Di susun Oleh :
SYAFITRI FEBRIANI
G3A017020
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
invasif pada saat di diagnosis, sedangkan 53% dari kanker insitu terdapat pada wanita di
bawah usia 35 tahun.
3
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1 Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher Rahim atau serviks yang
terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina
( Diananda,Rama, 2009 ).
Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan
epitel pada daerah serviks uteri. (Wilson and Price, 1995: 1137).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang terdapat pada organ
reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina (Sarjadi, 2001).
2.2 Etiologi
Menurut Dr imam Rasjidi (2010), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kanker
serviks adalah :
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak
terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan
yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka
keadaannya disebut kanker serviks.
4
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata ) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma pada
kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh
beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka kejadian
kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih tinggi
dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18 tahun)
Berganti - ganti pasangan seksual. Suami atau pasangan seksualnya melakukan
hubungan seksual pertama pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah
menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
4. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
5. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima tahun dapat
meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relative pada pemakaian
kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
6. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
7. Golongan ekonomi lemah
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara rutin dan
pendidikan yang rendah.
2.3 Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga menimbulkan gejala
atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat berkembang
menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul
masalah keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja
sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah
keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk
biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil
masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut
5
diantaranya anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pengobatan
kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek samping antara lain mual, muntah,
sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan,
penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut
menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan
efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul
masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh
berkurang dan resiko injury pun akan muncul. Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat
bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Price, syivia
Anderson, 2005).
6
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan kanalis servikalis
sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan
dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan
kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan,
dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol
( yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi
diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut :
a. Proses dicurigai berada di endoserviks.
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
c. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
d. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
2.6 Klasifikasi
Menurut Dr Imam Rasjidi (2010 ), klasifikasi dari kanker serviks, yaitu :
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri : Tingkat kriteria
Tahap 0 : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses terbatas pada
serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor
sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak terdapat pada
pembuluh limfa atau pembuluh darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologic menunjukkan
invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga mengenai vagina
(bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para servikal pada salah satu sisi
atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih bebas dari infiltrate
tumor.
7
TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai pada
dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah meluas kesalah
satu atau kedua dinding panggul. Penyakit nodus limfe yang teraba tidak
merata pada dinding panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau
kedua ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap III : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul ( frozen pelvic ) atau
proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara histologik ) atau telah
terjadi metastasis keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.
Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektrum dan atau kandung kemih. Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Bambang Sarwiji (2011), penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain :
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut
hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang
biasa digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat
tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka
harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih
lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika dalam
ginekologi. Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel pada siklus
termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana proliferasi
termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar,
termasuk obat - obatan siklus spesifik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal anatara
lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur. Selama
terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun,
kosmetik, dan deodorant. Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post
pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake
8
cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan
melakukan perawatan kulit dan mulut. Dalam terapi radiasi internal yang perlu
dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi
aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan
untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai
indikasi, latihan nafas panjang dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang
pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monior tanda -
tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan
cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan post
pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (tromboplebitis,
emboli pulmonal dan pneumonia), monitor intake dan output cairan.
9
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat memicu sel
kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang – orang dengan gemar berganti - ganti
pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya kemungkinan besar dapat timbul
gejala - gejala tersebut sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara siklus haid
adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
10. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
2.9 Pathway
10
2.10 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
karena proses eksternal Radiologi .
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah,
keputihan ).
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.
11
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
Rasional : Untuk mengetahui status nutrisi
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Memantau peningkatan BB.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein dan tetap sesuai
diit ( Rendah Garam ).
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
Rasional : Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional : Agar nutrisi terpenuhi.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : Umur 14 tahun
Siklus menstruasi : 28 hari
Lamanya : 7 hari
Ada riwayat disminore atau nyeri saat menstruasi.
5. Riwayat KB
Klien pernah Kb suntik 3 bulan tetapi karena perdarahan klien pindah KB pil.
14
e. Mata : Simetris, tidak oedem, conjungtiva merah muda, sclera berwarna putih
terdapat gambaran tipis pembuluh darah, pupil isokor
f. Rambut : berwarna hitam, tidak ada ketombe, mudah rontok, keadaan bersih
g. Mulut, tenggorokan, hidung : bersih, tidak terdapat karies gigi, tidak ada stomatitis,
sekret hidung bersih, tidak memakai alat bantu, fungsi baik, proses menelan baik.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, nadi karotis teraba, tidak ada
pembesaran limfoid
i. Thorax
Paru-paru :
I : simetris
P : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus (getaran) sama
P : sonor(perkusi jaringan normal)
A : bunyi nafas vesikuler (normal)
Jantung :
I : simetris, tidak tampak Ictus Cordis
P : letak IC tidak bergeser (disebelah medial linea midklavikularis sinistra)
P : normal
A : bunyi jantung interval (normal), keteraturan (reguler)
Payudara : membesar simetris, tidak ada nyeri tekan, putting susu menonjol, tidak
ada colostrum.
j. Abdomen :
I : simetris datar, terdapat luka post op pada bagian belakang (nefrostomi)
A : suara bising usus 18x / menit ( 5-24x/menit )
P : terdapat nyeri tekan pada bagian perut bagian bawah
P : tympani
k. Genetalia
Kebersihan : adanya cairan berwarna kuning keruh (keputihan)
Vulva tidak oedem dan tidak ada varises
Tampak pengeluaran keputihan, berwarna kuning keruh,bau khas.
l. Ekstermitas
Atas: terpasang infus ditangan kanan RL 20 tpm.
Bawah : tidak ada varises maupun edem
15
Diet terakhir nasi makanan yang diberikan
Kemampuan mengunyah
rumah sakit yaitu
dan menelan baik, tanpa jenis diet TKTP (Nasi) 3x/hari
ada alat tambahan secara oral,
Berat badan Ny. H adalah 38
kg
Kemampuan mengunyah dan
menelan baik, tanpa ada alat
tambahan
3.Cairan Intake : Oral :
-Oral Air putih 800 cc
Jenis : air putih 1200cc Terpasang Infus RL
4.Eliminasi BAB : 1-2 x/hari BAK : 600cc
BAK : 4-5 x/hari pada saat klien terpasang selang
BAK ada nyeri nefrostomi
BAB : 1-2x/hari
5.Pola istirahat Tidur : 7-8 jam/hari Tidur : 6-5 jam/hari
Klien tidak bisa tidur karena
dan tidur:
masih merasakan nyeri dan
sering BAK
8. Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium ( 22 Mei 2018 )
Nama test hasil Satuan Nilai rujukan
Elektrolit
Natrium 133 mmol/L 136 – 145
Kalium 3.0 mmol/L 3.5 – 5.1
Chlorida 96 mmol/L 98 - 107
Pemeriksaan Radiologi : tanggal 23 Mei 2018
Pemeriksaan USG abdomen
Klinis : Ca Cervix
16
Ginjal kiri : ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan korteks,
tak tampak batu, PCS tak melebar, sedang ureter proksimal tampak melebar
Vesika urinaria : dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak massa
Uterus : ukuran tak membesar , endometrial line tidak menebal
Tampak lesi isohipaechoic bentuk lobulated batas tegas tepi irregular pada region cervix uteri
Kesan :
1. Massa cervix uteri (ukuran ±4.35 x 3.79cm)
2. Moderate hidronefrosis dan hidroureter proksimal kiri
3. Tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limf adenopati paraaorta yang mencurigakan
suatu metastasis.
4. Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ – organ intraabdomen di atas.
Terapi :
Infus RL 20 tpm
Po :
Etabion 1 tablet/12 jam
KSR 600 mg/8 jam
NaCL 1 tablet/8 jam
Asam Mefenamat 500 mg/8 jam
17
Analisa Data
NO Tanggal DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1. 21 Mei DS : Agen Cedera Nyeri Akut
Klien Mengatakan Nyeri
2018 fisik (post op
diperut bagian bawah pasca
nefrostomi)
AL
P : Klien mengatakan
nyeri bertambah ketika
beraktifitas
Q : Nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk-
tusuk
R : Nyeri yang
dirasakan klien diperut
bagian bawah
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri yang
dirasakan klien terus menerus
DO :
I : simetris datar, terdapat
luka post op pada bagian
belakang (nefrostomi)
A : suara bising usus 18x
/ menit ( 5-24x/menit )
P : terdapat nyeri tekan
pada bagian perut bagian
bawah
P : tympani
Klien Tampak Meringis
menahan nyeri
Klien Gelisah
Terdapat becap warna
hitam pada abdomen
18
bagian depan dan
belakang pasca sinar luar.
Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,5°C.
Aktifitas klien dibantu
oleh keluarga seperti
makan, minum
klien tampak lemas
Klien terpasang infus
2. 21 Mei Ds : Pasien mengatakan Tindakan Resiko
2018 sakit pada luka bekas invasif infeksi
operasi Luka Post
Operasi
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post op
nefrostomi).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif luka post operasi
Perencanaan Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Ttd
Keperawatan hasil
19
1. 21 Mei Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri klien, Syafitri
2018 nyaman : nyeri tindakan perhatikan lokasi
akut keperawatan 2x24 nyeri, lama dan
berhubungan jam diharapkan intensitas nyeri.
2. Ajarkan klien teknik
dengan agen Nyeri klien hilang
relaksasi napas dalam
cedera atau berkurang,
3. Berikan posisi dan
dengan Kriteria
tindakan kenyamanan
hasil :
dasar (reposisi,
1. Klien rileks
2. Klien gosokan punggung
mengatakan dan aktivitas hiburan)
4. Kolaborasi dengan
nyeri berkurang
3. Skala nyeri 1-2 tim medis dalam
4. Klien tenang
pemberian analgetik.
Asam Mefenamat
500mg (oral)
20
kalori dan tinggi
protein
7. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
antibiotik
Implementasi Keperawatan
Tanggal 21 Mei 2018
No Tgl/jam Implementasi Respon Ttd
1. Senin, 1. Mengobservasi S:- Syafitri
21 Mei O:
keadaan umum
Klien Tampak terbaring
2018
klien
14.00 lemah diatas tempat tidur
Kesadaran composmentis
O : skala nyeri 4
21
klien teknik napas dalam.
relaksasi napas
S : klien mengatakan jika
dalam
berbaring lebih nyaman.
O:
15.30
Klien memilih posisi
berbaring untuk mengurangi
nyeri.
18.00
4. Memberikan S:-
posisi dan O :
tindakan Klien meminum obatnya
kenyamanan
dasar (reposisi)
S:-
5. Memberikan O:-
6. Mengukur tanda-
tanda vital
2. Senin, 1. Mengkaji S:- Syafitri
21 Mei O:
Keadaan umum
2018
klien Keadaan umum baik,
16.00
Kesadaran composmentis
16.30 S:-
O:
2. Mengkaji luka Tampak tidak ada tanda-
dan tanda-tanda tanda infeksi.
Panjang luka ± 8 cm.
infeksi
17.00 S:-
O:
22
TD : 130/70 mmhg
4. Menganjurkan O:
klien
Klien tampak makan nasi
mengkonsumsi
dan lauk pauk dengan diit
makanan tinggi
tinggi karbohidratdan tinggi
kalori dan tinggi
protein
protein.
23
klien saat bergerak.
O : skala nyeri masih 4.
S:-
O:
tindakan
kenyamanan S:-
dasar (reposisi) O:
TD : 120/70 mmhg
5. Mengukur tanda- RR : 20 x/menit
tanda vital N : 80 x/menit
S : 36,80 C
2. Selasa, 22 1. Mengkaji S:- Syafitri
O:
Mei 2018 Keadaan umum
Keadaan umum baik,
16.00
klien
Kesadaran composmentis
16.30
2. Mengkaji luka
S:-
dan tanda-tanda
O:
infeksi
Tampak tidak ada tanda-tanda
17.00
infeksi.
3. Mengukur tanda- S : -
tanda vital O:
24
terutama suhu TD : 120/70 mmhg
dan RR RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,80 C
4. Menganjurkan
S : Pasien mengatakan jika ia
klien
tidak pernah mengkonsumsi
mengkonsumsi
makanan dari luar.
makanan tinggi
O:
kalori dan tinggi
Klien tampak makan nasi dan
protein.
lauk pauk dengan diit tinggi
karbohidrat dan tinggi protein
S : Klien mengatakan
nyeri berkurang
P : Klien mengatakan
nyeri bertambah ketika
beraktifitas
Q : Nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk-tusuk
25
R : Nyeri yang dirasakan
klien diperut bagian
21.00 bawah
S : Skala nyeri 3
T : Nyeri yang dirasakan
klien hilang timbul.
O : skala nyeri 3
21.00 4. Menganjurkan klien
teknik relaksasi napas S : -
dalam jika masih nyeri. O:
Klien mempraktikkan
5. Mengukur tanda-tanda tarik nafas dalam
vital ketika nyeri.
S:-
O:
TD : 130/70 mmhg
RR : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 36,50 C
2. Rabu, 23 Mei 1. Mengkaji Keadaan umum S : klien mengatakan jika Syafitri
2018 klien. tubuhnya sudah mulai
21.00 enakan.
O : klien masih terbaring
di tempat tidur, duduk di
2. Mengkaji luka dan tanda- tempat tidur.
21.10
tanda infeksi.
S:-
O:
Tidak ada tanda –
3. Mengukur tanda-tanda tanda infeksi.
vital terutama suhu dan Balutan klien sudah
RR . diganti.
S:-
26
O:
4. Menganjurkan klien
TD : 130/70 mmhg
mengkonsumsi makanan
RR : 20 x/menit
tinggi kalori dan tinggi
N : 84 x/menit
protein.
S : 36,50 C
S : klien mengatakan
makanan yang disediakan
selalu habis.
O : makanan yang
disediakan dari rumah
sakit habis.
27
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengobservasi keadaan umum klien
2. Mengkaji nyeri klien
3. Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam
4. Memberikan posisi dan tindakan kenyamanan
dasar (reposisi)
5. Memberikan obat oral
6. Mengukur tanda-tanda vital
RR : 20 x/menit
N : 82 x/menit
S : 36,20 C
28
22/05/2018 1. S: Klien mengatakan nyeri berkurang Syafitri
P : Klien mengatakan nyeri bertambah ketika
beraktifitas
Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri yang dirasakan klien diperut bagian bawah
S : Skala nyeri 3
T : Nyeri yang dirasakan klien terus menerus
O:
1. Klien rileks
2. Klien melakukan teknik nafas dalam yang telah
diajarkan untuk mengurangi nyeri.
3. Aktifitas klien dibantu oleh keluarga seperti
makan, minum
4. klien tampak lemas
5. Klien hanya berbaring di tempat tidur
6. Klien tampak terpasang infus.
7. TTV
TD : 120/70 mmhg
RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,80 C
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengobservasi keadaan umum klien
2. Memberikan obat oral melalui intravena
3. Mengkaji nyeri klien
4. Menganjurkan klien teknik relaksasi napas
dalam jika masih nyeri.
5. Mengukur tanda-tanda vital
22/05/2018 2. S : Pasien mengatakan sakit pada luka bekas operasi Syafitri
O:
1. Terdapat Luka post operasi panjang ± 8 cm.
2. Tampak pasien terbaring diatas tempat tidur
3. Tampak tidak ada tanda tanda infeksi
(lubor,color,tumor,dolor,fungsiolles)
29
4. TTV
TD : 120/70 mmhg
RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,80 C
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji Keadaan umum klien.
2. Mengkaji luka dan tanda-tanda infeksi.
3. Mengukur tanda-tanda vital terutama suhu dan
RR .
4. Menganjurkan klien mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan tinggi protein.
30
23 /05/2018 1. S: Klien mengatakan nyeri berkurang Syafitri
P : Klien mengatakan nyeri bertambah ketika
beraktifitas
Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri yang dirasakan klien diperut bagian bawah
S : Skala nyeri 2
T : Nyeri yang dirasakan klien hilang timbul
O:
1. Klien rileks
2. Klien mulai bisa duduk di atas tempat tidur
walaupun masih dibantu dengan keluarga.
3. Klien tampak terpasang infus
4. TTV
TD : 130/70 mmhg
RR : 20 x/menit
N : 84 x/menit
S : 36,50 C
A : Masalah nyeri teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
31
tinggi kalori dan tinggi protein.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini seorang wanita bernama Ny.H berusia 33 tahun dengan
diagnosa medis ca servix. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan
pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah terjadinya haid ± 1 bulan dan rasa
nyeri dibagian abdomen. Gejala yang ditimbulkan yaitu perdarahan, rasa nyeri, gejala dan
tanda penekanan, serta infertilisasi. Pada kasus ini, beberapa dari gejala tersebut
didapatkan pada Ny.”H”.
Pada kasus ini diagnosa yang ditegakkan adalah nyeri akut b.d agen cedera fisik (post
op nefrostomi) dan resiko infeksi b.d tindakan invasif luka post operasi. Alasan diangkat
diagnosa pertama yaitu nyeri akut b.d agen cedera fisik (post op nefrostomi) adalah karena
nyeri akut ini berlangsung kurang dari 3 bulan dan kondisi klinis terkait diagnosa ini yaitu
pasien dengan kondisi akut yang salah satunya adalah agen cedera fisik (post op nefrostomi)
32
dan tanda mayornya berdasarkan SDKI terdapat pada pasien ini misalnya pasien gelisah,
pasien tampak meringis, bersikap protektif (waspada menghindari nyeri), sulit tidur dan tanda
minornya berdasarkan SDKI terdapat pada pasien ini misalnya nafsu makan terganggu.
Alasan diangkat diagnosa kedua yaitu resiko infeksi b.d tindakan invasif luka post operasi
adalah karena pasien ini telak melakukan operasi dan apabila balutan luka tidak diganti dan
juga luka dalam keadaan yang basah maka mempermudah pertumbuhan bakteri, berdasarkan
SDKI juga faktor resiko pasien terkena infeksi yaitu salah satunya efek prosedur invasif.
Intervensi untuk nyeri adalah Kaji nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi, ajarkan klien
teknik relaksasi napas dalam, berikan posisi dan tindakan kenyamanan dasar (reposisi,
gosokan punggung dan aktivitas hiburan), kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik. Untuk diagnosa kedua yaitu resiko infeksi adalah observasi keadaan umum klien,
kaji terhadap kemungkinan terjadinya indikasi infeksi, kaji luka dan tanda-tanda infeksi,
monitor tanda-tanda vital terutama suhu dan RR, gunakan tehnik aseptik ketika melakukan
perawatan luka, anjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein,
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik. Semua intervensi ini bisa dilakukan
ke pasien.
Implementasi dilakukan dari tanggal 21-23 Mei 2018, semua intervensi terlaksanakan
hanya saja untuk kolaborasi pemberian anlgetik adan antibiotik tidak terlaksana karena pasien
hanya mendapatkan obat Infus RL 20tpm, Etabion 1 tablet/12 jam, KSR 600 mg/8 jam, NaCL
1 tablet/8 jam, Asam Mefenamat 500 mg/8 jam.
Evaluasi di lakukan pada tanggal 23 Mei 2018 jam 06 : 00 WIB, untuk dignosa pertama,
Data subjektifnya : Klien mengatakan nyeri berkurang, P : Klien mengatakan nyeri
bertambah ketika beraktifitas, Q : Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, R : Nyeri yang
dirasakan klien diperut bagian bawah, S : Skala nyeri 2, T : Nyeri yang dirasakan klien hilang
timbul. Data objektifnya : klien terlihat rileks, klien mulai bisa duduk di atas tempat tidur
walaupun masih dibantu dengan keluarga, klien tampak terpasang infus, TTV : TD : 130/70
mmhg, RR : 20 x/menit, N : 84 x/menit, S : 36,50 C. Untuk dignosa kedua, Data
subjektifnya : pasien mengatakan sakit pada luka bekas operasi. Data objektifnya : tampak
tidak ada tanda tanda infeksi (lubor,color,tumor,dolor,fungsiolles), pembalut luka sudah
diganti, TTV : TD : 130/70 mmhg, RR : 20 x/menit, N : 84 x/menit, S : 36,50 C.
Selama implementasi apa yang dianjurkan perawat pasien mendengarkan dan melakukan
yang telah diajarkan, pasien mudah diajak kerjasama, pasien kooperatif.
33
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kanker serviks merupakan kanker ganas yang terbentuk dalam jaringan serviks (organ
yang menghubungkan uterus dengan vagina).Ada beberapa tipe kanker serviks. Tipe yang
paling umum dikenal adalah squamous cell carcinoma (SCC), yang merupakan 80 hingga 85
persen dari seluruh jenis kanker serviks. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan
mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%
(Wijaya Delia, 2010).
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dalam pembuatan
makalah ini kami tidak luput dari kesalahan.Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
34
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawaan Medikal Bedah. EGC, Jakarta.
dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Edisi III. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta
: EGC.
Rosenberg & Craf marta dkk.2010. Diagnosa keperawatan Definisi & klasifikasi. Digna
pustaka : Yogyakarta.
35