Oleh:
Preseptor :
Dr. dr. H. Defrin, Sp.OG (K)
PENDAHULUAN
pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia
masih jauh diatas rata- rata negara maju, yaitu 60 – 170 berbanding kurang dari 10
per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol
adalah masalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) baik intermiten maupun
intrauterin atau mengalami kerusakan neurologic dengan menilai denyut jantung janin,
terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan
suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedis yang
merupakan suatu prasyarat yang harus dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau
dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, diharapkan
1
angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan. Standarisasi memerlukan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
memonitor hubungan antara denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Biasanya
denyut jantung janin, sebagian besar digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi.
Pada KTG terdapat tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung
janin (DJJ), kontraksi rahim dan gerak janin, serta korelasi diantara ketiga parameter
tersebut.1,5
(bukan terlentang lurus karena dapat menghasilkan temuan yang keliru). Alat
Pada saat ini cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal
ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediktif positif yang kurang lebih
3
2. Metode Internal (Invasif/ langsung)
Pencatatan langsung dengan cara lain bisa dilakukan, setelah ketuban pecah
mungkin setelah ketuban pecah dan serviks agak dilatasi. Perekaman yang segera
dan terus menerus terhadap frekwensi denyut jantung janin, khususnya dalam
petunjuk paling awal dari insufisiensi uteroplasenter atau kompresi tali pusat.
Jika kontraksi spontan tidak terjadi pada 30 menit, dapat dirangsang dengan
merangsang puting susu. Variasi denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi
dicatat. Jika janin letargik, maka dapat dirangsang untuk bergerak dengan
4
2.3 Indikasi KTG
Pada kehamilan normal, pemeriksaan KTG pada umumnya bisa diabaikan. Pada
persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan secara
intermiten selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila grafiknya
abnormal atau adanya resiko yang baru terlihat, perlu dilakukan pencatatan terus
menerus. Indikasi pemeriksaan KTG sebelum dan selama persalinan menurut Berg
terdapat indikasi absolut dan relatif yang dijelaskan pada tabel 1 dan 2.
No Indikasi Waktu
5
Tabel 2. Indikasi relatif pemeriksaan KTG
No Indikasi Waktu
6
simpatis, misalnya dengan obat propanolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang
berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA,
dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus
DJJ.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak
didaerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang
menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor sentral
berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar
7
perifer dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor
gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu
dari tiga sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan
sendi; (2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan
(3) baroreseptor di aorta ascendens dan arteri karotis, dan stretch reseptors di
8
2.6 Teknik pemeriksaan
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat
janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah
punktum maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet
bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
12. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
9
Gambar 2. Posisi alat KTG
13. Matikan komputer dan mesin KTG. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
15. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
pasien.
besar, yaitu:4,5,6,7,8
Yang termasuk disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ saat uterus
10
2. Perubahan periodik / episodik DJJ
Perubahan periodik DJJ adalah perubahan DJJ yang terjadi akibat kontraksi
uterus, sedangkan perubahan episodik DJJ adalah perubahan DJJ yang bukan
disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode
10 menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm),
tidak terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan
frekuensi dasar yang lebih dari 25 denyut per menit (dpm). Dalam keadaan normal,
frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120 – 160 dpm. Frekuensi dasar DJJ yang lebih
dari 160 dpm disebut takikardia, bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada
juga yang memakai batasan normal 115 – 160 dpm atau 110 – 160 dpm.4,6
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia ringan janin, akan tetapi
gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai dengan
variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan baik. Takikardia
dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia, seperti:4,5,6
3. Anemia janin.
4. Ibu gelisah.
6. Ibu hipertiroid
11
8. Takiaritmia janin (biasanya diatas 200 dpm)
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada
hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm danvariabilitas DJJ masih
normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi
12
terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami
dekompensasi terhadap stres tersebut.Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang
kurang dari 100 dpm, disertai dengan berkurang atau menghilangnya variabilitas
DJJ.4,7,8
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk
bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan
1. Kehamilan posterm
2. Hipotermia
5. Bradiaritmia janin.
13
2.7.2 Variabilitas DJJ
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ.
ada bukti bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang
merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus
vagus.8,9,10
pada gambaran KTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antara denyut
pada DJJ. Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm.
Arti klinis dari variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan
tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami kematian
dalam rahim.
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas
Rata-rata mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian variabilitas DJJ yang
14
Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat
dikategorikan menjadi:
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak
menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak –
nervus vagus – dan sistem konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ
berkurang:9,10
5. Blokade vagal
2. Anemia kronik
15
3. Fetal eritroblastosis
4. Rh-sensitized
1. Akselerasi (accelerations)
berlangsung selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi
janin, dan merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang
tidak menunjukkan tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya,
16
Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi
bila disertai dengan tanda-tanda lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang,
1. Akselerasi uniform
2. Akselerasi variabel
deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian
17
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.
Deselerasi dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada
terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan
oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan
18
3. Deselerasi lambat (late decelerations)
setelah kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak
kontraksi.7,9,10
menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress), sehingga perlu segera
19
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:9,10
4. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus
5. Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
mungkin sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis
(abnormal). Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin
tidak tampak adanya gangguan pada gambaran KTG selama tidak ada stress yang
lain.
20
Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin
berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini
deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya
dan n.vagus. pada fase awal, dimana tingkat hipoksia belum sampai
Akan tetapi bila keadaan hipoksia semakin berat dan berlangsung lebih
lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia. Sebagai akibatnya adalah
variabilitas DJJ yang menurun dan akhirnya menghilang sebelum janin akhirnya
infus, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan
akibat kontraksi uterus, terutama pada partus kala II dan penyebab paling sering
adalah kompresi tali pusat pada kehamilan atau kala I. Kompresi ini bisa oleh
karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung, atau oligohidramnion. Selama
variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti.
Penanganan yang dianjurkan pada keadaan ini adalah perubahan posisi ibu,
reposisi tali pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung,
21
pemberian oksigen pada ibu, amnio-infusion untuk mengatasi oligohidramnion
maupun bentuknya
2. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan
4. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau deselerasi
22
Gambar 13. Perubahan periodik DJJ - Deselerasi variabel
3. Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm dan
digunakan untuk menyatakan penurunan DJJ lebih dari 30 dpm dan lamanya
lebih dari 2,5 menit. Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling
sering dijumpai, yaitu pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan
tidak berbahaya bagi janin. Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya
23
1. Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat
berikut:8,10
dan lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanya sekali tidak berarti
abnormal, oleh karena mungkin terjadi akibat pemeriksaan dalam (PD), atau
akibat perubahan posisi. Hasil rekaman KTG yang normal pada umumnya
3. Terdapat akselerasi
4. Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini
2.8 Kontra Indikasi
24
2.9 Interprestasi hasil KTG
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati
dalam 7-10 hari berikutnya. Frekwensi DJJ normal adalah antara 110 dan 160
dpm dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15 dpm. Selama pola ini
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari 120
dpm atau lebih dari 160 dpm), dan variabilitas DJJ kurang dari 2 dpm.
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat
akselerasi kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal, dan variabilitas
antara 2 – 5 dpm.
Satu masalah dengan KTG adalah bahwa pola yang normal meramalkan
bahwa janin tidak dalam keadaan yang bahaya, dan pola abnormal tidak memberikan
dan oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterin. Beberapa tindakan
1. Koreksi Sirkulasi
25
- Menormalkan tekanan darah apabila terdapat hipertensi atau hipotensi
2. Koreksi Oksigenasi
- Pemberian oksigen
- Perbaikan anemia
26
BAB 3
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. NE
No. MR : 01043097
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Anamnesis
Seorang pasien wanita umur 36 tahun datang ke PONEK IGD RSUP dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 17 April 2019 dengan diagnosis G3P2A0H2 gravid aterm 37-38
Keluhan Utama
-Pasien datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil dengan G3P2A0H2 gravid aterm 37-38
27
-Keluar air air yang banyak dari kemaluan (-)
-Riwayat Haid : menarche usia 15 tahun , siklus teratur, lamanya 5-7 hari, banyaknya
-Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan tekanan
darah tinggi
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular atau kejiwaan
28
B. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CMC
Berat Badan : 58 kg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Edema : (-)
Anemis : (-/-)
Ikterik : (-/-)
STATUS GENERALISATA
Kepala : normochepal
Gigi dan Mulut : tidak ada Caries dentis dan tidak ada periodontitis
29
Leher : pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP 5-2 cmH20
Dada
Paru
Jantung
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
STATUS OBSTETRI
Wajah
Mammae
30
Abdomen
Palpasi :
Leopold 4 : divergen
TFU : 35 cm
Genitalia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
31
USG
Biometri janin:
BPD : 9,31 cm
AC : 34,45 cm
FL : 7,48 cm
SDP : 5,31 cm
EFW : 3463 gr
SD AU : 3,3
Kardiotokografi
Baseline : 140
Variabilitas : 5-10
Akselerasi :+
32
Deselerasi :-
Kontraksi :-
Gerak anak : +
Kesan : Reaktif
DIAGNOSIS
G3P2A0H2 gravid aterm + stroma nodus non toksik + riwayat lapatomi apendiktomi
1×
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
FOLLOW UP
O / KU : Sedang
Kes : CMC
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : Afebris
33
Abdomen : His 3-4 x/ 40”/Kuat
apendiktomi 1×
P / Pimpin persalinan
Panjang badan 50 cm
Plasenta lahir lengkap sebanyak 1 buah dengan ukuran 18x17x15 cm berat 550 gram.
lapatomi apendiktomi 1×
P / - Perawatan konservatif
-Pantau Kala IV
S / Nyeri perut(-)
Demam (-)
O / KU : Sedang
Kes : CMC
TD : 110/70 mmHg
34
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 18 x/menit
Suhu : Afebris
Abdomen :
P / - Kontrol KU, VS
35
BAB 4
PEMBAHASAN
memonitor hubungan antara denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Biasanya
digunakan pada trisemester ketiga. Terdapat tiga bagian besar kondisi yang dipantau
pada KTG, yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim dan gerak janin, serta
Terdapat dua metode pemeriksaan KTG, yaitu secara eksternal dan internal.
Paemeriksaan KTG eksternal adalah metode yang paling umum digunakan dan
metode inilah yang digunakan pada pasien ini. Selanjutnya hasil dari pemeriksaan
KTG dapat memberikan gambaran keadaan janin, sehingga dapat membantu dalam
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan KTG pada saat pertama kali datang ke
PONEK IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang dan diperoleh nilai baseline 140x/”
serta gerak anak +. Interpretasi KTG pasien ini adalah reaktif. Berdasarkan teori, pola
normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati dalam 7-10
hari berikutnya. KTG reaktif memiliki frekwensi DJJ normal, ditunjukkan oleh nilai
baseline yang berkisar antara 110 dan 160 dpm dengan variabilitas batas dasar normal
antara 5-15 dpm. Selama pola ini persisten sepanjang persalinan, prognosis neonatus
baik.
Dalam praktik klinis, sangat perlu menguasai interpretasi KTG karena pola
yang normal dapat menujukkan bahwa janin tidak dalam keadaan yang bahaya, dan
pola abnormal dapat memberikan warning mengenai kondisi janin supaya dapat
36
dilakukan tindakan sedini mungkin. Terdapat 2 pola yang perlu diwaspadai dalam
interpretasi KTG yaitu jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak
terdapat akselerasi pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari 120
dpm atau lebih dari 160 dpm), dan variabilitas DJJ kurang dari 2 dpm yang
dikategorikan kedalam KTG non reaktif, serta jika didapati gerakan janin kurang dari
2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar
DJJ abnormal, dan variabilitas antara 2 – 5 dpm yang dikategorikan KTG meragukan.
37
DAFTAR PUSTAKA
2. Rabe, Thomas. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
M.D.,F.A.C.O.G.
Jakarta.
2012
10. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B Saubders,
1993
38
11. RCOG. The use of electronic fetal monitoring :The use and interpretation of
39