Revisi Kelompok Rasilu
Revisi Kelompok Rasilu
Judul
PILU TUKANG BECAK RASILU JADI KORBAN KECELAKAAN MALAH DIBUI
18 BULAN
1
Pasal 310 ayat (3) UU RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
berbunyi:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Rasilu adalah seorang pengemudi becak yang menjadi tulang punggung keluargannya.
Masalah ini menjadi menarik karena dirinya dijerat dengan hukuman yang sangat berat
dibandingkan beberapa kasus kelalaian yang terjadi di Indonesia. Selain hal ini dirinya bukan
merupakan pengemudi kendaraan bermotor, dan bertanggung jawab atas keadaan
penumpangnya. Selain hal ini, masalah lain datang dari keluarga korban yang tidak mencoba
menyelesaikan permasalahan dengan jalan kekeluargaan terlebih dahulu dan terburu-buru
mengambil keputusan. Akibatnya ketidak konsintenannya ini mereka membuat Rasilu harus
mendekam di penjara.
2
V. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
A. Prespektif Sosial
Hakim harusnya memiliki sensitivitas terhadap keadilan. Hakim tak hanya text
book melainkan harus melihat aspek sosiologis atas putusannya. Seorang hakim harus
memahami rasa keadilan masyarakat dalam membuat vonis atau keputusan. Dalam
konteks kasus ini sebagai dasar acuan pemahaman hakim terhadap rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat dengan pemberitaan yang masyarakat ketahui bahwa kasus
yang dialami oleh Rasilu Alias La Cilu (bukan) karena kesalahannya. Rasilu
melakukan kesalahan bukan karena kesengajaannya. Menurutnya hal tersebut
harusnya dilihat hakim pada kasus tersebut. Seharusnya hakim juga melihat latar
belakang kehidupan Rasilu yang mencari nafkah dari kerjaannya sebagai tukang
becak.
Fakta persidangan dan materi dakwaan memang harus menjadi acuan. Namun tak
adakah upaya hakim untuk menimbang lebih dalam? Dalam perkara pidana ini,
menurut visum, Maryam meninggal karena kecelakaan. Keluarga almarhumah sempat
mencabut perkara. Namun menurut Pejabat Humas PN Ambon, Herry Setyobudi, hal
itu tidak bisa. Maka kasus itu pun terus diproses. Dan hasilnya adalah vonis 18 bulan
oleh majelis hakim yang diketuai Ronny Felix Wuisan itu.
Meski PN Ambon sudah memenuhi kaidah hukum formal, putusan itu dinilai
tidak memenuhi asas hukum lain, yaitu rasa keadilan dan prinsip lainnya. Jelas logika
yuridis ini melawan asas dan prinsip keadilan karena yang menjadi prima causa atau
penyebab utama kematian penumpangnya adalah ketidakhati-hatian atau kelalaian
pelaku tabrak lari. Jika tidak terjadi kelalaian yang menyebabkan tabrak lari, maka
tidak ada penyebab kematian korban.
Oleh sebab itu, putusan di atas tidak menjelaskan akar masalah yang ada. Tukang
becak harus banding untuk meluruskan kekacauan berpikir yang menyebabkan
kekacauan pertimbangan putusan hakim yang menghukum tukang becak.
Vonis terhadap Rasilu seolah-olah membuat preseden buruk lembaga peradilan di
Indonesia. Dia menambahkan, vonis tersebut membuat pandangan publik seolah-olah
menjadikan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.Sehingga tidak muncul
pendapat umum bahwa hukum hanya tajam jika berhadapan dengan orang lemah yang
tidak memiliki akses ekonomi dan politik. Namun, tidak berdaya jika berhadapan
dengan orang yang dekat dengan kekuasaan.
3
B. Pasal 310 ayat (3) UU RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi
daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Aspek keamanan juga
mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika
berlalu lintas dan budaya bangsa melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan
pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang
berkesinambungan.
. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai
oleh Undang-Undang ini adalah :
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong
perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
1. Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
2. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; dan
3. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Prinsip yang di ambil pada pasal UU no. 22 tahun 2009 terhadap kasus Bapak
Rasilu adalah pada undang undang ini dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua
instansi terkait, pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Manajemen Operasional dan Rekayasa Lalu
Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jadi
walaupun korban sudah mencabut laporannya, polisi tetap bisa menjalankan kasusnya
karena pihak Kepolisian berwenang dalam menjalankan penegakan hukum dan
4
rekayasa lalu lintas dan jika dilihat dari tujuan pada UU no. 22 tahun 2009 terdapat
poin terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Dalam
tujuan ini merupakan prinsip juga yang dipegang dalam kasus Bapak Rasilu, pihak
Kepolisian dan Pengadilan menjalankan kasus tersebut untuk memegang tujuan
penegakan hukum dan kepastian hukum.
Peristiwa ini merupakan suatu insiden yang terjadi secara tidak terduga. Antara korban
dan tersangka sama-sama berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Dari proses
hukum yang telah terjadi, tersangka dilaporkan oleh keluarga korban dengan tuduhan
kelalaian yang menyebabkan kematian. Selanjutnya, dari pelapor mencabut laporan dua hari
setelah pelaporan , akan tetapi laporan tidak bisa dicabut dikarenakan kasus sudah berjalan di
pengadilan.
Dalam pandangan kami, pengadilan memang sudah menjalankan proses pengadilan
sesuai dengan prosedur, akan tetapi, dari sebuah sudut pandang sosial, seharusnya, proses
tersebut menyesuaikan kondisi antara pihak yang terlibat dan juga mengadakan keputusan
ulang terhadap laporan keluarga korban dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang
diajukan. Apabila hal ini terjadi tanpa melihat dari kondisi dan keadaan pihak-pihak yang
6
terlibat, maka bisa menyebabkan adanya permasalahan sosial baik dalam sudut pandang
moral masyarakat atau pun hubungan sosial yang terjalin bisa terancam menjadi tidak
harmonis.
Pada kasus ini kita menyadari bahwa antara asas manfaat dan keadilan sangatlah
berhubungan dengan dinamis. Asas manfaat sendiri membawa kebahagiaan kepada setiap
subjek yang terlibat di dalamnya, dan dalam kasus ini tidak dapat membahagiakan semua
subjek yang ada di dalamnya yaitu Rasilu dan keluarga korban yang berniat mencabut
laporan. Kurangnya keadilan terasa karena pihak kepolisian lebih mementingkan asas
kepastian hukum. Selain itu kurangnya saksi mata saat terjadi kejadiaan juga membuat vonis
Rasilu bertambah berat. Kepolisian tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Mobil yang
melintas saat Rasilu jatuh belum diidentifikasi keberadaaanya. Vonis pun dijatuhkan, sengaja
maupun tidak, hal ini terjadi karena kelalaian. Polisi yang berpegangteguh pada asas
kepastian hukum mengorbankan nilai kemanfaatan yang pada waktu itu diasumsikan dapat
memberi kebahagiaan pada pihak korban. Tetapi setelah adanya pencabutan dari pihak
korban terasa hilangnya asas kemanfaatan karena prioritas kepolisiaan dalam asas kepastian
hukum, yang menurut kepolisian atau hakim adalah hal yang paling adil karena semakin lama
semakin jauh dari titik terang.
Sehingga dalam kasus ini, pengadilan perlu mempertimbangkan cabutan laporan dari
pelapor dengan mempertimbangkan juga alasan pecabutan. Sudah seharusnya supaya
kebijaksanaan dalam memberikan keputusan, pengadilan harus mengusut kasus ini lebih
dalam dengan mempertemukan semua pihak yang terlibat dan mengumpulkan keterangan
sebanyak mungkin sehingga jalan tengah yang dihasilkan memberikan keadilan bagi
semuanya.
7
VII. Kesimpulan
Kasus yang menimpa Rasilu bermula saat Rasilu membawa penumpang, Maryam
Latanda pada 23 September 2018. Saat melintas di Jalan Umum Sultan Babullah, Sirimau,
Ambon atau tepatnya di depan Masjid Raya Alfatah, Ambon, sebuah mobil melaju kencang.
Rasilu berusaha menghindari mobil yang melaju kencang itu. Becak merah yang dibawa
Rasilu terguling. Mobil tancap gas kabur. Rasilu tersungkur, begitu juga penumpangnya.
Rasilu didakwa mengemudikan kendaraan roda tiga yang karena kelalaiannya mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain (korban/alm Maryam Latanda)
meninggal dunia.
Menurut kami hilangnya rasa keadilan pada kasus ini adalah akibat dari tidak
terpenuhinya asas kemanfaatan dalam hukum. PN Ambon sudah memenuhi asas kepastian
hukum dan kaidah hukum formal dengan menegakkan keadilan. Tetapi manfaat dari
penegakan ini terasa sia-sia karena pencabutan laporan dari pihak korban. Selain itu cepatnya
putusan hakim dalam kasus ini juga menjadi masalah. Saksi kunci yang belum teridentifikasi
sebelum diadakannya sidang membuat hukum terasa tajam ke bawah, jika kita bandingkan
dengan kasus-kasus kelailaian lalu lintas lain.
Menurut kami asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum ini juga sama-sama
penting. Ketiga asas ini memang tidak bisa secara rata berlaku sejajar pada kasus yang sama.
Adanya keadilan hukum harus didasari kepastian hukum sehingga manfaat hukum dapat
dirasakan secara adil bagi masyarakat.
Detik News. 5 Fakta Pilu Tukang Becak Rasilu Dipenjara 18 Bulan. 02 25, 2019.
https://news.detik.com/berita/d-4442213/5-fakta-pilu-tukang-becak-rasilu-dipenjara-
18-bulan (accessed 05 13, 2019).
—. Vonis Tukang Becak Korban Tabrak Lari Dibui 18 Bulan Dinilai Tak Adil. 03 01, 2019.
https://news.detik.com/berita/d-4449293/vonis-tukang-becak-korban-tabrak-lari-
dibui-18-bulan-dinilai-tak-adil (accessed 05 14, 2019).
LBH Jakarta. Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Raya. 04 04, 2013.
https://www.bantuanhukum.or.id/web/implementasi-undang-undang-nomor-22-
tahun-2009-tentang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan-raya/ (accessed 05 15, 2019).
Noraini, Ria. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kasus Kelalaian Pengemudi yang
Menimbulkan Kecelakaan di Jalan Raya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
8
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Kasus Di Polres
Sleman, Yogyakarta). Studi Kasus, Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta, 2017.
Rasuanto, Bur. Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas Dua Teori
Filsafat Politik Modern. Jakarta: Gramedia, 2005.
Subarna, H.M., and Sunarti. Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap. Jakarta: CV.
Pustaka Grafika, 2012.
Wantu, Fence M. "Arti Penting Prophetic Intellgence Bagi Hakim dalam Memutuskan
Perkara di Pengadilan." Jurnal Ilmiah Hukum Legality, 2007.
9
IX. Kliping Kasus
1. Ayah 5 Anak
Rasilu memiliki satu istri dan lima anak, yaitu Aisa (14) yang masih
duduk di kelas 3 SMP, Anggun (13) kelas 2 SMP, Haliza (9) kelas 3 SD,
Muhamad Alif (7), dan Ahmad yang baru berusia 1 tahun.
"Dia (Rasilu) rajin kerja (narik becak) karena anaknya sekolah. Dia
punya anak itu ada lima dan istrinya ada di kampung (Bau-Bau.
Sulewasi Tenggara)," kata teman Rasilu, Karim.
Karim menambahkan sekitar dua bulan lalu istri Rasilu melahirkan anak
kelima. Rasilu mengadu nasib di Kota Ambon dan menyewa kamar kos
bersama teman-temannya. "Dia kos sama temannya dan sekitar dua
bulan dia punya istri melahirkan anak kelima," kata Karim.
10
2. Penumpang Sedang Sakit
Rasilu membawa penumpang Maryam dan Novi pada 23 September
2018 malam. Maryam sedang sakit sehingga perlu diantar dengan
cepat. Saat melintas, lewat sebuat mobil dengan kecepatan cepat dan
Rasilu kaget.
"Posisinya waktu itu hujan jalan licin mungkin dan turun-turun karena
sudah lewat lorong kita suruh (tukang becak) untuk masuk lorong (jalan
pintas) jatuh. Tidak tabrak mungkin dia (Rasilu) kaget," kata Novi.
Rasilu lalu mengantar Maryam dan Novi ke rumah sakit lagi. Namun,
nyawa Maryam tidak tertolong.
"Saya yakin dia (Rasilu) tidak sengaja, tidak sengaja. Bukan 7 hari lagi,
dari 2 hari pihak keluarga sudah cabut perkara, minta supaya cabut
perkara tetapi pihak kepolisian keberatan," kata pihak keluarga korban,
Tomang.
"Dalam proses itu (duka) 7 hari memang pihak keluarga Rasilu datang
ke rumah tapi kita bilang belum layani karena masih berduka, masih
urus hari orang meninggal dulu. Tapi dalam proses 7 hari pihak
keluarga Rasilu datang bawa gula dan kopi buat hari," jelas Yanti
11
"Menuntut, menyatakan Terdakwa Rasilu Alias La Cilu bersalah
melakukan tindak pidana mengemudikan kendaraan roda tiga (becak)
yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia,
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 310 ayat (3) UU RI
Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan jalan," tuntut jaksa.
(asp/aan)
12
B. Pilu Tukang Becak Rasilu, Jadi Korban
Kecelakaan Malah Dibui 18 Bulan
Sebagaimana dikutip dari website PN Ambon, Jumat (22/2/2019), kasus bermula
saat Rasilu membawa penumpang, Maryam Latanda pada 23 September 2018.
Saat melintas di Jalan Umum Sultan Babullah, Sirimau, Ambon atau tepatnya di
depan Masjid Raya Alfatah, Ambon, sebuah mobil melaju kencang. Rasilu berusaha
menghindari mobil yang melaju kencang itu.
Bruk!!!
Becak merah yang dibawa Rasilu terguling. Mobil tancap gas kabur. Rasilu
tersungkur, begitu juga penumpangnya.
Dengan tertatih dan penuh tanggung jawab, Rasilu mengayuh lagi becak dan
membawa Maryam ke RS dan menanggung seluruh biaya berobat. Namun, Tuhan
berkata lain sehingga nyawa penumpangnya tak tertolong.
Tapi di mata penegak hukum, Rasilu tetap dinilai bersalah. Rasilu dipisahkan dari
istri dan lima anak-anaknya, Aisa (14) yang masih duduk di kelas 3 SMP, Anggun
(13) kelas 2 SMP, Haliza (9) kelas 3 SD, Muhamad Alif (7), dan Ahmad yang baru
berusia 1 tahun. Rasilu ditahan dan dipaksa duduk di kursi pesakitan.
Pada 5 Desember 2018, Rasilu didakwa mengemudikan kendaraan roda tiga yang
karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
orang lain (korban/alm Maryam Latanda) meninggal dunia.
Pada 6 Februari 2019, jaksa dengan menuntut Rasilu selama 2 tahun penjara.
Mendapati tuntutan ini, Rasilu mengiba mengharap keadilan. Tapi pembelaan Rasilu
sia-sia. Hakim tetap menyatakannya bersalah.
"Menyatakan Terdakwa Rasilu tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan
13
bersalah melakukan tindak pidana karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan
orang lain mati. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Menetapkan masa penangkapan dan
penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan," kata majelis saat membacakan putusan pada 20 Februari 2019.
Atas putusan itu, Rasilu kini hanya bisa menerawang dari dalam penjara. Istri Rasilu,
Wa Ode harus banting tulang menghidupi lima anak mereka. Wa Ode yang sehari-
hari menjadi pemecah kulit kacang mede itu kini pasrah.
(asp/rvk)
C.
14