Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PATOFISIOLOGI

PATOFISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Oleh

Kelompok

1. Agustia Puji Rahmadiani (PO.71.34.1.18.003)


2. NuriNadila Agustin (PO.71.34.1.18.025)
3. Shafa Putri Tama (PO.71.34.1.18.032)
Tingkat / Semester : 1Reg A / II
Dosen Pembimbing : dr. Itail Husna Basa, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami selaku penulis makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudulPatologiSistemPencernaandapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun maksud dari kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Patofisiologi. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pembimbing Ibu dr. Itail Husna Basa, M.Kes yang telah membimbing kami.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan pembaca mengenai PatologiSistemPencernaan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya
demi perbaikan penulisan makalah di masa yang akan datang dan kami berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran atas makalah yang kami buat ini.

Palembang, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR......................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................5


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3 Manfaat Dan Tujuan.........................................................................................5
1.3.1 Manfaat.................................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan......................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN

BAB 3 PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan.............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Sistempencernaanmakananberhubungandenganpenerimaanmakanandanmempersiapkannyaunt
uk di proses olehtubuh. Makananadalahtiapzatataubahan yang
dapatdigunakandalammetabolismegunamemperolehbahan-
bahanuntukmemperolehtenagaatauenergi.Selamadalam proses
pencernaanmakanandihancurkanmenjadizat-zatsederhanadandapatdiserapolehusus,
kemudiandigunakanolehjaringantubuh.
Sistempencernaanadalah organ yang
seringkalimudahterkenagangguansehinggatimbulberbagaimasalahpenyakitpencernaan.Penyakitpenc
ernaanadalahsemuapenyakityangterjadipadasaluranpencernaan.
Penyakitinimerupakangolonganbesardaripenyakitpadaorganesofagus, lambung, duodenum
bagianpertama, keduadanketiga, jejunum, ileum, kolon,kolon sigmoid, danrektum.
Penyakitpencernaan yang
mulanyaringandapatberdampakfatalapabilakitatidakmengertidiagnosapenyakitdancarapenanganan
yang tepat.
Olehkarenaitusangatpentingbagikitauntukmengetahuiberbagaiselukbelukhinggapenangananpenyaki
t pencernaan.

1.1 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah yang kami buat ini yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan gastritis, gastroenteritis, appendiksitis, dan peritonitis?
b. Bagaimanapatofisologigastritis, gastroenteritis, appendiksitis, dan peritonitis?
c. Bagaimana gejaladan diagnosis gastritis, gastroenteritis, appendiksitis, dan
peritonitis?
1.2 Manfaat dan Tujuan
1.2.1 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu.
a. Penulis dapat mengetahui apa itu gastritis, gastroenteritis, appendiksitis, dan
peritonitis
b. Penulismengetahuipatofisiologi, gejalaserta diagnosis daripenyakitgastritis,
gastroenteritis, appendiksitis, dan peritonitis
c. Menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang
PatofisiologiSistempencernaan
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu.
a. Untuk memahami tentangpenyakitgastritis, gastroenteritis, appendiksitis, dan
peritonitis
b. Untuk mengetahui danmemahamipatofisiologi, gejalaserta diagnosis
penyakittersebut
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Gastritis

2.1.1 Pengertian

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berartiinfamasi/peradangan.
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung. Gastritis adalah proses infamasi padalapisan
mukosa dan submukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain.
2.1.2 Klasifikasi
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah prose peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan erosi pada bagian superfisial. Biasanya gastritis ini bersifat tiba-tiba. Peradangan
mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan, pada kasusyang lebih parah, terlepasnya
epitel mukosa superfisial ( erosi ). Bentuk erosif yang parah ini merupakan penyebab penting
perdarahan saluran cerna akut.

Gejala klinis : gastritis akut mungkin sama sekali tidak bergejala, dapt menyababkannyeri
epigastrium dengan keparahan bervariasi disertai mual dan muntah, atau bermanifestasi sebagi
hamtemesis, dan pengeluaran darah yang dapat mematikan, bergantung pada keparahan
kelainan anatomik.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis difinisikan sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya menyebabkan
atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Gastritis kronis ditandai dengan atrofi progresif
(penyusutan bertahap) epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung.

Apapun penyebab atau distribusi hihistologi gastritis kronis, peradangan terdiri atas infiltrat
limfosit dan sel plasma, kadang-kadang disertai peradangan neutrofilik di region leher lubang
mukosa. Peradangan mungkin disertai pengurangan kelenjar dengan derajat bervariasi dan
atrofi mukosa. Apabila ada H.pylori ditemukan bersarang didalam lapisan mukosadi atas
epitel mukosa superficial.

Gambaran klinis : gastritis kronis biasanyatiak atau sedikit menimbulkan gejala; dapat timbul
rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah.

2.1.3 Faktor penyebab


1. Pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Produksi hcl yang berlebih oleh sel pa
2. Pertahanan dinding lambung yang lemah.
3. Infeksi helicobacter pylori ( sejenis bakteri yang hidup didalam lambung, dalam jumlah kecil
) ketika asam lambung yang dihasilkan lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung
menjadi lemah, bakteri bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan
makanan yang kurang.

H.pylori adalah bakteri gram-negatif, berbentuk S, berukuran sekitar panjang 2-3 mikron dan
lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau
flagella. Dalam keadaan tidak aktif ia bersarang dan berkembang biak dalam lapisan mucus.
Begitu keadaan memungkinkan untuknya aktif, bakteri dengan gesitnya bergerak.
Bakteri ini memerlukan urea ( hasil penguraian utama dari metabolism protein mamalia) serta
hemin ( pigmen merah dalam darah) untuk berkembang biak. Ternyata hanya sel-sel jaringan
mucus lambun yang dapat menyimpan nutrisi esensial ini. Disitulah bakteri ini mengeluarkan
enzim urease yang dapat menguraikan urea menjadi ammonia dan karbon dioksida. Tentunya
jika tidak dibasmi, akan tumbuh subur dan sambil menggerogoti daerah disekitarnya.
4. Terjadinya iskemia
Akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan dengan
keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa,
yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung.

5. Stress psikologis.
Mekanisme terjadinya ulkus atau luka pada lambung akibat stres adalah melalui penurunan
produksi mukus pada dinding lambung.
2.1.4 Gejala
Gejala gastritis/ maag, antara lain:
1. Tidak nyaman sampai nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas
2. Mual
3. Muntah
4. Nyeri ulu hati
5. Lambung terasa penuh
6. Kembung
7. Bersendawa
Gejala ini bisa menjadi akut, berulang, dan kronis. Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih
dari satu bulan terus menerus.
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme kerusakan mukosa pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara factor-faktor
pencernaan seperti:
1. Asam lambung
2. Pepsin dengan produksi mucus
3. Bikarbonat
4. Aliran darah
a) Factor pertahanan
Ada dua penyebab terbentuknya ulkus; (1) produksi mukus yang terlalu sedikit, atau (2) terlalu banyak
asam yang diproduksi atau dikirimkan ke saluran cerna.

Untuk menangkal iritasi terdapat sistem pertahanan mukosa yang mempertahankan keutuhan dan
memperbaiki mukosa lambung bila timbul kerusakan. Sistem pertahanan tersebut teridiri atas beberapa
faktor:
 Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus
bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan kimia
termasuk ion hydrogen.
 Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi
produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan
antar sel.
 Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis
pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat.
mikrosirkulasi melalui kapiler dipertahankan oleh pembuatan prostaglandin, nitrat oksida, dan
hidrogen sulfid secara terus menerus yang melindungi sel-sel endhotial dari cedera dan
mencegah agregasi platelet dan leukosit.
b) Factor penyerang
Epitel lambung mengalami iritasi terus menerus disebabkan oleh :
 Factor endogen ( HCL/ gasric acid, pesin,garam empedu)
 `Factor ekstrogen ( bakteri , alcohol, obat-obatan)

2.1.6 Diagnosis
Gastritis didiagnosa melalui satu atau lebih test kesehatan sebagai berikut:
 Endoskopi gastrointestinal bagian atas
 Dokter melihat melalui kamera khusus, alatnya diamsukkan melalui mulut sampai
lambung untuk melihat kerusakan lambung dan mengecek ada tidaknya inflamasi.
Selanjutnya melakukan biopsi mengambil sampel untuk di test.
 Jaringan yang diambil akan dikultur dengan cairan tertentu kemudian jika terjadi
perubahan warna menjadi merah maka positif terdapat infeksi bakteri helicobacter
pylori.
 Test darah
 Untuk keperluan dokter guna mengecek sel darh merah pasien apakah menderita
anemia. Anemia dapat sebagai sebab dari adanya perdarahan pada lambung.
 Selain darah, specimen lain seperti urine, ludah, dan limfe dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kadar antibody terhadap bakteri helicobacter pylori. Semakin tinggi
kadar antibody, semakin besar kemungkinan infeksi bakterinya.

2.2. Gastroenteritis
2.1.1 pengertian

Gastroenteritis berasal dari kata ‘gastro’ ( lambung), ‘entero’ ( usus ), dan ‘itis’ (peradangan). Gastroenteritis
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dan atau peradangan pada saluran pencernaan). Gastroenteritis
merupakan peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran
gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen.
Pada gastroenteritis, diare merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi feses yang lebih
cair, feses dengan kandungan air yang banyak, dan feses bisa disertai dengan darah atau lender.

2.2.2 Kalsifikasi

1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak yang sebelumnya sehat dan berlangsung kurang dari dua
minggu. Patogenesis diare akut oleh infeksi, dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan

b) Berkembangbiaknya mikroorganisme tersebut setelah berhasil melewati asam lambung

c) Dibentuknya toksin (endotoksin) oleh mikroorganisme

d) Adanya rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan usus
mengakibatkan terjadinya diare.

2) Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat
badan tidak bertambah selama masa diare. Patogenesis diare kronik lebih rumit karena terdapat beberapa faktor
yang satu sama lain saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Infeksi bakteri, misalnya ETEC (Enterotoxigenic E.coli) yang sudah resisten terhadap obat, dan juga
pertumbuhan bakteri berlipat ganda (over growth) dari bakteri non patogen seperti Pseudomonas, Klebsiella

b) Infeksi parasit, terutama E.histolytica, Giardia lambria, Trichiuris, Candida.

c) Kekurangan kalori protein (KKP), pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa
usus halus, mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya terjadi defisiensi enzim yang dikeluarkan oleh
organ-organ tersebut dan menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dan diserap dengan sempurna. Makanan
yang tidak diserap tersebut akan menyebabkan tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus meningkat dan
terjadi diare osmotik.

d) Gangguan imunologik, defisiensi dari SigA (secretory immunoglobulin A) dan CMI (Cell Mediated Immunity)
akan menyebabkan tubuh tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit dalam usus. Akibatnya bakteri,
virus, dan parasit akan masuk ke dalam usus dan berkembangbiak dengan leluasa sehingga terjadi overgrowth
dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan (Suraatmaja, 2007).

2.2.3 Faktor Penyebab


Ada banyak hal yang dapat menyebabkan gastroenteritis, termasuk bakteri (misalnya Salmonella,
Campylobacter, Shigella, Eschericia coli), virus (misalnya Rotavirus, Norovirus), dan parasit
(misalnya Cryptosporidium, Giardia), dan racun bakteri (misalnya dari bakteri Staphylococcus).

Selain itu, ada pula obat yang menimbulkan diare sebagai efek samping, misalnya digoksin, garam
magnesium, litium, sorbitol, beta blockers, sitostatika, reserpin, kinidin, dan antibiotik berspektrum
luas (ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin). Adakalanya juga akibat
penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan sinar-X (radioterapi). Penyebab diare lainnya dapat
disebutkan seperti alergi makanan/minuman (seperti proein susu sapi dan gluten) serta intoleransi
laktosa karena defisiensi enzim laktase, dan akibat penyakit seperti colitis ulcerosa, Irritable Bowel
Syndrome, kanker colon, dan infeksi HIV.
2.2.4 Gejala Gastroenteritis

Setelah terinfeksi, gejala gastroenteritis akan muncul antara 1-3 hari dan bertahan selama 1-2 hari, tapi bisa juga
hingga 10 hari. Gastroenteritis menyerang bagian usus pada manusia, sehingga gejala yang muncul adalah
berikut ini:

 Sakit dan kram perut.


 Diare berair tapi tidak bercampur darah. Jika diare sudah bercampur darah, infeksi yang terjadi
mungkin berbeda dan lebih parah.
 Mual dan muntah.
 Kehilangan nafsu makan.
 Penurunan berat badan.
 Terkadang muncul demam, sakit kepala, dan sakit otot.

Berikut ini beberapa gejala pada orang dewasa yang cukup parah dan harus segera mendapatkan penanganan
dari dokter.

 Muntah darah.
 Cairan yang diminum tidak bisa ditahan sehingga muntah tiap kali setelah minum.
 Muntah lebih dari 48 jam.
 Demam di atas 40 derajat Celcius.
 Mengalami gejala dehidrasi seperti kurang buang air kecil dan mulut yang kering.
 Buang air besar disertai darah.

Gejala pada bayi dan anak-anak yang harus diwaspadai dan harus secepatnya mendapatkan penanganan dokter
adalah:

 Terlihat lesu.
 Diare disertai darah.
 Demam tinggi.
 Merasa sangat kesakitan atau tidak nyaman.
 Mengalami dehidrasi. Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun drastis, menangis tanpa air
mata dan mulut yang kering.

2.2.5 Patofisisologi

Mukosa usus kecil terdiri dari susunan vili panjang yang diselingi oleh kripta di dekat pangkalan
mereka. vili dan kripta tertutupi oleh selapis sel epitel. Vili sangat berdiferensiasi untuk keperluan
penyerapan (terutama di ujung vili) dan kripta yang tidak berdiferensiasi dan bertindak sebagai
reservoir untuk proliferasi dan diferensiasi ke dalam sel serap. Kripta-kripta mensekresikan klorida dan
imunoglobulin ke dalam lumen usus.

Beberapa virus menginfeksi enterosit( sel yang berperan dalam proses penyerapan air dan nutrisi pada
usus) matang di epitel vili tengah atau atas dari usus kecil (rotavirus, adenovirus, astrovirus) virus lain
menginfeksi sel kripta seperti parvovirus dan torovirus. Terutama usus kecil proksimal terinfeksi.
setelah replikasi virus, sel epitel menjadi nekrotik dan dihilangkan, menyebabkan hilangnya enzim
yang memecah karbohidrat dan protein (laktase, peptidase) dan malabsorpsi primer. ini juga mengarah
pada atrofi vili, diikuti oleh hiperplasia sel kriptus reaktif dengan peningkatan jumlah mitosis pada
enteroblas, infiltrasi seluler submukosa dan hipersekresi yang menambah keparahan diare. pemulihan
dari hilangnya vili relatif cepat (7-10 hari).

Pada tahap awal diare, iskemia ditandai diamati di vili, sebelum kematian enterosit dan menunjukkan
bahwa perubahan yang diamati adalah hasil dari respon sistemik lokal yang dipicu oleh infeksi
enterosit dan bahwa diare bukan hanya akibat dari gangguan fungsi enterocyte.

2.2.5 Diagnosa

Hal utama dalam diagnosis gastroenteritis adalah penilaian diare dan status dehidrasi pasien diikuti dengan
pemeriksaan penunjang, khususnya pemeriksaan feses untuk menentukan penyebab secara definit.

Anamnesis
Pasien bayi dan anak yang datang dengan keluhan gastroenteritis harus dievaluasi onset, frekuensi, kuantitas,
dan lamanya diare/muntah. Gambaran diare dan atau muntahnya juga ditanyakan, meliputi apakah ada darah,
cairan empedu, atau mukus.

Pasien perlu ditanyakan lama sakitnya, apakah ada nyeri perut dan demam, adanya kondisi defisiensi/supresi
imunitas tubuh, serta komorbiditas penyakit dan malnutrisi.

Hal lain yang perlu ditanyakan terkait riwayat pasien adalah riwayat penyakit kronis, riwayat penggunaan
antibiotika dalam waktu dekat, status vaksinasi rotavirus, dan penggunaan obat-obatan.

Gastroenteritis Virus

Tergantung kepada penyebabnya, gejala pasien dapat berbeda-beda. Gastroenteritis virus dapat asimtomatik,
dan biasanya self-limitingdisease. Umumnya gejala yang muncul adalah diare dan muntah. Gejala dan tanda
klinis lain yang dapat mengiringi adalah demam, nyeri abdomen, anoreksia, dan pada anak akan rewel dan
cengeng.

Gastroenteritis Bakteri
Gejala yang umum pada gastroenteritis bakteri adalah demam tinggi, diare berdarah, dapat bermukus dengan
frekuensi >6 per hari, serta nyeri abdomen yang berat.

Khusus pada Kolera akan terjadi serangan diare yang seperti air cucian beras (ricewaterydiarrhea) yang banyak
dan sering
Penderita kolera juga akan mengalami muntah mendadak secara terus-menerus mengakibatkan penderita cepat
jatuh ke dalam dehidrasi. Serangan kolera biasanya terjadi sebagai epidemik, melibatkan anak-anak dan orang
dewasa.

Infeksi Clostridiumdifficile akan menimbulkan gejala berupa demam, diare intensitas tinggi disertai adanya
darah dan mukus, serta kram perut.

Infeksi Pseudomembranouscolitis akan menimbulkan gejala berupa demam, dan kram perut.

Gastroenteritis Fungal

Pada infeksi akibat jamur, akan ditemukan diare bermukus dan berdarah [14]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada gastroenteritis dimulai dari pengukuran berat badan sewaktu pasien datang, yang akan
dibandingkan dengan berat badan sebelum sakit. Dilanjutkan dengan palpasi abdomen dimana dapat dirasakan
nyeri ringan saja. Nyeri pada perabaan abdomen dapat juga terjadi, dan lebih sering pada infeksi bakteri atau
kedaruratan abdomen.

Hal lain yang penting untuk dilakukan pada pemeriksaan fisik adalah penilaian terhadap status dehidrasi untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Tanda adanya dehidrasi dapat dibagi menjadi dua, taitu tanda utama dan
tanda tambahan. Tanda utama adalah penurunan kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit melambat. Tanda
tambahan adalah ubun-ubun besar cekung, mata cowong, air mata kurang, serta mukosa mulut dan bibir kering.

Dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Minimal, atau tidak ada dehidrasi, defisit cairan <5% dari berat badan, atau <50mL/kgBB. Seseorang
diklasifikasikan dalam status dehidrasi ini apabila tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan.
2. Ringan-sedang, defisit cairan 5%-10% dari berat badan, atau 50-100 mL/kgBB. Seseorang
diklasifikasikan dalam status dehidrasi ini apabila ditemukan 2 tanda utama disertai 2 atau lebih tanda
tambahan, namun masih tidak memiliki tanda kegagalan sirkulasi. Misalnya : keadaan umum sedikit
gelisah atau cengeng, ubun-ubun besar dan mata sedikit cekung, turgor sedikit melambat, namun akral
hangat dan waktu pengisian kapiler normal.
3. Dehidrasi berat, defisit cairan >10% dari berat badan, atau >100 mL/kgBB. Seseorang diklasifikasikan
dalam status dehidrasi ini apabila ditemukan 2 tanda utama disertai 2 tanda tambahan dengan
intensitas yang lebih berat daripada tanda pada derajat ringan-sedang, dan juga sudah muncul tanda
kegagalan sirkulasi. Misalnya : kesadaran mulai menurun, ubun-ubun besar dan mata sangat cekung,
tidak ada air mata, mukosa mulut kering, turgor sangat kurang, dan akral dingin serta waktu pengisian
kapiler melambat.[15-17]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gastroenteritis dapat dibuat berdasarkan diagnosis banding organisme kausalnya
(gastroenteritis viral, bakterial, ataupun fungal), dan juga bisa dibuat berdasarkan diagnosis banding derajat
dehidrasinya.

Selain daripada itu, diagnosis banding gastroenteritis juga bisa dibuat berdasarkan penyakit yang mendasari
ataupun penyakit lain dengan tanda dan gejala yang mirip, misalnya apendisitis, ketoasidosis diabetik,
pielonefritis, intususepsi, keracunan zat-zat eksternal, gangguan malabsorpsi, intoleransi laktosa, dan penyakit
Crohn.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gastroenteritis ditujukan untuk mengetahui organisme kausal, dan menyingkirkan
diagnosis banding. Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, feses, maupun CT scan apabila
diperlukan.

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pada pemeriksaan darah, dapat diperiksa kadar elektrolit karena dapat terjadi hipernatremia maupun
hiponatermia pada keadaan dehidrasi, terutama pada bayi dan anak. Pemeriksaan kadar gula darah juga dapat
dilakukan karena dehidrasi pada bayi dan anak meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Selain itu,
hipoalbuminemia dapat terjadi pada infeksi Pseudomembranouscolitis.

Pada keadaan yang berat, dapat terjadi asidosis metabolik, sehingga analisis gas darah sebaiknya dilakukan pada
keadaan ini. Seorang dikatakan mengalami asidosis metabolik jika serum bikarbonat ≤16 mmol/L dan pada
kapnografi didapatkan end-Tidal CO2 ≤31 mmHg. [5,18] Apabila dehidrasi sangat berat, dapat terjadi gagal
ginjal akut, sehingga fungsi ginjal sebaiknya diperiksa, yaitu menggunakan pengukuran kadar serum ureum dan
kreatinin. [19]

Pemeriksaan Laboratorium Feses

Pemeriksaan sampel feses cukup andal dalam menentukan etiologi yang definitif. Pada
infeksi Entamoebahistolytica dapat ditemukan tropozoit dan sel-sel darah merah. Pada
infeksi Clostridiumdifficiledapat ditemukan leukosit fekal>5/lapang pandangan, dan tampak basil gram positif
dengan spora-spora oval subterminal. Pada Pseudomembranouscolitis bisa ditemukan fekal lekosit. [5]

CT Scan

CT Scan pada gastroenteritis jarang diperlukan. CT scan dapat dilakukan pada kasus dimana nyeri abdomen
sangat berat, dan dicurigai adanya perforasi, obstruksi usus, ataupun megakolon toksik. CT scan abdomen pada
pasien dengan gastroenteritis akan menunjukkan penebalan dinding usus yang abnormal yaitu > 3mm dan
pertumbuhan lapisan mukosa.
2.3 Appendiksitis

2.3.1 Pengertian

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada
anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis dapat
mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah.
Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi.
Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih
baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki
angka morbiditas yang signifikan.

2.3.2 Penyebab/Faktor Predisposisi


Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
2.3.3 Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
2.3.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

2.3.5 GejalaApendisitis

Ada beberapagejalaapendisitisklasik yang muncul, meliputi:

 Nyeridekatpusaratauperutbagianatas yang
menjadisemakintajamketikabergerakkeperutkananbawah.
Inibiasanyamerupakantandapertama.
 Kehilanganseleramakan
 Mualataumuntahsegerasetelahsakitperutdimulai
 Pembengkakanperut
 Demam
 Ketidakmampuanuntukkentut (flatus)

Selainituseiringberjalannyawaktu, gejalaapendisitislainnyadariususbuntumuncul, meliputi:

 Nyeritajam di manasaja, diantaranya di perutbagianatasataubawah, punggung,


ataurektum
 Nyeriketikabuang air kecil
 Muntah yang mendahuluinyeriperut
 Kramparah
 Sembelitataubahkandiare

Jikamemilikisalahsatugejalaapendisitis yang disebutkan di atas, segeracaribantuanmedis,


karena diagnosis danpengobatansangatpenting.Janganmakan, minum,
ataumenggunakanobatnyeri, antasida, obatpencahar, ataubantalanpemanas, yang
dapatmenyebabkanapendiksmeradangdanpecah.

2.3.6 Diagnosis
 Demamumumnyatidakada. Bilaada, makasakitperutakantimbullebihdahulu.
Jikadijumpaidemampadakasusapendisitis,
pikirkankemungkinanterjadinyaperforasiapendisitis.
 Awalnyaberupanyeriperiumbilikal, namuntemuanklinis yang paling pentingadalah
rasa nyeri yang terus-meneruspadakuadranbagianbawahsebelahkanan.
 Dapatdisalahartikaninfeksisalurankemih, batuginjal, masalahovarium, adenitis
mesenterik, ileitis. Bedakandengan DBD.
 Leukositosis.

2.3.7 Pemeriksaan Fisik


Pasien yang kesakitan biasanya menunjukkan sikap berbaring dengan memfleksikan pinggul
dan menekukkan lutut ke arah perut, untuk mengurangi rasa sakitnya. Pada area McBurney
akan ditemukan nyeri tekan. Psoas sign dan obturator sign dapat ditemukan positif. Pada
pemeriksaan rektal, intensitas nyeri makin tinggi.
2.3.8 Pemeriksaan Penunjang
a.Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat
4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b.Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-
97%.
c.Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d.Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
e.Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f.Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema
dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g.Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan.

2.3.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna
untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan
adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

2.4 Peritonitis
2.4.1 Pengertian
Peradangan peritonium (membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan
menutupi visera abdomen) merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran
infeksi dari organ abdomen (mis., apendititis,salpingitis), perforasi saluran cerna,
atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura apendiks) yang mencakup
Eschericia coli atau Bacteroides, sedangkan stafilokokus dan streptokokus
seringkali masuk dari luar.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat


fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (Abses) diantara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis gebneralisata.
Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik bekurang sampai
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

2.4.2 Klasifikasi dan Penyebab

Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi :


a. Penyebab primer (peritonitis spontan)
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di
perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
 Spesifik : misalnya Tuberculosis
 Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Penyebab sekunder (Peritonitis berkaitan dengan proses patologis pada organ
visceral)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi,
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung
penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
c. Penyebab tersier (peritonitis infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat).
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan
berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses
atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering ada
pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang
imunokompromais.
d. Bentuk lain dari peritonitis :
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis

2.4.3 Gejala
Gejala yang terjadi pada penderita Peritonitis :
1) Demam.
2) Nyeri perut yang semakin terasa jika bergerak atau disentuh.
3) Perut kembung.
4) Mual dan muntah.
5) Nafsu makan menurun.
6) Diare.
7) Konstipasi dan tidak bisa buang gas.
8) Lemas.
9) Jantung berdebar.
10) Terus-menerus merasa haus.
11) Tidak mengeluarkan urine atau jumlah urine lebih sedikit.

2.4.5 Patofisiologi
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong
nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sehingga menimbulkan obstruksi usus.
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis
lokal dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme
pertahanan tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus.
Pada peritonitis yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian
menjadi peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal
dan lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan ini menyebabkan
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh
darah.
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan

Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan. Beberapa
penyakit pada organ pencernaan manusia adalah gastritis, gastroenteritis, apendiksitis,
peritonitis. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung. Gastritis adalah proses
infamasi padalapisan mukosa dan submukosa lambung yang berkembang bila mekanisme
protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastroenteritis adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi dan atau peradangan pada saluran pencernaan.
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Peritonitis adalah
peradangan peritonium (membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera
abdomen)
Masing –masing penyakit gangguan pencernan tersebut memiliki gejala,patofisiologi yang
berbeda maka diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang tepat untuk setiap gangguan
pencernaan.Penyakit pencernaaa bervariasi dari penyakit ringan hingga berat yang dapat
menyebabkan kematian. Namun, walaupun terkadang terasa ringan penyakit system
pencernaan ini dpat mengakibatkan dampak buruk bahkan fatal apabila dibiarkan tanpa
penanganan yang intensif.
DAFTAR PUSTAKA

Jahja, Riawati. 2018. Diagnosis Appendicitis. Diaksesdari


:https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/apendisitis/diagnosis (09Maret 2019)

Warsinggih. 2016. AppendisitisAkut. Diaksesdari:https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-


content/uploads/2016/10/APPENDISITIS-AKUT.pdf (09Maret 2019)

Misnadiarly. 2016. Mengenal Penyakit Orgaan Cerna: Gastritis ( Dyspepsia atau Maag ). Jakarta :
Yayasan Pustaka Obor

http://eprints.ums.ac.id/28145/4/04._BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai