Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DENGAN KRISIS TIROID

Disusun oleh :
1. Emi Kurniawati (1603027)
2. Hendri Dwi Kurniawan (1603033)
3. Elvira Sandra (1603091)
4. Umi Laelatul F (1603077)

Kelompok : 11

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA


PRODI SI KEPERAWATAN
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan
sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan
gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa
kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan,
terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis (Djokomoeljanto,
2009).
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh
terhadap tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien dengan
tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh
tindakan , infeksi, atau trauma (Ganong, 2008).
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat
berakibat fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini
dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya (Depkes, 2009).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis
dengan sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia,
takikardia dan kadang-kadang vomitus yang terus menerus (Djokomoeljanto,
2007).
2. Penyebab
Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves
(goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat
merupakan komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi
kelenjar tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat
terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi terapi
lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi
pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
3. Tanda dan Gejala
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh
lebih berat.
a. Demam > 370 C
b. Takikardi > 130 x/menit
c. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
d. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma
4. Patofisiologi / Pathways
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar
hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis
tanpa komplikasi, yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan
peningkatan hormon tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut.
Perubahan yang mendadak dan kadar hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar
protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca bedah atau penyakit nontiroid
sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan produksi penghambat
ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah pelepasan
hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah pemberian
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon tiroid.
Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon
tiroid. Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3
dan T4 sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf
adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat
adrenergik memberikan respons yang dramatik pada krisis tiroid.
Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi, pembedahan
(tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang mengandung
yodium, penghentian obat antitiroid, amiodaron, minum hormon tiroid,
ketoasidosis diabetik, gagal jantung kongestif, hipoglikemia, toksemia
gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral vascular accident,
infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang berlebihan.
5. Penatalaksanaan Medis
a. Menghambat Sintesis Hormon Tiroid
 Koreksi Hipertiroidisme
Obat yang dipilih adalah metimasol. Metimasol diberikan dengan dosis 20
mg tiap 4 jam (dosis total 120 mg/hari), bisa diberikan dengan atau tanpa
dosis awal 60-100 mg
b. Menghambat Sekresi Hormon Yang telah Terbentu
Obat pilihan adalah larutan kalium yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
setiap 6 jam atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c. Menghambat Konversi T4 menjadi T3 di perifer, termasuk: PTU, Ipodate atau
Ioponoat, penyekat (propanolol), kortikosteroid.
d. Menurunkan Kadar Hormon Secara Langsung.
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
e. Terapi Definitif.
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
f. Menormalkan Dekompensasi Hemeostasis
 Terapi Suportif
1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
2) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
3) Multivitamin, terutama vitamin B
4) Obat aritmia, gagal jantung kongestif
5) Lakukan pantauan invasif bila diperlukan – Suplemen Oksigen
6) Obati hipertermia (asetaminofen, kompres dingin).
7) Glukokortikoid (hidrokortison 100 mg setiap 8 jam atau deksametason
2 mg setiap 6 jam)
8) Sedasi jika perlu
9) Obat Antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah: penyekat B, reserpin, dan guanetidin.
Reserpin dan guanetidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan
penyekat B. Penyekat B yang paling banyak dipakai adalah propanolol.
Dosis propanolol adalah 20-40 mg po atau 1-5 mg iv setiap 6 jam, bila
diperlukan dapat dinaikkan sampai 240-480 mg/ hari/po. Pada
penderita dengan kontraindikasi terhadap penyekat B, dapat diberikan
guanetidin dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dosis terbagi atau reserpin 2.5-
5 mg setiap 4-6 jam.
g. Terapi Untuk Faktor Pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto
dada.Walaupun telah dilakukan pengenalan dan pengobatan dini
hipertiroidisme, krisis tiroid masih merupakan kegawatan medik yang dapat
mengancam jiwa. Pengenalan segera dan pengobatan agresif dengan
pendekatan menyeluruh akan membantu memperbaiki dekompensasi
hemeostasis yang merupakan masalah besar pada krisis tiroid. Diperlukan
penelitian lanjutan untuk memahami kerja hormon tiroid pada tingkat sel,
yang mungkin menambah modalitas pengobatan yang lebih efektif di masa
mendatang.
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Kasus Triage
Seorang perempuan berusia 49 tahun dibawa ke IGD karena mengalami
penurunan tingkat kesadaran. Hasil pengkajian didapatkan data nadi 150 x/menit,
tekanan darah 130/70 mmHg. EKG sinus takhikardi, CRT <3 detik, suhu tubuh
390C, RR 30 x/menit, palpitasi, ada retraksi dinding dada, terlihat tremor,
peristaltic usus 35 x/menit. Pasien membuka mata dengan rangsang suara, dan
menarik tangan yang diberi rangsang nyeri, serta mengeluarkan suara yang tidak
jelas. Pasien mempunyai riwayat tiroiditis. Pemeriksaan fisik didapatkan ada
peningkatan ukuran kelenjar tiroid. Pasien mengeluarkan keringat berlebih,
exoptalmus, Beberapa saat di IGD pasien kejang selama 3 menit.
2. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
Airways :
Tidak ada muntahan, tidak memakai gigi palsu, tidak menggunakan alat bantu
pernapasan, klien tidak sianosis
Breathing :
Didapatkan data RR 30x/menit, ada retraksi dinding dada, serta mengeluarkan
suara ronki
Circulation :
Nadi 150 x/menit, tekanan darah 130/70 mmHg. EKG sinus takhikardi,
CRT <3 detik, suhu tubuh 39 0C.
Disability :
Pasien membuka mata dengan rangsang suara, dan menarik tangan yang diberi
rangsang nyeri. GCS: E:3 M:4
Exposure :
Terjadi mekanisme yang mengancam jiwa
b. Pengkajian Sekunder
A : Alergi
Tidak ada alergi obat-obatan, plester dan makanan
M : Medikasi atau obat-obatan
Klien tidak mengkonsumsi atau menyalahgunakan obat-obatan
sebelumnya
P: Pertinent Medicial History (riwayat medis klien)
Pasien mempunyai riwayat tiroiditis
L: Last Meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi)
Klien tidak mengkonsumsi obat atau makanan beberapa jam yang lalu
sebelum kejadian
E : Events (hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera)
Pemeriksaan fisik didapatkan ada peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
Pasien mengeluarkan keringat berlebih, exoptalmus, beberapa saat di IGD
pasien kejang selama 3 menit
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala : Simetris tidak ada ketombe, tidak ada perdarahan, tidak ada nyeri
tekan
2) Mata : Pasien membuka mata dengan rangsang suara
3) Hidung : Tidak ada lesi pada bagian luar dan dalam, tidak ada nyeri tekan
pada sinus
4) Mulut dan tenggorokan : Mengeluarkan suara yang tidak jelas
5) Telinga : Tidak ada tumor pada daun telinga, tidak ada nyeri tekan
6) Leher : Peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7) Dada
a) Thorak :
I : Ada retraksi dinding dada
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa
P : Batas paru normal
A : Suara nafas tambahan ronki
b) Jantung
I : Bentuk simetris , tidak terdapat luka
P : RR 30 x/menit
P : Pekak
A : Bunyi jantung terdengar LUB DUB
c) Abdomen
I : Simetris, tidak tampak benjolan
A : Peristaltic usus 35 x/menit
P : Terdapat nyeri tekan
P : Tidak terjadi pembesaran limfe, hati, dan ginjal
8) Genetalia : Genetalia luar tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan dan massa
9) Integument : Pasien mengeluarkan keringat berlebih, kulit teraba hangat
10) Ekstremitas
Pemeriksaan kekuatan otot : Menarik tangan yang diberi rangsang nyeri
d. Diagnosa Keperawatan
No Data Etiologi Problem
1. DO : - Pola nafas tidak Hiperventilasi
DS : efektif
Hasil pemeriksaan TTV nadi
150 x/menit, tekanan darah
130/70 mmHg, EKG sinus
takhikardi, RR 30 x/menit,
palpitasi, ada retraksi dinding
dada, terlihat tremor,
mengeluarkan suara yang tidak
jelas
2. DO : - Hipertermia Penyakit/ trauma
DS :
Hasil pemeriksaan TTV
didapatkan hasil suhu tubuh
390C, mengeluarkan keringan
berlebih, pemeriksaan fisik
didapatkan ada peningkatan
ukuran kelenjar tiroid, IGD
pasien kejang selama 3 menit

e. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC: Manajemen Pola
tidak efektif keperawatan masalah pola Nafas
b.d. nafas tidak efektif dapat a. Posisikan klien untuk
hiperventilasi teratasi dengan kriteria memaksimalkan
hasil: ventilasi
a. Mendemonstrasikan b. Lakukan fisioterapi dada
batuk efektif dan suara jika perlu
nafas yang bersih, c. Auskultasi suara nafas,
tidak ada sianosis dan catat adanya suara
dyspneu tambahan
b. Menunjukkan jalan d. Monitor respirasi dan
nafas yang paten (klien status O2
tidak merasa tercekik, e. Pertahankan jalan nafas
irama nafas, frekuensi yang paten
pernapasan dalam f. Monitor TTV
rentan normal, tidak g. Informasikan pada klien
ada suara nafas dan keluarga tentang
abnormal) teknik rileksasi untuk
c. TTV dalam rentan memperbaiki pola nafas
normal
2 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan NIC 1 : Manajemen
b.d. penyakit keperawatan masalah pola Lingkungan
hipertermi dapat teratasi a. Ciptakan lingkungan
dengan kriteria hasil: yang aman bagi klien
NOC 1 : Termoregulasi b. Identifikasi kebutuhan
a. Suhu normal 36- keselamatan klien
37,5°C berdasarkan fungsi fisik,
b. Nadi dan RR dalam kognitif serta riwayat
rentan normal perilaku masalalu
c. Akral hangat
NIC 2 : Manajemen
Kejang
a. Pertahankan jalan nafas
b. Berikan oksigen dengan
benar
c. Monitor status
neurologis
d. Monitor tanda-tanda
vital
e. Catat lama kejang
f. Evaluasi
No Diagnosa Respon TTD
Keperawatan
1 Dx.I a. TTV dalam rentan normal
b. Tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
c. Tidak ada suara nafas tambahan
2 Dx.II a. TTV dalam rentan normal
b. Akral hangat
c. Tidak terjadi kejang
Daftar Pustaka

Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2013). Nursing International

Clasification (NIC). Jakarta: CV. Mocomedia.

D. R. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Republik Indonesia.

Djokomoeljanto. (2007). Buku Ajar Tiroidoligi Klinik. Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.

Djokomoeljanto, R. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna

Publishing.

Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Heather, H. T. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.

Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Elizabeth, S. (2013). Nursing Outcomes

Clasification (NOC). Jakarta: CV. Mocomedia.

Anda mungkin juga menyukai