Anda di halaman 1dari 13

http://www.dynamed.

com/topics/dmp~AN~T113909/Bartholin-gland-cyst-and-abscess

anatomi

Vulva

Vulva ialah tempat bermuaranya system urogenital. Di sebelah lua vulva dilingkari oleh labia majora
(bibir besar) yang ke belakang menjadi satu dan membentuk komissura posterior dan perineum. Di
bawah kulitnya terdapat jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari bibir
besar ditemukan bibir kecil (labio minora) yang kea rah perineum menjadi satu dan membentuk
frenulum labiorum pudenda. Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat
pada fossa navikulare ini dapat dilihat duah buah lubang kecil tempat saluran glandula Bartholini
bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum
klitoridis. Di bawah prepusium klitoridia terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris terdapat
orifisium urethra ekternum (lubang kemih). Di kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil
dari saluran yang buntu (ductus paraurethralis atau ductus Skene). Sarwono

Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular glands adalah kelenjar pada perempuan yang homolog
dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper) pada laki-laki. Kelenjar mulai berfungsi pada masa
pubertas dan berfungsi memberikan kelembaban untuk vestibulum. Kelenjar Bartholin berkembang
dari tunas di epitel daerah posterior vestibulum. Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar
labium minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm dan mensekresikan mukus ke dalam duktus
yang memiliki panjang 2-2,5 cm. Duktus membuka pada posisi jam 4 dan 8 pada vestibulum vagina
pada dekat pembukaaan vagina. Kelenjar biasanya tidak akan teraba kecuali penyakit infeksi atau
pada wanita yang sangat kurus. file:///C:/Users/user/Downloads/Bartholin's%20Cyst-
Abscess_NBT002320.pdf

Secara embriologis, kelenjar Bartholin berasal dari sinus urogenital dan oleh karena itu,
dan arteri pudendal eksternal sebagai sumber darah . Kelenjar dipersarafi oleh saraf
pudendal. Drainase limfatik kelenjar Bartholin termasuk inguinalis superficial dan
nodus pelvis.

Definisi

Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus kelenjar bagian distal berupa pembesaran berisi cairan
dan mempunyai struktur seperti kantong bengkak (swollen sac-like structure).3 Jika lubang pada
kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh kelenjar akan terakumulasi sehingga terjadi
dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista Bartholin yang mengalami obstruksi dan
terinfeksi dapat berkembang menjadi abses.4

Pendahuluan

Kista dan abses kelenjar Bartholin adalah salah satu kista atau abses vulva yang paling
umum dalam praktik ginekologi. Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit terkait kelenjar
Bartholin yang paling sering terjadi. Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga kali lebih
umum daripada kista. Kista Bartholin ratarata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya unilateral
dan asimtomatik. Kista yang lebih besar dapat menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat
berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri
vulva yang akut, berkembang secara cepat, dan progresif. Kista dan abses Bartholin umumnya terjadi
pada wanita usia reproduktif, usia 20-29 tahun.
Kasus penyakit kista Bartholin dan abses Bartholin pada wanita berusia 15-50 tahun meningkat
hingga lewat 40 an, dimana akan menurun dengan mendadak. Berdasarkan Korea National Health
and Nutrition Examination Survey 2010, rata-rata wanita Koea mengalami menopause pada usia
48,6 ± 0,2 tahun dan pada usia ini juga berkorespon dengan menurunnya insiden kista dan abses
Bartholin. Mekanisma hubungan ini tidak diketahui namun terdapat beberapa observasi sebagai
penerangan kasus ini. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan pada usia muda duktus Bartholin mudah
untuk tersumbat kemungkinan diakibatkan oleh viskositas cairan vagina dan mucus kelenjar
Bartholin yang tinggi. Inflamasi dan trauma dapat menyebabkan sumbatan secara total kepada
suktus Bartholin. Setelah menopause, jumlah volume cairan vagina dan mukur kelenjar Bartholin
menurun; jumlah volume yang sedikit berarti kurangnya risiko untuk terjadi sumbatan pada duktus
Bartholin. Hypoestrogenism berasosiasi dengan usia dapat menurunkan jumlah transportasi cairan
dan kurangnya lubrikasi traktus genital bawah. Juga dilaporkan bahwa hypoestrogenism yang
disebabkan menopause dapat menyebabkan terjadinya atrofi pada bagian urogenital.

Abscesses are almost three times more common than cysts. One case-control study7 found that
white and black women were more likely to develop Bartholin’s cysts or abscesses than Hispanic
women, and that women of high parity were at lowest risk.

Abses Bartholin tiga kali lebih sering berbanding kista Bartholin. Satu studi case-control menjumpai
bahwa wanita putih dan hitam mudah untuk terjadinya kista Bartholin dan abses berbanding
Hispanic, dan wanita dengan paritas yang tinggi juga berisiko rendah.

etiologi

Abses Bartholin banyak disebabkan oleh mikroorganisme yang berkolonisasi dari regio perineal dan
biasanya beragam, seperti Bacteroides spp. dan Escherichia coliyang merupakan organisme
predominan4 . Abses Bartholin adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling
umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran
Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual.
Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.
faktor
Sebagian besar kista atau abses kelenjar Bartholin adalah karena pernah terjadi infeksi sebelumnya
dengan obstruksi pada kelenjar Bartholin. Episiotomy dan trauma termasuk sebagai penyebab
kepada terjadinya infeksi pada kelenjar Bartholin atau pembentukan kista tetapi insiden spefisik
masih belum ditemui. Dilaporkan bahwa terdapat 3 kasus kista dan abses bartolin timbul selepas
menjalani operasi vulvovaginal.

Data penelitian menunjukkan 81,7% pasien kista dan abses Bartholin berstatus menikah sedangkan
14,1% pasien belum menikah. Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan
79,8% pasien kista Bartholin berstatus menikah.7 Suatu penelitian case-control yang dilakukan oleh
Aghajanian dan kawan-kawan melaporkan wanita paritas tinggi mempunyai risiko lebih rendah
terjadinya kista atau abses Bartholin, namun belum ada penelitian dengan desain yang lebih baik
yang dapat membuktikan dan menjelaskan hubungan antara status pernikahan maupun paritas
dengan kejadian kista dan abses Bartholin.6,8 file:///C:/Users/user/Downloads/4152-11839-1-
SM.pdf

Kista Bartholin tidak selalu menimbulkan keluhan. Kista Bartholin yang berukuran kecil dan tidak
terinfeksi sering asimtomatik sehingga tidak disadari oleh pasien. Kista yang berukuran lebih besar
dapat menimbulkan keluhan berupa adanya benjolan, rasa tidak nyaman terutama saat melakukan
hubungan seksual, duduk, dan berjalan.5,9 Pada penelitian ini, keluhan terbanyak pasien kista
Bartholin adalah benjolan yaitu pada 65,2% pasien, benjolan disertai keputihan pada 10,9% pasien,
dan keluhan nyeri pada 8,7% pasien. Hasil ini serupa dengan penelitian oleh Kusumawati yang
melaporkan bahwa keluhan terbanyak pasien kista Bartholin adalah benjolan yaitu pada 28,8%
pasien disusul dengan keluhan benjolan disertai nyeri pada 21,2 % pasien dan nyeri pada 15,4%
pasien.10 Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa salah satu keluhan yang
dapat muncul pada pasien kista Bartholin adalah benjolan.10,11

Pada penelitian ini tidak ada pasien yang mengeluhkan rasa tidak nyaman, namun 8,7% pasien
mengeluhkan rasa nyeri. Adanya keluhan nyeri tersebut kemungkinan disebabkan karena pasien
datang pada saat eksaserbasi akut dimana terjadi infeksi pada kista Bartholin yang sudah ada
sebelumnya. Kista Bartholin yang terinfeksi dapat berkembang menjadi abses Bartholin. Pasien
biasanya datang dengan keluhan nyeri berat dan pembengkakan hebat sehingga terdapat kesulitan
untuk duduk, berjalan, beraktivitas fisik, dan berhubungan seksual. Adanya riwayat nyeri yang
berkurang mendadak setelah keluarnya discharge profus menandakan adanya ruptur spontan. Pada
beberapa pasien bisa didapatkan keluhan demam.8,12 Pada penelitian ini, keluhan terbanyak pasien
abses Bartholin adalah benjolan yaitu pada 80,0% pasien diikuti dengan keluhan nyeri pada 12,0%
pasien. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pasien abses Bartholin
umumnya datang dengan keluhan nyeri yang hebat

Bartholinitis

Infeksi pada glandula bartholini (bartholinitis) sering kali timbul pada gonorea, akan tetapi dapat
pula mempunyai sebab lain, misalnya streptokokus, atau basil koli. Pada bartholinitis akuta kelenjar
membesar, merah nyeri dan lebih panas daripada daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah
yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika ductus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan
menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses,
keadaan ini diatasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah mencari jalan sendiri atau harus
dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada glandula Bartholini dapat terjadi berulang-ulang dan
akhrinya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholini.

Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang-kadang dirasakan sebagai
sebagai tanda berat dan/ atau menimbulkan kesulitan pada koitus. Jika kistanya tidak besar dan
tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal perlu dilakukan
pembedahan.

Patof

Cysts are common complications of the Bartholin’s gland, affecting the ductal region due to outlet
blockage [2]. When the Bartholin's gland duct orifice becomes obstructed, the glands produce a
build-up of mucus. This build-up leads to a cystic dilation of the duct and cyst formation. Infection of
this cyst is likely to result in Bartholin's gland abscess. Duct cyst is not required for the development
of abscess. The abscesses are almost three times more common than duct cysts [3]. Bartholin's
abscess cultures often show polymicrobial infection. Lesions in the Bartholin's gland can occur in the
form of carcinomas, a rare type of gynecological tumor that accounts for 2–7% of vulvar carcinomas.
This type of vulvar growth is carefully monitored among postmenopausal women who are more
prone to Bartholin’s malignancy [4]. The median age at which Bartholin's gland cancer is diagnosed is
57 years old and carcinoma incidence is highest among women in their 60's. The 2 common types,
adenocarcinoma and squamous cell carcinoma, account for 80–90% of primary cases. The remaining
10–20% of cases include transitional, adenoid-cystic or undifferentiated carcinomas [5]. Human
papillomavirus is only related to squamous cell lesions. Benign tumors are rarer than carcinomas.
Large proportions of Bartholin's gland abscess are bacterial culture positive with Escherichia coli
being a common pathogen (table 1). When determining antibacterial treatment options, it is
essential to correlate the microbiological findings with their antibiogram [16].

Kista adalah komplikasi umum dari kelenjar Bartholin, mempengaruhi daerah duktus
karena penyumbatan saluran keluar. Ketika lubang kelenjar Bartholin terhambat,
kelenjar menghasilkan penumpukan mukus. Penumpukan ini menyebabkan pelebaran
duktus dan pembentukan kista. Infeksi kista ini kemungkinan menyebabkan abses
kelenjar Bartholin. Kista saluran tidak diperlukan untuk perkembangan abses. Abses
hampir tiga kali lebih sering daripada kista.[3]. Kultur abses Bartholin sering
menunjukkan infeksi polimikroba. Lesi pada kelenjar Bartholin dapat terjadi dalam
bentuk karsinoma, suatu jenis tumor ginekologis yang jarang yang menyebabkan 2-7%
karsinoma vulva. Jenis pertumbuhan vulva dipantau secara hati-hati di antara wanita
pascamenopause yang lebih rentan terhadap keganasan Bartholin [4]. Usia rata-rata di
mana kanker kelenjar Bartholin didiagnosis adalah 57 tahun dan kejadian karsinoma
tertinggi di antara wanita di usia 60-an. 2 tipe umum, adenokarsinoma dan karsinoma
sel skuamosa, merupakan 80-90% kasus primer. Sisanya 10-20% kasus termasuk
karsinoma transisional, adenoid-kistik atau tidak berdiferensiasi [5]. Human
papillomavirus hanya terkait dengan lesi sel skuamosa. Tumor jinak lebih jarang
daripada karsinoma. Proporsi besar abses kelenjar Bartholin adalah kultur bakteri
positif dengan Escherichia coli menjadi patogen yang umum (tabel 1). Ketika
menentukan pilihan pengobatan antibakteri, penting untuk mengkorelasikan temuan
mikrobiologis dengan antibiogram mereka [16].

Mk

Bartholin's duct cyst may be asymptomatic if the cyst is small and not inflamed. However, a small
cyst may be observed by physicians as a small mass in the region of the Bartholin's gland. A painless
mass may be present without surrounding cellulitis, while abscesses commonly present with
cellulitis and lymphangitis. Larger cysts and abscess tend to cause severe vulvar pain and swelling
such that the patient experiences difficulty in walking, sitting and engaging in sexual intercourse
(dyspareunia). During examination, an abscess presents as a tender mass in the lower vestibular
region surrounded by erythema and edema. When the abscess grows large enough to extend to the
upper labia, it may result in skin rupture and spontaneous drain [3]. The patient may experience a
sudden relief of pain after a discharge, highly suggesting presence of spontaneous rupture. Cysts can
present in form of inguinal hernia [17]. In neonate, Bartholin's duct cyst associated with
hydroureteronephrosis and contralateral renal cyst can cause urinary retention [18]. In the case of
Bartholin's gland cancer, painless mass is also present in the vulva-region. Mass fixated to the
underlying tissue is often suspected for malignancy. First detection of sentinel node may lead to
diagnosis of adenocarcinoma of Bartholin's gland [19].

Kista saluran Bartholin mungkin tidak menunjukkan gejala jika kistanya kecil dan tidak
meradang. Namun, kista kecil dapat diamati oleh dokter sebagai massa kecil di bagian
kelenjar Bartholin. Massa tanpa rasa sakit dapat hadir tanpa selulitis di sekitarnya,
sedangkan abses umumnya disertai dengan selulitis dan limfangitis. Kista dan abses
yang lebih besar cenderung menyebabkan nyeri dan pembengkakan vulva yang parah
sehingga pasien mengalami kesulitan dalam berjalan, duduk, dan melakukan hubungan
seksual (dispareunia). Selama pemeriksaan, abses muncul sebagai massa tender di
daerah vestibular bawah yang dikelilingi oleh eritema dan edema. Ketika abses tumbuh
cukup besar dan meluas ke labia atas, ini dapat menyebabkan rupture kulit dan
drainase spontan [3]. Pasien mungkin mengalami hilang rasa sakit yang tiba-tiba
setelah cairan keluar, dan hal ini sangat menunjukkan adanya ruptur spontan. Kista
dapat muncul dalam bentuk hernia inguinalis [17]. Pada neonatus, kista saluran
Bartholin yang berhubungan dengan hidroureteronefrosis dan kista ginjal kontralateral
dapat menyebabkan retensi urin [18]. Dalam kasus kanker kelenjar Bartholin, massa
tanpa rasa sakit juga hadir di daerah vulva. Massa yang terpaku pada jaringan di
bawahnya sering dicurigai sebagai keganasan. Deteksi pertama nodus sentinel dapat
menyebabkan diagnosis adenokarsinoma kelenjar Bartholin [19].

Penatalaksanaan pasien kista Bartholin berupa tindakan pembedahan, terbanyak dilakukan


marsupialisasi yaitu pada 80,7% pasien, dan pungsi pada 7,7% pasien. Pada kepustakaan disebutkan
bahwa terdapat berbagai macam modalitas terapi kista Batholin antara lain insisi dan drainase,
pemasangan word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrat, laser CO2, dan eksisi. Insisi dan
drainase merupakan prosedur yang relatif mudah dan cepat untuk mengurangi gejala serta terdapat
risiko komplikasi yang rendah, namun prosedur ini tidak dianjurkan karena kemungkinan terjadinya
rekurensi cukup tinggi. Terapi pilihan adalah pemasangan word catheter dan marsupialisasi.
Keduanya memiliki efektivitas yang hampir sama dengan risiko komplikasi yang rendah. Prosedur
marsupialisasi lebih rumit daripada pemasangan word catheter, namun rasa tidak nyaman paska
operasi lebih ringan daripada pemasangan word catheter. Ablasi silver nitrat mempunyai kerugian
adanya rasa nyeri post operasi sedangkan laser CO2 mempunyai kerugian biaya yang mahal. Eksisi
merupakan terapi definitif namun harus dilakukan di kamar operasi dan memiliki risiko komplikasi
yang cukup tinggi. Terapi yang terbanyak diberikan kepada pasien abses Bartholin adalah NSAID
pada 72,0% pasien, antibiotik yaitu pada 64,0% pasien, dan tindakan bedah pada 16,0% pasien. Pada
penelitian ini didapatkan pemberian terapi terbanyak adalah antibiotik dan NSAID. Tabel 6
mencantumkan bahwa pasien abses Bartholin yang mendapatkan antibiotik dan NSAID jika
digabungkan menjadi lebih dari 25 pasien karena pada satu pasien mendapatkan dua terapi yaitu
antibiotik dan NSAID. Terapi abses Bartholin bila tidak terjadi ruptur spontan meliputi pemberian
antibiotik serta insisi dan drainase. Abses Bartholin yang telah mengalami ruptur spontan hanya
membutuhkan Sitz bath, antibiotik, dan analgesik. Kepustakaan menyebutkan bahwa abses Bartholin
membaik dengan pemberian antibiotik spektrum luas.16,17 file:///C:/Users/user/Downloads/4152-
11839-1-SM.pdf

A. Terapi Lama
1. Insisi dan Drainase
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan
mudah dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun
prosedur iniharus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista
atau abses. Ada studi yang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada
prosedur ini.

2. Word Catheter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan
sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada
ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin.
Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10
French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung
sekitar 3-4 mL larutan saline (Soenik, 2007).

Gambar 3. French Foley kateter (Soenik, 2007).

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau
abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat
insisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses. Penting untuk menjepit
dinding kista sebelum dilakukan insisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan
dapat terjadi insisi pada tempat yang salah. Insisi harus dibuat dalam introitus
external hingga ke cincin hymenal pada area sekitar orifice dari duktus. Apabila
insisi dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas (Soenik, 2007).
Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon
dikembangkan dengan 2 ml hingga 3 ml larutan saline. Balon yang
mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau
abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.Agar
terjadi epitelisasi pada daerah bekaspembedahan, Word catheter dibiarkan di
tempat selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi
mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai empat minggu.Jika Kista
Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan
pilihan lain harus dipertimbangkan (Soenik, 2007).
Abses biasanya dikelilingi oleh selulitis yang signifikan, dan pada
kasus-kasus tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan
harus merupakan antibiotic spektrum luas untuk mengobati infeksi
polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat dilakukan kultur untuk
mencari kuman penyebab. Selama menunggu hasil kultur, diberikan terapi
antibiotikempiris. Pasien dianjurkan untuk merendam di bak mandi hangat dua
kalisehari (Sitzbath). Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan
untuk mencegah lepasnya wordcatheter (Soenik, 2007).

Gambar 4. Pemasangan Word Catheter (Soenik, 2007).


Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana
hanya bagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline;
berasal dariBahasa Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk.) dianjurkan dua
sampai tiga kalisehari dapat membantu kenyamanan dan penyembuhan pasien
selama periode pascaoperasi (Soenik, 2007).

Gambar 5. Alat yang digunakan untuk Sitz Bath (Soenik, 2007).

B. Terapi Baru
1. Marsupialisasi
Alternatif pengobatan selain penempatan Wordcatheter
adalah marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh
dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut (Patil, 2007).

Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut


pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar (kanan) Dinding kista
dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan
interrupted (Patil, 2007).
Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal,
dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal
pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya
kista.Berikut adalah peralatanyang diperlukan dalam melakukan tindakan
marsupialisasi (Patil, 2007).
Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding
kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa
dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath
dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista
Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 % (Patil, 2007).

C. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan. Pada beberapa
kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses. Perdarahan, terutama
pada pasien dengan koagulopati dan timbul jaringan parut (Fortner, 2007). Komplikasi
kista atau abses kelenjar Bartholin meliputi kekambuhan, nyeri hebat, dispareunia,
kesulitan berjalan, trauma psikologis akibat stigmatisasi, ketidakharmonisan
perkawinan, dan hal-hal yang sama dari prosedur perawatan seperti perdarahan,
granuloma piogenik, masalah anastetik, infeksi pasca operasi

D. Prognosis
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah,
prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%
(Sarwono,2006).

Penyebab kista dan abses Bartholin yang teridentifikasi jelas sulit dipahami, namun
profil risikonya serupa dengan wanita yang berisiko terkena penyakit menular seksual
[7] [9]. Beberapa faktor risiko termasuk riwayat kista kelenjar Bartholin sebelumnya,
banyak pasangan seksual, infeksi menular seksual, episiotomi medio-lateral, trauma
vulva [1] [4] [7]. Ada involusi bertahap kelenjar sejak usia 30 tahun, karenanya insiden
yang lebih tinggi terjadi antara 20 - 30 tahun sementara paritas tinggi tampaknya
terkait dengan insiden yang lebih rendah [3] [8]. Obstruksi saluran kelenjar ini sering
terjadi dan dapat terjadi karena infeksi, trauma, dan perubahan konsistensi lendir atau
saluran yang menyempit sejak kongenital [1] [3] [9]. Ketika saluran distal tersumbat,
terjadi penumpukan lendir dengan sekresi yang berkelanjutan, pelebaran kistik dari
saluran yang mengarah ke pembentukan kista. Infeksi kista ini kemungkinan
menyebabkan abses kelenjar Bartholin
Faktor risiko paling umum untuk kista atau abses kelenjar bartholin di antara pasien kami
adalah riwayat kista atau penyakit abses Bartholin di (77,8%) kasus diikuti oleh riwayat
infeksi menular seksual yang pernah atau sudah ada. Ini mirip dengan temuan oleh John et
al., Wechter et al., Figueredo di mana faktor risiko yang paling umum adalah riwayat kista
dan abses Bartholin sebelumnya dengan masing-masing 36,8%, 63%, 47,2% [1] [6] [7] .
Temuan riwayat abses atau kista Bartholin sebelumnya bisa disebabkan oleh perilaku
pencarian kesehatan yang buruk dan pengobatan sendiri yang umum terjadi pada wanita di
negara-negara berkembang, ini diperburuk oleh kemiskinan yang merajalela dan tingginya
biaya perawatan kesehatan.

Discharge dari kelenjar jika ada harus dikirim untuk kultur dan sensitivitas [8]. Jika tidak ada, apusan
diambil dari endo-serviks, rektum, vagina dan uretra untuk kultur dan sensitivitas mikroba [5] [8] [9]
[16] - [18]. Organisme yang terisolasi biasanya bersifat polimikroba, tetapi Bacteroides spp. dan
Escherichia coli mendominasi[1] [9]. Organisme lain seperti Staphylococcus aureus, Neisseria
gonore, Chlamydia trachomatis juga terlibat [6] [9] [10]. Biopsi dan histologi direkomendasikan pada
wanita di atas 40 tahun karena takut akan kemungkinan ganas [1] [2] [15]. Diagnosis klinis dan
kultur mikroba positif terbukti pada sebagian besar kasus. Escherichia co-li adalah
isolat utama yang merupakan 88,9% kasus dan jumlah pasien yang baik, sekitar 60%
memiliki beberapa isolat. Ini sesuai dengan sifat penyakit mikroba seperti yang
dilaporkan dalam literatur [1] - [25]. Ini berbeda dari karya Bhide et al. di mana isolat
mikroba yang paling umum adalah coliform [26]. Empat (22,2%) dari pasien kami
memiliki Neisseria gonore di isolat mereka. Ini menegaskan hubungan seksual sebagai
faktor risiko kista dan abses kelenjar Bartholin tetapi berbeda dari karya Bhide et al.
yang tidak mengisolasi Neisseria gonore dari kultur / isolat abses Batholins mereka.

https://www.researchgate.net/publication/301662678_Incidence_Presentation_and_Management_
of_Bartholin's_Gland_CystsAbscesses_A_Four_Year_Review_in_Federal_Teaching_Hospital_Abakali
ki_South-East_Nigeria#pf7

I. Diagnosa Banding4
Kista Bartolini dan abses kelenjar harus dibedakan dari massa vulva lainnya.
Yang paling umum vulva kistik dan padat. Karena kelenjar Bartolini biasanya
menyusut selama menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus
dievaluasi untuk keganasan, terutama jika massa tidak teratur, nodular, dan terus
menerus.

Diagnosis Banding Terhadap Lesi Kistik dan Padat pada Vulva

Lesi Lokasi Karakteristik


Lesi Kistik
Kista Bartolini Vestibule Umumnya unilateral; tidak memberikan
gejala jika ukurannya kecil
Kista Epidermal Labia majoraJinak, mobile, kendur; terjadi karena
(umumnya) trauma atau obstruksi pada duktus
pilosebaceous

Mucous cyst ofLabia minora,Lunak, diameter kurang dari 2 cm,


the vestibule vestibule, areapermukaan rata, daerah superficial;
periclitoris soliter or multisoliter; umumnya tanpa
gejala

Hidradenoma Antara labiaJinak, progresifitas lambat, ukuran nodul


papilli ferum majora dan labiaantara 2 mm sampai 3 cm; dimulai dari
minora kelenjar apokrin

Cyst of the canalLabia majora,Soft, compressible; peritoneum entrapped


of Nuck mons pubis within round ligament; may mimic
inguinal hernia

Anda mungkin juga menyukai