Anda di halaman 1dari 31

HEMATORAK

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Aan Sektiany (1611B0200)


2. Agustinus Bali Matkusa (1611B0202)
3. Desi Mayasari Pasaribu (1611B0218)
4. Ika Yuliani (1611B0230)
5. Martinho Orlando D (1611B0245)
6. Meri Anggun Ningtyas (1611B0246)
7. Mita Dwi Rahmawati (1611B0249)
8. Megi R.D Takubak (1611B0311)
9. Muhamad Ali Asadulloh (1611B0250)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2019
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 DEFINISI
Hematotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga
pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi
terpenting perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan
pleura. (Muttaqin, Arif. 2014).
Akumulasi darah dalam dada, atau hematotoraks adalah masalah yang relatif umum,
paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada hematothorak tidak
berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab. Identifikasi dan pengobatantraumatik hematothorak adalah bagian penting dari
perawatan pasien yang terluka. &alam kasus hematothorak tidak berhubungan dengan
trauma, penyelidikan yang hati-hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan ketika
perawatan terjadi.(Bararah, Taqiyyah. 2014)

1.2 ETIOLOGI
Etiologi penyakit terdiri dari :
Trauma tembus, Trauma Luka Tembak, Luka Tikam / tusuk tumpul, Kecelakaan kendaraan
bermotor, Jatuh, Pukulan pada dada

1.3 PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan
dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation/perfusion
mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekanan
intratthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan
tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dari jaringan ( syok ), Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax
yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi.
Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden
atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru
– paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral
dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat
trauma tumpul.
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang
kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.
Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi
terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke
5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau
aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan
dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest
tube, Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks

1.4 KLASIFIKASI
Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung. Hematotoraks, Pneumothoraks
1.5 GEJALA KLINIS
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan spontan
(bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi
paaru- paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1 Ada jejas pada thorak
2 Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3 cembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4 Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5 Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6 Penurunan tekanan darah
7 Meningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
8 Bunyi muffle pada jantung
9 Perfusi jaringan tidak adekuat
10 Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan dapat terjadi dini pada tamponade jantung

1.6 PEMERIKSAAN FISIK


Inspeksi
1. Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka
masuk dan keluar.
2. Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
3. Gerakkan dan posisi pada akhir dari ekspirasi. Palpasi
4. Diraba ada/tidak krepitasi
5. Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
6. Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan Perkusi
7. Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
8. Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus
atau garis miring.
Auskultasi
1. Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
2. Bising napas melemah atau tidak.
3. Bising napas yang hilang atau tidak.
4. Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
5. Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada:

Pemeriksaan Lainya
1. Pemeriksaan tekanan darah.
2. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar
3. Pemeriksan kesadaran.
4. Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
5. Kalau keadaan gawat pungsi.
6. Kalau perlu intubasi napas bantuan.
7. Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
8. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal
9. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax
AP, kalau keadaan memungkinkan).

1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan Laboratorium- Gas darah arteri (GDA), untuk melihat adanya
hipoksia akibat kegagalan pernafasan- Torasentesis : menyatakan darah/cairan
serosanguinosa.- Hemoglobin : mungkin menurun.- Saturasi O2 menurun (biasanya)-
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan di daerah thoraks
Radio Diagnostik
- Radiologi : foto thorax (AP) untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali
paru-paru dan untuk melihat daerah terjadinya trauma
- EKG memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non spesifik atau
disritmia
- Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang
dapat membantu penilaian pericardium dan dapat mendeteksi cairan di kantung
perikard

1.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu:
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan
ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation)
b. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:• Mempertahankan saluran napas
yang paten dengan pemberian oksigen
c. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
d. Pemasangan infuse
e. Pemeriksaan kesadaran
f. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
g. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak

1.9 KOMPLIKASI
a. Fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
d. Pembuluh darah besar : hematothoraks.
e. Esofagus : mediastinitis.
f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson)

1.10 PENCEGAHAN
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta
menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag
biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.
BAB II
TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman
(bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c. Psikososial
Tanda : ketakutan, gelisah.
d. Makanan atau cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral atau infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas
dalam.Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
f. Pernapasan Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi
napas menurun, fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan
dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas,
gelisah, bingung,dan pingsan.
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau trauma : penyakit paru
kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema atau efusi), keganasan (mis.Obstruksi
tumor).
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadang
– kadang menurun. Pa O2 normal / menurun.
2. Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan

3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas,nyeri,batuk-batuk. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor atau
hipersonor atau timpani , hematotraks ( redup ) Pada asukultasi suara nafas , menurun,
bising napas yang berkurang atau menghilang. Pekak dengan batas seperti , garis
miring atau tidak jelas.Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak
sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.Takhikardia , lemah , Pucat , Hb
turun / normal. Hipotensi
3. Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
Kemampuan sendi terbatas . Ada luka bekas tusukan benda tajam.Terdapat
kelemahan.Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
4. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
5. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

4. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
6. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.

5. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma
Tujuan : Pola pernapasan efektif, Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif,
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi atau faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan atau ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
 Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
 Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara
atmosfir masuk ke area pleural.
 Observasi gelembung udara botol penempung.
gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring
dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.
 Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat
drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang
mengubah tekanan negative yang diinginkan.
 Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pemberian antibiotika, pemberian
analgetika, fisioterapi dada, konsul photo toraks.
Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar atau normal
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
o Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
o Lakukan pernapasan diafragma
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-
lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret.
o Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya
batuk klien.
o Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
o Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
o Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi
dan fisioterapi.
Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi
dada.Konsul photo toraks.
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
e. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan


ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan /
meningkatkan mobilitas pasien.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow


drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Intervensi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
c. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
o Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
o Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak
nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi atau terkontrol.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
b. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka,
untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
o Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb
dan leukosit.
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
c. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Tgl. MRS : 03/03/2019 Tgl. Pengkajian : 05/03/2019 No.


Register : 11381268 Ruangan : R12 HCU BED 15

I. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 65 Thn
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : Buruh Jamur
Gol. Darah :-
Alamat : Dsn Lang – Lang IV RT. 10 Rw 01

II. ANAMNESE
A. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah Sakit :
Pasien mengatakan nyeri setelah jatuh dari pohon mahoni dan jatuh keadaan
terlentang dan sulit bernafas
Saat Pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri Nyeri dan sesak
Tanda Tanda Vital Awal :
GCS => E : 4 V : 5 M: 6 Pupil : 3mm / 3 mm Reflek Cahaya : + / +
TD => 79/ 45 mmHg Nadi : 65 x / mnt reguler Suhu : 36,5o C
RR => 24 x / mnt SPO2 : 96% Akral : Hangat
Status Alergi : Tidak ada
Gangguna Perilaku : Tidak ada

B. Riwayat Penyakit Sekarang, Kronologis dari penyakit yang diderita saan ini mulai
awal hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi PQRST ditambah :
P: Pencetus : jatuh dari pohon mahoni kurang lebih tinggi 10 meter dan jatuh
terlentang
Q: Kuantitas : > 5 menit
R : Regio : dada sebelah kanan
S : Skala : skala nyeri 4
T : Timing : Hilang Timbul

a) Status Nyeri (Jika Ada Keluhan)


1. Menurut Skala Intensitas Numerik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi

1 □ Tidak Nyeri □ Pasien mengatakan tidak


merasa nyeri
2 □ Nyeri ringan □ Pasien mengatakan sedikit nyeri atau
ringan.
□ Pasien nampak gelisah
3 □ Nyeri sedang □ Pasien mengatakan nyeri masih bisa ditahan
atau sedang
□ Pasien nampak gelisah
□ Pasien mampu sedikit berparsitipasi dalam
perawatan
4 □ Nyeri berat □ Pasien mangatakan nyeri tidak dapat
ditahan atau berat.
□ Pasien sangat gelisah
□ Fungsi mobilitas dan perilaku pasien
berubah
5 □ Nyeri sangat berat □ Pasien mengatan nyeri tidak tertahankan
atau sangat berat
□ Perubahan ADL yang mencolok
( Ketergantungan ), putus asa.

C. Pengkajian Primer
Airway
Sumbatan :
a. benda asing : Tidak ada
b. darah : tidak ada
c. Sputum : tidak ada
Breathing
Sesak dengan :
- Sesak nafas pasca jatuh lalu dipasang chest tube
- Sesak dengan aktifitas : bergerak , dan sudah diposisikan semi fowler ,
terpasang o2 NRBM 10 lbpm
- Frekuensi sesak : hilang timbul
- Irama : teratur
- Kedalaman : tidak ada
- Batuk : produktif (bisa batuk efektif )
- Bunyi nafas Tambahan : Tidak ada
Circulation
- Kesadaran : 4 5 6 ( compos mentis)
- Nadi : 65 x / menit
- Irama : regular
- Denyut : lemah
- Tekanan darah : pada saat masuk 79/45
- Ekstremitas : hangat
- Warna Kulit : Normal coklat
- Edema : tidak ada
Disability
- Alert : ada respon
- Voice : menjawab spontan
- Pain : dapat merasakan nyeri
- Unrensponsive : tidak
- Rekasi Pupil : normal mengikuti cahaya
Eksposure / Environment
- Pemeriksaan foto thorak untuk mengetahui apakah ada fraktur dan luka
pendarahan dalam karena tidak tampak pendarahan di luar
- Pemeriksaan penunjang : foto thorax dan pemeriksaan darah BGA dan darah
lengkap serta kimia klinik ; dan didapatkan : hemato thorax terdapat deformitas
di costae 7 – 8 dextra
- Event penyebab kejadian : jatuh dari pohon mahoni kurang lebih 10 meter dan
jatuh terlentang

D. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Tidak ada riwayat sakit
b. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada riwayat sakit
c. Anamnese singkat (AMPLE) :
Alergi : tidak ada
Medikasi : Infus dan Injeksi dan o2
Nyeri : Skala 4 dada hilang timbul
Terakhir kali makan : normal selalu aktifitas makan seperti biasa baik dirumah
dan di rumah sakit.
Penyebab injury : jatuh dari pohon mahoni karena menginjak dahan yang kering.
Pemeriksaan head to toe :
- Kepala : bentuk normal
- Mata : normal
- Telinga : normal
- Hidung : Normal
- Mulut : Normal
- Leher : Normal
- Dada :
o I : penggunaan pernafasan bantuan o2 NRBM 10 lbpm
o P : normal
o P : suara normal
o A : Suara pernafasan jantung dan paru normal
- Abdomen I :
o I : Normal
o A : Bising usus normal
o P : Tidak Ada Nyeri tekan
o P : Normal , tidak kembung
- Ekstremitas :
o Rentang gerak : dapat bergerak sempurna
o Kekuatan Otot : 5/5/5/5
o Deformitas : Tidak ada deformitas
o Kontraktur : tidak ada
o Edema : tidak ada
o Nyeri : tidak ada
o Krepitasi : tidak ada
- Kulit / integument :
o Turgor : baik , < 3 detik
o Mukosa : lembab (normal)
o Kulit : Normal
o Suhu : 36o C
- Observasi pemeriksaan Fisik :

Breath (B1) Pergerakan dada Simetris


Pemakaian otot bantu nafas Tidak ada
Suara nafas Tidak ada

Batuk Produktif
Sputum Tidak Ada

Alat bantu nafas Tidak Ada


Lain – lain

Blood (B2) Suara jantung Normal


Irama jantung Regular
CRT ≤ 2 detik

JVP Normal
CVP Tidak ada
Edema Tidak ada

Lain-Lain

Brain (B3) Tingkat kesadaran Kuantitatif (GCS)


E:4V:5M:6
Reaksi pupil 3mm / 3 mm

Reflek fisiologis Tidak ada


Reflek patologis Normal
Meningeal sign Tidak ada
Lain-lain

Bladder Urin Kuning


(B4)
Kateter Ada hari 1
Kesulitan BAK Ya
Lain-lain

Bowel (B5) Mukosa bibir Lembab


Lidah Bersih
Keadaan gigi Lengkap
Nyeri telan Tidak
Abdomen Tidak ada distensi
Peristaltic usus Normal
Mual Tidak
Muntah Tidak
hematemesis Tidak
Melena Tidak
Terpasang NGT Tidak
Diare Tidak
Konstipasi Tidak
Asites Tidak
Lain-lain

Bone (B6) Turgor Baik


Perdarahan kulit Tidak ada
Icterus Tidak ada
Akral Hangat
Pergerakan sendi Bebas
Fraktur Ada costae 7-8 dextra
Luka Tidak ada
Lain-lain

- Pemeriksaan Kebutuhan Fungsional :


o Makan : butuh bantuan keluarga (1)
o Mandi : tergantung orang lain (0)
o Perawatan diri : tergantung orang lain (0)
o Berpakaian : dibantu (mengancing baju ) (1)
o Buang air kecil : Cateter (1)
o Buang air besar : Teratur (2)
o Penggunaan toilet : dapat melakukan sendiri sebagian (1)
o Trasnfer : Butuh bantuan (duduk ) ( 1 )
o Mobilitas : berjalan dibantu 1 orang ( 2)
o Naik tutun tangga : tidak mampu (0)
Interprestasi hasil : 5 – 8 (Ketergantungan Berat )
E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologi :
o Foto Thorax awal pemeriksaan : tgl 02 / 03 /18
Terdapat hemato thorax deformitas di costae 7-8
Sehingga harus dipasang chest tube (Operasi)
o Foto Thorax Kontrol tgl 03/ 03 / 18
Masih terdapat pendarahan dan chest tube belum bisa dilepas
o Foto thorax control tgl 07/03/ 18
Masih terdapat pendarahan sedikit dan belum bisa dilepas chest tube .
masih observasi undulasi dan cairan dengan reflek batuk .
- Pemeriksaan Lab Darah :
o Pemeriksaan darah tgl 03/ 03/ 2018
Kimia Klinik (BGA )
Elektrolit
Hematologi
Faal hati
Faal Ginjal
Faal Hemostasis
o Pemeriksaan Darah tgl 07/ 03/ 2018
Kimia Klinik (BGA)

F. TERAPI YANG DIBERIKAN :


Injeksi
Observasi
Konsultasi dokter
Pemasangan chest tube
Rontgen Thorax
Pemberian NRBM 10 lbpm
Pemasangan cateter
PATHWAY PENYAKIT
HEMATOTHORAX

Trauma
Trauma Tumpul
Trauma Tajam

Kompressi

Sternum Faktur Sternum Faktur OS Costae 7-8

Perlukaan Jaringan
Perdarahan Tulang dalam

Pleura Bocor
Hematothorax

Terpasang Chest Tube

Ekspansi Paru Memicu Impuls Nyeri

MK : Ketidakefektifan pola nafas MK : Nyeri


ANALISA DATA

Nama Klien : TN.S No. Register : 11381268


Umur : 65 Thn
DATA PENUNJANG PENYEBAB MASALAH
DS : Jatuh dari pohon mahoni kurang lebih 10 meter dan jatuh 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi
Pasien mengatakan Nyeri dada Sesak terlentang paru dan deformitas tulang rusuk
DO : Sehingga harus dipasang chest tube dan bed rest
KU : lemas , GCS 456 nadas spontan 2. Nyeri dada berhubungan dengan pendarahan dan pasca
dengan o2 NRBM 10 lpm , infus , operasi terpasang chest tube
cateter urine , terpasang chest tub pada
dada kanan , skala nyeri 4
Td: 79 / 45 RR : 24 SPO 2:
96%
N : 88 x / mnt S : 36,5 oC
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Klien : TN.S No. Register : 11381268


Umur : 65 Thn
NO. Dx. KEP NOC NIC
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen pernafasan :
berhubungan dengan ekspansi paru 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, 1. Posisikan pasien semi fowler
dan deformitas tulang rusuk dengan kriteria hasil: 2. Pola Nafas , hitung dan catat frekuensi pernafasan
Kepatenan jalan nafas 3. Observasi pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
DS: I. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas pernafasan
Pasien mengatakan dadanya sesak normal (5) 4. Perhatikan adanya kelemahan otot diagfragma
II.Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan (5) 5. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai
DO : Terapi oksigen :
Pasien tampak nafas dalam Tanda tanda vital 1. Mempertahankan jalan napas paten
Tensi : 79 / 45 mmHg 11 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan 2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
RR : 24 x / menit darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 3. Monitor aliran oksigen
Nadi 88 x / menit mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-20 x/menit, 4. Berikan obat – obatan sesuai indikasi
T : 36,5 C suhu 36,5 – 37,5 C) Monitor pernafasan :
NRBM : 10 lbpm 6. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat
Terdapat operasi chest tube untuk bernafas
mengeluarkan pendarahan 7. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot
bantu pernafasan
8. Monitor suara nafas seperti snoring
Pendidikan kesehatan :
1. Ajari teknik nafas Dalam
2. Ajari batuk efektif / proaktif untuk mengevaluasi pendarahan di
dinding dada.

NO. Dx. KEP NOC NIC


2. Nyeri dada berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen Nyeri :
pendarahan dan pasca operasi 24jam pasien menunjukkan nyeri berkurang, dengan
terpasang chest tube kriteria hasil: 1 Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi,
Mengontrol nyeri : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
DS: 1 Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang (5) 2 Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
Pasien mengatakan nyeri di area 2 Pasien dapat menjelaskan lamanya nyeri 3 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan
dada yang terpasang chest tube berlangung(5) pengalaman nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri
3 Pasien dapat menjelaskan sebab nyeri (5) 4 Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup(
DO : 4 Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi nyeri napsu makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial)
P: nyeri dada terpasang chest tube (5) 5 Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeriLakukan
pendarahan 5 Pasien kooperatif dalam kolabrasi pemberian evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran
Q: hilang timbul nyeri tertekan analgesic (injeksi) pengontrolan nyeri yang telah dilakukan
R : dada dextra 6 Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri,
S : skala 4 Level Nyeri : berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
T: hilang timbul 1 Pasien tidak tampak meeringis kesakitan (5) ketidaknyamanan dari prosedur
Tensi : 79 / 45 mmHg 2 EKspresi wajah tidak menunjukan nyeri (5) 7 Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi,
RR : 24 x / menit 3 Tidak ada Nyeri Tekan di area dada & Pasca guide imagery,relaksasi)
Nadi 88 x / menit Operasi chest tube (5) 8 Kolaborasi pemberian analgesic
T : 36,5 C 4 Pasien tidak gelisah (5)
NRBM : 10 lbpm
Terdapat operasi chest tube untuk
mengeluarkan pendarahan
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru dan deformitas tulang rusuk

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Identifikasi etiologi /factor pencetus, contoh Pemahaman penyebab kolaps paru perlu
kolaps spontan, trauma, infeksi, komplikasi untuk pemasangan selang dada yang tepat dan
ventilasi mekanik. memilih tindakan terapiutik yang tepat.
. Evaluasi fungsi pernapasan, catat Distres pernapasan dan perubahan pada tanda
kecepatan/pernapasan serak, dispnea, vital dapat terjadi sebagai akibat stress
terjadinya sianosis, perubahan tanda vital. fisiologis dan nyeri menunjukan terjadinya
3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila syok b/d hipoksia/perdarahan.
menggunakan ventilasi mekanik dan catat Kesulitan bernapas dengan ventilator atau
perubahan tekanan udara. peningkatan tekanan jalan napas diduga
4. Auskultasi bunyi napas. memburuknya kondisi/terjadi komplikasi
(28egativ spontan dari bleb, terjadi
pneumotorak).
Catat pengembangan dada dan posisi trahea. Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada
6. Kaji fremitus. pada lobus, segmen paru/seluruh area paru
(unilateral). Area Atelektasis tidak ada bunyi
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dan sebagian area kolaps menurun
napas dalam. bunyinya.
8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian Pengembangan dada sanma dengan ekspansi
kepala tempat tidur). paru. Deviasi trahea dari area sisi yang sakit
9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien pada tegangan pneumothoraks.
untuk kontrol diri dengan gunakan pernapasan Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun
lambat/dalam. pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
10. Bila selang dada dipasang : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal
– Periksa pengontrol pengisap untuk jumlah buat batuk lebih efektif/mengurangi trauma.
hisapan yang benar (batas air, pengatur Meningkatkan inspirasi maksimal,
dinding/meja disusun tepat). meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
– Periksa batas cairan pada botol pengisap pada sisi yanmg tidak sakit
pertahankan pada batas yang ditentukan. Membantu pasien alami efek fisiologis
hipoksia yang dapat dimanifestaikan sebagai
– Observasi gelembung udara botol ansietas/takut
penampung.
Mempertahankan tekanan 28egative intra
– Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas pleural sesuai yang diberikan, meningkatkan
gelembung botol penampung. ekspansi paru optimum atau drainase cairan.
– Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat Air botol penampung bertindak sebagai
pada pasien atau system) dengan mengklem pelindung yang mencegah udara atmosfir
kateter torak pada bagian distal sampai keluar masuk kearea pleural.
dari dada.
Gelembung udara selama ekspirasi
– Klem selang pada bagian bawa unit drainase menunjukan lubang angin dari pneumothorak
bila kebocoran udara berlanjut. (kerja yang diharapkan).
– Awasi pasang surut air penampung menetap Bekerjanya pengisapan, menunjukan
atau sementara. kebocoran udara menetap mungkin berasal
– Pertahankan posisi normal dari system dari pneumotoraks besar pada sisi
drainase selang pada fungsi optimal. pemasangan selang dada (berpusat pada
pasien), unit drainase dada berpusat pada
– Catat karakteristik/jumlah drainase selang
system.
dada.
Bila gelembung berhenti saat kateter diklem
– Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang pada sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada
(milking). pasien (sisi pemasukan / dalam tubuh pasien).
– Pijat selang hati-hati sesuai protocol, yang Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat
meminimalkan tekanan negatif berlebihan. system.
Botol penampung bertindak sebagai
– Bila kateter torak putus/ lepas.Observasi manometer intra pleural (ukuran tekanan
tanda distress pernapasan intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang
– Setelah kateter torak dilepas. Tutup sisi surut) tunjukan perbedaan tekanan antara
lubang masuk dengan kasa steril. inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6
selama inspirasi normal dan sedikit meningkat
saat batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan
INTERVENSI KOLABORASI abstruksi jalan napas atau adanya
pneumothorak besar.
– Kaji seri foto thorak.
Berguna untuk mengevaluasi
– Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan
kapasitas vital/pengukuran volume tidal. yang memerlukan upaya intervensi.
– Berikan oksigen tambahan melalui Pemijatan mungkin perlu untuk
kanula/masker sesuai indikasi. meyakinkan/mempertahankan drainase pada
adanya perdarahan segar/bekuan darah besar
atau eksudat purulen (Empiema).
Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien
karena perubahan tekanan intratorakal,
dimana dapat menimbulkan
batuk/ketidaknyamanan dada.
Pemijatan yang keras dapat timbulkan tekanan
hisapan intratorakal yang tinggi dapat
mencederai.
Pneumothorak dapat terulang dan
memerlukan intervensi cepat untuk cegah
pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
Deteksi dini terjadinya komplikasi penting,
contoh berulang pneumothorak, adanya
infeksi.
Mengawasi kemajuan perbaikan
hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi selang endotraheal
mempengaruhi inflasi paru.
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
Alat dalam menurunkan kerja napas,
meningkatkan penghilangan distress
Mengalihkan perhatian pasien terhadap rasa
2. Berikan tehnik relaksasi distraksi nyerinya sehingga nyeri pasien berkurang
- jika nyeri tidak berkurang, kolaborasikan Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan
dengan dokter untuk pemberian obat analgesik pasien
- observasi skala nyeri setelah intervensi yang Sebagai evaluasi terhadap intervensi yang
telah dilakukan telah dilakukan dan untuk merencanakan
intervensi selanjutnya.
BAB VI
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma
tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu.
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota
besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan
oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh
trauma toraks sebesar. Dan hanya penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan
operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari
ancaman kematian .
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan .

4.2. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa
mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah. 2014. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat


Profesional Edisi Jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustakarya
Chardoli M, Hasan-Ghaliaee T, Akbari H,Rahimi-Movaghar V. Accuracy of chest
radiography versus chest computed tomography in hemodynamically stable patients with blunt
chest trauma. J Chin

Current treatment and outcomes of traumatic sternal fractures—a systematic review. Klei,
Dorine S., et al. Utrech : International Orthopaedics (SICOT), 2018, Vol. 1.

Department of Surgical Education. Tissue plasminogen activator in traumatic


hematotoraks [internet]. Orlando: Orlando Regional Medical Center; 2014

Mahoozi, Hamid Reza; Volmerig, Jan; dan Hecker, Erich. 2016. Modern Management of
Traumatic Hemothorax. J Trauma Treat, an open access journal, Volume 5 Issue 3 – 1000326.

Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book

Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction.

Ota H, Kawai H, Matsuo T. Video-Assisted minithoracotomy for blunt diaphragmatic


rupture presenting as a delayed hematotoraks. Ann Thorac Cardiovasc Surg. 2014;20(1):911-4.
Traumatol. 2016;16(6):351-4.

Anda mungkin juga menyukai