Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Katalis heterogen CaO/fly ash yang telah disentesis akan digunakan dalam
pembuatan biodiesel dari minyak sawit off-grade pada proses transesterifikasi.
Katalis heterogen CaO/fly ash dianalisis kebasaannya menggunakan indikator
Hammet, sifat struktur dan fasanya menggunakan metode XRD, serta luas
permukaan menggunakan metode BET. Biodiesel yang terbentuk pada reaksi
transesterifikasi dipisahkan dan dimurnikan. Biodiesel selanjutnya diuji densitas,
viskositas kinematik, angka asam dan titik nyala serta komposisinya berdasarkan
metode GC-MS.
4.1 Ekstraksi Sawit Off-grade
Bahan baku sawit off garde dikukus untuk melunakkan mesocarp buah dan
deaktifasi enzim lipase sehingga dapat mencegah peningkatan kadar ALB pada
minyak (Budiawan dkk., 2013). Buah diekstraksi menggunakan alat spindle press
dimana proses ekstraksi menghasilkan minyak sawit off grade sebesar 15% atau
sekitar 150 gr minyak untuk 1 kg buah sawit off grade. Selanjutnya minyak sawit
off grade dianalisis untuk mengetahui karakteristiknya seperti densitas, viskositas,
kadar air dan kadar asam lemak bebas. Analisis karakteristik diperlukan untuk
mengetahui perlakuan awal yang dibutuhkan pada proses pembuatan biodiesel.
Karakteristik minyak sawit off grade ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Minyak Sawit Off Grade


Standar CPO SNI
Karakteristik Satuan Hasil Ekstraksi
01-2901-2006
Warna Jingga kemerahan Jingga kemerahan
3
Densitas (40° C) kg/m 892,11 -
Viskositas (40° C) mm2/s 29,47 -
Kadar air % 3,5 Maks 0,5
Kadar asam lemak bebas % 6,19 Maks 0,5

41
42

Dari hasil karakteristik seperti pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa minyak
sawit off-grade yang diperoleh memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas
(ALB) yang tinggi. Kadar air yang tinggi dapat bereaksi dengan katalis sehingga
akan menyebabkan jumlah katalis pada reaksi berkurang (Ulfayana dan Helwani,
2015). Kadar air dalam bahan baku minyak dapat dikurangi dengan cara
memanaskan minyak pada suhu melebihi titik didih air. Selain itu, kadar air yang
tinggi dalam minyak menyebabkan terjadinya hidrolisis yang merupakan salah satu
penyebab terbentuknya ALB. Kadar ALB yang tinggi membutuhkan perlakuan
pendahuluan yaitu proses esterifikasi sebelum dilakukan proses transesterifikasi
pembuatan biodiesel. Kadar ALB minyak sawit off-grade yang awalnya adalah
6,19% menurun menjadi 0,96%. Kadar ALB minyak telah memenuhi persyaratan
untuk dijadikan bahan baku proses trasesterifikasi yaitu < 2%.
4.2 Preparasi Katalis CaO/fly ash
Katalis basa padat CaO/fly ash disintesis dengan metode impregnasi-
hidrasi-dehidrasi CaO ke dalam fly ash, fly ash diayak dengan ukuran 100/200
mesh, dicuci dengan aquades untuk menghilangkan pasir dan kotoran lain yang
menempel pada fly ash, kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C. Katalis CaO
dipersiapkan dengan metode kalsinasi-hidrasi-dehidrasi dari kulit telur ayam. Kulit
telur terlebih dahulu dicuci dengan air untuk menghilangkan pengotor seperti debu
yang melekat pada permukaannya. Kulit telur yang telah bersih dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105°C selama 24 jam. Kulit telur kering dihaluskan
dan dikalsinasi di dalam furnace pada suhu 900°C selama 2,5 jam untuk
mendapatkan CaO. Kemudian CaO yang sudah terbentuk dan fly ash ditimbang
masing-masing berdasarkan rasio berat CaO terhadap fly ash 60:40. Berdasarkan
perhitungan, untuk membuat 30 gram katalis ditimbang CaO sebanyak 18 gram dan
fly ash sebanyak 12 gram. CaO yang telah ditimbang dilarutkan dengan 250 ml
aquades di dalam gelas kimia dan diaduk hingga homogen untuk membentuk
larutan Ca(OH)2. Kemudian ditambahkan fly ash secara perlahan dan diaduk
menggunakan magnetic stirrer di atas hot plate. Kondisi proses dilakukan pada
suhu 70 °C selama 4 jam dengan kecepatan pengadukan 700 rpm. Partikel Ca(OH)2
yang terbentuk akan menempel pada pori fly ash. Setelah 4 jam, proses dihentikan.
43

Campuran antara Ca(OH)2 dan fly ash akan terbentuk slurry. Slurry dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 °C selama 24 jam untuk menghilangkan H2O yang masih
bersisa. Produk padat selanjutnya didehidrasi dengan melakukan variasi pada suhu
dan waktu 500°C, 600°C dan 700°C selama 2, 3 dan 4 jam untuk mengubah bentuk
Ca(OH)2 menjadi CaO. Kemudian CaO yang teremban pada permukaan fly ash
berinteraksi di permukaan membentuk dikalsium silikat (Ca2SiO4).
Katalis yang diperoleh selanjutnya akan dikarakterisasi menggunakan
XRD, kebasaan dan BET. Selanjutnya katalis CaO tanpa di support fly ash dibuat
sebagai kontrol dalam pembuatan katalis. Secara visual tampak jelas perbedaan
antara bahan baku (CaO dari kulit telur dan fly ash) yang digunakan dengan katalis
CaO/fly ash yang telah terimpregnasi. Warna fly ash sebelum diimpregnasi adalah
abu-abu gelap, dikarenakan kandungan karbon dari sisa pembakaran yang masih
terdapat pada fly ash seperti terlihat pada Gambar 4.1(a). Namun setelah
diimpregnasi dengan penambahan CaO kemudian didehidrasi, katalis CaO/FA
menjadi berwarna putih keabuan seperti terlihat pada Gambar 4.1(c).

(a)

(b) (c)

Gambar 4.1 Bahan baku dan Katalis a) fly ash b) CaO c) CaO/fly ash
44

4.3 Karakterisasi Katalis CaO/Fly ash


Katalis yang telah dipreparasi, diuji dan dianalisa dengan proses
karakterisasi meliputi uji kuat basa/kebasaan, metode X-Ray Diffraction (XRD) dan
metode Brunaeur-Emmet-Teller (BET).
4.3.1 Karakterisasi Katalis CaO/Fly ash Kuat Basa/Kebasaan
Fly ash dan katalis CaO/fly ash pada variasi suhu dehidrasi 500, 600, 700o
C dan variasi waktu dehidrasi selama 2, 3, dan 4 jam diuji kuat basanya
menggunakan indikator Hammett yaitu fenolftalein. Berdasarkan hasilnya, fly ash
tidak menunjukkan perubahan warna seperti pada gambar 4.2(a). Hal ini
mengindikasikan bahwa fly ash memiliki kuat basa sebesar H_ < 8,2. Kandungan
SiO2 yang tinggi menyebabkan fly ash tidak memiliki sifat basa. Oleh karena itu,
fly ash sangat cocok dijadikan sebagai material penyokong (Hindryawati, 2014).
Untuk bahan katalis CaO/fly ash dengan variasi suhu dan waktu dehidrasi diuji
kebasaannya, menunjukkan perubahan warna menjadi ungu seperti yang terlihat
pada gambar 4.2(b). Hal ini menandakan bahwa katalis memiliki kuat basa sebesar
H_> 9,3 (Helwani dkk., 2016). Hasil yang sama diperoleh oleh Wahyudi dkk.
(2016) dan Maulana dkk. (2017). Katalis CaO/fly ash diprediksi memiliki kuat basa
yang lebih tinggi lagi dikarenakan perubahan warna merah jambu keunguan yang
dihasilkan sangat pekat. Namun, uji kebasaan hanya dilakukan dengan indikator
fenolftalein karena keterbatasan indikator yang tersedia di laboratorium. Menurut
Ho dkk. (2014) katalis yang dikembangkan dengan kuat basa sebesar H_ > 9,3
dianggap katalis basa yang relatif kuat untuk proses transesterifikasi minyak sawit
off grade.

(a) (b)

Gambar 4.2 Pengujian Kuat Basa a) fly ash b) katalis CaO/fly ash
45

4.3.2 Karakterisasi Katalis CaO/Fly Ash Menggunakan X-Ray Diffraction


(XRD)
Karakterisasi Katalis CaO/fly ash menggunakan difraksi sinar-x (XRD)
bertujuan untuk mengetahui kristalinitas dan analisis terbentuk atau tidaknya
material CaO dalam katalis yang telah disintesis. Pola XRD dimonitor pada sudut
2θ antara 10-100°. Perbandingan pola XRD katalis CaO/fly ash yang dipreparasi
menggunakan variasi suhu dan waktu dehidrasi katalis masing masing 500 °C
selama 2, 3 dan 4 jam, suhu 600 °C selama 3 jam dan suhu 700 °C selama 4 jam.
Berikut ditampilkan Gambar 4.3 perbandingan pola XRD pada suhu 500 °C selama
2, 3 dan 4 jam.

Gambar 4.3 Pola XRD Katalis CaO/fly ash dengan Suhu dan Waktu Dehidrasi
a) 500 °C 2 jam, b) suhu 500 °C 3 jam, c) suhu 500 °C 4 jam.

Pada Gambar 4.3(a) terdapat 5 puncak kristal Ca(OH)2 yang muncul pada
sudut 2θ: 17,995°, 28,639°, 34,010°, 50,715°, 54,316°. Nilai tersebut didominasi
dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ: 34,010° dengan intensitas 100% yang
46

menunjukkan bahwa dalam katalis CaO/fly ash hasil sintesis masih terdapat
pengotor yang disebabkan kondisi sampel yang terbuka saat dikarakterisasi XRD
sehingga memungkinkan terbentuknya Ca(OH)2 melalui penyerapan H2O dari
atmosfer selama analisis XRD (Umdu, 2008). Selain itu, masih adanya senyawa
Ca(OH)2 yang mengindikasikan bahwa belum semua partikel Ca(OH)2 terkonversi
menjadi CaO selama proses dehidrasi. Senyawa Ca(OH)2 terbentuk dari reaksi CaO
dengan aquades pada proses impregnasi basah (Ho dkk., 2012).
Reaksi pembentukan senyawa Ca(OH)2 seperti pada persamaan 4.1 berikut:

CaO + H2O Ca(OH)2 + H2O………………………(4.1)

Selain itu, juga terdeteksi puncak dikalsium silikat pada 2θ: 29,351°,
43,126°, 47,416°, 48,438°, 57,316° dan 65,520°, hal ini mengindikasikan salah satu
kandungan senyawa silika yang tinggi dari fly ash yang sudah terimpregnasi.
Senyawa lain adalah SiO2 pada puncak 2θ: 26,609°, 39,376° dan CaO pada puncak
2θ: 86,238° dan 94,990° yang diperkirakan bahwa katalis CaO/fly ash sudah
terbentuk.
Pada Gambar 4.3(b) Puncak CaO hanya muncul pada 2θ: 48,410° dengan
suhu 500 °C selama 3 jam hanya sedikit dikarenakan pada suhu tersebut belum
mampu mengubah Ca(OH)2 menjadi CaO. Dehidrasi katalis pada suhu dibawah 600
o
C, menyebabkan ukuran dan partikelnya masih sama dengan cangkang telur yang
artinya tidak menyebabkan pembentukan senyawa CaO secara sempurna akibatnya
aktifitas katalitik katalis menurun yang akan mempengaruhi yield biodiesel (Wei
dkk., 2008). Sehingga, puncak yang paling dominan adalah puncak Ca(OH)2 pada
2θ: 26,596°, 29,334°, 35,956°, 39,366°, 43,114°, 47,431°, 64,093 dan 64,660°.
Selain itu, intensitas CaO menurun dikarenakan CaO telah banyak bereaksi dengan
SiO2 pada proses impregnasi membentuk dikalsium silikat (Ca2SiO4), Sehingga,
intensitas Ca2SiO4 terdeteksi pada puncak 2θ: 17,944°, 34,018°, 50,756° dan
54,376°.
Pada Gambar 4.3(c) seiring meningkatnya waktu dehidrasi, senyawa
Ca(OH)2 mulai terkonversi membentuk Ca2SiO4 yang menandakan sudah terjadi
proses impregnasi, namun masih dengan intensitas yang belum besar dengan
47

ditandai puncak dikalsium silikat yang muncul pada 2θ: 23,0144°, 29,339°,
35,954°, 39,382°, 43,111°, 48,408°, 64,727°, 86,346° dan 93,055°. Kemudian
puncak Ca(OH)2 yang muncul pada 2θ: 17,988°, 34,038°, 48,408°, 50,802°,
54,320°, 59,586°, 62,586° dan 83,839°, Serta puncak SiO2 pada 2θ: 26,608.
Perbandingan variasi katalis selanjutnya adalah pada perbandingan suhu dan waktu
dehidrasi katalis CaO/fly ash dengan suhu 500 °C selama 2 jam, 600 °C selama 3
jam dan 700 °C selama 4 jam. Uji XRD dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan
suhu dan waktu dehidrasi katalis. Pola XRD dari katalis ditampilkan pada Gambar
4.4.

Gambar 4.4 Pola XRD Katalis CaO/fly ash dengan Variasi Suhu dan Waktu
Dehidrasi a) 500 °C; 2 jam, b) suhu 600 °C; 3 jam, c) suhu 700 °C; 4
jam.
Pola XRD pada Gambar 4.4(a) terdapat 5 puncak kristal Ca(OH)2 yang
muncul pada sudut 2θ: 17,995°, 28,639°, 34,010°, 50,715°, 54,316°. Nilai tersebut
didominasi dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ: 34,010° dengan intensitas 100%
adanya Ca(OH)2 menunjukkan bahwa dalam katalis CaO/fly ash hasil sintesis masih
48

terdapat sedikit pengotor yang disebabkan kondisi sampel yang terbuka saat
dikarakterisasi XRD sehingga memungkinkan terbentuknya Ca(OH)2 melalui
penyerapan H2O dari atmosfer selama analisis XRD (Umdu, 2008). Selain itu,
masih adanya senyawa Ca(OH)2 mengindikasikan bahwa belum semua partikel
Ca(OH)2 terkonversi menjadi CaO selama proses dehidrasi katalis. Senyawa
Ca(OH)2 terbentuk dari reaksi CaO dengan aquades pada proses impregnasi basah
(Ho dkk., 2012).
Pada gambar 4.4(b) suhu kalsinasi sebesar 600 C selama 3 jam menjadikan
SiO2 lebih reaktif dengan senyawa CaO membentuk senyawa baru berupa Ca2SiO4
dengan puncak yang paling tinggi pada 2θ: 29,360°, 39,367°, 57,338° dan 83,816°.
Adanya dikalsium silikat menunjukkan bahwa CaO telah berinteraksi dengan
permukaan fly ash, sehingga terjadi reaksi seperti pada persamaan 4.2 berikut:
2CaO + SiO + H2O (CaO)2 (SiO2) (H2O)………………………(4.2)
Dengan adanya molekul H2O, CaO dan SiO2 bereaksi membentuk dikalsium silikat
hidrat (Ca2SiO4H2O). Dikarenakan dehidrasi katalis pada suhu 600 – 700 oC
molekul air terlepas sehingga terbentuk senyawa dikalsium silikat (Ca2SiO4) (Wei
dkk., 2009). Ca2SiO4 ini terbentuk karena bereaksi secara fisik dengan fly ash yang
menunjukkan bahwa semakin banyak pula CaO yang terimpregnasi pada
permukaan fly ash, sehingga sisi aktif katalis menjadi meningkat. Dengan
meningkatnya sisi aktif katalis, produk yang dihasilkan juga semakin meningkat
(Maulana dkk., 2017).
Kemudian puncak SiO2 muncul pada 2θ: 26,641° dan 47,449° Menurut
Soleiman dkk. (2012) intensitas SiO2 menurun setelah didehidrasi karena ikatan Si-
O-Si menjadi renggang sehingga akan terjadi penurunan jumlah kristal dan
pembentukan kristal yang baru selama proses dehidrasi. Selanjutnya senyawa lain
yang muncul adalah Ca(OH)2 pada puncak 2θ: 17,930°, 34,110°, 50,785°, 54,358°,
84,755° dan 99,088°, Serta CaO muncul pada puncak 2θ: 23,016°, 35,915°,
43,118°, 48,446° dan 65,521°.
Suhu yang lebih tinggi pada 700 oC selama 4 jam pada gambar 4.4(c)
memberikan Ca2SiO4 muncul pada puncak yang paling tinggi menjadikan SiO lebih
reaktif dengan CaO sehingga membentuk Ca2SiO4 pada 2θ: 17,972°, 32,182°,
49

34,091°, 47,063°, 53,857° dan 64,061°. Untuk CaO pada puncak 2θ: 37,319° dan
88,649°. Kemudian pada suhu 700 oC selama 4 jam ini masih adanya terdapat
senyawa Ca(OH)2 pada katalis, hal ini dibuktikan dengan munculnya dipuncak 2θ:
29,349°, 50,868°, 62,599°, 71,814° dan 84,665°. Menurut Kouzu dkk. (2007)
adanya senyawa Ca(OH)2 diduga terbentuk akibat kontak antara permukaan
padatan CaO dengan uap air (H2O) dari udara bebas. Kemudian urutan kekuatan
basa tertinggi ada pada CaO, selanjutnya Ca(OH)2 dan yang terendah CaCO3.
Sehingga keberadaan senyawa Ca(OH)2 pada permukaan padatan CaO
mengakibatkan turunnya kekuatan basa pada katalis.
4.3.3 Karakterisasi Katalis CaO/Fly ash Menggunakan Brunaeur-Emmet-
Teller (BET) Surface Area
Karakterisasi Brunaeur-Emmet-Teller (BET) bertujuan untuk mengetahui
luas permukaan spesifik katalis yang telah disintesis. Katalis CaO/fly ash yang
dikarakterisasi sebanyak 1 sampel dengan suhu 600o C selama 3 jam diperoleh luas
permukaan katalisnya sebesar 8,31 m2/g. Luas permukaan katalis yang diperoleh
dari penelitian ini sedikit berbeda dari luas permukaan katalis yang diperoleh oleh
Niju dkk. (2012). Sintesis katalis CaO dari kulit telur ayam dilakukan dengan
metode yang sama, namun tanpa diimpregnasi dengan oksida logam (fly ash)
diperoleh luas permukan katalis CaO sebesar 8.64 m2/g. Hal ini dikarenakan
penutupun pori-pori dari fly ash oleh kristal CaO menyebabkan penurunan luas
permukaan katalis (Ho dkk., 2012). Oleh karena itu, perbedaan luas permukaan
katalis CaO/fly ash yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan adanya
kemungkinan CaO tidak terdistribusi merata di seluruh pori dan permukaan fly ash
pada proses impregnasi.
Pada katalis heterogen padat tidak seluruh permukaan katalis yang bereaksi,
hanya situs tertentu pada permukaan katalis yang berperan dalam reaksi, situs situs
tersebut dinamakan dengan situs aktif. Situs aktif berupa atom tak berikatan yang
dihasilkan dari ketidakseragaman permukaan atau atom dengan sifat kimia yang
memungkinkan interaksi dengan atom atau molekul yang teradsorbsi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengaruh kebasaan pada aktifitas katalis basa heterogen
lebih besar dari pengaruh luas permukaan katalis (Samik dkk., 2014).
50

4.4 Proses Reaksi Transesterifikasi dan Yield Biodiesel


Adapun hasil proses transesterifikasi berupa endapan katalis, methanol dan
crude biodiesel kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah. Crude biodiesel
dimurnikan dengan cara dicuci menggunakan aquades dan dikeringkan
menggunakan oven untuk menghilangkan sisa methanol dan air yang terkandung
didalam crude biodiesel selanjutnya ditimbang. Produk biodiesel hasil proses
transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Produk Biodiesel Hasil Proses Transesterifikasi Menggunakan


Katalis CaO/fly ash.

Proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield mulai dari


47,44% hingga 84,52%. Yield biodiesel yang dihasilkan dengan memvariasikan
suhu dan waktu dehidrasi katalis ditampilkan pada Gambar 4.6.

90

80

70
Yield Biodiesel (%)

60

50
CaO/FA; 2 jam
40
CaO/FA; 3 jam
30 CaO/FA; 4 jam
20

10

0
500 600 700
Suhu Kalsinasi (°C)

Gambar 4.6 Pengaruh Suhu dan Waktu Dehidrasi Katalis


51

Katalis CaO prekursor kulit telur ayam dimodifikasi dengan metode kalsinasi,
hidrasi dan dehidrasi dan diberikan support fly ash dengan metode impregnasi
basah sehingga dihasilkan katalis CaO/fly ash yang didehidrasi pada variasi suhu
dan waktu masing-masing 500, 600 dan 700° C selama 2 jam, 3 jam, dan 4 jam.
Peningkatan suhu dan waktu dehidrasi berpengaruh besar terhadap aktivitas
katalitik katalis yang berdampak terhadap perolehan yield biodiesel. Meningkatnya
aktivitas katalitik katalis dikarenakan komposisi CaO yang optimal dalam katalis
sehingga CaO terdistribusi secara merata ke dalam mikropori fly ash dan
membentuk surface area yang lebih besar dan sisi basa aktif katalis bertambah (Liu
dkk.2010). Selain itu, dengan peningkatan suhu dehidrasi, katalis secara bertahap
berubah menjadi kristal yang stabil dan surface area juga meningkat (Tang dkk.,
2012).
Namun, yield biodiesel pada penelitian ini selanjutnya menurun seiring
meningkatnya suhu dan waktu dehidrasi katalis dikarenakan suhu dan waktu
dehidrasi yang melewati batas optimum akan menyebabkan CaO terakumulasi yang
membentuk gumpalan-gumpalan (aglomerasi) pada permukaan katalis sehingga
mencegah kontak antara sisi aktif katalis dengan reaktan (Liu dkk., 2010). Selain
itu, aglomerasi juga menutupi mikro pori katalis sehingga surface area menjadi
kecil dan sisi basa aktif katalis berkurang (Liu dkk., 2010; Hu dkk., 2011; Tang
dkk., 2012).
Sementara itu, untuk mengetahui pengaruh fly ash sebagai support katalis
CaO, dibuat katalis kontrol yaitu katalis CaO yang tidak diimpregnasi dengan fly
ash pada suhu dehidrasi 600° C selama 3 jam. Kemudian fly ash saja dipersiapkan
untuk diaplikasikan langsung sebagai katalis pada pembuatan biodiesel. Selain itu,
biodiesel dari minyak sawit off-grade juga dibuat tanpa menggunakan katalis
dengan kondisi reaksi transesterifikasi yang sama. Berikut perbandingan yield
biodiesel yang dihasilkan pada Gambar 4.7.
52

90

80

70
Yield Biodiesel (%)

60

50

40

30

20

10

0
CaO/fly ash CaO Fly Ash Tanpa Katalis
Jenis Katalis

Gambar 4.7 Pengaruh Fly ash Sebagai Support Katalis CaO

Berdasarkan Gambar 4.7 didapatkan yield biodiesel yang menggunakan


katalis CaO/fly ash sebesar 84,52%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan yield
biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan katalis CaO kontrol yaitu sebesar
61,96%. Menurut Marinkovic dkk., (2016) proses pengembanan (loaded) CaO ke
dalam senyawa alkali atau oksida logam dapat meningkatkan jumlah sisi basa
katalis sehingga aktivitas katalitik katalis CaO yang diemban dapat meningkat.
Dapat dilihat pula pada Gambar 4.7, jika fly ash saja digunakan sebagai katalis pada
pembuatan biodiesel yield yang dihasilkan hanya sebesar 30,64%. Hasil ini sama
saja dengan biodiesel yang dihasilkan tanpa menggunakan katalis dengan yield
biodiesel yang diperoleh sebesar 31,55%. Sehingga dapat diketahui bahwa fly ash
jika dijadikan sebagai support katalis CaO dapat memberikan pengaruh yang besar
terhadap yield biodiesel yang dihasilkan.
Oleh karena itu, tingginya yield biodiesel yang diperoleh dengan
menggunakan katalis CaO/fly ash disebabkan karena jumlah sisi basa katalis yang
meningkat dan aktivitas katalitik katalis CaO/fly ash pun menjadi meningkat
sehingga yield yang dihasilkan juga semakin tinggi. CaO yang diemban ke dalam
53

oksida logam menunjukkan kinerja katalitik yang lebih baik dibandingkan CaO saja
dikarenakan sifat kimia dan tekstur katalis (Marinkovic dkk., 2016).
4.5 Karakteristik Biodiesel Analisa Gas Chromatography – Mass
Spectrometry (GC-MS)
Biodiesel hasil penelitian diuji dan dikarakterisasi sebelum digunakan ke
mesin agar mesin bisa bekerja optimal dan lebih awet. Karakterisasi biodiesel
dibutuhkan untuk membandingkan karakteristik biodiesel yang dihasilkan dengan
standar mutu biodiesel Indonesia sehingga dapat digunakan sesuai kebutuhannya.
Standar mutu yang digunakan adalah SNI 7182:2015 melalui Keputusan Dirjen
EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi) No. 723/K/10/D.E/2013
yang disusun oleh Komite Teknis 27-04 Bioenergi dalam Forum Konsensus pada
Tanggal 22 Desember 2014 di Jakarta (BSN, 2015).Karakteristik yang diuji adalah
densitas, viskositas kinematik, angka asam dan titik nyala karena merupakan
parameter paling penting (Romero dkk., 2010). Biodiesel yang diuji menggunakan
semua variasi katalis kemudian dilakukan perhitungan secara rata-rata. Adapun
spesifikasi biodiesel yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Karakteristik Biodiesel Hasil Penelitian


Biodiesel Hasil Standar SNI
No Karakteristik Satuan
Penelitian 7182:2015
1 Densitas kg/m3 878,50 850-890
2 Viskositas kinematik mm2/s 4,06 2,3-6,0
o
3 Titik nyala C 140 Min. 100
4 Angka asam mg-KOH/g 0,352 Maks. 0,5

Seperti yang ditunjukan pada tabel 4.3, densitas biodiesel yang diperoleh
sebesar 878,50 kg/m3 sudah memenuhi syarat kelayakan menurut standar SNI.
Densitas biodiesel yang melebihi standar menyebabkan reaksi pembakaran tidak
sempurna sehingga dapat meningkatkan emisi dan keausan mesin (Budiawan dkk.,
2013). Viskositas kinematik biodiesel yang didapat sebesar 4,06 mm2/s yang masuk
dalam range Standar SNI. Viskositas yang tinggi mempengaruhi peralatan injeksi
pada mesin dan menimbulkan kuatnya tarikan pada pompa injeksi yang juga
berpengaruh terhadap tingginya tekanan dan volume injeksi khususnya pada suhu
mesin yang rendah (Romero dkk., 2010). Titik nyala biodiesel didapatkan sebesar
54

140 oC dimana melebihi dari batas nilai minimal standar SNI yaitu >100 oC yang
menandakan biodiesel aman dalam pross pengangkutan dan penyimpanan minyak.
Angka asam biodiesel didapatkan sebesar 0,352 mg-KOH/g. Angka asam yang
diperoleh berada dibawah batas maksimal standar SNI biodiesel yaitu 0,5 mg-
KOH/g yang menandakan biodiesel tersebut tidak bersifat korosif sehingga tidak
akan menyebabkan kerusakan pada injektor mesin (Budiawan dkk., 2013).
Biodiesel didapatkan yield tertinggi menggunakan katalis dengan variasi
suhu 600 oC selama 3 jam dikarakterisasi metil esternya menggunakan analisa Gas
Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) di laboratorium Kimia Organik
FMIPA Universitas Gajah Mada (UGM). Hasil analisis sampel biodiesel dari
minyak sawit off-grade dengan GC-MS yang ditampilkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Hasil Analisa Biodiesel pada Suhu Dehidrasi 600 oC; 3 Jam dari
Minyak Sawit Off-grade
55

Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui komposisi senyawa yang diduga


sebagai metil ester hasil sintesis. Dari hasil analisis pola fragmentasi GC-MS seperti
pada Gambar 4.8 menunjukan puncuk-puncak metil ester dengan kadar yang besar
memiliki waktu retensi (tr) yaitu (38,823; 42,233; 42,363 dan 42,848) menit. Grafik
hasil karakterisasi biodiesel menggunakan GC-MS menunjukkan komposisi kimia
dan konversi metil ester seperti terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Komposisi Kimia Minyak Sawit dan Biodiesel Hasil Penelitian
*Asam/Metil *Asam/Metil *Asam/Metil *Asam/Metil
Komposisi Referensi
Palmitat Linoleat Elaidat Stearat
Minyak Uprety
sawit 44,09% 10,6% 30,03% 4,70% dkk.,
(*Asam) 2016
Biodiesel
Sawit Off- Hasil
37,30% 8,72% 48,87% 5,11%
Grade Penelitian
(Metil)

Berdasarkan Tabel 4.4 hasil analisa GC-MS dapat diketahui bahwa terdapat
4 senyawa metil ester pada produk reaksi transesterifikasi dengan katalis CaO/fly
ash pada kondisi reaksi suhu 600 oC selama 3 jam, dimana hasil konversi dari gugus
karboksilat menjadi metil ester pada proses produksi biodiesel mencapai 100%. Hal
ini menandakan bahwa produk biodiesel yang dihasilkan sudah murni karena sudah
semua minyak terkonversi menjadi metil ester. Komposisi terbesar metil ester pada
penelitian ini adalah metil elaidat sebesar 48,87%. Sedangkan komposisi yang
paling sedikit adalah metil stearat sebesar 5,11%. Bila dibandingkan dengan sampel
minyak kelapa sawit sebelum reaksi, kandungan asam lemak terbesar adalah asam
palmitat. Tingginya kandungan metil elaidat didalam biodiesel tersebut terjadi
karena ikatan cis (metil oleat) terisomerasi menjadi konfigurasi trans (metil elaidat)
yang secara termodinamika sifatnya lebih stabil daripada cis hal ini terjadi akibat
pemanasan saat reaksi transesterifikasi berlangsung (Hidayati, 2009).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Katalis heterogen CaO/fly ash dapat disintesis dan digunakan pada proses
transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak sawit off-grade.
2. Katalis CaO/fly ash diperoleh kuat basa sebesar ≥ 9,3 dan hasil analisa XRD
menunjukkan katalis memiliki puncak CaO, SiO, Ca2SiO4 dan Ca(OH)2
3. Yield biodiesel yang tertinggi diperoleh sebesar 84,52% menggunakan katalis
yang didehidrasi dengan suhu 600 oC selama 3 jam, jadi semakin tinggi suhu
dan waktu dehidrasi yield yang dihasilkan semakin meningkat, tetapi setelah
melewati kondisi optimum yield yang diperoleh menurun.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saran dalam rangka pengembangan
hasil penelitian adalah diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal pengujian kuat
basa katalis dengan menggunakan indikator hammet yang mempunyai nilai kuat
basa yang lebih tinggi dibandingkan fenolftalein dan untuk kalsinasi kulit telur
ayam untuk mendapatkan CaO perlu meningkatkan suhu kalsinasinya > 900 oC.

56

Anda mungkin juga menyukai