Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum


jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 6
(enam) perkembangan: agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa,
sosial-emosional, dan seni, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan
sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam
Permendikbud 137 tahun 2014. Pendidikan anak usia dini adalah masa perkembang
anak yang sangat penting karena di masa itu anak dapat mengoptimalkan potensi
tumbuh dan kembangnya dengan asupan gizi seimbang, perlindungan kesehatan,
asuhan penuh kasih sayang dan stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan
dan kemampuan masing – masing anak. Pemberian stimulasi dapat dilakukan sejak
lahir, atau bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Rangsangan ini hendaknya
dilakukan secara bertahap, berulang, konsisten, dan tuntas sehingga memiliki daya
ubah / manfaat bagi perkembangan anak.
Salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran
pada anak usia dini adalah aspek kognitif. Aspek perkembangan kognitif dalam
pendidikan anak usia dini sering pula disebut daya pikir. Perkembangan kognitif
pada anak sangat diperlukan guna untuk mengembangkan pengetahuannya tentang
apa yang mereka lihat, dengar, rasa, cium, dan raba melalui panca indra yang
dimiliki anak. Piaget memaparkan bahwa anak usia 2-7 tahun berada dalam tahap
pra-operasional, pada tahap pra-operasional anak mulai menunjukkan proses
berpikir yang lebih jelas dan mulai mengenali beberapa simbol, bahasa dan gambar.
Dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak, salah satu aspek penting
yaitu kemampuan untuk mengenal suatu objek termasuk dalam mengenal warna.
Mengenal warna akan membantu anak untuk dapat menyebutkan warna, mampu
menyampaikan hasil percobaan tentang warna yang dilakukan anak, dan mampu
mengelompokkan warna. Pengenalan warna untuk anak usia 4-5 tahun disesuaikan
dengan kemampuan anak usia dini.
Tujuan dari pengenalan warna yaitu sebagai dasar bagi pengetahuan anak
mengenai pengetahuan selanjutnya yang akan menjadi bekal pengetahuan bagi anak
untuk memecahkan persoalan sederhana yang berhubungan dengan warna secara
konkrit. Maka dari itu, pembelajaran dalam pengenalan warna menjadi penting bagi
anak dan pembelajarannya disesuaikan dengan tahap dan karakteristik belajar anak.

Karakteristik belajar bagi anak usia dini yaitu belajar yang melibatkan anak
secara langsung dan belajar sambil bermain. Namun, pada kenyataannya teori
belajar yang digunakan oleh guru pada umumnya dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata yang menekankan pada siswa sebagai subjek dan menciptakan verbalisme
yang mengandalkan pada ingatan anak. Hal ini tampak pada sekolah-sekolah di
mana dalam pembelajaran guru cenderung memberikan nama-nama warna dan
menunjukkan warna, sehingga kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk
memperoleh pengalaman langsung untuk melihat dan melakukan percobaan
sederhana dalam mengenal warna.

Berdasarkan hasil pengamatan di TKIT Rabbani Kecamatan Muara Enim


Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa
kemampuan kognitif anak dalam mengenal warna belum sesuai dengan pencapaian
perkembangan anak usia 4-5 tahun. Hal ini dapat dilihat persentase rata-rata 47,49 %
dalam kriteria cukup yang mencapai kemampuan mengenal warna yang sesuai
dengan tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4-5 tahun yang terdapat pada
Permendikbud No 137 Tahun 2014. Hal ini disebabkan proses dalam mengenal
warna kurang bermakna bagi anak. Proses pengenalan warna dilakukan oleh guru
lebih cenderung memberikan nama-nama warna dan menunjukkan warna dengan
metode ceramah. Dengan kurangnya variasi metode pembelajaran dalam kegiatan
pembelajaran mengakibatkan perkembangan kognitif anak kurang terlatih, anak
hanya menerima informasi dan kurangnya pemberian kesempatan kepada anak
untuk memiliki pengalaman langsung untuk melihat dan melakukan percobaan
sederhana.

Dari hasil observasi yang dilakukan observer, observer memilih pengenalan


warna sebagai sarana yang tepat untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak
di TKIT Rabbani Kecamatan Muara Enim Kabupaten Muara Enim Provinsi
Sumatera Selatan. Selain itu, pemilihan strategi, pendekatan, dan metode belajar
yang tepat juga mendukung keberhasilan pembelajaran. Salah satu metode
pembelajaran pada anak usia dini yaitu pembelajaran dengan metode demonstrasi
dan eksperimen sederhana, pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
yang lebih banyak melihat dan memberi kesempatan kepada anak untuk
menemukan sesuatu yang baru dengan cara-cara yang menarik bagi mereka. Dalam
pembelajaran yang melakukan kegiatan percobaan akan mengembangkan potensi
dan kreativitas anak.
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000:22).
Metode eksperimen menurut Mulyani Sumantri, dkk (1999) adalah cara
belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan mengalami dan membuktikan
sendiri proses dan hasil percobaan. Penggunaan metode ini mempunyai tujuan agar
siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau
persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri dan
dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimn siswa menemukan
bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya. Mengenal warna
dengan menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen memberikan
pengalaman langsung kepada anak untuk menemukan warna baru dan menambah
rasa percaya diri anak atas hasil percobaan yang dilakukan anak.
Berdasarkan latar belakang di atas maka kemampuan kognitif anak dalam
mengenal warna perlu dikembangkan dengan cara melihat menyaksikan cara
percobaan dan memberian kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu
percobaan sederhana guna mengenalkan warna pada anak sehingga kemampuan
kognitifnya meningkat. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan observasi
tentang “Upaya meningkatkan kemampuan pengenalan dan pengetahuan warna
pada anak tk usia 4-5 tahun melalui metode demonstrasi dan eksperimen di TKIT
Rabbani Kecamatan Muara Enim Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera
Selatan” .

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka


identifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan guru dalam pengenalan warna cenderung kurang
menarik, karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan kurang
memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman langsung
melalui percobaan-percobaan sederhana.
2. Kemampuan pengenalan warna anak di TKIT Rabbani Kecamatan Muara
Enim Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan dalam pengenalan
warna masih rendah. Hal ini dapat dilihat persentase rata-rata 47,49 % dalam
kriteria cukup yang mencapai kemampuan mengenal warna.
3. Pembelajaran pada umumnya secara lisan dan anak hanya menerima
informasi dari guru.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka observer membatasi observasi ini,
yaitu pada meningkatkan pengenalan warna pada anak tk usia 4-5 tahun melalui
metode demonstrasi dan eksperimen di TKIT Rabbani Muara Enim.

D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam observasi
ini yaitu bagaimana meningkatkan pengenalan warna pada anak tk usia 4-5 tahun
melalui metode demonstrasi dan eksperimen di TKIT Rabbani Muara Enim?

E. Tujuan Observasi
Dari rumusan masalah, maka tujuan dari observasi ini adalah untuk
meningkatkan pengenalan warna pada anak tk usia 4-5 tahun melalui metode
demonstrasi dan eksperimen di TKIT Rabbani Muara Enim.

F. Manfaat Observasi

1. Bagi guru, memberikan gambaran kepada guru khususnya guru di TKIT


Rabbani Kecamatan Muara Enim Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera
Selatan dalam hal pengenalan warna menggunakan metode demonstrasi dan
eksperimen sebagai salah satu metode pembelajaran.
2. Bagi sekolah, sebagai bahan refleksi bagi sekolah untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yaitu guru dan peserta didik.
3. Bagi observer selanjutnya, observasi ini memberikan pengetahuan baru
mengenai meningkatkan pengenalan warna pada anak tk usia 4-5 tahun
melalui metode demonstrasi dan eksperimen di TKIT Rabbani Muara Enim,
yang dapat dijadikan pengalaman untuk menerapkannya dalam
pembelajaran.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam observasi ini yaitu:
1. Mengenal warna, mengenal warna pada observasi ini adalah kemampuan
anak untuk menyebutkan warna dasar, menyampaikan hasil percobaan
sederhana tentang warna dan menggolongkan warna secara mandiri.
2. Metode demonstrasi , Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan
cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu
kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan.
3. Metode eksperimen, metode eksperimen yaitu metode pembelajaran dengan
melakukan percobaan sederhana yang meliputi kegiatan mencoba
mengerjakan sesuatu, mengamati dan menyampaikan proses percobaan
tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Mengenal Warna pada Anak Usia 4-5 Tahun

1. Pengertian Anak Usia Dini dan Karakteristiknya


Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai
baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi
sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini didefinisikan sebagai
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan
dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Dalam hal ini M. Hariwijaya (2007:14), mengemukakan bahwa PAUD
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun,
yang diselenggarakan secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar
anak dapat mengembangkan segala guna dan kreativitasnya sesuai dengan
karakteristik perkembangannya.

Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu
merupakan ciri yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki
sikap berpetualang (adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak
memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang
sempat dilihat atau didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga
memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak
senang dengan nyanyian, permainan, dan/atau rekaman yang membuatnya
untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi
lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak seusia ini senang ikut
bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan sangat
mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap
binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan
pengalaman yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak.

Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif
melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai
aktivitas ini sangat diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun
otot-otot besar. Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak
untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar
menggambar dan menulis. Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk
dan berdiam diri, menurut Berg (Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu
yang wajar bagi anak usia dini sekitar 5 tahun ini untuk dapat duduk dan
memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakan-gerakan fisik tidak sekedar
penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan
juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self
esteem) dan bahkan perkembangan kognitif.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik
dapat membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik
dapat membantu anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama
halnya dengan orang dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami
konsep hamper sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang
bersifat langsung (hand-on experiences). Sejalan dengan perkembangan
keterampilan fisiknya, anak semakin berminat dengan teman-temannya. Anak
mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan kerja sama yang lebih intens
dengan teman-temannya, biasanya ia memilih teman berdasarkan kesamaan
aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk memahami pembicaraan dan
pandangan orang lain semakin meningkat sehingga keterampilan
komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan berkomunikasi
membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.
Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak
terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan
kesadarannya akan bahan-bahan tertulis. Solehuddin (2002)
mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagai
berikut :

1. Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan


individu lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat,
motivasi dan pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya
masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan
anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang
dengan potensi yang berbeda-beda.

2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku


secara spontan oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang
dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata lain
tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan oleh
anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka.
Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau
ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
3. Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia
prasekolah merupakan suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakan-
akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan tampak lebih
intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.

4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia


cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan
kepentingan sendiri.

5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan,
membicarakan dan mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan
didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.

6. Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang
sangat kuat terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang
untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat
seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin membongkar pasang
alat-alat mainan yang ada.

7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat
imajinatif. Oleh karena itu,mereka mampu untuk bercerita melebihi
pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap pembelajaran
bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.
8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau
menangis apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya seperti spontanitas
dan egosentris.

9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Apakah suatu


aktivitas dapat berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya
belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu.Oleh karena itu,
lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu terhindar
dari hal atau keadaan yang membahayakan.

10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki
daya perhatian yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat
disenanginya.

11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial.


Dengan mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang ada pada anak,
misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya
ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat
kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada
usia ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan
hakikat dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran
untuk anak perlu dikembangkan sesuai potensi yang dimilikinya.

12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman


Anak mempunyai keinginan yang tinggi untuk
berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerja sama
dengan teman lainnya.

Dari beberapa karakteristik anak usia 4-5 tahun tersebut dapat diketahui
bahwa setiap anak berdasarkan pada usianya memiliki karakteristik yang
berbeda. Pemberian stimulus kepada setiap anak juga berbeda. Terutama pada
proses pembelajaran, anak usia 4-5 tahun untuk perkembangan kognitif
disesuaikan dengan karakteristik anak. Untuk itu, pada observasi ini pemilihan
indikator mengenal warna adalah mampu menyebutkan macam warna, mampu
menyampaikan hasil percobaan tentang warna dan mampu mengelompokkan
warna.

2. Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-5 Tahun


Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana perkembangan
berpikir anak. Perkembangan Kognitif Anak Menurut Piaget tahapan
perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:

1) Sensori Motor (usia 0-2 tahun)


Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh
dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk
menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk
mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum
mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar
dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus
dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).

2) Pra-operasional (usia 2-7 tahun)


Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia
tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga
memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun
pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi,
namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.

3) Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)


Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain
dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah
dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.

4) Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)


Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena
mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit
maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Namun
kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk
dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika
memasuki usia pubertas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia 4-5 tahun pada
tahap praoperasional telah mampu mengenali simbol, bahasa dan gambar,
namun cara berpikirnya masih terpusat pada satu perhatian saja dan belum bisa
berpikir terbalik. Pada observasi ini tentunya dalam mengenalkan warna
memperhatikan perkembangan kognitif anak usia 4-5 tahun yaitu mulai untuk
mengenalkan beberapa simbol warna dengan cara melakukan percobaan
sederhana tentang warna. Indikator dalam mengenal warna pada observasi ini
adalah anak mampu untuk menyebutkan macam warna, menyampaikan hasil
percobaan sederhana tentang warna, dan mampu mengelompokkan warna.

3. Pengertian Kemampuan Mengenal Warna


Kemampuan (abilities) seseorang akan turut serta menentukan perilaku
dan hasilnya. Yang dimaksud kemampuan atau abilities ialah bakat yang
melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau
mental yang iaperoleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman (Soehardi,
2003:24). kemampuan adalah kecakapan seorang individu untuk melakukan
beberapa tugas dalam suatu pekerjaan. Pengertian dari mengenal yaitu yang
berkata dasar kenal yang artinya tahu dan mengenal berarti mengetahui
(Poerwadarminta, 2002: 478).
Sulasmi Darmaprawira (2012: 12) menyebutkan bahwa menurut teori
Brewster, warna dasar terdiri dari tiga warna yaitu warna merah, biru, dan
kuning yang juga merupakan lingkaran warna, teori ini dilihat dari pendidikan
seni rupa. Sedangkan ahli psikologi berpendapat bahwa warna utamanya ada
empat yaitu merah, kuning, hijau dan biru, warna-warna tersebut disebut
sebagai unitary atau warna persatuan. Ketiga warna primer yang masih dipakai
sampai saat ini, yaitu merah seperti darah, biru seperti langit/ laut, dan kuning
seperti kuning telur, warna tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang
dipakai dalam seni rupa (Sulasmi Darmaprawira, 2012: 44). Dapat dikatakan
warna dasar terdiri dari warna merah, kuning dan biru, sedangkan warna-warna
lain yang terbentuk dari kombinasi warna-warna primer disebut komplimen
warna. Berikut gambar lingkaran warna beserta komplemen warna lain menurut
teori Brewster :
Gambar 1. Lingkaran Warna Brewster

Gambar tersebut merupakan teori Brewster yang menunjukkan bahwa


gambar segitiga warna yang berada di tengah yaitu warna merah, biru, dan
kuning adalah warna primer atau warna dasar yang membentuk persegi enam
adalah warna sekunder yaitu oranye, ungu, dan hijau sedangkan yang paling
luar membentuk lingkaran adalah warna tertier. Teori Brewster tersebut
didukung oleh teori lingkaran warna Munsell (Sulasmi Darma Prawira, 1989:
70) bahwa: Warna utama sebagai warna dasar dan disebut warna primer yaitu
merah dengan kode M, kuning dengan kode K dan biru dengan kode B. Apabila
dua warna primer masing-masing dicampur, maka akan menghasilkan warna
kedua yaitu warna sekunder. Bila warna primer dicampur dengan warna
sekunder akan dihasilkan warna ketiga yaitu tertier. Bila warna tertier dicampur
dengan warna primer dan sekunder maka akan dihasilkan warna netral.
Berikut adalah tabel rumusan pencampuran warna yang
dikemukakan oleh Sulasmi Darma Prawira (1989: 70):

No Jenis warna Warna

Campuran Warna Hasil Pencampuran Warna

1 Warna primer/ Merah


dasar
Kuning

Biru

2 Warna Merah + Kuning Jingga/ oranye


Sekunder
Merah + Biru Ungu

Kuning + Biru Hijau

3 Warna Tersier Jingga+ Merah Jingga Kemerahan

Jingga+ Kuning Jingga keunguan

Ungu + Merah Ungu kemerahan

Ungu + Biru Ungu kebiruan

Hijau + Kuning Hijau Kekuningan

Hijau+ Biru Hijau kebiruan

Tabel 1. Rumus Pencampuran Warna Teori Munsell

Sesuai dengan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa warna terdiri dari
warna primer, sekunder, dan tersier. Warna primer merupakan warna asli atau
warna utama yan terdiri dari merah, kuning, dan biru, sedangkan warna
sekunder dan tersier merupakan hasil campuran dari warna yang akan
menghasilkan warna lain atau di luar warna merah, kuning dan biru. Sehingga
untuk anak usia 4-5 tahun guru dapat mengenalkan bermacam-macam warna
terutama warna primer, sekunder, dan tersier dengan cara menstimulasi
menggunakan berbagai kegiatan yang digunakan guru dalam pengenalan
warna di TK.
Pengenalan warna sangat adalah salah warna memiliki arti kesan yang
diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang
dikenalnya (Sukinten, 2014: 2). Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan mengenal warna memiliki makna kecakapan seseorang untuk
mengetahui cahaya yang dipantulkan oleh benda yang dikenalnya (warna).
Pada observasi ini yang dimaksud dengan kemampuan mengenal warna adalah
kecakapan seseorang untuk menyebutkan macam warna, menyampaikan hasil
percobaan tentang warna, dan mengelompokkan warna berdasarkan hasil
temuan dan pengalamannya sendiri.

4. Manfaat Pengenalan Warna pada Anak Usia 4-5 tahun


Pengenalan warna sangat adalah salah satu perkembangan kognitif yang
harus dikembangkan sejak anak usia dini. Mayke. S. Tedjasaputra (2005: 43)
menyatakan bahwa anak usia pra sekolah diharapkan menguasai berbagai
konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, sebagai landasan untuk
belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Mengenalan
warna sejak anak usia dini banyak sekali manfaat yang dapat peroleh, antara
lain anak dapat mengembangkan kecerdasan, bukan hanya mengasah
kemampuan mengingat, tapi juga imajinatif dan artistik, pemahaman ruang,
keterampilan kognitif, serta pola berpikir kreatif. Pengenalan warna juga tidak
terlepas dari proses pengindraan yaitu penglihatan mata. Menurut Ky
Fudyartanta (2011: 182) dari melihat obyek benda (bentuk dan warna) masuk
ke dalam mata melalui lensa mata terus diterima oleh bintik kuning diteruskan
oleh syaraf mata (penglihatan) ke otak pusat. Melalui proses penglihatan
(warna) tersebut dapat merangsang perkembangan syaraf otak khususnya
syaraf otak anak usia dini yang baru belajar mengenal obyek benda (warna).
Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan mengenal warna
dapat membantu anak memancing atau merangsang kepekaan penglihatan
anak. Disini guru berperan memberikan stimulasi secara terus menerus kepada
anak agar anak dapat mengingat apa yang dilihat dan dipelajari. Salah satunya
dengan melatih konsentrasi penglihatan anak dengan benda atau warna-warna
yang mencolok. Senada dengan hal tersebut Harun Rasyid, dkk. (2009: 146)
berpendapat bahwa: Anak usia dini sangat sensitif penglihatannya pada benda
yang menarik dan mencolok, seperti benda atau warna merah, ungu, kuning,
biru hijau. Warna-warna tersebut sangat sensitif terhadap penglihatan mereka
sehingga akan memberikan dampak efektif terhadap perkembangan
kemampuan membangun tingkat konsentrasi penglihatan yang akan tersimpan
dalam memori otaknya secara baik dan tahan lama.
Pengenalan warna juga bermanfaat untuk meningkatkan daya pikir serta
kreativitas anak, selain itu melalui penglihatan dalam bentuk (warna) anak
dapat merasakan dan mengungkapkan rasa keindahan dari adanya warna
tersebut. Seperti saat anak diminta menggambar atau melukis pemandangan
anak secara tidak langsung akan membayangkan pemandangan alam yang
pernah anak lihat dan menuangkan imajinasinya melalui pencampuran cat dan
goresan pensil warna yang anak suka. Montolalu (2005: 74) dalam
mengungkapkan, bawa manfaat pembelajaran pengenalan warna adalah
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk:
1) Menyesuaikan bentuk dan warna,
2) Mengkombinasikan warna,
3) Melihat hubungan antara bentuk, ukuran dan warna,
4) Menggores dan menggambar sesuatu sesuai petunjuk guru,
5) Mengembangkan kreativitas anak,
6) Mengembangkan kemampuan sensoris,
7) Mengembangkan kemampuan koordinasi mata-tangan,
8) Anak menjadi sangat tertarik dan merasa senang sehingga rasa
ingin tahu muncul pada saat pembelajaran pengenalan warna, dan
9) Memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga
meningkatkan motivasi belajar anak.

Dapat disimpulkan manfaat pembelajaran pengenalan warna antara lain


menyesuaikan bentuk dan warna, kombinasi warna, mengembangkan
kreativitas, mengembangkan sensori, melatih koordinasi mata dan tangan,
menumbuhkan minat belajar, dan meningkatkan motivasi belajar. Dengan
mengenalkan macam-macam warna sangat banyak manfaat yang dapat
diperoleh, terutama untuk perkembangan kemampuan kognitif anak TK usia
4-5 tahun. Namun dalam mengenalkan warna pada anak dibutuhkan peran
pendidik untuk memberikan stimulasi secara terus menerus agar anak mampu
mengenal warna, diharapkan secara umum anak dapat menunjuk, menyebut,
dan mengelompokkan warna terutama warna dasar dan komplemennya sesuai
kegiatan yang digunakan guru.
5. Perkembangan Kemampuan Mengenal Warna pada Anak Usia 4-5 tahun.
Perkembangan kognitif pada umumnya sangat berhubungan dengan masa
perkembangan motorik. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana
pikiran anak berkembang dan berfungsi, sehingga dapat berpikir.
Perkembangan kognitif adalah proses dimana individu dapat meningkatkan
kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya. Kognitif adalah fungsi
mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
masalah. Istilah kognitif (cognition) dimaknai sebagai setrategi untuk
mereduksi kompleksitas dunia. kognitif juga dimaknai sebagai cara bagaimana
manusia menggambarkan pengalaman mengenai dunia dan bagaimana
mengorganisasi pengalaman mereka.

Aspek yang dipantau dari Perkembangan aspek Kognitif yaitu:


a. Informasi/pengetahuan figurative meliputi:
1) Mengenal nama-nama warna:
2) Mengenal nama berbagai benda yang ada dirumah dan fungsinya;
3) Mengenal nama bagian-bagian tubuh;
4) Mengenal nama dan alamat:
5) Mengenal nama anggota keluarga, teman, dan guru.
b. Pengetahuan prosedur/operatif antara lain meliputi:
1) Menjelaskan bagaimana cara pergi dan pulang sekolah;
2) Menjelaskan cara menggunakan berbagai peralatan dirumah atau
disekolah;
3) Mampu membandingkan dua objek atau lebih;
4) Menghitung, menata, mengurutkan dan mengklasifikasikan;
5) Mengidentifikasi masalah, mencari alternative pemecahan,
memecahkan masalah sederhana:
6) Mampu ke toilet, memakai baju, dan akan sendiri.

c. Pengetahuan temporal dan spesial meliputi:


1) Mengetahui nama hari dan tanggal.
2) Mengetahui waktu (siang, sore, malam, kemarin, besok), musim, dan
cuaca;
3) Mengenal lokasi (diatas, dibawah, disamping, kanan, kiri, tinggi,
rendah);
4) Mengenal kecepatan (cepat, lambat).
d. Pengetahuan dan pengingat memori meliputi:
1) Mengingat alfabet;
2) Mengingat nama-nama teman;
3) Mengingat nama hari.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan mengenal


warna termasuk dalam aspek perkembangan intelektual/kognitif. Dalam
tingkat pencapaian perkembangan mengenal warna merupakan salah satu
pengembangan pembelajaran sains untuk anak usia dini. Pada program
pembelajaran sains pada anak diperlukan keterampilan proses sains yang harus
dikuasai anak. Menurut Ali Nugraha (2005: 99-101) berdasarkan karakterisik
proses sains, maka kemampuan yang dapat dilatihkan pada anak usia dini di
antaranya kemampuan mengamati, menggolongkan, meramalkan,
menyimpulkan (inference), mengkomunikasikan, penggunaan alat dan
pengukuran, merencanakan observasi, dan menerapkan.
Dari keterampilan proses sains yang telah dipaparkan di atas dan
disesuaikan dengan karakteristik anak usia 4-5 tahun maka pada observasi ini
kemampuan mengenal warna yaitu ditekankan pada kemampuan anak untuk
mengenal, mengomunikasikan, dan menggolongkan warna dengan percobaan
sederhana yang dilakukan anak guna mengenalkan warna pada anak usia dini.
Adapun indikator dari mengenal yaitu menyebutkan macam warna,
mengomunikasikan yaitu menyampaikan hasil percobaan sederhana tentang
warna, dan menggolongkan yaitu mengelompokkan warna.
B. Metode Demonstrasi dan Eksperimen dalam Pembelajaran Mengenal
Warna

1. Pengertian Metode Demonstasi dan Eksperimen


Menurut Sanjaya (2006), dan Sumantri dan Permana (1998/1999)
mengemukakan bahasa demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,
situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk
sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau
sumber belajar lain ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan.
Metode ini biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang
dilakukan, misalnya: proses mengerjakan sesuatu, membandingkan suatu cara
dengan cara lain, untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak
didik per orangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau
percobaan (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 234). Sedangkan menurut
Moedjiono (1991: 77) metode eksperimen merupakan format interaksi
belajar-mengajar yang melibatkan logika induksi untuk menyimpulkan
pengamatan terhadap proses dan hasil percobaan yang dilakukan. Selaras
dengan pendapat sebelumnya, Roestiyah (2001: 80) memaparkan bahwa
metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar di mana siswa melakukan
suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan
hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan
dievaluasi oleh guru.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang metode eksperimen yang telah
dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah
pemberian pengalaman kepada anak dengan percobaan-percobaan kemudian
berlatih untuk menyimpulkan percobaan yang telah mereka lakukan. Pada
observasi ini metode eksperimen yang dimaksud yaitu metode pembelajaran
dengan melakukan percobaan sederhana yang meliputi kegiatan mencoba
mengerjakan sesuatu, mengamati, dan menyampaikan proses percobaan
tersebut yang disesuaikan dengan karakteristik anak usia 4-5 tahun.

2. Pembelajaran dengan Metode demonstrasi dan Eksperimen


Pembelajaran dengan Menggunakan Metode demonstrasi adalah sebagai
berikut :
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ini ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
a) Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik setelah proses
demonstrasi berakhir. Tujuan ini meliputi beberapa aspek seperti aspek
pengetahuan dan keterampilan tertentu.
b) Persiapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kegagalan.
c) Lakukan uji coba demonstrasi. Uji coba meliputi segala peralatan yang
diperlukan.
2) Tahap pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus dilakukan
antara lain:
 Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik
dapat melihat dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
 Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai peserta didik.
 Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh peserta didik,
misalnya ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang penting dari
pelaksanaan demonstrasi.
b) Langkah pelaksanaan demonstrasi
 Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang
peserta didik untuk berpikir. Misalnya pertanyaan-pertanyaan yang
mengandung teka-teki sehingga mendorong peserta didik tertarik
untuk memperhatikan demonstrasi.
 Ciptakan suasana yang menyejukkan dan menghindari suasana yang
menegangkan.
 Yakinkan bahwa semua peserta didik mengikuti jalannya
demonstrasi.
 Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara aktif
memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses
demonstrasi.

c) Langkah mengakhiri demonstrasi


Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu
diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya
dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan
pembelajaran.
3) Tahap Akhir
a) Anak mengomunikasikan hasil demonstrasi yang telah dilakukannya
dikelas.
b) Laporan didiskusikan bersama.
c) Kesimpulan-kesimpulan hasil demonstrasi harus sederhana dan terarah.

Pembelajaran dengan Menggunakan Metode eksperimen adalah sebagai


berikut :
1) Tahap persiapan
a) Menentukan tujuan eksperimen yang berkaitan dengan konsep materi
yang akan disampaikan.
b) Mendiskusikan dengan anak kegiatan yang akan dieksperimen dengan
sejumlah pertanyaan yang akan dibuktikan jawabannya memerlukan
pembuktian dari sebuah eksperimen.
c) Mengemukakan prosedur eksperimen yang akan dilakukan secara
bertahap dari awal sampai akhir.
d) Menyiapkan segala alat dan fasilitas untuk keperluan eksperimen.
e) Menentukan peran-peran anak didik dalam eksperimen, terutama proses
perekaman data/fakta (secara tidak tertulis) melalui pengamatan.
f) Membuat aturan dalam pelaksanaan eksperimen dengan baik, termasuk
di dalamnya berkaitan dengan keselamatan.
g) Menetapkan prosedur dan alat evaluasi yang akan dipakai selama dan
sesudah eksperimen, termasuk sasaran penilainnya.

2) Tahap pelaksanaan
a) Anak didik memulai eksperimen di bawah bimbingan pendidik.
b) Pendidik membimbing anak didik yang sedang melakukan eksperimen
dengan penuh kesungguhan dengan memberi petunjuk tentang proses
yang perlu diperbuat, mendiskusikan pertanyaan yang akan diajukannya.
c) Pendidik mendorong anak didik untuk aktif melakukan eksperimen
dengan cermat.
d) Evaluasi berlangsung selama eksperimen dilakukan oleh pendidik.

3) Tahap akhir
a) Anak mengomunikasikan hasil eksperimen yang telah dilakukannya
dikelas. Pada tahap ini anak menyampaikan hasil percobaan secara lisan
yang dibantu oleh guru.
b) Laporan didiskusikan bersama di bawah bimbingan pendidik.
c) Kesimpulan-kesimpulan hasil eksperimen harus sederhana dan terarah.
Kegiatan dengan menggunakan metode eksperimen pada pembelajaran
perlu memperhatikan tiga hal yaitu pada tahap persiapan, pelaksanaan, dan
pengambilan kesimpulan. Untuk anak usia dini, penggunaan metode
eksperimen dalam kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
dan prinsip pembelajaran pada anak. Pada saat persiapan, pelaksanaan, dan
pengambilan kesimpulan pada pembelajaran dengan metode eksperimen
pendidik selalu memperhatikan setiap tahapnya supaya anak dapat
memahami makna dari pembelajaran tersebut.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Mengenal Warna Melalui Metode


Demonstrasi dan Eksperimen.

Langkah-langkah Pembelajaran Mengenal Warna Melalui Metode


Demonstrasi sebagai berikut :

a. Kegiatan awal
1) Sebelum masuk kelas guru menyiapkan alat dan bahan. Alat dan bahan
demonstrasi di antaranya cat air berwarna primer (merah, kuning, biru),
gelas-gelas plastik dan kuas.
2) Anak-anak bernyanyi dan bermain tepuk dengan bimbingan guru sesuai
dengan tema, guna untuk membangkitkan semangat anak.
3) Apersepsi sesuai dengan tema pada bulan tersebut.
4) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak mengenai pengetahuan
dan pengalamannya tentang tema tersebut.

b. Kegiatan inti
1) Jelaskan kepada anak kegiatan apa yang akan dilakukan pada hari itu.
2) Tunjukkan alat dan bahan yang akan digunakan selama pembelajaran.
3) Guru mempraktekkan kegiatan yang dilakukan dan biarkan anak untuk
mengamatinya.
4) Dalam pelaksanaan demonstrasi guru memancing pengetahuan anak
tentang macam-macam warna dengan memberi pertanyaan tentang
warna-warna yang ditemukan anak.
5) Setelah selesai melakukan percobaan guru kemudian memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengkomunikasikannya secara lisan
hasil temuannya.

c. Kegiatan penutup
Pada kegiatan ini dilakukan recalling terhadap kegiatan yang telah
dilaksanakan. Anak beserta guru mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan
pada hari itu.

Langkah-langkah Pembelajaran Mengenal Warna Melalui Metode


Eksperimen sebagai berikut :

a. Kegiatan awal
1) Sebelum masuk kelas guru menyiapkan alat dan bahan. Alat dan bahan
eksperimen (percobaan) di antaranya cat air berwarna primer (merah,
kuning, biru), gelas-gelas plastik dan kuas.
2) Anak-anak bernyanyi dan bermain tepuk dengan bimbingan guru sesuai
dengan tema, guna untuk membangkitkan semangat anak.
3) Apersepsi sesuai dengan tema pada bulan tersebut.
4) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak mengenai pengetahuan
dan pengalamannya tentang tema tersebut.

b. Kegiatan inti
1) Jelaskan kepada anak kegiatan apa yang akan dilakukan pada hari itu.
2) Tunjukkan alat dan bahan yang akan digunakan selama pembelajaran.
3) Anak diminta untuk mencampur warna, berikan kesempatan kepada
anak untuk melakukan percobaan sederhana dan biarkan anak untuk
mengamatinya.
4) Dalam pelaksanaan percobaan sederhana guru memancing pengetahuan
anak tentang macam-macam warna dengan memberi pertanyaan tentang
warnawarna yang ditemukan anak.
5) Setelah selesai melakukan percobaan guru kemudian memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengkomunikasikannya secara lisan
hasil temuannya.

c. Kegiatan penutup
Pada kegiatan ini dilakukan recalling terhadap kegiatan yang telah
dilaksanakan. Anak beserta guru mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan
pada hari itu.

C. Landasan Teori Belajar Edgar Dale


Teori Edgar Dale digambarkan dalam sebuah kerucut yang kemudian
dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman
Edgar Dale dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa
yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale memberikan
gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui
proses perbuatan atau pengalaman langsung, proses mengamati dan
mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui
bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin
banyak pengalaman langsung yang akan diperoleh anak. Sebaliknya semakin
asbtrak bahan pengajaran maka semakin sedikit pengalaman yang akan
diperoleh siswa (Wina Sanjaya, 2009: 165).
Gambar 2. Kerucut pengalaman oleh Edgar Dale
Uraian dari gambar kerucut di atas adalah sebagai berikut (Wina
Sanjaya, 2009: 165-168) :
1. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa
sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri
segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa
berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa
menggunakan perantara. Karena pengalaman langsung inilah maka ada
kecenderungan hasil yang diperoleh siswa menjadi konkrit sehingga
akan memiliki ketepatan yang tinggi.
2. Pengalaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda
atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang
sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman langsung lagi
sebab objek yang dipelajari bukan yang asli atau sesungguhnya,
melainkan benda tiruan yang menyerupai benda aslinya. Mempelajari
objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghindari
terjadinya verbalisme.
3. Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari
kondisi dan situasi yang diciptakan melaui drama dengan menggunakan
skenario yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, walaupun
siswa tidak mengalami langsung terhadap kejadian, namun melaui
drama siswa akan lebih menghayati berbagai peran yang disuguhkan.
Tujuan belajar melalui drama ini agar siswa memperoleh pengalaman
yang lebih jelas dan konkret.
4. Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi
melaui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung
dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata,
maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan
orang lain.
5. Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan
siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat
mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang
dikunjungi. Selanjutnya, pengalaman yang diperoleh dicatat dan disusun
dalam cerita atau makalah secara sistematis. Isi catatan disesuaikan
dengan tujuan kegiatan ini.
6. Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha unutk
menunjukkan hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati
hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni. Pameran lebih abstrak
sifatnya dibandingkan dengan wisata, sebab pengalaman yang diperoleh
hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri.
Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui
wawancara dengan pemandu dan membaca leaflet atau booklet yang
disediakan penyelenggara.
7. Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung,
sebab televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat
menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai
dengan program yang dirancang.
8. Pengalaman melalui gambar hidup dan film. Gambar hidup atau film
merupakan rangkaian gambar mati yang diproyeksikan pada layar
dengan kecepatan tertentu. Dengan mengamati film siswa dapat belajar
sendiri, walaupun bahan belajarnya terbatas sesuai dengan naskah yang
disusun.
9. Pengalaman melalui radio, tape recorder, dan gambar. Pengalaman
melalui media ini sifatnya lebih abstrak dibandingkan pengalaman
melalui gamabr hidup sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja
yaitu indra pendengaran atau indra penglihatan saja.
10. Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar, dan
bagan. Sebagai alat komunikasi lambang visual dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada siswa. Siswa lebih dapat memahami
berbagai perkembangan atau struktur melalui bagan dan lambing visual
lainnya.
11. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang
sifatnya lebih abstrak. Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya
melalui bahasa baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya
verbalisme sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui lambang
verbal sangat besar. Oleh sebab itu, sebaiknya penggunaan bahasa verbal
harus disertai dengan penggunaan media lain.
Edgar Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone Experience)
(Bagus D. R., 2014: 3) mengatakan:
Hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung
(kongkrit), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang
kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak).
Semakin ke atas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan
itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman
langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi
dengan mempertimbangkan situasi belajar. Pengalaman langsung akan
memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman
itu, oleh karena ia melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan,
penciuman, dan peraba.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengalaman diperoleh melalui pengalaman langsung dan pengalaman
tidak langsung. Semakin konkrit bahan ajar yang digunakan maka
semakin banyak pengalaman langsung yang akan diperoleh anak.
Semakin abstrak bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, maka
semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh anak. Apabila
pengalaman langsung yang diperoleh sedikit maka pembelajaran akan
kurang bermakna pula bagi anak.
Semua alat indra terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut
Edgar Dale (Bagus D.R., 2014: 4) pengalaman langsung yang melibatkan
panca indra akan memberikan kontribusi 90% bagi pengetahuan anak.
Dalam kegiatan pembelajaran menggunakan media secara langsung
melalui metode eksperimen akan berpartisipasi besar bagi pemerolehan
pengetahuan bagi anak. Termasuk dalam mengenalkan warna melalui
metode demonstrasi dan eksperimen.

D. Kerangka Berpikir
Masa anak usia dini sering disebut dengan masa keemasan di mana pada
masa ini merupakan masa yang tepat untuk menerima berbagai stimulus.
Selain itu, pada masa ini juga merupakan masa di mana rasa ingin tahu anak
tinggi, maka segala proses pembelajaran hendaknya menghadirkan suasana
yang menyenangkan dan menarik bagi anak. Segala aspek perkembangan
perlu adanya stimulus terutama pada perkembangan kognitif khususnya dalam
mengenal warna.
Anak usia 4-5 tahun termasuk dalam tahap praoperasional. Pada tahap
ini anak mulai menemukan simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan orang
di sekitarnya. Salah satunya yaitu tentang simbol warna, mengenalkan warna
pada anak dapat mengembangkan pengetahuannya sebagai hasil dari
pengalaman sensorinya yang diteruskan dengan proses kognitifnya.
Pada umumnya pembelajaran di sekolah menggunakan metode ceramah
yang salah satu kelemahannya adalah munculnya verbalisme pada anak dan
anak cenderung pasif.
Kurangnya variasi dalam pembelajaran dan minimnya pemberian
pengalaman langsung kepada anak. Hal ini menjadi kurang menarik bagi anak
untuk mengenal warna. Dalam kegiatan pembelajaran mengenal warna yang
dilakukan cenderung menunjukkan warna dan memberikan nama-nama warna
sehingga kemampuan mengenal warna anak kurang terlatih dengan baik.
Adanya hal tersebut, dibutuhkan stimulasi yang dapat mendukung
kemampuan anak dalam mengenal warna. Metode eksperimen merupakan
metode pembelajaran yang lebih banyak memberi kesempatan kepada anak
untuk menemukan sesuatu yang baru dengan cara-cara yang menarik bagi
mereka. Anak juga dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah.
Selain itu, dalam menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen
bahan-bahan dan alat yang digunakan bersifat konkrit dan anak memperoleh
pengalaman langsung untuk melakukan percobaan sederhana dengan warna.
Berdasarkan dari Teori Belajar Edgar Dale pengalaman belajar siswa akan
meningkat atau berkontribusi besar bagi pengetahuan anak apabila diperoleh
melalui proses perbuatan atau mengalami langsung apa yang dipelajarinya.
Kemampuan mengenal warna dengan metode yang tepat akan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan. Keterlibatan anak secara langsung akan
menjadi pembelajaran yang bermakna bagi anak. Melalui metode demonstrasi
dan eksperimen ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak dalam
mengenal warna secara optimal.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka kerangka pikir dalam
observasi

Kemampuan Tindakan Hasil


Awal

Kemampuan mengenal Penggunaan metde Meningkatkan kemampuan


warna pada anak usia 4-5 demonstrasi dan ksperimen mengenal warna pada anak
tahun kurang optimal dalam kegiatan pembelajarn usia 4-5 tahun
mengenal warna
Awal
Gambar 3. Kerangka Berpikir

E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam observasi ini adalah kemampuan mengenal warna pada
anak usia 4-5 tahun dapat ditingkatkan dengan metode demonstrasi dan
eksperimen. Proses pembelajaran dilakukan dengan melibatkan anak secara
langsung dengan mempraktekkan dan memberi kesempatan kepada anak
untuk melakukan eksperimen.

Anda mungkin juga menyukai