Anda di halaman 1dari 8

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740

TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) MENGGUNAKAN


KATALIS HETEROGEN CANGKANG KEPITING LIMBAH SEAFOOD
TERMODIFIKASI K2O

N K. D. Astuti*, I N. Simpen dan I W. Suarsa

Program Studi Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali


*Email : dididian21@gmail.com

ABSTRAK
Katalis heterogen CaO dibuat melalui kalsinasi CaCO 3 dari salah satu sumber CaCO3 yaitu cangkang
kepiting limbah seafood. Pembuatan katalis heterogen tersebut telah berhasil dilakukan selanjutnya dimodifikasi
dengan KOH, secara metode impregnasi basah dan kalsinasi pada 800 oC selama 5 jam. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui karakteristik fisik dan kimia katalis heterogen dari cangkang kepiting dan termodifikasi
K2O serta mengetahui kinerja katalis heterogen cangkang termodifikasi tersebut dalam mengkonversi minyak
biji karet menjadi biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebasaan permukaan terendah dimiliki katalis
tanpa modifikasi (1,0428 mmol g-1) dan kebasaan tertinggi dimiliki katalis termodifikasi K 2O (1,8314 mmol g-
1
). Karakterisasi luas permukaan spesifik cangkang kepiting tanpa modifikasi dan termodifikasi K 2O relatif
sama. Morfologi permukaan katalis tanpa dan termodifikasi K 2O yang terbentuk tidak uniform. Hasil
pemanfaatan katalis untuk transesterifikasi minyak biji karet (Hevea brasiliensis) menjadi biodiesel, diperoleh
konsentrasi katalis optimum adalah 3% dan perbandingan rasio molar minyak::metanol optimum 1:9 dengan
kemampuan konversi menjadi biodiesel yield 91,05%. Kandungan metil ester pada biodiesel yang dihasilkan,
yaitu metil stearat, metil linoleat, metil linolenat, dan metil palmiat.

Kata kunci: katalis heterogen, cangkang kepiting termodifikasi kalium, minyak biji karet, biodiesel

ABSTRACT

The CaO heterogeneous catalysts can be prepared by CaCO 3 calcination process, with one source of
CaCO3 being a crab shell from seafood waste. The preparation of the heterogeneous catalyst was successfully
carried out by modification with KOH using a wet impregnation method at 800 oC for 5 hours. The purpose of
this research is to determine the physical and chemical characteristics of heterogeneous catalyst of K 2O-
modified crab shell and to examine the heterogeneous catalyst of K2O-modified shells in converting rubber seed
oil into biodiesel. The results showed that the lowest basic alkalinity possessed without modified catalyst
(1.0428 mmol g-1) and the highest alkali possessed potassium-modified catalyst (1.8314 mmol g -1).
Characterization of specific surface area of crab shells without and with modified K 2O were relatively the same.
The surface morphology of the catalyst without and K 2O modified was uniform. The catalyst examination
results for conversion of rubber seed oil (Hevea brasiliensis) to biodiesel, the optimum catalyst concentration of
3% and the molar ratio of oil:methanol of 1:9 capable converting to biodiesel with the yield of 91.05%. The
content of biodiesel were stearic methyl ester, linoleic methyl ester, linolenic methyl ester, and palmitic methyl
ester.

Keywords: heterogeneous catalyst, K2O-modified crab shell, rubber seed oil, biodiesel

PENDAHULUAN diperbaharui, rendah emisi, dan biodegradable.


Pada penelitian ini biodiesel dibuat
Biodiesel secara umum didefinisikan menggunakan minyak biji karet (Hevea
sebagai ester monoalil dari minyak nabati dan brasiliensis) yang merupakan minyak non-
lemak hewani (Srivastava et al., 2000). Biodiesel pangan dan memiliki kandungan minyak relativ
dapat diproduksi melalui proses transesterifikasi tinggi (40-50% berat), dimana sangat potensial
menggunakan minyak nabati atau lemak hewani sebagai bahan baku biodiesel (Bobade et al.,
dengan alkohol rantai pendek menggunakan 2012). Pemilihan tanaman karet sebagai bahan
katalis homogen berupa basa kuat, seperti KOH baku biodiesel juga oleh karena ketersediaan
atau NaOH (Knothe et al., 2005). Biodiesel bahan bakunya yang melimpah di Indonesia.
adalah salah satu energi alternatif yang dapat Indonesia merupakan salah satu negara yang
1
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 13 (1), JANUARI 2019: 1 - 8

mempunyai areal perkebunan karet yang luas, potensial menjadi CaO. Disisi lain, produksi
dimana dari perkebunan karet inilah selain biodiesel ini dinilai belum optimal karena
menghasilkan getah karet, juga menghasilkan konversi trigliserida menjadi biodiesel masih
biji keret yang merupakan hasil samping yang relatif rendah. Salah satu penyebab rendahnya
belum dimanfaatkan secara optimal. produksi biodiesel adalah kinerja katalis yang
Penggunaan katalis homogen dalam belum optimal. Menurut Istadi (2013), upaya
produksi biodiesel memiliki keuntungan, yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
diantaranya dapat meningkatkan laju reaksi dan katalis adalah dengan penambahan situs aktif
konversi menjadi biodiesel relatif lebih banyak, (promotor) berupa basa pada katalis CaO dengan
akan tetapi penggunaan katalis homogen metode impregnasi. Hal ini bertujuan untuk
berdampak pada proses pemurnian dan meningkatkan kebasaan dan memperluas
pencucian produk akhir yang kurang ramah permukaan dari katalis, sehingga dapat
lingkungan. Disamping itu, pemisahannya juga meningkatkan perolehan biodiesel.
relativ lebih rumit karena produk akhir Aktivitas katalitik dari katalis CaO dapat
bercampur dengan katalis, mengingat keduanya ditentukan dari kebasaan permukaan dan luas
memiliki fase yang sama (Sharma et al., 2011). permukaan katalis. Berdasarkan penelitian
Katalis homogen juga memiliki kecenderungan Meher dkk. (2006) serta Kumar dan Ali (2012),
meningkatkan korosivitas biodiesel bila penyisipan logam Li pada katalis CaO dapat
digunakan pada mesin (Lee et al., 2014). meningkatkan kebasaan dan memperluas
Sedangkan katalis heterogen, memiliki banyak permukaan katalis. Menurut Kumar dan Ali
keunggulan dibandingkan katalis homogen, (2012), impregnasi KOH pada katalis CaO untuk
diantaranya produksi biodiesel hanya transesterifikasi produksi biodiesel menghasilkan
menggunakan sedikit unit opreasi dengan biodiesel sebesar 96-99% (tergantung pada
kemudihan pemisahan dan pemurnian produk. bahan baku minyak nabati). Berdasarkan uraian
Katalis basa heterogen memilki keunggulan lebih di atas, pada penelitian ini dilakukan modifikasi
mudah dipisahkan dari produk dan dapat katalis cangkang kepiting limbah seafood dengan
digunakan untuk proses berkelanjutan (Sivasami impregnasi KOH yang dikalsinasi pada suhu
et al., 2009). Katalis heterogen juga bersifat non- 800oC untuk meningkatkan kinerja katalis.
korosif, non-toksik dan dapat diregenerasi Katalis tersebut selanjutyan digunakan untuk
setelah digunakan (Guo et al., 2011). reaksi transesterifikasi minyak biji karet menjadi
Kalsium oksida (CaO) merupakan biodiesel.
oksida logam alkali tanah yang memiliki sifat
basa yang tinggi. Kebasaan CaO yang tinggi MATERI DAN METODE
menyebabkan oksida ini banyak digunakan
sebagai katalis pada proses transesterifikasi Bahan
minyak menjadi biodiesel. Salah satu keunggulan Bahan kimia yang digunakan adalah: n-
dari CaO adalah berbentuk padat sehingga heksana (C6H14), akuades, asam sulfat (H2SO4),
mudah dipisahkan pada akhir reaksi dalam KOH , biji karet, NaOH, asam oksalat 1 M, KI,
proses pembuatan biodiesel. CaO dapat diperoleh Na2S2O3, NaHCO3, amilum 1%, K2Cr2O7,
secara komersial di pasaran, namun CaO indikator penolpthalein, HCl, metanol, KBr,
komersial sulit didapat dalam keadaan murni dan kloroform dan pereaksi biuret.
harganya relatif mahal. Oleh karena itu, untuk
mengatasi persoalan tersebut CaO dari sumber Alat
alami merupakan upaya dalam mendayagunakan Peralatan yang adalah Fourier
limbah. Sumber-sumber alami seperti batu kapur, Transform Infrared (FTIR), Suface Area
tulang hewan, dan cangkang banyak Analyzer (SAA), Gas Chromatography-Mass
mengandung CaCO3 dan selanjutnya dapat Spectrometer (GC- MS), Scanning Electron
didekomposisi menjadi CaO pada suhu tertentu. Microscope (SEM) dan Energy Disversive X-ray
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk Spektroskopi (EDS), labu leher dua, statif dan
memperoleh CaO dari sumber alami tersebut. klem, karet sumbat, pengaduk magnetik dan
Setiowati (2014) melaporkan bahwa dengan hotplate, water bath, furnace, termometer, neraca
kalsinasi cangkang kepiting pada suhu 800 oC analitik, ayakan, buret, peralatan gelas, oven,
selama 5 jam diperoleh persentase CaO sebesar blender, mortar, corong pisah, cawan porselen,
70,20%. Oleh karena itu, CaCO3 pada cangkang desikator, pipet tetes, seperangkat alat sokhletasi,
kepiting dapat digunakan sebagai bahan baku piknometer, viskometer, kondensor refluks.
Cara Kerja Uji aktivitas katalis
Preparasi dan Modifikasi Cangkang Kepiting Reaksi Esterifikasi
Cangkang kepiting yang diperoleh dari Proses esterifikasi dilakukan dengan
limbah rumah makan Kampoeng Kepiting metode refluks menggunakan katalis H 2SO4.
dibersihkan terlebih dahulu dengan air panas
Katalis H2SO4 dengan persen berat katalis
untuk menghilangkan kotoran yang menempel.
terhadap minyak yaltu 1% terhadap berat minyak
Kemudian cangkang kepiting dikeringkan dan
dicampurkan ke dalam metanol dengan rasio
ditumbuk sampai halus dengan menggunakan
molar minyak:metanol 1:6 sambil diaduk selama
mortar. Untuk menghilangkan kandungan protein
2 jam. Reaksi dilakukan pada rentang suhu 40-
pada cangkang kepiting, bubuk cangkang
kepiting direndam dengan larutan NaOH 1M 60oC. Setelah reaksi selesai, pemanasan
selama 2 jam. Setelah direndam, bubuk cangkang dihentikan dan hasil reaksi dibiarkan mendingin,
kepiting dinetralisasi menggunakan aquades, kemudian ditimbang beratnya sebelum
serbuk cangkang dikeringkan dalam oven pada dipindahkan ke dalam corong pisah. Produk yang
dihasilkan, dibiarkan dalam corong pisah sampai
suhu 110oC selama 2 jam dan disimpan dalam
terbentuk 2 lapisan. Lapisan bagian atas adalah
desikator. Kalsinasi dilakukan dalam furnace
produk hasil esterifikasi dan lapisan bawah
pada suhu 800oC selama 5 jam. Kemudian untuk
adalah gliserol dan katalis. Lapisan atas
mendapatkan cangkang yang halus, serbuk
dipisahkan dari lapisan gliserol dan katalis untuk
cangkang diayak dengan ayakan 100 mesh.
selanjutnya dilakukan reaksi transesterifikasi.
Ditimbang katalis hasil kalsinasi
disuspensikan ke dalam 200 mL akuades dan Reaksi Transesterifikasi
larutan KOH 25 mL dicampurkan ke dalam Hasil terbaik dari reaksi esterifikasi,
suspensi tersebut (%kalium : 5%). Campuran kemudian dilanjutkan pada proses
diaduk selama 3 jam dan dikeringkan di dalam transesterifikasi, digunakan katalis basa
oven pada suhu 120°C selama ±24 jam. Katalis heterogen CaO termodifikasi K2O. Proses
yang dihasilkan dikalsinasi pada suhu 600ºC
transesterifikasi dilakukan dengan
selama 5 jam untuk mengubah bentuk hidroksida
mencampurkan katalis dengan variasi persen
menjadi bentuk oksida (Niju et al., 2014). Katalis
berat katalis (1, 3, dan 5% terhadap berat
hasil impregnasi yang dihasilkan diberi kode
minyak) ke dalam metanol dengan rasio molar
CK-5%. Selanjutnya, katalis dikarakterisasi sifat
minyak:metanol 1:6, 1:9, dan 1:12. Reaksi
kebasaan permukaannya dengan titrasi asam
basa, karakterisasi luas permukaan spesifik dilakukan pada suhu 60oC selama 60 menit
dengan BET, identifikasi gugus-gugus fungsi dengan pengadukan konstan. Setelah reaksi
dengan FTIR dan karkterisasi morfologi dan selesai, pemanasan dihentikan dan hasil reaksi
kelimpahan unsur dengan SEM-EDS dibiarkan mendingin untuk kemudian ditimbang
beratnya sebelum dipindahkan ke dalam corong
Penentuan kadar FFA pisah.
Sebelum dipakai sebagai bahan baku Produk yang dihasilkan dibiarkan dalam
pembuatan biodiesel, minyak biji karet yang corong pisah selama 12 jam sampai terbentuk 2
dihasilkan dari hasil ekstraksi dari biji karet, lapisan. Lapisan bagian atas merupakan produk
dianalisis untuk mengetahui kandungan asam (biodiesel) dan lapisan bawah merupakan lapisan
lemak bebas yang ada di dalamnya. Sampel gliserol dan katalis. Lapisan atas dipisahkan dari
minyak biji karet ditambah 2,5 gram dengan lapisan bawah kemudian disaring hingga
etanol 96% dan indikator fenolftalein, dititrasi diperoleh hasil yang jernih. Selanjutnya
dengan larutan KOH hingga berubah warna didestilasi pada temperatur 65oC untuk
menjadi merah jambu. Volume KOH yang menghilangkan sisa metanol. Biodiesel yang
dibutuhkan dicatat untuk kemudian dipakai dihasilkan kemudian ditimbang dan dihitung
dalam menentukan kandungan asam lemak bebas yield-nya dengan rumus:
pada sampel minyak biji karet.
Yield biodiesel=
Analisis metil ester dengan GC-MS CaO akan meningkatkan kebasaan. Sifat basa
Biodiesel yang dihasilkan pada kondisi pada katalis sangat penting dalam pembuatan
optimum diidentifikasi dengan menggunakan agar reaksi dapat berlangsung secara optimal
kromatgrafi gas-spektrometri massa (GC-MS). (Knote et al., 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Luas Permukaan


Karakteristik luas permukaan spesifik ini
Kebasaan Permukaan Katalis penting karena aktivitas katalis sangat berkaitan
Penentuan kebasaan katalis ditentukan dengan fenomena adsorpsi, dimana makin besar
dengan cara titrasi asam-basa. Hasil penentuan luas permukaan spesifik, maka makin banyak zat
kebasaan permukaan dan jumlah situs aktifnya yang teradsorpsi. Karakteristik luas permukaan
ditunjukan pada Tabel 1 ditentukan dengan metode BET. Luas permukaan
Tabel 1. Nilai kebasaan permukaan dan jumlah spesifik katalis ditampilkan pada Tabel 2.
situs aktif katalis
Tabel 2. Luas permukaan spesifik katalis
Kebasaan Jumlah Situs
Jenis Katalis cangkang kepiting termodifikasi KOH
Permukaan Aktif Basa
dan kontrol
(mmol g-1) (atom g- Luas Permukaan Spesifik
1
) Jenis Katalis
(m2 g-1)
CK0 1,0428 6,2797 x 1020
spesifik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas
CK5 18,8314 1,1340 x 1020 permukaan spesifik cangkang kepiting tanpa
modifikasi (CK0) sebesar 25,594 m2g-1. Setelah
modifikasi dengan kalium luas permukaan
Modifikasi cangkang kepiting dengan menjadi 25,877 m2g-1. Hal ini menunjukkan
KOH mampu meningkatkan nilai kebasaan bahwa luas permukaan kedua sampel relatif
permukaan dari cangkang kepiting (Tabel 1). sama. Hal ini disebabkan pendistribusian logam
Kenaikan nilai kebasaan permukaan berpengaruh K pada permukaan katalis yang tidak merata
terhadap nilai situs aktif basa. Cangkang kepiting sehingga tidak semua pori pada katalis tertutupi
sebelum modifikasi memiliki kebasaan serta menyebabkan tidak terjadi kenaikan
permukaan dan situs aktif basa sebesar 1,0428 maupun penurunan luas permukaan spesifik pada
mmol g-1 dan 6,2797 x 1020 atom g-1. katalis.
Sedangkang setelah mengalami modifikasi KOH Serapan gugus OH muncul sangat tajam pada
dengan persentase K 5% mengalami peningkatan bilangan gelombang 3934,78 cm-1. Gugus OH
menjadi 18,8314 mmol g-1 dan jumlah situs aktif dengan puncak yang tajam merupakan
sebesar 1,1340 x 1020 atom g -1. Peningkatan situs karakteristik dari CaO (Ruiz dkk., 2009). Adanya
basa ini didukung oleh Mulyani (2013) yang gugus OH dari Ca(OH)2 dengan karakteristik
meneliti bahwa pengembanan KOH ke dalam puncak yang tajam di daerah 3639,68 cm-1
dimungkinkan berasal dari molekul air yang
Karakterisasi Gugus-gugus Fungsi Katalis teradsorb pada permukaan CaO, dimana CaO
dengan FTIR dikenal bersifat higroskopis sehingga sangat
Analisis FTIR dilakukan pada bilangan mudah menyerap uap air dari udara (Grandos et
gelombang 4000-500 cm-1. Gambar 1. (a) dan al., 2007).
(b). Pada kedua sampel yang dianalisis
menunjukkan adanya pita OH di daerah sekitar
3600 cm-1 , pita CH di 2300-2900 cm- 1 , pita O-
C-O stretching dari karbonat muncul pada kedua
sampel di bilangan gelombang 1543,05 cm- 1 dan
diperkuat oleh hadirnya puncak pada 1051,2 cm-
1
, serta pita Ca-O pada daerah sekitar 400 cm-1 .
CK0 25,594

CK5 25,877

Hasil karakterisasi luas permukaan


Gambar 1. (a) dan (b) Spektra FTIR sampel cangkang kepiting tanpa modifikasi dan termodifikasi

Karakterisasi sifat-sifat Permukaan dengan data EDS, cangkang kepiting setelah dikalsinasi
SEM-EDS mengandung 98% senyawa CaO. Artinya proses
Analisis menggunakan SEM dilakukan kalsinasi telah berjalan dengan baik, yaitu
untuk mengetahui morfologi permukaan dari membentuk CaO yang relatif tinggi sehingga
sampel padat. SEM merupakan teknik analisis dapat digunakan sebagai katalis untuk
menggunakan elektron sebagai sumber pembuatan biodiesel. Sementara, hasil analisis
pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai EDS CaO dari cangkang kepiting termodifikasi
lensanya. Hasil SEM dari sampel CaO tanpa KOH (Gambar 3b), dengan komposisi penyusun
modifikasi dan CaO termodifikasi KOH adalah C (10,14%), O (56,61%), Mg (3,27%), P
ditampilkan pada Gambar 2 (a) dan (b) dengan (1,57%), K (2,71%), dan Ca (24,32%).
perbesaran 25000 kali dan EDS pada Gambar 3 Munculnya unsur K tersebut telah membuktikan
(a) dan (b). bahwa impregnasi CaO dengan KOH telah
Morfologi permukaan katalis CaO yang berhasil dilakukan.
dipreparasi dari cangkang kepiting limbah
seafood tanpa dan dengan modifikasi KOH dapat Uji Kadar FFA
dilihat bahwa katalis CaO yang terbentuk Asam lemak bebas merupakan produk
ukurannya mencapai skala mikrometer dan hidrolisis trigliserida. Reaksi ini terjadi karena
mempunyai bentuk yang tidak seragam. Oleh hadirnya molekul air. Reaksi ini tidak terjadi
karena akibat kalsinasi yang dilakukan pada secara sederhana, akan tetapi bertahap dan dapat
temperatur 800oC sehingga bentuk katalis balik (reversible). Proses hidrolisis dapat
menjadi tidak beraturan. Pada CaO termodifikasi dipercepat pada suhu tinggi. Reaksi ini
KOH menunjukkan partikel yang lebih homogen menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
dengan pori-pori tertutupi bila dibandingkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persen
dengan CaO tanpa modifikasi. FFA minyak biji karet sebesar 10,43%. Nilai ini
Komposisi penyusun CaO dari cangkang lebih besar dari hasil yang diperoleh oleh Silam
kepiting tanpa modifikasi tersaji pada data EDS (1998) dan Aliem (2008), yakni masing-masing
(Gambar 3 a), yaitu C (11,90%), O (48,72%), sebesar 4,91 % dan 0,18 %.
Mg (5,55%), P (1,47%), dan Ca (32,36%). Dari
(a) (b)

Gambar 2. Hasil SEM katalis CK0 (a) dan katalis CK5 (b)

(a) (b)

Gambar 3. Hasil EDS katalis CK0 (a) dan katalis CK5 (b)

Esterifikasi metanol 6:1 untuk menggeser kesetimbangan ke


Proses esterifikasi dilakukan untuk arah produk sehingga biodiesel lebih mudah
menurunkan kandungan asam lemak bebas didapatkan. Larutan H2SO4 digunakan sebagai
minyak biji karet dengan cara mengubah asam
katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi,
lemak bebas menjadi alkil ester dengan
sedangkan metanol berfungsi untuk
mereaksikan dengan alkohol. Proses ini
menyumbangkan gugus metil untuk membentuk
menggunakan katalis H2SO4 1% b/b minyak biji
metil ester menggantikan gugus hidrogen pada
karet serta campuran metanol dan minyak asam lemak. Dari proses ini didapatkan kadar
sebesar 6:1. Pada saat proses refluks, asam lemak bebas sebesar 1,79%.
penambahan metanol dan larutan H2SO4 Transesterifikasi dan Analisis Biodiesel
dilakukan dalam kondisi dingin untuk Hasil uji aktivitas katalis dalam reaksi
menghindari terjadinya hidrolisis minyak. Reaksi transesterifikasi minyak biji karet menjadi
yang dilakukan menggunakan perbandingan biodiesel ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil uji aktivitas katalis dalam pembuatan biodiesel


Berdasarkan Gambar 4. yield biodiesel MS untuk mengetahui keberhasilan reaksi
tertinggi dihasilkan oleh katalis CK5 pada pembuatan biodiesel.
konsentrasi katalis 3% (b/b) dengan yield Pemisahan senyawa dengan GC-MS
91,05% dengan rasio molar minyak:metanol menunjukkan 4 puncak kromatogram. Analisis
yang optimum adalah 1:9. Abdulah et al. (2007), dilakukan terhadap puncak-puncak dari
mengemukakan makin tinggi rasio kromatogram dengan Mass Spectrometry (MS).
minyak:metanol yang digunakan, maka proses Hasil identifikasi puncak-puncak kromatogram
pemisahan gliserol semakin sulit, karena terjadi berdasarkan data base pada Library ditampilkan
peningkatan kelarutan gliserol di dalam metanol. dalam Tabel 3. Senyawa dengan puncak tertinggi
Jika gliserol masih ada di dalam larutan, maka yang muncul pada waktu retensi 42,758 dengan
dapat menggeser kesetimbangan ke kiri, luas spektra 42,71% teridentifikasi sebagai metil
sehingga dapat menurunkan yield biodiesel. linoleat, selanjutnya metil linolenat, metil
Biodiesel dengan yield tertinggi selanjutnya sterarat dan luas spektra terendah (7,74%)
dianalisis kandungan metil esternya dengan GC- sebagai metil palmitat.

Tabel 3. Hasil identifikasi senyawa penyusun biodiesel dari minyak biji karet
Waktu retensi Luas spektra Identifikasi senyawa
(menit) (%)

39,238 8,91 Metil stearat


42,758 42,71 Metil linoleat
42,903 40,64 Metil linolenat
43,259 7,74 Metil palmitat

SIMPULAN biodiesel dengan yield 91,05% pada konsentrasi


katalis 3% dan rasio molar minyak:metanol
Modifikasi cangkang kepiting dengan adalah 1:9. Kandungan metil ester pada biodiesel
KOH telah mampu meningkatkan sifat kebasaan yang dihasilkan, yaitu metil stearat, metil
dan jumlah situs aktif, sehingga mampu linoleat, metil linolenat, dan metil palmitat.
mengkonversi minyak biji karet menjadi

UCAPAN TERIMA KASIH Bobade, S. N., dan Khyade, V. B., 2012, Detail
study on the Properties of Pongamia
Penulis mengucapkan terima kasih Pinnata (Karanja) for the Production
kepada ibu Emmy Sahara, ibu Ni Komang Ariati of Biofuel, Research Journal of
dan bapak I Wayan Suirta serta kepada semua Chemical Sciences, 2(7): 16-20
pihak atas saran dan masukannya dalam proses Granados, M.L., Poves, M.D.Z., Alonso, D.M.,
penyelesaian tulisan ini. Mariscal, R., Galisteo, F. C., Moreno-
Tost, R, Santamaria, J., Fierro, J. L. G.,
DAFTAR PUSTAKA 2007. Biodiesel from sunflower oil by
using activated calcium oxide. Appl.
Athadasi, I. M., Aroua, M. K., Azis, A. A. R, and Catal. B Env. 73, 317-326
Sulaiman, N. M. N., 2013, The Effect Guo, F., dan Fang, Z., 2011, Biodiesel
of Catalyst in Biodiesel Production: A Production with solid Catalysts,
Review, Journal of Industrial and Biodiesel Feedstocks and Processing
Engineering Chemistry, 19(1), 14-26 Tecnhnologies, 1-21
Aliem, M. I., 2008, Optimasi Pengempaan Biji Hindriyawati, N., Maniam, G. P., Karim, M. R.,
Karet dan Sifat Fisiko Kimia Minyak dan Chong, K. F. 2014.
Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Tranesterification of used cooking oil
Penyamakan Kulit, Skripsi, over alkali metal (Li, Na, K) supported
Departemen Hasil Hutan. Fakultas rice husk silica as potential solid base
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor catalyst. Engineering Science and
Technology, an International Journal, Meher, L. C., Dharmagadda, V. S. S., dan Naik,
17(2), 95-103 S. N. 2006, Optimization of alkali-
Istadi, 2011, Teknologi Katalis untuk Konversi catalyzed Tranesterification of
Energi: Fundamental dan Aplikasi, Pongamia pinnata oil for production of
Edisi Pertama, Graha Ilmu, biodiesel. Bioresource Technology,
Yogayakarta 97, 1392-1397
Knothe, G., van Gerpen, J., dan Krahl, J., 2005, Niju, S., Begum, K. M. M. S. And
The Biodiesel Handbook, AOCS Anantharaman, N., 2014,
Press. Champaigne-Illionois Enchancement of Biodiesel Synthesis
Kumar, D. and Ali, A., 2012, Nanocrystalline Over Highly Active Cao Derived from
K-CaO for the transesterification of a Naturan White Bivalve Clam Shell,
variety of feedstocks: Structure, Arabian Journal of Chemistry, 1-7
kinetics and catalytic properties, Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Kraet
Biomass and bioenergy, 46:459-468 (Hevea brasiliensis) dengan Alat
Kumar, D. and Ali, A., 2012, Nanocrystalline Pengempa Berulir (expeller) dan
K-CaO for the transesterification of a Karakteristik Mutu Minyaknya,
variety of feedstocks: Structure, Skripsi, Bogor. Fakultas Teknologi
kinetics and catalytic properties, Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Biomass and bioenergy, 46:459-468 Srivastava, A., and Prasad, R., 2000,
Lam, M. K., Keat Teong Lee., dan A.R., Triglycerides based Diesel Fuel,
Mohamed, 2010, Homogeneous, Renewable and Sustainable Energy
heterogenous and enzymatic catalysis Reviews, 4, 111-133
for transesterification of high free fatty
acid oil (waste cooking oil) to
biodiesel: A review, Biotechnology
advances, 28, 500-518
Leung, D.Y.C., Wu, Xuan, Leung, M.K.H.,
2010, A Review on Biodiesel
Production Using Catalyzed
Transesterification, Aplied Energy 87:
1083-1095

Anda mungkin juga menyukai