com
MAKALAH
Oleh
Nama : H. Suhadi, M.Pd.
NIP. : 19751019 200003 1 003
NUPTK : 6351753654200003
Nama Sekolah : SMPN 4 Amuntai
KATA PENGANTAR
BAB I : LATAR BELAKANG
A. MOTIVASI
Saat ini profesi guru tengah banyak disorot oleh masyarakat kita dibanding
profesi lainnya. Di masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai ujung tombak
proses pendidikan. Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas pendidikan di negeri ini
selalu disangkutpautkan terutama dengan guru.
Secara formal guru adalah seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah
atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang
memberikan tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang
pendidikan tertentu. Salah satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan di
Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang
tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah
Menengah Atas (SMA). Tanpa mengabaikan komponen lain seperti peserta didik,
kurikulum/program pendidikan, fasilitas dan manajemen, kualitas guru telah
ditemukan oleh berbagai studi sebagai faktor yang paling konsisten sangat kuat
dalam menentukan mutu pendidikan. Oleh sebab itu, berbagai upaya telah
dilaksanakan pemerintah guna meningkatkan kualitas guru. Salah satu diantaranya
adalah Pemilihan Guru Berprestasi.
Selain bertujuan meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan
tugasnya mewujudkan pendidikan yang bermutu, pemilihan guru berprestasi juga
merupakan salah satu program pemerintah sebagai wujud perhatiannya atas prestasi
dan dedikasi guru dalam bidang pendidikan.
Niat baik pemerintah ini menjadi salah satu faktor yang memotivasi saya
mengikuti pemilihan guru berprestasi. Sekalipun saya sangat menyadari, masih
banyak kekurangan saya dalam kehidupan ini baik sebagai pribadi maupun sebagai
guru.
Menyadari hal itu, maka saya bertanya kepada anak saya di rumah, apakah
saya pantas menjadi peserta pemilihan guru berprestasi dengan kondisi saya yang
masih serba kekurangan. Selain itu, saya juga meminta pandangan dari suami saya.
Ternyata mereka sangat mendukung saya. Anak saya mengatakan, “Ummi memang
masih punya kekurangan, kan Ummi manusia biasa, tapi … layaklah”. Sementara
suami saya berkata, “yah … siapa tahu setelah mengikuti ajang ini, Ummi bisa
menjadi lebih baik. ” Dukungan moril dari orang-orang terdekat saya (suami tercinta
dan anak-anak tersayang) menjadi motor penggerak yang sangat kuat, karena bagi
saya apapun dan berapa besar hasil sekalipun yang saya peroleh tanpa ridha dari
anak-anak dan terutama suami tidak akan ada artinya. Bukankah Rasulullah
Muhammad Saw. sudah bersabda, Ridha Allah itu terletak pada ridha suami bagi
seorang perempuan yang sudah menikah.
Setelah mendapat restu dari anak-anak dan suami, saya lalu bertanya kepada
para siswa di sekolah layak tidak saya menyandang gelar guru berprestasi. Spontan
para siswa menjawab “bisa bu, layak bu” . Saya tidak puas dengan jawaban itu tanpa
alasan. Maka dari mereka ada yang menjawab, “ibu pintar, ibu berwibawa,
menyenangkan bu, tidak membosankan bu, metode mengajarnya bervariasi bu,
sering menyanyi bu, banyak permainanya bu, materi pelajaran mudah dimengerti
bu.” Alhamdulillah.
Menjadi guru, adalah cita-cita saya sejak kecil. Hal ini diilhami oleh karena
kedua orang tua saya adalah guru dan saya sangat mengagumi serta mengidolakan
mereka sebagai orang tua dan sebagai pendidik di rumah tangga, di tempat tugas
maupun di masyarakat..
Di rumah saya dididik dan digembleng oleh orang tua untuk tumbuh menjadi
manusia yang kompetitif. Sikap itu ditanamkannya sejak saya masih duduk di
bangku Taman Kanak-Kanak. Tempat tidur di rumah yang sangat sederhana disulap
menjadi panggung kompetisi.
Saya sebenarnya sepuluh bersaudara. Tapi pada saat TK saya masih berdua
dengan adik laki-laki saya yang berusia 3 tahun lebih muda dari saya. Setiap malam,
Saya versus adik saya ( sekarang sudah dua periode menjadi anggota DPRD
Kotamadya Makassar dan sebelumnya juga dua periode menjadi Kepala Sekolah
Tingkat Aliyah di salah satu pesantren terkenal di kota Makassar) diadu nyanyi, baca
puisi, atau menari di atas panggung sulapan tersebut.
Demikian pula di kala sekolah di SD, SMP dan SMA, orang tua tak henti-
hentinya mendorong agar saya bisa menjadi juara kelas dan berusaha mengikuti
berbagai lomba baik dalam bidang akademik maupun non akademik.. Sampai saat
inipun kebiasaan Bapak saya (karena ibu sudah tidak ada) tetap selalu
memotivasi agar saya tetap bisa berprestasi. Bahkan ketika suatu saat berkunjung ke
sekolah saya dan melihat kepala sekolah yang masih sangat muda dia berkomentar:
”Saya lihat kepala sekolahmu masih muda, tua mana kamu atau dia”. Saya
jawab,”Dia lebih tua, setahun lebih senior dari saya waktu kuliah, dia juga jurusan
bahasa Jerman”. Mungkin mendengar kata bahasa Jerman Bapak saya bertanya
bernada memancing : “ kamu, kapan jadi kepala sekolah, kalau saya dulu jadi kepala
sekolah setelah 18 tahun menjadi pegawai negeri”. Pertanyaan yang cukup
menggelitik, tapi saya yakin ini merupakan satu trik memotivasi anak agar terus
berkompetisi.
Bukan hanya Bapak saya yang bertanya seperti itu. Mungkin melihat prestasi
dan keaktifan saya di organisasi semasa kuliah, jika bertemu dengan teman-teman
semasa saya di kampus maupun di organisasi , mereka sering meledek saya dengan
pertanyaan yang sama. Dalam hati saya bertanya : “Mungkinkah ???” Tapi dijawab
oleh batin saya sendiri (suara hati yang konon tidak pernah berbohong) “ tidak ada
yang tidak mungkin di dunia ini jika Allah menghendaki, karena jabatan itu adalah
milik-Nya dan akan diberikan-Nya kepada siapa saja yang Ia kehendaki, dan ketika
Ia menghendakinya maka tak seorangpun yang akan mampu menahannya.
Sebaliknya, jika Ia tak menghendakinya, tak seorang manusiapun yang akan mampu
memaksakannya. Oleh sebab itu, manusia tidak perlu berlomba-lomba menghalalkan
segala cara hanya sekedar untuk menduduki sebuah jabatan semu itu. Yang patut kita
sadari bahwa jabatan itu amanah, dan amanah itu harus dipertanggungjawabkan di
dunia maupun di akhirat. Tidak sedikit siksaan yang akan diperoleh bagi orang yang
tidak dapat menjalankan amanah dengan baik, apalagi jika menyalahgunakan
amanah itu.
Makanya, saya tidak pernah berambisi menjadi pejabat serendah apapun,
kecuali jika Allah menghendaki hal itu (sudah menjadi suratan takdir, orang tua kita
bilang Here na Toto’). Bukankah telah banyak kasus di negeri ini yang menjobloskan
para pemegang amanah ke dalam jeruji besi karena menyalahgunakan amanah yang
dipercayakan kepadanya ? Itu baru di dunia loh.
Guru berprestasi sudah menjadi obsesi saya sejak mendengarkan istilah itu
beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, obsesi ini menjadi salah satu icon do’a saya
ketika berada di tanah haram saat melaksanakan ibadah haji. Hanya saja, berprestasi
yang saya maksudkan dalam untaian do’a itu adalah bagaimana saya bisa menjadi
figur yang menjadi tauladan hidup bagi orang-orang yang ada di sekitar saya,
apakah itu di kelas, di kantor, dalam rumah tangga dan di lingkungan masyarakat
dengan terus berupaya meminimalisir kekurangan dan kekhilafan sebagai manusia
biasa.
Obsesi tidak akan dapat menjadi kenyataan jika tidak didukung oleh
kompetensi. Sebagai seorang professional, guru harus memiliki 4 kompetensi.
Kompetensi-kompetensi itu adalah ; kompetensi pedagogic, kompetensi professional,
kompetensi kepribadian dan kompetensi social.
Komptensi pedagogik saya dibuktikan dengan kemampuan saya mengenal
karakteristik siswa secara mendalam serta merancang, menlaksanakan, mengevaluasi
dan menganalisis hasil pembelajaran dan pengalaman belajar siswa sesuai hasil
refleksi dan evaluasi. Saya juga memahami berbagai teori belajar, teknik dan stratigi,
metode dan model-model pembelajaran, sehingga saya dapat menciptan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) di
dalam kelas. Dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa dalam mata
pelajaran bahsa Jerman sebagaimana data yang saya temukan padapenelitian
tindakan kelas.
Dalam kompetensi professional saya mempunyai rasa ingin tahu yang sangat
tinggi dari dulu. Oleh sebab itu, saya rajin membaca dan bahkan sudah menjadi
hobbi. Setiap kali ke took buku saya pasti membeli semua buku yang menyangkut
materi bahasa Jerman yang belum saya miliki. Saya juga senang membeli pun buku
lain yang dapat meningkatkan kualitas saya sebagai guru. Buku metode didaktik,
buku penelitian tindakan kelas, buku berbagai model-model pembelajaran dan lain-
lain sudah terkoleksi di lemari buku saya di rumah. Setiap mendapatkan buku baru
yang belum dipasarkan segera saya fotocopi. Pendek kata untuk buku saya tidak
pernah kikir mengeluarkan dana. Toh, guru sudah dapat tunjangan professional.
Berdosalah kita jika uang itu hanya digunakan untuk shoping atau berkunjung ke
tempat-tempat yang tidak berkaitan dengan pengembangan diri kita sebagai guru
professional. beberapa prestasi/kejuaraan yang pernah saya raih sebagai guru. Selain
dengan banyak membaca buku, untuk meningkatkan pemahamn konsep dan teori
serta pengalaman mengajar saya juga aktiif mengikuti MGMP, seminar dan Diklat di
tingkat Kaupaten, propinsi Regional dan Nasional.. Beberapa prestasi/kejuaraan
berkaitan dengan tugas gurupun pernah saya raih.
Proses pernilahan jodoh yang sesuai syari’at agama, mendapatkan pekerjaan
tanpa sogok, mendidik anak-anak dengan baik sejak dini sehingga tumbuh menjadi
anak-anak berprestasi bukan hanya dalam aspek kognitif tapi juga dalam ranah
psikomotorik dan afektifnya (dan semoga Allah menetapkan mereka sebagai anak-
anak shaleh hingga akhir hayatnya), Bibir yang selalu tersungging ketika bertemu
dengan siapa saja, ketulusan dalam mengerjakan apa saja menurut saya dapat digugu
dan ditiru. Dan semua itu merupakan sikap dan karakter seorang guru yang memiliki
kompetensi Kepribadian
Demikian pula keaktifan dalam berbagai organisasi dari tngkat Desa hingga
tingkat Provinsi menurut saya dapat menjadi inspirasi. Kesemuanya itu
menggambarkan kalau saya mmemiliki kompetensi sosial.
B. VISI DAN MISI
Allah SWT. menciptakan manusia di muka bumi ini mempunyai tujuan yang
jelas sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur’an Wamaa khalaqtul jinna wal insa
illaa liya’buduun yang artinya “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali
untuk mengabdi kepada-Ku”. Oleh sebab itu, apapun profesinya manusia harus
menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya itu merupakan rangkaian
pengabdiannya kepada Sang Khalik yang telah menciptakannya. termasuk profesi
sebagai seorang guru.
Selain tujuan penciptaan manusia yang harus menjadi acuan dalam
menentukan arah hidup kita, guru yang bertugas di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus mengejawantahkan tujuan Pendidikan Nasional
sebagaimana yang termaktub dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pada Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Kejelasan tujuan hidup sepanjang hayat seperti yang difirmankan oleh Allah
SWT. serta tuntunan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengantar saya merancang visi dan misi dalam hidup dan kehidupan saya
sebagai guru.
Visi :
Visi saya sebagai guru adalah terwujudnya iklim pendidikan di
sekolah yang memberdayakan siswa berkembang menjadi manusia berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah.
Misi :
Adapun misi saya untuk mencapai visi di atas adalah :
- Menjadikan pelajaran Bahasa Jerman mampu menginspirasi siswa membangun diri
untuk masa depannya sebagai generasi muda bangsa yang tetap berkepribadian
bangsa Indonesia.
- Meyakinkan siswa bahwa bahasa Jerman merupakan sebuah kebutuhan dalam era
globalisasi, karena bahasa Jerman adalah salah satu bahasa dunia dan terbanyak
digunakan di Eropa.
- Menjadikan siswa berminat dan merasa senang belajar bahasa Jerman dengan
menggunakan media dan metode yang bervariasi.
- Meraih juara dalam berbagai kegiatan lomba bahasa Jerman seperti Gebyar bahasa
Jerman, Deutsch-Wetbewerb, dan Olimpiade Bahasa Jerman di timgkat Kabupaten
maupun di tingkat Provinsi.
- Membangun karakter dan jiwa nasionalisme siswa dengan mengintegrasikan nilai-
nilai Imtaq dan budaya bangsa ke dalam mata pelajaran yang saya ampu.
BAB II : PRESTASI YANG LAYAK MENJADIKAN SAYA SEBAGAI GURU
BERPRESTASI
A. PRESTASI YANG TELAH DIRAIH
Sebelum saya menjabarkan prestasi apa saja yang pernah saya raih selama
saya menjadi PNS, saya perlu paparkan bahwa saya adalah alumni IKIP Ujung
Pandang Jurusan Bahasa Jerman pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS).
Saya masuk di Perguruan Tinggi lewat jalur PMDK (Penelusuran Minat dan
Keterampilan) pada tahun ajaran 1984/1985. Sebenarnya saya ingin kuliah di jurusan
Bahasa Inggris, tetapi atas arahan guru bahasa Inggris saya di SMA, saya diminta
untuk menjalani saja sampai semester dua, memasuki semester tiga barulah pindah
jurusan.
Akhirnya saya jalani sesuai petunjuk guru tersebut. Ternyata, setelah
menerima semua kartu nilai di semester pertama, saya menmperoleh nilai IPK
tertinggi diantara teman-teman seangkatan saya sehingga saya cukup dikenal oleh
para dosen dan senior. Mungkin itu menjadi salah satu pertimbangan sehingga saya
dipilih menjadi sekretaris pengurus HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan)
Pendidikan Bahasa Jerman di saat saya masih duduk di semester 2.
Pada liburan semester satu saya tidak pulang kampung sebagaimana teman-
teman lainnya. Saya mengisi liburan dengan mengikuta Latihan Kepemimpinan yang
sejak SMA saya dambakan. Kebetulan pada waktu SMA saya adalah salah seorang
pengurus OSIS di sekolah kami yang diwajibkan mengikuti LDK. Pada waktu itu
salah seorang pematerinya alumni sekolah saya yang sudah kuliah di UNHAS.
Penampilan dan kemampuan berbicaranya membuat saya penasaran menanyakan
bagaimana ia bisa seperti itu. Dia menjawab kalau di PT juga terdapat banyak
kegiatan Latihan Kepemimpinan. Maka ketika senior saya di kampus menawarkan
untuk mengikuti kegiatan itu, saya gembira bukan main tanpa memperdulikan
organisasi apa yang melaksanakannya. Beruntung organisasi itu bukan organisasi
terlarang, tapi ternyata adalah ortom (organisasi otonom) Muhammadiyah, sebuah
organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang cukup terkenal di negeri ini. Ortom
itu bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah disingkat IMM.
Saya cukup puas dengan kegiatan itu, sehingga ketika ada lanjutannya pada
liburan semester berikutnya saya ikut lagi. Sampai akhirnya saya mengikuti Latihan
Instruktur, Coaching Instruktur dan Latihan Kepemimpinan Khusus Immawati
(sebutan untuk kader perempuan) di tingkat Pusat, Jakarta.
Keaktifan saya mengikuti semua jenjang perkaderan di IMM, memberikan
saya segudang pengalaman; menjadi panitia, Instruktur pada berbagai tingkatan
perkaderan, menjadi pimpinan dari tingkat komisariat (Fakultas), Kotamadya hingga
Provinsi. Terakhir saya terpilih sebagai Ketua Bidang Immawati Dewan Pimpinan
Daerah IMM Sul-Sel sekaligus merangkap sebagai Ketua Korp Immawati Provinsi
Sulawesi Selatan.
Di samping aktif di organisasi Ekstrakurikuler ini, saya tetap eksis di
Lembaga Kemahasiswaan kampus. Dari sekretaris HMJ saya menjadi Pengurus
Senat Mahasiswa hingga beberapa periode. Terakhir saya terpilih sebagai sekretaris
umum, tapi saya menolak dan meminta agar ditempatkan sebagai Ketua III Bidang
Kesejahteraan yang di dalamnya termasuk keagamaan. Prestasi dan keaktifan saya
ini menjadi jembatan saya memperoleh beasiswa Supersemar selama kuliah.
Keaktifan saya di IMM membentuk saya berjiwa pejuang, khususnya dalam
bidang keagamaan dan keperempuanan. Dengan duduknya saya sebagai ketua
bidang kesejahteraan akan membuka peluang bagi saya mewujudkan cita-cita
membentuk sebuah organisasi mahasiswa muslimah di tingkat Fakultas sekalipun
masih bersifat semi otonom. Saya berharap organisasi ini kelak bisa diakui di tingkat
Perguruan Tinggi dengan status sebagaimana unit kegiatan lain seperti Pramuka,
Palang Merah dan lain-lain yang sudah ada pada saat itu.
Walhasil, organisasi itu terbentuk di bawah kepengurusan kami, dan saya
didaulat oleh teman-teman sebagai ketuanya. Alhamdulillah, sampai saat ini
organisasi tersebut tetap hidup dan berkembang seiring organisasi kampus lainnya.
Keaktifan di organisasi Intra maupun Ekstra Kurikuler semasa mahasiswa
menjadi bekal yang sangat berharga untuk menjadi guru berprestasi. Kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual terasah secara seimbang. Kebiasaan mengelola
berbagai kegiatan tanpa pamrih membentuk jiwa menjadi pengabdi sejati. Mengelola
kelas saat membawakan materi dengan peserta pengkaderan yang heterogen dalam
berbagai aspek merupakan hal yang lumrah.
Pengalaman-pengalaman berharga di atas ditambah pengalaman dan ilmu
yang saya peroleh dalam berbagai pendidikan dan pelatihan selama menjadi guru
mengantarkan saya mencapai beberapa prestasi , diantaranya adalah :
1. Juara 1 Lomba Penyusunan RPP Kelas XII IPA berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Bahasa Jerman Cabang
Bawakaraeng Sulawesi Selatan dalam Lomba Akademik Antar Guru Bahasa Jerman
Regional Sulawesi. Lomba ini dilaksanakan di Bulukumba Sulawesi Selatan pada
hari Sabtu tanggal 22 Desember 2007.
2. Juara I Lomba Penyusunan RPP Bahasa Jerman Tingkat SMA pada kegiatan lomba
penyusunan RPP SD, SMA, SMA dan sederajat tingkat Nasional yang dilaksanakan
oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Profesionalisme Guru (BP3G) dengan
Jurusan Geografi Fakultas MIPA UNM pada tanggal 3 Januari 2008 di Gedung
Jurusan Geografi FMIPA UNM.
3. Juara I Lomba Penyusunan RPP Bahasa Jerman Tingkat SMA pada kegiatan lomba
penyusunan RPP TK, SD, SMA, SMA dan sederajat tingkat Nasional yang
dilaksanakan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Profesionalisme Guru
(BP3G) dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bulukumba pada tanggal 27
Januari 2008 di Gedung Juang 45, Jl. Ahmad Yani Kabupaten Bulukumba.
4. Juara III Kategori Guru SMA pada lomba karya tulis Rencana Aksi Peningkatan
Mutu Pendidikan bertajuk “Sekolahku, Masa Depanku” yang diselenggarakan oleh
Forum Komunikasi Purna Praja kabupaten Sinjai. Lomba ini dilaksanakan dalam
rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional tahun 2008. Untuk menentukan
pemenang, para finalis diminta mempresentasikan hasil karyanya di depan Bupati
Sinjai.
5. Mendapatkan nilai baik dari penilaian teman sejawat sewaktu mengikuti Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk sertifikasi guru. Nilai yang saya peroleh
82,00. Saya menganggap ini adalah sebuah prestasi yang cukup berarti karena pada
umumnya peserta yang lain mendapat nilai yang lebih rendah dari saya, bahkan
banyak yang hanya mampu memperoleh nilai 30-an.
6. Peserta terbaik III pada kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Tingkat Dasar
(G2) Guru Bahasa Jerman SMA/MA yang diselenggarakan oleh Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)
Bahasa dari tanggal 18 November s.d. 1 Desember 2009 Pola 140 Jam di Local
Education Center (LEC) ATHIRAH Jalan Raya Baruga No. 26 Antang Perumahan
Bukit Baruga Makassar Sulawesi Selatan.
Dalam Pendidikan dan Lathan ini saya memperoleh nilai terbaik dalam bidang
metode didaktik yang meliputi materi Kurikulum dan silabus, Telaah Buku Kontakte
Deutsch 2 ; Tipologi Latihan dan Keterkaitannya dengan pengajaran komunikatif,
Evaluasi Pengajaran dan Perencanaan Pengajaran.
Karena itu saya berhak mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Dasar (B1), satu
tingkat lebih tinggi dari yang seharusnya. Berdasarkan aturan, peserta Diklat Tingkat
Dasar (B1) adalah lulusan Diklat Tingkat Dasar (G3). Diklat Dasar (B1) ini
dilaksanakan di PPPPTK Bahasa Jakarta selama 21 hari.
7. Menjadi peserta Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang memperoleh nilai tertinggi
dalam mata pelajaran Bahasa Jerman di Kabupaten Sinjai. Dalam UKG ini saya
memperoleh nilai 62, satu tingkat lebih rendah dari nilai tertinggi se Sulawesi
Selatan, yakni 66.
B. PENGALAMAN KERJA SEBAGAI GURU
Masa kerja saya sekarang sudah 16 tahun 3 bulan terhitung sejak diangkat
menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Saya diangkat menjadi CPNS
berdasarkan ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
5024/A2/KP/1996 tertanggal 2 Februari 1996. Pengangkatan itu Terhitung Mulai
Tanggal 1 Februari 1996 dengan pangkat III/a, NIP 132148902 dan ditugaskan
sebagai guru pada SMA Negeri 1 Sabbang Kabupaten Luwu. Waktu itu Luwu belum
dimekarkan menjadi beberapa kabupaten.
Pada waktu itu SMA Negeri 1 Sabbang baru dibuka. Artinya, sekolah itu
baru menerima siswa pada tahun ajaran 1995/1996. Itupun hanya ada 3 kelas. Kepala
sekolahnya juga belum definitif. Kepala sekolah yang menjabat pada saat itu
sebenarnya adalah Kepal SMA Negeri 1 Masamba. Gurunya terdiri dari beberapa
guru baru yang SK-nya lebih duluan terbit dari saya ditambah guru-guru honor.
Karena sekolah baru, maka berdasarkan kurikulum yang berlaku pada saat
itu, Guru mata pelajaran Bahasa Jerman belum dibutuhkan. Oleh karena itu, Pejabat
Kepala Sekolah menawarkan kepada saya untuk diusulkan menjadi Bendahara
Sekolah yang ketika itu belum juga ada pejabat definitifnya. Menurut Kepala
sekolah, menjadi Bendahara sangat bagus karena SK dan tunjangannya langsung dari
pusat. Tapi seperti yang telah saya ungkapkan di atas bahwa guru sudah menjadi
cita-cita saya sejak kecil, maka tawaran itu saya tidak terima.
Hingga ulangan Catur Wulan ke-3 di semester 2 TahunPelajaran 1996/1997
saya tidak pernah mengajar di kelas, saya hanya mengerjakan tugas-tugas lain seperti
menjadi seksi konsumsi pada kegiatan yang dilaksanakan oleh Komite Sekolah,
Sekolah ataupun Siswa.
Kenyataan itu membawa saya melapor kepada Kepala Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Luwu yang kala itu dijabat oleh Drs. Burhanuddin Kadir.
Saya sampaikan bahwa keberadaan saya di SMAN 1 Sabbang sangat tidak efektif
dan memohon diperbantukan di SMAN 1 Belopa Kabupaten Luwu tempat suami
saya mengajar. Gayungpun bersambut, saya diminta agar mengurus rekomendasi
baik dari Kepala sekolah asal maupun Kepala Sekolah tujuan yang akan dijadikan
rujukan oleh Kepala Kantor Dinas Pendidikan untuk membuat Surat Tugas.
Akhirnya saya diperbantukan di SMUN 1 Belopa.
Saya belum bisa dipindahkan secara definitif karena saat itu saya masih
berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil . Untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
kita harus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan terlebih dahulu.
Sebenarnya ada Diklat Prajabatan sewaktu saya masih di Sabbang, tetapi saya tidak
bisa ikut karena saya sedang hamil tua, sementara Diklat itu dilaksanakan di Pakkatto
selama sebulan dalam bentuk Latihan Militer.
Pada tanggal 6 Oktober s.d 4 Nopember 1997 saya mengikuti Pendidikan dan
Pelatihan Prajabatan di Pakkatto Gowa. Markas ini merupakan pusat pendidikan
dan pelatihan para tentara. Ada yang seru pada saat kami prajabatan. Pada acara
pembukaan diadakan pemasangan atribut kepada peserta secara simbolis. Satu orang
mewakili putra dan satu orang mewakili putri. Serunya, saya ditunjuk mewakili
peserta putri dan suami saya mewakili peserta putra, padahal mereka tidak tahu kalau
kami suami istri. Barulah ketahuan ketika suami saya dihukum jalan jongkok sambil
tangan memegang kepala, mengelilingi lapangan di siang bolong dengan kepala
botak. Kelihatan lucu, tapi sebagai istri saya tidak tahan melihatnya. Rasa iba dan
kasih sayang saya kepada suami membuat air mata saya mengalir tak tertahan dan
sempat dilihat oleh komandan. Karena penasaran komandan bertanya mengapa saya
menangis. Rekan-rekan yang mengenal kami memberi tahu kalau saya istri peserta
yang dihukum. Malam harinya kami berdua diperintahkan naik ke panggung. Di
panggung kami terus dikerjain dan disuruh menyanyi.
Setelah mengikuti prajabatan dan dinyatakan lulus, akhirnya saya diangkat
menjadi PNS berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor :
ooo66/I06.D1/C.41/98 Terhitung Mulai Tanggal 1 Pebruari 1998 dengan status
masih diperbantukan di SMA Negeri 1 Belopa. Tempat tugas sesuai SK masih di
SMA Negeri 1 Sabbang. Terhitung Mulai Tanggal 1 Juni 1998 barulah saya resmi
bertugas di SMU Negeri 1 Belopa berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor : 01422/I06.DI/C.45/98.
Sebenarnya di SMU Negeri 1 Belopa juga tidak dibutuhkan guru bahasa
Jerma. Bahasa Jerman hanya dipelajari oleh siswa jurusan Bahasa, sementara di
sekolah tersebut tidak ada jurusan bahasa. Tapi sekolah ini lumayan besar, terdapat
27 kelas dengan rata-rata siswa per kelas 45 orang. Makanya, saya diminta untuk
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia karena guru bahasa Indonesia kurang.
Sayapun terpaksa harus belajar dari Kurikulum dan silabus hingga materi
pelajaran. Sifat rasa ingin tahu dan hobi membaca yang sudah terasah sejak lama
membuat saya tidak terlalu kesulitan. Beruntung juga saya dulu di SMA memilih
jurusan bahasa yang banyak membekali saya dengan ilmu sastra. Semasa SMA
hampir setiap minggu kami diminta untuk mendiskusikan karya-karya sastra dari
para penulis ternama. Kebanyakan mendiskusikan unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik dari sebuah Novel, Roman atau Cerpen dan memparafrasekan Puisi. Dan
saya cukup terkesan, karena pada umumnya saya yang memimpin diskusi.
Pengalaman di organisasi Intra maupun Ekstrakurikuler semasa kuliah juga
sangat membantu. Seringnya saya membawakan materi Persidangan, Retorika,
Kepemimpinan, Administrasi dan materi-materi lainnya selama aktif di IMM serta
sekali-sekali membawakan ceramah agama di masjid atau di kelompok-kelompok
pengajian membuat saya tidak terlalu bermasalah dalam mengajarkan materi bahasa
Indonesia sesuai tuntutan kurikulum.
Saya juga sering ikut lomba pidato, menulis makalah, membaca Puisi,
membawakan renungan/Istighfar, membaca sari tilawah Al-Qur’an dan termasuk
bisa sedikit melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan Tilawah pada malam
pembaiatan peserta pengkaderan ataupun pada kegiatan lain. Hal itu sangat
membantu saya dalam menjalankan tugas ini.
Kemampuan mengelola kelas merupakan faktor penting yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Sepintar apapun guru, jika tidak mampu mengelola kelas dengan
baik, maka mimpi untuk meningkatkan mutu pelajaran sulit terwujud. Lagi-lagi
pengalaman di organisasi mengelola kelas pada kegiatan pengkaderan yang
pesertanya sangat heterogen baik dari segi usia, pengetahuan, tingkat ekonomi, jenis
kelamin dan lain sebagainya sangat berarti.
Ada satu pengalaman menarik saya mengenai penggunaan metode
pembelajaran di kelas guna meningkatkan mutu siswa lewat pembelajaran bahasa
Indonesia. Setiap kelas saya bagi menjadi 4 kelompok yang anggotanya heterogen.
Kelompok tersebut bertugas membuat makalah sesuai bahan ajar yang ditugaskan. Di
dalam kelompok mereka secara bergantian memimpin diskusi dan berlatih bertanya
dan menjawab pertanyaan. Setiap siswa dalam kelompok saya wajibkan untuk
berbicara, apakah itu bertanya atau menjawab pertanyaan. Pada tahap awal saya
menggunakan metode itu, masih banyak yang belum bisa berbicara sama sekali,
maka saya arahkan agar tetap berlatih sekalipun hanya mengucap salam dan
menyampaikan kalau untuk sementara belum ada yang bisa disampaikan atau
menyatakan sependapat/tidak sependapat dengan seseorang. Akhirnya, pada tahap-
tahap berikutnya mereka sudah berani berdiri untuk berbicara sekalipun hanya
sekedar menyampaikan seperti yang saya sebutkan di atas. Hal ini sangat sederhana,
tapi bermanfaat bagi siswa. Menurut pengamatan saya, banyak siswa yang tidak
pernah mendapat kesempatan berbicara di depan teman-temannya satu dua patah
sekalipun karena tidak diberikan kesempatan untuk berlatih. Dengan metode itu,
tidak seorangpun siswa yang lolos untuk tidak berbicara.
Selain itu, saya juga mewajibkan setiap siswa untuk membuat papan kreasi
kelas (istilah untuk majalah dinding di kelas). Tujuannya adalah agar kreatifitas
siswa di kelas itu dapat dikembangkan. Isinya berupa gambar, karikatur, profil guru
atau siswa, puisi dan tulisan apa saja yang bermanfaat, termasuk tugas-tugas terbaik
siswa di pajang di sana. Sebagai bentuk penghargaan terhadap hasil kreasi siswa,
maka setiap semester papan kreasi itu saya nilai sekaligus juga menjadi salah satu
kriteria dalam penilaian keindahan dan kelengkapan kelas.
Yang paling membanggakan saya ketika mengajar di sana adalah lahirnya 3
buah antologi puisi yang ditulis oleh siswa saya, bernama Taufiq dengan gaya bahasa
yang demikian indah dan penuh makna. Kemampuan menulisnya mulai tumbuh saat
saya memperkenalkan jenis-jenis puisi berdasarkan isinya, lalu saya minta para siswa
memilih salah satu bentuk puisi tersebut. Untuk mendapatkan inspirasi saya
meminta siswa menuju ke taman sekolah dan mengambil tempat yang ia sukai.
Ternyata setelah itu, ia terus menorehkan tinta menuliskan hasil imajinasinya dalam
berbagai bentuk puisi.
Setelah 6 tahun menjalankan tugas di SMA Negeri 1 Belopa, atas
permohonan sendiri saya pindah ke Kabupaten Sinjai mengikuti suami yang sudah
pindah setahun sebelumnya. Suami saya kebetulan berasal dari Sinjai.
Pada waktu itu, otonomi daerah sudah berlaku sehingga SK Mutasi
ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Selatan. SK Nomor : 824.3 – 342 itu berlaku
pada tanggal 01 – 04- 2003. Dalam SK tersebut tidak tercantum sekolah yang dituju.
Atas perintah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai Nomor :
824/I630/DP/2003, demi kepentingan dinas untuk sementara saya ditempatkan pada
SMU Negeri 1 Sinjai Kabupaten Sinjai sambil menunggu SK. SK definitif dari
Bupati Sinjai baru terbit pada tanggal 5 April 2005 bernomor : 820 – 008.
SMU Negeri 1 Sinjai mempunyai jurusan bahasa di kelas 2 dan 3. Tapi saya
tetap diberi tugas mengajar bahasa Indonesia berdasarkan pengalaman mengajar
sebelumnya. Mata pelajaran bahasa Jerman diampu oleh Drs. Muhannis. Dia juga
alumni IKIP Ujung Pandang jurusan bahasa Jerman.
Saya mengajarkan bahasa Indonesia dari tahun 2003 hingga 2005. Selain
mengajar bahasa Indonesia, saya juga pernah mengajarkan mata pelajaran TIK. Pada
waktu itu masih kurang guru yang dapat mengoperasikan komputer. Saya memiliki
komputer sejak masih bertugas di Luwu, sehingga mempunyai sedikit ilmu tentang
komputer. Ilmu itu sempat juga saya amalkan kepada beberapa siswa SMU Negeri 1
Belopa yang meminta saya untuk memberikan les komputer pada sore hari semasa
bertugas di sana.
Sejak berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bahasa Jerman
tidak hanya diajarkan pada Program Bahasa. Mata pelajaran ini menjadi salah satu
mata pelajaran pilihan di Program IPA dan IPS. Dengan demikian jam belajar
Bahasa Jerman bertambah. Sayapun kembali ke habitat semula, mengampu mata
pelajaran bahasa Jerman.
Bertahun-tahun tidak pernah mengajarkan bahasa Jerman lagi menyebabkan
ilmu saya semakin berkurang. Maka kembali seperti waktu pertama kali saya diminta
mengajarkan bahasa Indonesia. Saya pelajari kurikulumnya. Saya mengikuti MGMP
untuk memperbaharui kembali pengetahuan saya. Karena seperti itulah ilmu, jika
tidak diamalkan dan tidak secara terus-menerus kita perbaharui dan dicerahkan maka
sedikit demi sedikit akan tertelan oleh masa.
Ikatan Guru Bahasa Jerman (IGBJI) sangat membantu lewat berbagai
programnya. Setiap tahun ada seminar tentang pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan. Guru ditantang untuk meningkatkan mutu lewat berbagai jenis
lomba akademik; menyusun RPP, menulis puisi bahasa jerman, menyusun LKS dan
lain-lain.
Keaktifan di IGBJI mengantar saya bisa menikmati berbagai pelatihan di
tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Pendidikan dan Pelatihan itu ternyata
tidak sia-sia. Pelajaran dan pengalaman dalam bidang pendalaman materi bahasa
Jerman dan metode didaktik telah membentuk saya menjadi guru yang efektif dan
menyenangkan. Ini menurut para siswa. Ketika saya meminta mereka berkomentar
mengenai pengalaman belajar mereka sebagai bentuk refleksi pada akhir
pembelajaran, pada umumnya siswa mengatakan kalau belajar bahasa Jerman itu
menyenangkan dan mudah dipahami. Suasana pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, menyenangkan (PAIKEM) terus saya upayakan terlaksana selama proses
pembelajaran berlangsung.
Model tempat duduk konvensional yang monoton saya jadikan masa lalu.
Tempat duduk berubah setiap dibutuhkan sesuai karakteristik materi pelajaran.
Menurut beberapa guru ‘susah, membutuhkan banyak waktu”. Tapi ternyata tidak,
jika siswa sudah terbiasa, maka begitu ada instruksi, siswa akan segera
mengorganisasikan dirinya dan pembelajaranpun akan segera berlangsung. Kadang
memang gaduh, tapi itulah proses yang membutuhkan kreatifitas seorang guru untuk
segera menyelesaikannya. Untuk itu, kadang saya bermimpi sekolah menganut
sistim Moving Class.
Kebanyakan saya menggunakan metode pembelajaran koperatif. Siswa
dikelompokkan secara heterogen. Kelompok kadang berdua, bertiga, berempat,
berlima atau berenam, tergantung dari tujuan dan sasaran pembelajaran sesuai
kompetensi yang hendak dicapai. Berbagai media juga digunakan, saya sesuaikan
dengan tujuan, amteri dan perkembangan siswa. Dalam pembelajaran saya lebih
banyak hanya berfungsi sebagai fasilitator. Sesekali saja saya memberikan
penjelasan jika dibutuhkan siswa. Konselor sebaya selalu saya manfaatkan untuk
membantu temannya yang lambat memahami materi atau tugas-tugas pelajaran. Saya
tidak memakai istilah bodoh, karena di dunia ini setiap yang pandai bisa menjadi
bodoh dan yang bodoh bisa menjadi pandai. Perkataan ‘bodoh’ akan menyebabkan
siswa merasa tidak dihargai, padahal salah satu kunci keberhasilan pendidikan itu
tergantung pada penghargaan guru kepada siswanya
Senyum adalah anugrah Tuhan bagi setiap manusia yang mengandung
cahaya kebaikan dan kesucian, membawa kedamaian bagi yang melihat, dan
menumbuhkan welas asih bagi yang memberi. Maka tersenyumlah kepada semua
orang. Peringatan ini menjadikan saya berusaha untuk senantiasa tersenyum kepada
siapa saja, termasuk kepada siswa. Jangan karena menjaga image sehingga senyum
menjadi mahal buat anak didik.
Dalam pembelajaran kemampuan kognitif saya pacu seiring kemampuan
psikomotorik dan afektif. Kemampuan bekerja sama, berkomunikasi, motivasi serta
etos kerja yang tinggi terus dibangun.
Dengan profesi guru yang saya jalankan itu saya berharap, di akhir hayat saya
bisa khusnul khatimah dan menjadi salah satu penduduk syurga-Nya Allah Sang
Pemilik yang ada di langit dan di bumi beserta segala isinya. Olehnya itu, pekerjaan
ini saya berusaha jalankan sebagai bagian dari pengabdian saya kepada Allah SWT,
dengan niat Lillaahi Ta’ala. Sehingga walaupun materi pelajaran bahasa Jerman yang
saya ajarkan, namun di setiap pertemuan pasti ada nilai religius yang saya selipkan di
dalamnya.
Saya juga selalu mengarahkan siswa agar menjadikan setiap aktifitas itu
sebagai bagian dari ibadahnya kepada Allah SWT. Jangan berbuat termasuk belajar
hanya sekedar untuk mengejar nilai tinggi, tetapi berniat ikhlas demi membangun
dirinya mencapai masa depan gemilang dunia akhirat. Doktrin itu ternyata membuat
siswa bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dan selalu
mengontrol tingkah lakunya, terutama jika berhadapan dengan kita, gurunya.
H. Suhadi, M.Pd.
NIP. 19751019 200003 1 003
Mahreta, S.Pd.
NIP. 19660103 198902 2 001
KATA PENGANTAR
H.Suhadi, M.Pd.
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 4
A. Menjadi Guru Adalah Sebuah Pengabdian ..................................... 4
B. Guru yang Kompeten dan Berprestasi ........................................... 5
1. Guru yang Kompeten ................................................................ 6
2. Kebiasaan Berpikir Reflektif .................................................... 8
3. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat ................................................ 9
4. Kreatif dan Inovatif .................................................................. 10
5. Motivasi Guru Berprestasi ........................................................ 11
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 14
A. Kesimpulan ....................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16
Lampiran : Surat Rekomendasi Guru Berprestasi ............................................. 17
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com