
H2SO4 encer 2 mL ditambah reagen schiff 1 mL dan ditunggu 15 menit. Bila warna violet
postif
mengandung formalin.

10

Anda mungkin juga menyukai