Anda di halaman 1dari 27

REFLEKSI KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun Oleh :

Adelia Novia Sani


42170201

Dosen Pembimbing:
dr. Hariatmoko, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
DATA PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. EH
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No. RM : 01-14-60-xx
Alamat : Sedayu, Bantul

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Perut terasa nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD Bethesda pada tanggal 22
Juni 2019 dengan keluhan perut terasa nyeri dan
tidak bisa BAB. Keluhan dirasakan sudah sejak 3
hari yang lalu. Hari ini pasien mengeluhkan tidak
bisa kentut sejak pagi dan keluar keringat dingin.
Pasien mengatakan perut terasa kembung. Pasien
juga merasakan mual-mual namun tidak muntah.
Nafsu makan menurun. Pusing disangkal, dan tiak
ada keluhan dalam BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan serupa (-) DM (-) HT (-) Peny. Jantung
(+) Alergi (-) Trauma (-) Asma (-), Vertigo (-),
Riwayat Tumor (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : DM (-) HT (-) Peny. Jantung (-) Alergi (-) Stroke
(-)
Riwayat Penggunaan Obat : obat jantung

C. PEMERIKSAAN FISIK
 KU : tampak sakit
 Kesadaran : Compos Mentis / GCS : E4 V5 M6
 Tekanan Darah : 90/60mmHg
 Suhu : 36.1 ºC
 Nafas : 24x / menit
 Nadi : 90x / menit
 Skala Nyeri :5-6

STATUS LOKALIS
 Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pupil
isokor, pulsasi a. temporalis (-), otorrhea (-), NGT (-)
 Leher : JVP dalam batas normal, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), nyeri tekan (-)
 Thorax :
Paru – paru
Inspeksi : Simetris dekstra et sinistra, jejas (-), retraksi dinding dada (-),
menggunakan otot bantu napas (-)
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fremitus +/+, pengembangan dada normal
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi basah halus (-/-).
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat pada dinding dada
Palpasi : Iktus cordis di SIC VI linea aksilla anterior sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung atas SIC II linea midclavicularis sinistra
Batas kiri jantung bawah SIC VI linea aksilla anterior sinistra
Batas kanan jantung  SIC II-IV linea parasternalis dekstra
Auskultasi: S1 terdengar tunggal, intensitas keras sama seperti S2.
Suara tambahan : S3 (-), S4 (-), bising jantung (-)

 Abdomen :
Inspeksi : distensi (+), tidak tampak penonjolan organ atau masa
abnormal, acites (-)
Auskultasi : suara peristaltic usus (+) menurun 8x/menit, bising usus
(+)
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : nyeri tekan (+), asites (-)
 Ekstremitas
Inspeksi : jejas (-), deformitas (-)
Palpasi : Akral hangat, CRT < 2 detik,edema ekstremitas (-/-)
 Rectal Touche
Feses teraba keras(+), ampula recti tidak colaps, tonus otot baik

D. DIAGNOSIS BANDING
- Ileus Obstruktif
- Ileus Paralitik
- Peritonitis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Hasil
Hb 10,7
Hct 32,5
AL 35,09
AE 5,04
AT 279.060
Neutrofil segmen 91,5
Limfosit 4,5
Monosit 3,6
Ureum 52,4
Kreatinin 2,41
Natrium 137,5
Kalium 4,10
GDS 109,6

2. Urinalisis
Pemerikasaan Hasil
Warna Kuning keruh
Berat Jenis >= 1.030
pH 5.5
Glukosa Negatif
Protein 1 + ( 30 ) mg/dl
Sedimen
Leukosit pucat 1 + ( <4 sel /LPB )
Sel Gliter Negatif
Leukosit gelap 1 + ( <4 sel /LPB )
Eritrosit 4 + ( 30 sel -1/2 LPB )
Epitel 1 + ( <4 sel /LPB )
Ca Oxalat Negatif
Asam urat Negatif
Triple fosfate Negatif
Bacteria Negatif
Jamur Negatif
Sil. Hyalin Negatif
Sil. Granula 2+ (2 – 10 / LPK)
Sil. Epitel Negatif
Sil. Eritrosit Negatif
Sil. Leukosit Negatif
Lain-lain Negatif

3. Rontgen Thorax

Foto thorax proyeksi AP, posisi supine, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup
Hasil Pemeriksaan
 Tampak corakan bronkovaskuler pulmo bilateral meningkat dan kasar
 Tampak ruang pleura bilateral tak melebar
 Tampak hemidiafragma bilateral licin dan tidak mendatar
 Cor, CTR < 0,56
 Tampak sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan : Peningkatan corakan bronkovaskuler pulmo, tak tampak posisi
spesifik, batas COR normal.

4. USG Abdomen

Hasil pemeriksaan
 Hepar : kontur normal, lancip, ekostruktur normal, homogen, AP =
14,53 cm, vena porta dan hepatika dalam batas normal, tak tervisualisasi
nodul kistik / solid/ Tidak nyeri tekan ekoik
 Pancreas : kontur sukar divisualisasi dan vesica fellea : kontur noermal
reguler, intra lumen bersih
 Lien : dengan kontur dan ekostruktur normal
 Konur renal kanan terukur : normal. Kontur renal kiri terukur 10,18 x
4,64 cm. Capsul reguler, sinus renalis tidak split. Elo cortex dan medula
dalam batas normal
 Vesica urinaria : dengan urin minimal terpasang balon foley kateter.
Kontur dan ekoprostat dalam batas normal
 Eksplorasi abdomen : tampak distensi intestinal dengan coiled spring
appearance dan fluid level, juga distensi colon. Nyeri tekan abdomen
tengah, sub epigastrium dan flank abd kiri bawah ? tampak lesi anekoik
intra cav. Peritoneii minimal juga lesi anekoik intra cav. Pleura bilateral
minimal
Kesan : suspek ileus letak tengah dengan acites minimal dan tampak pleural
effusi minimal bilateral.
5. Abdomen 3 Posisi

Posisi supine, semi erek, LLD


Hasil pemeriksaan:
 Tak tampak distensi cavum abdomen
 Tampak preperitoneal fat line dextra mengabur
 Tampak psoas line bilateral samar
 Tampak renal outline bilateral samar
 Tak tampak opasitas pada proyeksi traktur urinarius
 Tak tampak dialtasi sebagian usus halus dengan udara usus besar
tampak minimal
 Tampak gambaran coli spring dengan air fluid level pendek
 Tak tampak gambaran udara bebas infradiafragma pada posisi semi erek
maupun udara bebas di lokasi teratas pada posisi LLD
 Tampak sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan : dilatasi sebagian sistema usus halus dengan tanda air fluid level
pendek-pendek dan colied spring mengarah kegambaran ileus letak tinggi
disertai dengan sugestif peritonitis. Tak tampak tanda pneumoperitoneum.

6. Colon in Loop

Telah dilakukan pemeriksaan water soluble enema melalui balon kateter pada
rectum pada pasien tersebut diatas dengan hasil sebagai berikut:
 Pada BNO : tak tampak gambaran pneumo peritoneum dan tampak
fokal ileus
 Pada pemberian kontras per rectal ( single kontras ) tmapak passase
kontras yang lancar di recto colon sampai dengan colon ascendens dan
caecum. Tampak filling defek di daerah caecum
 Pada double kontras : tampak menetap
Kesan : tampak intralumier proses di darah caecum ec colitis DD massa
F. DIAGNOSIS KERJA
- Ileus Obstruktif

G. TATALAKSANA
- Inj. Ketorolac 30 mg
- Inj. Pantoprazol 40 mg
- Inj. Ceftriaxone 1 gr
- Inj. Ceftum 1 gr

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum
dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas
Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke
retroperitoneal melalui mesenterium. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini
sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum
di katup ileosekal.
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat
secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon.
Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada
bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian
proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding
yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih
panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel
limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches.
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri
atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di
dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot
muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk
semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid
sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada
epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel
goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak
memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal
terletak lebih dalam daripada usus halus.

B. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama
oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan
perlindungan terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzi-enzim.
Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur makanan
dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah
pencernaan.Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan
melemas, dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang
berosilasi ini mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang
disekresikan ke dalam lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan
absorptif mukosa usus halus. Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus
halus, yang menghasilkan BER (basic electric rythm) Kecepatan segmentasi di
duodenum adalah dua belas kali per menit, dan di ileum terminal hanya sembilan
kali per menit. Gerakan peristaltik ini mendorong kimus ke arah kolon.
Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak
mengandung eenzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis
oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel.
Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum
masuk ke dalam darah.
Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena tidak
larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi yang
memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar garam
empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk membantu
pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan masuk
kembali ke hati.
Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak
tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus
dan mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang teredia untuk menyimpan
enzim enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini
diganti setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan
fungsional.
Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan getah
pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H2O dan zat zat terlarut
termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang
tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang
berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi
lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B12 dn
garam emepedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi kusus hannya
terdapat pada daerah ini.
Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup
ileosekum yang dikelilingi oeh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi
sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini
mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan
nutrien. Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin
yang disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka
dan memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.
Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak
dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa cairan.
Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian memekatkan dan
menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi dari tubuh sebagai
feses.
Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk isi
kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit.
Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan
motilitas pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut
mass movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini
terjadi akibat refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf
otonom ekstrinsik. Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu
refleks defekasi. Refleks ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas
dan rektum serta sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan
secara sengaja dihentikan dengan kontraksi sfingter anus eksternus.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS

A. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakakan. Gangguan pasase
usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus mekanik atau
oleh gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.
Ileus mekanik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus, yaitu
oleh karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus terhalang dan
tertimbun dibagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal
tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus
maupun usus besar.
Ileus paralitik disebut juga adinamik ileus, adalah keadaan dimana usus gagal
atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya.

B. Klasifikasi
a. Ileus mekanik
- Berdasarkan lokasi obstruksi
 Letak tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak tengah : Ileum Terminal
 Letak rendah : Colon-Sigmoid-rectum
- Berdasarkan sifat sumbatan
 Partial obstruction : terjadi sumbatan sebagian lumen.
 Simple obstruction : terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan
oleh tumor atau askaris.
 Strangulated obstruction : terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus.
- Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset) :
 Akut : dalam hitungan jam
 Kronik : dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut

b. Ileus neurogenic
- Adinamik/ileus paralitik : ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,
peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
- Dinamik/ileus spastika : ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan,
histeri, neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf
parasimpatik di tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dinama
normalnya bergantian yang berakibat spasme dan makanan tidak bisa
menuju distal.

C. Etiologi

Ekstramural Intramural Intraluminar


Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn Benda asing
Neoplasma Kongenital (volvulus) Impaksi fekal
Abses, hematoma Striktur
Volvulus Ileus paralitik
Tabel 1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh :


- Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstuktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intrabdominal. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif didalam masa anak-anak.
- Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan
mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
- Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
- Askariasis. Cacing askariasis hidup diusus halus bagian jejunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi diberbagai
bagian diusus halus, tetapi biasanya ileum terminal yang merupakan tempat
lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan
padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat permberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing
beresiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
- Penekanan ekternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, dan
penumpukan cairan.
- Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karana striktur yang kronik.
- Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab osbtruksi usus besar.
- Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit diusus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
- Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
Ileus paralitik dapat disebabkan oleh :
- Trauma abdomen
- Pembedahan abdomen (laparotomy) dan saluran cerna
- Serum elektrolit abnormal (hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia,
hipermagnesemia)
- Infeksi, inflamsi
 Intrathorak (pneumonia)
 Intrapelvic (penyakit radang panggul)
 Rongga perut (peritonitis,appedicitis, diverticulitis, nefrolitiasis,
kolesistitis, pankreatitis, perforasi ulkus duodenus)
- Iskemia usus (mesenterika emboli, trombosis iskemia)
- Atoni usus dan perenggangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi
traumatik (fraktur costae, fraktur tulang belakang, trauma medulla spinalis)
- Obat-obatan (narkotika, fenotiazin, diltiazem atau verapamil, clozapine, obat
antikolinergik)

D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan pada bagian
proksimal tempat pemyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan
demikian akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan
distensi usus sebelah proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat,
kemampuan absorbsi usus pun menurun, sehingga terjadi kehilangan volume
sistemik yang besar dan progresif. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya syok
hipovolemik.
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi
peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak
berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama statis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi
bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya
translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal
perengangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi
pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah
sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus
dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi
sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi
endema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa
serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi,
peritonitis dan kematian.

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi, bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. Pada
ileus paralitik gejala yang mungkin tampak seperti perut kembung tidak disertai
kolik abdomen, anorexia, mual, obstipasi. Pada auskultasi suara usus (peristaltik)
melemah atau suara usus menghilang. Kegagalan untuk defekasi dan flatus
merupakan tanda yang penting untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit
atau parsial.
Obstuksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau baian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami
diare. Kadang-kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus
halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi
abdomen, muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah
yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan.
Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi
di distal di dalam usu halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah
munculdistensi. Muntahnya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis
dan asidosis.

Macam ileus Nyeri usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple (Kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus-
menerus Biasanya
terlokasir) meningkat
Paralitik + ++++ + Menurun -
Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus
F. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang-kadang dapat
meningkat.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:
 Inspeksi
- Abdomen tampak distensi
- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung
(gambaran gerakan usus)
- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu
hernia inkarserata
- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi
 Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)
menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Tetapi setelah beberapa
hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus
atau ileus obstruktif strangulata.
 Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan
ascites.
 Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup “defance musculair’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.Kadang teraba
massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus
dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
 Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruktif usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruktif
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri
abdomen yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam,
takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan abdomen tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik
meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus
berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah
pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi.

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratotium
Tes laboratorium mempunyai keterbatan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis, dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pad 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
nonstrangulata. Hemaktoktrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.
Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah
mungkin terganggu, dengan alkalosis bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
 Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di
beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam
susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari
obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi
secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti
obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak
maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi,
jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda
sehingga berbentuk step ladder appearance.
Bayangan udara didalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi
proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon
bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak
berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal mungin berdilatasi,
mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obtruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan
untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak dibawah diafragma kanan
yang menunjukkan adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi usus halusuntuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya anses maupun
keganasan.
Intususepsi (coiled-spring appearance)
G. Tatalakasana
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan
pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya
hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal.
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada
obstruksi parsial.
a. Ileus Obstruktif
- Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruktif usus meliputi :
a. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam usus lumen
sampai pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasielektrolit bisa
dipantau dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda
vital, tekanan vena dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b. Pemasangan foley kateter (pasang DC)  monitor urin output
c. Dekompresi traktur gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompersi lambung sehingga
memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya
udara yang ditelan kedalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
d. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
- Operatif
Operasi dilakukan rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudia disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruktifnya berhubungan dengan suatu simple obstruktif atau adhesi,
maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruktif stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umunya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran baru yang “melewati”
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal,
Chron disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif,mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
- Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik.
b. Ileus paralitik
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
 Konservatif :
- Penderita dirawat di rumah sakit.
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastrictube.
- Intravenousfluidsandelectrolyte
- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
 Farmakologis
- Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
- Analgesik apabila nyeri.
- Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
- Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
- Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagoni
 Operatif
- Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
- Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
- Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi

H. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruktif
usus. Isis lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalamai strangulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengluarkan materi tersebut ke dalam rongga
poritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat
melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui
cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

I. Prognosis
Ileus Obstruktif :
 Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan.
 Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi
atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%.
 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
Ileus Paralitik :
 Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara
dan berlangsung sekitar 24-72 jam
 Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan
usus terjadi.
 Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi
lebih baik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Riwanto Ign. Hidayat A H, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus Halus,
Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Rudiman
R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. p
731- 72
Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-11
Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson
Lorraine,editors. Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta :
EGC ; 2006. p 437-52
Sjamsuhidajat R,Dahlan M, Jusi Djang. Gawat Abdomen. Dalam : Sjamsuhidajat
R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. P 237-45
Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam:
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.

Anda mungkin juga menyukai