Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik.
Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh
penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung
dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat
nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta factor pencetus yang dapat
menimbulkan nyeri dada.
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang
merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan
kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan
penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan, maka perlu juga lebih dulu
mengenal macam– macamjenis nyeri dada yang disebabkan oleh berbagai penyakit lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Chest pain?
2. Apa etiologi dari Chest pain?
3. Apa manifestasi dari Chest pain?
4. Bagaimana patofisiologi dari Chest pain?
5. Bagaimana pathway dari Chest pain?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Chest pain?
7. Bagaimana penatalaksanaan pasien chest pain?
8. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada ches pain?

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mampu menggali dan memahami serta dapat melakukan asuhan
keperawatan pada klien dangan chest pain.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran
darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru
saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak
menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi Jantung

Sumber : Syaifuddin, Haji. 2007

Menurut Linda Wylie (2010) dinding jantung tersusun atas tiga lapisan :

a. Lapisan serosa luar (epikardium)

Lapisan luar (epikardium) adalah bagian perikardium, yang merupakan lapisan

penunjang ganda yang melindungi jantung. Lapisan luar perikardium terdiri atas jaringan

ikat kuat, yang melekatkan jantung ke diafragma dan berhubungan erat dengan pleura

2
paru. Lapisan dalam, perikardium serosa adalah membran ganda paling tipis yang

merupakan bagian terluar yang melekat pada perikardium fibrosa dan lapisan bagian

dalam yang membentuk epikardium jantung. Perikardium fibrosum (viseral) adalah

bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium

diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar, melekat pada sternum melalui

ligamentum sternoperikardial.

Perikardium serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian :

1) Perikardium parietalis membatasi perikardium fibrosum, sering disebut

epikardium.

2) Perikardium viseral (kavitas perikardialis) yang mengandung sedikit cairan yang

berfungsi melumas untuk mempermudah pergerakkan jantung.

Di antara dua lapisan terdapat ruang potensial yang mengandung lapisan tipis cairan

serosa, yang memungkinkan dua membran untuk bergeser satu sama lain ketika jantung

berkontraksi dan mengembang. Ruang ini dikenal dengan rongga pericardial.

b. Otot tengah (miokardium)

Lapisan tengah dinding jantung terdiri atas otot, miokardium, yang merupakan lapisan

paling tebal. Ketebalannya bervariasi berdasarkan fungsi ruang atau bilik yang

mendasarinya. Miokardium tersusun atas otot jantung, yang ditemukan hanya pada

jantung. Sel otot ini bercabang dan berlurik dan berhubungan erat dengan sel otot yang

berdekatan melalui saluran kecil yang disebut diskus interkalaris. Otot tersebut

membentuk helaian dalam dua jalinan yang terpisah, yang masing – masing menyuplai

ruang atrium atau ruang ventrikel jantung. Karena dua jalinan yang terpisah tersebut

terletak sangat berdekatan satu sama lain, otot tersebut dirangsang untuk berkontraksi

ketika berkoordinasi satu dengan yang lain.

3
Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria bercabang

menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria kanan

memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan diafragma

ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudian bersirkulasi

langsung ke dalam paru. Susunan miokardium :

1) Susunan otot atria : sangat tipis dan kurang teratur, serabut – serabutnya disusun

dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut luar ini paling

nyata di bagian depan atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum

atrioventrikuler. Lapisan dalam terdiri dari serabut – serabut berbentuk lingkaran.

2) Susunan otot ventrikuler : membentuk bilik jantung dimulai dari cincin

atrioventrikuler sampai ke apeks jantung.

3) Susunan otot atrioventrikuler : merupakan dinding pemisah antara serambi dan

bilik (atrium dan ventrikel).

c. Permukaan dalam jantung (endokardium)

Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang mengilat, terdiri dari jaringan

endotel atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena

kava. Di sini terdapat bundelan otot paralel berjalan ke depan krista. Ke arah aurikula

dari ujung bawah krista terminalis terdapat sebuah lipatan endokardium yang menonjol

dikenal sebagai valvula vena kava inferior, berjalan di depan muara vena inferior menuju

ke tepi disebut fossa ovalis. Antara atrium kanan dan ventrikel kanan terdapat hubungan

melalui orifisium artikular.

2.3 Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan
4
nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering
ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah,
gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf
eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral
tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf
melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan
miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung
koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh
darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang
timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang
dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada
udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina
ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di
dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih
lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit
dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama,
menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris,
timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita
mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan
serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
5
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir
sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu
menegakan diagnosa.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk
dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri
hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang
perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung
seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat
timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard
akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun
ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan
kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai
nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang –
kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik
kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan
regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah
khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test
perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu
menegakan diagnosa.

6
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik.
Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada
gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak
di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya
klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan
nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut
nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark
paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50%
penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada
merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ
medianal atau dinding dada.

2.4 Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat
iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
7
terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal
jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung
akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya
iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.
Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan
penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah
serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.

8
2.5 Pathway

2.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas

9
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu
dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner
yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama
atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung

2.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial
tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri
yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga
10
memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada
pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian topikal
atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis
nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting
seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering.
Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal
mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar
penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung,
kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih
diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping
jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat
bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat
oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang
bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat
mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian
nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker
saja. Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping
sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin.
Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu
jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih
ada keluhan angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner.
Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di
rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-
bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian
penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu
dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan
risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah
turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk
kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
11
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan.
Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama
lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark
miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v
juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan
tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan
pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase
akut maupun sesudahnya.
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat
pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi.
Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan
sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
2. Pembedahan Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan
pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang
berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang
luas (Rahimtoola 1985). Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki
gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala
angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan
setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan
penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih
lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali
timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes. Penelitian selama 10
tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan dengan 88%
graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko
yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk.
Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat
terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik
12
dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20
tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan
neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita
lambat laun akan kembali seperti semula.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer (primary survey)
1) Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing dan ventilasi
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon
nyeri, U = unresponsive.
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
5) Eksposure
Kaji :
13
a) Tanda-tanda trauma yang ada.

b. Pengkajian Sekunder (secondary survey)


1) Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
a) Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
b) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
c) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
d) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
e) Waktu makan terakhir
f) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
1. Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien
S (signs and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien
M (medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi
nyeri
P (pertinent past medical hystori) : riwayat penyakit yang diderita klien
L (last oral intake solid or liquid) : makan/minum terakhir; jenis makanan, ada
penurunan atau peningkatan kualitas makan
E (event leading to injury or illnes) : pencetus/kejadian penyebab keluhan
2. Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi
nyeri
Q (quality) : kualitas nyeri
R (radian) : arah penjalaran nyeri
S (severity) : skala nyeri ( 1 – 10 )
T (time) : lamanya nyeri sudah dialami klien
2) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
a) Tekanan darah
b) Irama dan kekuatan nadi
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
d) Suhu tubuh
14
3) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
a) Pengkajian kepala, leher dan wajah
 Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
 Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
 Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
 Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak.
 Periksa leher
 Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak,
distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.
b) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
 Kelainan bentuk dada
 Pergerakan dinding dada
 Amati penggunaan otot bantu nafas
 Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis,
abrasi dan laserasi
c) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
 Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
 Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi
abdomen dan jejas
 Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
 Nadi femoralis
 Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
 Distensi abdomen
d) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
 Tanda-tanda injuri eksternal
 Nyeri
 Pergerakan
 Sensasi keempat anggota gerak

15
 Warna kulit
 Denyut nadi perifer
e) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
 Deformitas
 Tanda-tanda jejas perdarahan
 Jejas
 Laserasi
 Luka
f) Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
 Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
 Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit
tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga
 Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan
dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen.
2) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor
listrik, penurunan karakteristik miokard
3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
4) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri
5) Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai 02
miokard dan kebutuhan

3. Intervensi

1) Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS diharapkan suplai
oksigen dapat tercukupi.
Intervensi :

16
a) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
b) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan
adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
c) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya ,
batuk, penghisapan lendir dll.
d) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
e) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau
tanda vital berubah.

2) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik,


penurunan karakteristik miokard
Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS.
Intervensi :
a) Pertahankan tirah baring selama fase akut
b) Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
c) Monitor haluaran urin
d) Kaji dan pantau TTV tiap jam
e) Kaji dan pantau EKG tiap hari
f) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
g) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
h) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
i) Berikan makanan sesuai diitnya
j) Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,


penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Intervensi :
a) Monitor Frekuensi dan irama jantung
b) Observasi perubahan status mental
c) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
d) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
17
e) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
f) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa
O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen.

4) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri


Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Intervensi :
a) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
b) Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
d) Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
e) Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di RS
Intervensi :
a) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
b) Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
c) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
d) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi
bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan.
e) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan pada dokter.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain). Nyeri
Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah
koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru
saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak
menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)

19
DAFTAR PUSTAKA\

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis

Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda, NIC,
NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC
Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai