Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul
Qur’an diantara lain :
a. Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
ذالكّ وغير باالحكام المتعلقة ومعانيه وادابهوالفاظه وسنده نزوله جهة من العزيز الكتاب احوال عن فيه يبحث علم.
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-
maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan
hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-
hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas
al-Qur’an.
Allah SWT menurunkan ayat pertama Alquran pada bulan Ramadan. Meski ada sejumlah
perbedaan, namun mayoritas ulama berpendapat 17 Ramadan --13 tahun sebelum hijriah--
dipercaya sebagai malam nuzulul quran (turunnya Alquran). Sebagian meyakini tanggal
tersebut bertepatan dengan 10 Agustus 610 masehi.
Alquran diturunkan oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Muhammad SAW di Gua
Hiro, Mekkah, Arab Saudi. Setelah itu Alquran turun berangsur-angsur selama kurang lebih 23
tahun. Sebagian meriwayatkan Alquran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Selama itu,
Alquran difirmankan Allah kepada Muhammad sebanyak 30 juz atau 114 surat atau sekitar
6666 ayat. Alquran turun di dua tempat, yaitu di Mekkah (yang kemudian ayatnya disebut
Makkiyah) dan Madinah (disebut ayat Madaniyah).
Muhammad merasa janggal dengan hal seperti itu. Akhirnya, dia kerap menyisihkan hari-
harinya untuk berdiam diri di Gua Hira yang terletak di Utara kota Mekkah. Di dalam gua itu,
Muhammad merenungi berbagai masalah penciptaan alam semesta, perihal Tuhan, dan
kehidupan penduduk Arab yang tidak bermoral. Hingga satu hari, kehidupan Muhammad
berubah saat Jibril mendatanginya.
Melihat pemandangan yang tidak biasa, dalam keadaan terburu-buru Muhammad segera berlari
pulang. Berkeringat, menggigil, ketakutan adalah emosi yang dirasakan Muhammad saat dia
menceritakan pengalamannya kepada Khadijah. Sebagai seorang Istri, Khadijah memberikan
dukungan kepada suaminya. Taufik menulis, "Khadijah menenangkannya dengan menegaskan
kesejatian pengalaman penerimaan wahyu tersebut, karena Muhammad adalah orang baik yang
tidak mungkin dirasuki ruh jahat,".
Nabi Muhammad dikenal sebagai pribadi yang tidak bisa membaca atau menulis, dalam bahasa
Arab disebut ummi. Sedangkan, wahyu pertama yang turun kepada Muhammad adalah surat Al
'Alaq 1-5. Yang mana, ayat pertama pada surat tersebut berisikan perintah untuk membaca.
Berdasarkan tuliskan Musnur Hery Zuhdiyah dalam Jurnal UIN Raden Fatah, ketika Jibril
membacakan ayat pertama yang berbunyi iqra' (bacalah!), Muhammad selalu mengatakan maa
ana bi qari' (saya tidak bisa membaca).
Jibril kemudian mendekap Muhammad hingga merasa sesak nafas. Setelah Jibril melepaskan
dekapannya, ia kembali menyerukan kata-kata iqra dan jawaban yang sama turut dijawab oleh
Muhammad. Hingga, untuk yang ketiga kalinya, Jibril membacakan surat Al 'Alaq ayat 1-5.
Sejak saat itu, Muhammad resmi menjadi Nabi dan memiliki tugas untuk mensyiarkan ajaran
Islam sebagaimana nabi-nabi sebelumnya.
Jika merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, Nabi Muhammad menerima firman
dari Allah dengan berbagai bentuk. Bentuk yang pertama, Nabi Muhammad seolah mendengar
suara gemerincing lonceng. Bentuk pertama ini dianggap Muhammad sebagai cara yang paling
berat. Setelah lonceng itu berhenti, seketika Muhammad memahami apa maksud dari suara
tersebut. Bentuk kedua, Jibril datang menyerupai laki-laki. Saat itu, Jibril berbicara kepada
Muhammad menyampaikan pesan dari Allah. Menurut keterangan Aisyah, Nabi Muhammad
biasanya mengeluarkan keringat dingin yang begitu banyak saat dirinya menerima wahyu.
Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh logat bahasa Arab, dan dahulu Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan/membolehkan seluruh bacaan Al Quran tersebut,
dengan berbagai perbedaan logat bahasa. Akan tetapi karena perbedaan logat bahasa ini
menimbulkan perselisihan di tengah-tengah umat Islam, yaitu pada masa Utsman bin Affan,
maka beliau memerintahkan agar seluruh umat islam membaca Al Quran dengan satu logat,
yaitu logat orang-orang Quraisy dan pembukuannya pun disesuaikan dengan logat tersebut.
Inilah ringkas cerita yang terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan. Bukan seperti yang
dikatakan oleh orang tersebut.
Sebab kedua, tidak pernah ada di zaman khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu terjadi
pergolakan politik antara Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu dengan sahabat Ali bin
Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu adalah salah
seorang kepercayaan Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu.
Perkembangan Al-Qur’an
Pada masa Nabi ilmu-ilmu Al-Qur’an belum dibukukan, karena umat Islam belum
memerlukannya serta ulumul quran masih belum ada, sebab pada waktu itu Rasulullah SAW
masih hidup, sehingga jika terdapat suatu pertanyaan atau permasalahan mengenai al-Quran
bisa ditanyakan langsung kepada Rasul kemudian diingat dalam pikiran dan hati para sahabat.
Selain alasan di atas, belum adanya kebutuhan untuk menulis kitab-kitab tentang ulumul quran
merupakan alasan di balik belum munculnya ulumul quran pada masa Nabi. Terdapat beberapa
orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib,
Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu
tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah
kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang
binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-
Qur’an setelah wahyu diturunkan.