Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2018

UNIVERSITAS PATTIMURA

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI AURICULA DEXTRA

Oleh:

Karel Josafat Romario Souhoka

NIM. 2017-84-035

Pembimbing:

dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan kasus dengan judul “Otitis Media Akut Stadium Perforasi Auricula
Dextra”, dalam rangka memenuhi tugas sekaligus syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik bagian Telinga, Hidung dan Tenggorakan.

Penyusunan laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan,


bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL selaku pembimbing yang telah bersedia


meluangkan waktu, pikiran dan tenaga guna membantu penyelesaian
laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan Co-Ass sejawat yang turut membantu dan menyemangati
penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu saran dan masukan sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan laporan kasus ini. Akhir kata semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pembacanya.

Ambon, Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………….......……. i

KATA PENGANTAR ………………………………………………........….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………........ iii

BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………......... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

1. Telinga luar...................................................................... 3

2. Telinga tengah.................................................................. 4

3. Telinga dalam................................................................... 9

2.2 Fisiologi pendengaran............................................................. 12

2.3 Otitis media akut

1. Definisi............................................................................. 14

2. Etiologi............................................................................. 14

3. Patologi............................................................................ 14

4. Stadium OMA dan manifestasi........................................ 14

5. Terapi............................................................................... 16

6. Komplikasi....................................................................... 17

BAB III : LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien........................................................................ 19

iii
B. Anamnesis............................................................................... 19

C. Pemeriksaan fisik.................................................................... 20

D. Pemeriksaan penunjang........................................................... 24

E. Diagnosa.................................................................................. 24

F. Diagnosis banding................................................................... 24

G. Terapi...................................................................................... 24

H. Anjuran.................................................................................... 24

BAB IV : DISKUSI........…………………………………………………… 25

DAFTAR PUSTAKA….....………………………………………….............. 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga
telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan
komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold,
influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba
Eustachius, selanjutnya masuk ke telinga tengah. Infeksi saluran nafas bagian atas
akan menyebabkan invasi kuman ke telinga tengah bahkan sampai ke mastoid.
Kuman penyebab utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus
influenza.1
OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infekasi saluran nafas atas
sangat sering terjadi pada anak–anak dan bentuk anatomi tuba Eustachius pada
anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa.
Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachius.1-3
Menurut Klein dan Howie frekuensi tertinggi di OMA terdapat pada bayi
dan anak berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut Moch. Zaman melaporkan 50 %
dari kasus OMA ditemukan pada anak berumur 0 – 5 tahun dan frekwensi
tertinggi pada umur 0-1 tahun.2
Gejala klinis dari OMA antara lain sakit telinga, demam, kadang disertai
otore bila telah terjadi perforasi dari membran timpani. OMA dapat sembuh
dengan atau tanpa disertai perforasi membran timpani, tetapi dapat pula berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK) dan otitis media dengan efusi
(OME). Proses peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian
dapat menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja
tetapi juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya dibatasi
tulang-tulang yang tipis. Penjalaran penyakit ke daerah sekitarnya tergantung pada
keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang diberikan. Otitis media akut atau
OMA dapat memberikan komplikasi seperti abses subperiosteal sampai
komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak).1,2

1
Oleh karena itu kemampuan dalam mendiagnosis OMA secara tepat dan
akurat haruslah dimiliki terutama oleh seorang dokter.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari telinga 1uar, telinga tengah atau cavitas tympani, dan
telinga dalam atau labyrinthus. Telinga tengah berisi membran tympani dan
tulang-tulang pendengaran.3,4

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara.
Terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula
mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh nervus facialis.3,4

Meatus acusticus externus adalah saluran berkelok yang menghubungkan


auricula dengan membrana tympanica. Meatus acusticus externus berfungsi
menghantarkan gelombang suara dari auricula ke membrana tympanica.3,4
Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.3 Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah
cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang dibentuk oleh
lempeng tympani.4

Gambar 2.1. Auricula, sisi kanan; dilihat dari lateral5

3
Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut,
glandula sebacea, dan glandula ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan
modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan secret lilin berwarna coklat
kekuningan. Rambut dan 1ilin ini merupakan barier yang lengket, untuk
mencegah masuknya benda asing. Saraf sensorik yang menyarafi kulit yang
melapisi meatus berasal dari nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis
nervi vagi. Aliran limfe menuju ke nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan
cervicales superficiales.4

Gambar 2.2. Bagian-bagian Auris, sisi kanan; potongan longitudinal melalui Meatus acusticus,
Auris media, dan Tuba audiiva; dilihat dari frontal.5

2. Telinga tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis. Cavitas tympani berbentuk celah sempit yang dilapisi oleh membrana
mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan
getaran membrana tympanica (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Di
depan ruang ini berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva dan di
belakang dengan antrum mastoideum.3

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,


dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang,

4
disebut tegmen tympani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis
temporalis. Lempeng ini memisahkan cavitas tympani dari meningen dan lobus
temporalis cerebri di dalam fossa cranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa.
Lempeng ini memisahkan cavitas tympani dari bulbus superior vena jugularis
interna. Dinding anterior dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavitas tympani dari arteria carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan
terletak lebih bawah menuju ke tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan
lebih kecil menuju ke saluran untuk musculus tensor tympani. Septum tulang
tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada
dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip kerang. Di bagian atas
dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu aditus
ad antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit,
kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo musculus stapedius.
Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membrana tympanica. Dinding
medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari dinding
memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh
lengkung pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas dan belakang
promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi
oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha scalae vestibuli
telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra cochleae,
yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membrana tympanica secundaria.3-5

Medial dari fenestra ini terdapat perilympha pada ujung buntu scala
tympani. Kerang tulang yang berkembang dari dinding anterior meluas ke
belakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli.
Kerang ini menyokong musculus tensor tympani. Ujung posteriornya melengkung
ke atas dan membentuk takil9 disebut processus cochleariformis. Di sekeliling
takik ini tendo musculus tensor tympani membelok ke lateral untuk sampai ke
tempat insersinya yaitu manubrium ma1lei. Sebuah rigi bulat berjalan secara
horizontal ke belakang, di atas promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal

5
sebagai prominentia canalis nervi facialis (berisi nervus facialis). Sesampainya di
dinding posterior prominentia ini melengkung ke bawah di belakang pyramis.3-5

Membrana Tympanica

Gambar 2.3. Membrana tympanica, sisi kanan; dilihat dari lateral.5

Membrana tympanica adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu


mutiara. Membrana ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan dan lateral
Permukaannya cekung ke lateral dan pada cekungan yang paling dalam terdapat
lekukan kecil, umbo, yang dibentuk oleh ujung manubrium ma1lei. Jika membran
terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan kerucut cahaya, yang
memancar ke anterior dan inferior dari umbo. Membrana tympanica berbentuk
bulat dengan diameter lebih kurang 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam
alur pada tulang. Alur itu, sulcus lympanicus, di bagian atasnya berbentuk
incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua piica, plica mallearis anlerior dan
posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada
membrana tympanica yang dibatasi oleh plica-plica tersebut lemas dan disebut
pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei
dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membrana tympanica oleh membrana
mucosa. Membrana tympanica sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya
disarafi oleh nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagus.4,5

6
Ossicula Auditus (Tulang-Tulang Pendengaran)

Gambar 2.4. Tulang-tulang pendengaran4

Ossicula auditus adalah malleus, incus, dan stapes. Malleus adalah tulang
pendengaran terbesar, dan mempunyai caput, collum, crus longum atau
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Caput berbentuk
bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum adalah bagian sempit di
bawah caput. Manubrium berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan
erat pada permukaan medial membrana tympanica. Manubrium ini dapat dilihat
melalui membrana tympanica pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus
anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding anterior
cavitas tympani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke lateral dan
melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membrana tympanica. Incus
mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus berbentuk bulat dan bersendi
di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah belakang dan
sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan
bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympanica kadang-
kadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke
belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavitas tympani oleh sebuah
ligamen. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum sempit dan merupakan
tempat insersi musculus stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum

7
dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir
fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum
annulare.2,3,6

Otot-Otot Ossicula

Otot-otot ossicula adalah musculus tensor tympani dan musculus stapedius.


Otot-otot ossicula, persarafannya, dan fungsinya diringkas dalam Tabel 1.

Tabel 1. Otot-otot telinga tengah4


Nama otot Origo Insersi Persarafan Fungsi

M. tensor dinding tuba manubrium Divisi Meredam


tympani auditiva dan mallei manibularis N. getaran
dinding trigeminus membrana
salurannya tympanica
sendiri

M. stapedius pyranis Collum stapedus N. facialis Meredam


(penonjolan getaran stapes
tulang pada
dinding posterior
cavitas tympani)

Tuba Auditiva

Tuba auditiva menghubungkan dinding anterior cavitas tympani ke


nasopharyng. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian
anteriornya adalah kartilago. Pada saat turun tuba berjalan di pinggir atas
musculus constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan
tekanan udara di dalam cavitas tympani dengan nasopharyng.4

Antrum Mastoideum

Antrum mastoideum terletak di belakang cavitas tympani di dalam pars


petrosa ossis temporalis. Berhubungan dengan cavitas tympani melalui aditus.

Batas-Batas Antrum Mastoidem

Mengetahui batas-batas antrum mastoideum sangat membantu untuk


mengetahui penyebaran infeksi dari tempat ini.

8
 Dinding anterior berbatasan dengan cavitas tympani dan berisi aditus ad
antrum.
 Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum
 Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatum.
 Dinding medial berbatasan dengan canalis semicircularis posterior.
 Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, tegmen tympani, yang
berbatasan dengan meningen pada fossa cranii media dan lobus temporalis
cerebri
 Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastoideae

3. Telinga dalam

Labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap


telinga tengah. Terdiri dari labyrinthus osseus, tersusun dari sejumlah rongga di
dalam tulang; dan labyrinthus membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan
ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus.3-5

Gambar 2.5. Labyrinthus Osseus dan Membranaceus4

9
Labyrinthus Osseus

Labyrinthus osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis


semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia compacta tulang. Mereka dilapisi oleh endosteum dan berisi
cairan bening, perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.
Vestibulum, merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior
terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding
lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan
ligamentum amularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membrana
tympanica secundaria. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus
labyrinthus membranosa. Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis
semicircularis superior, posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior
vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran diujungnya disebut
ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah
satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus
semicircularis.3-5

Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan tegak lurus terhadap


sumbu panjang os petrosum. Canalis semicircularis posterior juga vertikaf tetapi
terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosum. Canalis semicircularis
lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis
nervi facialis. Cochlea berbentuk seperti rumah siput. Cohclea bermuara ke dalam
bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus
cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua
setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil
sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap ke
anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea
inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial cavitas tympani.
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus
internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang nervus cochlearis. Pinggir spiral
lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis dan

10
membagi canalis ini. Membrana basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina
spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis
menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala tympani di sebelah bawah.
Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavitas tympani oleh basis
stapedis dan ligamentum anulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam
scala tympani dipisahkan dari cavitas tympani oleh membrana tympanica
secundaria pada fenestra cochleae.3-5

Labyrinthus Membranaceus

Labyrinthus membranaceus terletak di dalam labyrinthus osseus.


Labyrinthus ini berisi endolimpha dan dikelilingi oleh perilympha. Labyrinthus
membranaceus terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di daiam
vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis
semicircularis osseus; dan ductus cohclearis yang terletak di dalam cochlea.
Struktur-struktur ini saling berhubungan dengan bebas. Utriculus adalah yang
terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada. Utriculus dihubungkan tidak
langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus
utriculosaccularis. Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus.
Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis
akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus.
Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa
ossis temporalis. Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensoris
khusus yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga
percepatan lain. Ductus semicircularis meskipun diametemya jauh lebih kecil dari
canalis semicircularis mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun
tegak lurus satu dengan iainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali
kepala mulai atau berhenti bergerak, atau jika kecepatan gerak kepala bertambah
atau berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan
berubah sesuai dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis.
Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensoris di dalam ampulla ducfus
semicircularis. Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan

11
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti dan mengandung
receptor-receptor sensoris untuk pendengaran.3-5

2.2 Fisiologi pendengaran

Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara


tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi
gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi
impuls ini menjadi bunyi. Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk
gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang
udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi
dari sekitar 20 sampai 18,000 Hertz (Hz). Satu hertz adalah satu siklus per
detik.Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan.
Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai
perbedaan dalam kekerasan. Ukuran bunyi dalam decibel (dB). Gelombang bunyi
ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam meatus akustikus
eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus eksternus ke arah
membran timpani. Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membran timpani.
Sifat membrane adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri
tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani dengan
fenestra ovale. Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara
reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras. Kontraksi akan
menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan
demikian mengurangi transmisi suara. Energi getar yang telah diamplifikasikan
ini diteruskan ke stapes yang akan menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran mennggerakkan membrana Reissner
mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria.6

12
Gambar 2.6. Transmisi Gelombang Suara6

Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi


seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-
sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (Area 39-40) di lobus temporalis.6

13
2.3 Otitis Media akut

1. Definisi

Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid, yang berlangsung
kurang dari 12 minggu.3

2. Etiologi

Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang
terganggu. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama
dari penyakit ini. Karena fungsi tuba yang terganggu, pencegahan invasi kuman
ke telinga tengah dari faring juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam
telinga tengah dan terjadi peradangan. Selain itu, infeksi saluran pernapasan atas
adalah pencetus lain dari terjadinya OMA.3

3. Patologi

Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik seperti


Streptococcus hemoliticus, Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu
kadang juga ditemukan Haemophilus influenza, E. coli, dan sebagainya.
Haemophilus influenza banyak ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5
tahun.3

4. Stadium OMA dan Manifestasi

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi


menjadi 5 stadium, yaitu:3

a. Stadium oklusi tuba Eustachius

Tanda pada stadium ini adalah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif pada telinga tengah, akibat absorbsi udara. Terkadang
membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak terdeteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.3

14
b. Stadium hiperemis

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar pada


membran timpani serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sulit terlihat.3

c. Stadium supurasi

Pada stadium supurasi, akan terjadi edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang
purulen di kavum timpani, mengakibatkan membran timpani tampak menonjol
(bulging) ke arah liang telinga luar.3

Pasien akan merasa sangat sakit, nadi dan suhu meningkat. Apabila tekanan
oleh nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, dan berakhir
dengan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini akan terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan pada membran timpani.3

Bila tidak dilakukan miringotomi, maka kemungkinan besar membran


timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar, dan tidak mudah
menutup kembali. Tetapi dengan dilakukannya miringotomi, luka insisi akan
menutup kembali.3

d. Stadium perforasi

Pemberian antibiotik yang terlambat atau tidak adekuat, tingkat virulensi


yang tinggi, akan menyebabkan terjadinya ruptur membran timpani dan nanah
mengalir keluar ke telinga luar. Pasien yang tadinya gelisah akan menjadi tenang,
suhu badan turun, dan pasien dapat tidur dengan lelap.3

e. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani akan
perlahan-lahan menjadi normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, sekret akan
berkurang dan kering. Jika daya tahan tubuh baik atau virulensi rendah, maka
resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.3

15
OMA berubah menjadi OMSK dengan perforasi menetap dan sekter tetap
keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadi
perforasi.3

5. Terapi

Penatalaksanaan OMA bergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium


oklusi, tujuan utama pengobatan adalah membuka kembali tuba yang tersumbat
dengan diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis
untuk anak kurang dari 12 tahun, atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis
untuk anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa. Selain itu sumber infeksi harus
diobati. Antibotik diberikan jika penyebabnya bakteri.3

Terapi pada stadium hiperemis adalah antibiotik, obat tetes hidung dan
analgetik. Antibiotik yang dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin.
Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari. Bila pasien alergi penisilin, maka
diberikan eritromisin.3

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi,
gejala klinis menjadi lebih cepat menghilang dan ruptur dapat dihindari.3

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.3

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,


sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Jika tidak terjadi
resolusi, pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 3 minggu. Jika tidak
terjadi perbaikan setelah 3 minggu, maka kemungkinan telah terjadi mastoiditis.3

16
6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dapat dibagi menjadi komplikasi


intratemporal dan komplikasi ekstratemporal.3

a. Komplikasi intratemporal, dapat berupa:

Komplikasi di telinga tengah

 Paresis nervus facialis

 Kerusakan tulang pendengaran

 Perforasi membran timpani

Komplikasi ke rongga mastoid

 Petrositis

 Mastoiditis koalesen

Komplikasi ke telinga dalam

 Labirinitis

 Tuli sarat/sensorineural

b. Komplikasi ekstratemporal dapat berupa komplikasi intrakranial dan


komplikasi ekstrakranial

Komplikasi intrakranial

 Abses ekstradura

 Abses subdura

 Abses otak

 Meningitis

 Tromboflebitis sinus lateralis

 Hidrosefalus otikus

17
Komplikasi ekstrakranial

 Abses retroauricular

 Abses Bezold’s

 Abses zigomatikus

18
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

a. Nama : An. R

b. Umur : 4 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Alamat : Tantui

e. Agama : Islam

f. Pekerjaan :-

g. No. RM : 07-83-52

h. Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2018

i. Tempat Pemeriksaan : Poli-klinik THT RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

B. Anamnesis

a. Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan

b. Anamnesis Terpimpin : (Alloanamnesis)

Keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 1 bulan yang lalu. Cairan

berwarna kuning, sedikit berbau busuk, dan keluar terus-menerus. Nyeri di

telinga sebelum keluar cairan, telinga penuh, gatal (-), korek (-), telinga

penuh (+), penurunan pendengaran (+). Ibu pasien mengatakan pasien

sebelumnya flu terlebih dahulu ± 1 bulan sebelum telinga pasien sakit.

Batuk (-), demam (-).

19
c. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi (-), pasien belum pernah

mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

d. Riwayat Kebiasaan:

 Pasien jarang berenang

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

 Kakak pasien juga memiliki keluhan cairan keluar dari telinga

 Riwayat atopi (-)

f. Riwayat Pengobatan

 Riwayat minum ampisilin hanya 1x saja

 Minyak tawon yang dioleskan ke cotton bud lalu ditaruh di dalam

telinga

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis Tekanan darah : -

Nadi : 93 x/ menit Suhu: 36,6 o C

Pernafasan : 24 x/ menit

a. Pemeriksaan Telinga

1. Inspeksi dan palpasi :

Kanan Kiri

Bentuk/ukuran normal Bentuk/ukuran normal

20
2. Otoskopi

Kanan Kiri

Daun Telinga NT (-) / (-) NT (-) / (-)

Liang Telinga Lapang, secret (+), Lapang, secret (-),

massa (-) massa (+) berwarna

coklat sedikit

Membran Timpani Sebelum tetes H2O2 Intake, refleks cahaya

3% : sulit dievaluasi (+), hiperemis (-)

Sesudah ditetes

H2O2 3%: Perforasi

sebesar ujung jarum

di kuadran belakang

bawah, Refleks

cahaya/RC (-),

Hiperemis (-)

Gambar 3.1. Pemeriksaan otoskopi pasien

21
3. Pemeriksaan Pendengaran  Sulit dievaluasi karena pasien tidak

koperatif

Kanan Kiri

Rinne Tidak koperatif Tidak koperatif

Weber Tidak koperatif Tidak koperatif

Schwabach Tidak koperatif Tidak koperatif

Kesimpulan - -

b. Pemeriksaan Hidung

1. Inspeksi dan palpasi

Kanan Kiri

Bentuk/ukuran normal, NT sinus Bentuk/ukuran normal, NT sinus

(-), massa (-) (-), massa (-)

2. Rhinoskopi Anterior

Kanan Kiri

Cavum Lapang, secret (+) Lapang, secret (+)

kekuningan sedikit kekuningan sedikit

Concha Oedem(+), hiperemis (+) Oedem(+), hiperemis (+)

22
Septum Deviasi (-), pucat Deviasi (-), pucat

3. Rhinoskopi posterior : Tidak dilakukan Pemeriksaan

c. Pemeriksaan Mulut dan tenggorokan

1. Inspeksi

 Mulut

o Trismus :-

o Gigi : Dalam batas normal

o Lidah : Bersih

 Tenggorokan

Tonsil T1/T1, permukaan rata, oedem (-), Detritus (-)

Kripta (-), Hiperemis (-)

Oropharinx Oedem (-), hiperemis (-), PND (-), granuler (-)

Uvulae Letak di tengah, oedem (-), hiperemis (-)

2. Larigoskopi indirect : Tidak dilakukan Pemeriksaan

d. Pemeriksaan Leher

1. KGB : Tidak teraba

2. Kelenjar Tyroid : Pembesaran (-), NT (-), Mobile

3. Nodul / Tumor : Tidak teraba

23
D. Pemeriksaan Penunjang :

a. Laboratorium : -

b. PA :-

c. Foto :-

E. Diagnosa

Otitis media akut stadium perforasi auricula dextra

F. Diagnosis Banding

1. Otitis eksterna difus

2. Otomikosis

3. OMSK

G. Terapi

1. Amoxicilin + asam clavulanat 3x250 mg (Claneksi syr. 3 dd cth I)

2. Metil prednisolon 1 mg (Sanexon ¼)

Pseudoefedrin HCl 15 mg (Tremenza ¼)

Ambroxol 7,5 mg (Silopect ¼)

Vit. B6 ½ tab

m.f da in pulf dtd. No. XII

S 3 dd pulv I

3. Ofloxacin tetes telinga (Akilen tetes 2 dd gtt II AD)

H. Anjuran

 Cegah agar tidak batuk dan pilek

 Jangan korek telinga sembarangan

 Hindari telinga kemasukkan air/berenang

24
BAB IV
DISKUSI

Pasien atas nama An. R, umur 4 tahun dibawa ibunya ke Poliklinik THT

karena keluar cairan dari telinga kanan. Dari hasil anamnesis, keluhan keluar

cairan dari telinga kanan sejak 1 bulan yang lalu. Cairan berwarna kuning, sedikit

berbau busuk, darah (-), dan keluar terus-menerus. Nyeri di telinga sebelum keluar

cairan, telinga penuh, gatal (-), korek (-), telinga penuh (+), penurunan

pendengaran (+). Ibu pasien mengatakan pasien sebelumnya flu terlebih dahulu ±

1 bulan sebelum telinga pasien sakit. Batuk (-), demam (-). Berdasarkan hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami

otitis media akut stadium perforasi pada telinga kanan.

 Anamnesis

Pasien mengalami keluar cairan dari telinga kanan sejak 1 bulan, keluhan diawali

dengan flu. Pasien awalnya merasa nyeri dan demam tetapi setelah keluar cairan,

nyeri dan demam berkurang.

 Pemeriksaan fisik

Pada otoskopi sebelum ditetesi H2O2 3% didapati adanya sekret yang pada liang

telinga kanan, dan setelah ditetesi H2O2 3% pada telinga kanan didapati bahwa

membran timpani mengalami perforasi sebesar ujung jarum pada kuadran

belakang bawah dengan refleks cahaya (-).

Penatalaksanaan dari kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik oral


(amoxicilin+asam clavulanat) dan antibiotik topikal (ofloxacin tetes telinga),
steroid oral (metilprednisolon), serta dekongestan (pseudoefedrin) dan penghancur

25
lendir (ambroxol). Selain itu pada pasien juga diberikan terapi roboransia berupa
vitamin B6.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita selekta k edokteran. Ed. 3. Jakarta: Media


Aesculapius; 1999.
2. Teele DW, Klein JO, Rosner BA, dkk. Epidemioloy of otitis media during
the first seven years of life in children in Greater Bosto: prospectie cohort
study. J Infect Dis. 1989;(160).
3. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi 7.
Penerbit FK UI: Jakarta; 2014.
4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed. 6. Jakarta:
EGC; 2012. Hal: 626-36.
5. Paulsen F, Waschke J. Sobotta atlas anatomi manusia kepala leher dan
neuroanatomi. Jilid 3. Ed. 23. Jakarta: EGC; 2013. Hal: 381-96.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC;
2012. Hal: 230-43.

27

Anda mungkin juga menyukai