Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Defenisi
Syok distributif adalah status syok yang terjadi akibat dari vasodilatasi
(perubahan tahanan perifer) massif dan hebat sebagai kebalikan dari hipovolemia
atau disfungsi jantung, mengacu pada tahanan rendah (perubahan tahanan perifer)
atau syok distributive. Istilah “syok distributif” digunakan karena volume darah
sentral didistribusikan kembali ke vascular perifer, khususnya vena-vena.
Penyimpangan utamanya adalah peningkatan nyata pada kapasitas vaskuler atau
vasodilatasi relative terhadap jumlah volume darah sirkulasi. Pada hakikatnya
volume darah tidak berkurang, tetapi kapasitas sirkulasi yang mengakomodasi
volume tersebut meningkat. Kategori kondisiyang mengakibatkan vasodilatasi
hebat atau peningkatan kapasitas vascular adalah depresi pusat vasomotor, sepsis
dan anafilaksis (Tambayong, 200).
Gejala syok distributive yang buruk sulit dibedakan dari kondisi primernya
karena gambaran vasodilatasi utama. Karenanya, beberapa penyebab gejala yang
tumpang tindih dan mendua tidak dapat dihindari. Gejala mencakup hipotensi,
takikardia, kulit dingin lembab-berkeringat, demam, oliguria, bising usus
hipoaktif, peningkatan kadar hematokrit, ansietas, dan takipnea Tambayong,
2000).
2.2 Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu:
1. Syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
2. Syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi
sengatan lebah,
3. Syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65
tahun, malnutrisi (Fahrunnisa, 2013)

2.3 Syok Distributif


2.3.1 Syok Septik
a. Defenisi
Kondisi kolaps vascular hebat dan berat akibat infeksi sistemik
yang umumnya disebabkan oleh organism gram negative (Tambayong,

1
2000). Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh
kuman-kuman atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh
kuman-kuman. Organism yang paling sering menyebabkan shock
septic dalah kuman gram negative. Tetapi shock juga bias disebabkn
oleh kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan bermacam-
macam virus dapat menimbulkan shock yang sifatnya tidak banyak
berbeda.
b. Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif
70% (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli,
Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus,
Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue
Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum).
Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah Pseudomonas,
disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik yang terjadi
karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram
positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002). Syok septik sering
terjadi pada:
 Bayi baru lahir,
 Usia diatas 50 tahun,
 Penderita gangguan sistem kekebalan.

(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh


terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :
 Suhu > 38o C
 Frekuensi jantung > 90 kali/menit
 Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
 Leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
Sepsis, keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan
manifestasi SIRS. Sepsis berat, sepsis yang disertai dengan disfungsi
organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan
penurunan kesadaran. Sepsis dengan hipotensi ,sepsis dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40

2
mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi. Renjatan septic,
sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan
secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi organ.
c. Manifestasi Klinis
Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk
menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:
 Demam tinggi.
 Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada
jaringan yang terinfeksi.
 Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita,
disebabkan oleh adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi
dan oleh derajat metabolik yang tinggi dan vasodilatasi di tempat
lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin bakteri terhadap
metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi.
 Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel
darah merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami
de-generasi.
 Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh,
keadaan yang disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini
juga menye-babkan faktor-faktor pembekuan menjadi habis
terpakai sehingga timbul perdarahan di banyak jaringan, terutama
dinding usus dan traktus intestinal.
 Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak
memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-
tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat, sistem
sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun
sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah
pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif
serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap
akhir dari syok septik tidak banyak berbeda dengan tahap akhir

3
syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat
berlainan pada kedua macam syok tersebut.
2.3.2 Syok Neurogenik
a. Defenisi
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor
sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari
syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti:
trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
b. Etiologi
Penyebabnya antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

c. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar,
barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah
di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan
cepat berwarna kemerahan.
2.3.3 Syok Anafilaktik
a. Defenisi

4
Syok Anafilaktik adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang
disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi
alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun
dengan hebat.
b. Etiologi
 Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
 Allergen immunotherapy
 Gigitan atau sengatan serangga
 Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum,
NSAID
 Latex
 Vaksin
 Exercise induce
 Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa
diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan
evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada
sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.
c. Manifestasi Klinis
Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah
paparan allergen.
 Gejala kardiovaskular: hipotensi/renjatan
 Gejala saluran nafas: sekret hidung enter, hidung gatal, udema
hipopharing/laring, gejala asma.
 Kulit: pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
 Gejala Intestinal: kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah
dan diare.
 Gejala SSP: pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Patofisiologi Syok Septik
Patofisiologi syok septik belum dapat dengan tepat, tetapi melibatkan
interaksi kompleks antara patogen dan sistem kekebalan tubuh inang.
Respon fisiologis normal untuk infeksi lokal meliputi aktivasi mekanisme
pertahanan tuan rumah yang menghasilkan masuknya neutrofil dan
monosit aktif, pelepasan mediator inflamasi, vasodilatasi lokal,
peningkatan permeabilitas endotel, dan aktivasi jalur koagulasi.
Mekanisme ini terjadi selama syok septik, tetapi pada skala yang
sistemik,yang mengarah untuk meredakan gangguan endotel,

5
permeabilitas vaskuler,vasodilatasi, dan trombosis end-organ kapiler.
Kerusakan endotel sendiri lebih lanjutdapat mengaktifkan inflamasi dan
koagulasi, menciptakan efek umpan balik positif,dan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut endotel dan organ akhirBukti bahwa sepsis hasil
dari respon inflamasi sistemik yang berlebihan yangdisebabkan oleh
organisme menginfeksi.
Mediator inflamasi adalah kunci dalampatogenesisLangkah awal
dalam aktivasi kekebalan bawaan adalah sintesis de novo dari polipeptida
kecil, yang disebut sitokin, yang menginduksi manifestasi protein pada
kebanyakan tipe sel, dari sel efektor kekebalan tubuh untuk otot polos
pembuluh darah dan sel-sel parenkim. Beberapa sitokin diinduksi,
termasuk tumor necrosisfactor (TNF) dan interleukin (ILS), terutama IL-1.
Kedua faktor ini juga membantu untuk menjaga infeksi lokal, tetapi,
setelah infeksi menjadi sistemik, efek juga dapatmerusak Tingkat sirkulasi
IL-6 berkorelasi dengan baik dengan hasil. Tingginya kadar IL-6
berhubungan dengan kematian, tetapi perannya dalam patogenesis tidak
jelas.IL-8 adalah suatu regulator penting dari fungsi neutrofil, disintesis
dan dilepaskan dalam jumlah yang banyak selama sepsis. IL-8
memberikan kontribusi terhadap cedera paru dan disfungsi organ
lain.Kemokin (monosit chemoattractant protein-1) mengatur migrasi
leukosit selama endotoksemia dan sepsis. Sitokin lain yang memiliki
peran seharusnya padasepsis adalah IL-10, interferon gamma, IL-12,
makrofag faktor migrasi inhibisi,granulocyte colony-stimulating factor
(G-CSF), dan makrofag faktor koloni-stimulating granulocyte (GM-
CSF)Selain itu, sitokin mengaktifkan jalur koagulasi, menghasilkan mikro
trombikapiler dan akhir iskemia organ.
Bakteri gram positif dan gram-negatif menginduksi berbagai mediator
proinflamasi, termasuk sitokin yang memainkan peran penting dalam
memulai sepsisdan shock. Berbagai komponen sel bakteri dinding dikenal
untuk melepaskan sitokin,termasuk lipopolisakarida (bakteri gram
negatif), peptidoglikan (bakteri gram positif dan gram-negatif), dan asam

6
lipoteichoic (bakteri gram positif)Beberapa efek berbahaya dari bakteri
dimediasi oleh sitokin pro inflamasidiinduksi dalam sel inang (makrofag /
monosit dan neutrofil) oleh komponen dindingsel bakteri. Komponen
yang paling beracun dari bakteri gram negatif adalah bagiandari lipid A
lipopolisakarida. Para bakteri gram positif dinding sel menyebabkan
induksi sitokin melalui asam lipoteichoic.

2.4.2 Patofisiologi Syok Neurogenik


Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi
arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic
vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas
sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone,
pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume
intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler.
Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi
ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan
akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok
neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal).
Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga
perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh
suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak
akibat gangguan emosional.

7
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor. Pasien
dengan nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi
karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume
sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.
2.4.3 Patofisiologi Syok Anafilaktik
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam
hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction). Reaksi hipersensitivitas
tipe I diklasifikasikan menjadi reaksi atopi dan non-atopi. Kelainan atopi
biasanya menyerang kulit atau traktus respiratorius contohnya pada
rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan asma alergi. Kelainan hipersensitivitas
non-atopi contohnya urtikaria, angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi
yang terjadi ringan, maka hanya akan menyerang kulit (urtikaria) atau
jaringan subkutan (angioedema), namun ketika reaksi yang terjadi berat
maka akan berakibat menyeluruh (generalisata) dan bersifat life-
threatening medical emergency (anafilaksis). Mekanisme anafilaksis
melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan
ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan
antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin
(IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel
Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen
tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat

8
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah
preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin
(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly
formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang
kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau
basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler
yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.
Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos.
Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan
terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung
menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi
penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia
jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan
penderita. Hipotensi dan syok dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan
volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi miokard. Peningkatan
permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50 % volume
vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.

2.5 WOC
(Terlampir)

9
2.6 Penatalaksaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditemapat tersebut.
Langkah-langkahnya :
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
trendelenburg)
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distress respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan Kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-5—cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respob terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasoaktif (adrenergik : agonis alfa yang kontraindikasi bila ada
perdarahan seperti ruptur lien) :
a. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis >10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
b. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah
jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokontriksi perifernya lebih besar dari pengaruh

10
terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila
tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obai ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
c. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.
d. Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.

Pasien yang diduga/diketahui mengalami syok harus diterapi sebagai


hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan
sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan

2.7 Pemeriksaan Penunjang


 Syok Septik : CT-Scan, Radiograf dada dan abdomen
 Syok Neurogenik : Pemeriksaan darah, kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah, analisa gas darah dan ekg
 Syok Anapilaktik : EKG, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap

11

Anda mungkin juga menyukai