NEUROLOGI
Baarid Luqman Hamidi
Buku rujukan international
Buku rujukan nasional
buku pengantar
Tabel perlengkapan untuk pemeriksaan neurologi
No instrumen fungsi
1 Medline Mengukur kepala, bdan, panjang ekstremitas, luas lesi kulit,dll
2 Stetoskop Auskultasi adanya bruit pada leher, mata, temporal, cranium
3 Flashlight (senter) Reflex pupil, inspeksi pharing, transluminasi pada kepala bayi
4 Penggaris transparan (mm) Mengukur diameter pupil
5 Oftalmoskop Memeriksa occular media dan fundus
6 Tongue spatel 3 buah per pasien : 1 untuk menekan lidah, 1 untuk membangkitkan
refleks muntah, dan 1 dipatahkan untuk membangkitkan refleks
abdominal dan plantar
7 Kopi dalam wadah* Tes penghidu
8 Gula dan garam dalam wadah* Tes indra perasa
10 Garpu tala Memeriksa sensasi getar (128 Hz) dan pendengaran (direkomendasikan
256 Hz) dan diskriminasi temperatur
11 Spuit 10 cc Tes kalorik pada telinga
12 2 Gumpalan kapas 1 digulung untuk pemeriksaan reflex kornea, 1 untuk sensasi raba
13 2 tabung bertutup Diskrimasi panas dan dingin
14 Pin lurus disposable Sensasi nyeri
15 Hammer reflex Membangkitkan refleks dan perkusi otot pada myotonia
16 Koin, anting,kunci, paper klip Memerkisa asterognosis
17 tensimeter Mengukur tekanan darah dan pemeriksaan tanda trousseau
1. Status Mental
2. Meningeal Sign & provoked pain sign
3. Cranial nerves
4. Motor system
5. Reflexes
6. Sensoric System
7. Coordination
8. Station & Gait
9. Outonom System
10. Verterbalis function
7 components of the mental status exam
1. Level of consciousness
2. Attention
3. Orientation
4. Language — fluency, comprehension, repetition,
naming, reading, writing
5. Memory — immediate recall, recent, remote
6. Higher intellectual function—general knowledge,
abstraction, judgment, insight, reasoning
7. Mood and affect
8
BAB I PEMERIKSAAN KESADARAN
-Ambigu
TIDAK DIPAKAI
-inkonsisten LAGI
9
BAB I PEMERIKSAAN
KESADARAN
GCS (Glasgow Coma Scale)
- eye, verbal, movement (EVM)
Membuka mata
- Spontan 4
- Verbal 3
- Nyeri 2
- Tidak membuka mata 1
10
BAB I PEMERIKSAAN
KESADARAN
11
BAB I PEMERIKSAAN KESADARAN
Respon Verbal
- Menjawab dan orientasi baik 5
- Menjawab , disorientasi,bingung 4
- Menggunakan kata tidak tepat 3
- Bersuara tidak komprehensif 2
- Tidak ada respon verbal 1
12
BAB I PEMERIKSAAN KESADARAN
Respon Motorik
- Mematuhi perintah 6
- Melokalisasi nyeri 5
- Melakukan fleksi 4
- Decorticate rigidity 3
- Decerebrate rigidity 2
- Tidak ada respon motorik 1
13
MEMATUHI PERINTAH
14
MELOKALISASI NYERI
15
FLEKSI PADA RANGSANG
NYERI RANGSANG
NYERI PADA
KUKU JARI
16
DECEREBRATE RIGIDITY
17
BAB II PEMERIKSAAN
RANGSANGAN MENINGEAL
KAKU KUDUK (NUCHAL RIGIDITY)
TANDA KERNIG
TANDA BRUDZINSKI
-BRUDZINSKI NECK SIGN
-BRUDZINSKI CONTRALATERAL LEG SIGN
-BRUDZINSKI RECIPROCAL CONTRALALTERAL LEG SIGN
-BRUDZINSKI CHEEK SIGN
-BRUDZINSKI SYMPHISIS SIGN
18
BAB II PEMERIKSAAN
RANGSANGAN MENINGEAL
KAKU, SPASME
TANDA
NYERI
PEMERIKSAAN
RESPON
19
BAB II PEMERIKSAAN
RANGSANGAN MENINGEAL
KERNIG SIGN
900 1350
20
BAB II PEMERIKSAAN
RANGSANGAN MENINGEAL
BRUDZINSKI
NECK SIGN
21
III.1 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
22
III.1 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
23
III.1 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
MMSE
ATENSI
three step task
24
III.1 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
PEMERIKSAAN MEMORI
25
III.1 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
27
III. 2.1 PEMERIKSAAN
GANGGUAN BERBICARA
AMATI :
-BICARA SPONTAN
-PENGUCAPAN
-KECEPATAN BERBICARA
-RESONANSI
-PROSODI
LAKUKAN :
Pengucapan frasa yang menggunakan huruf-huruf
labial, lingual dan velar
28
III.2.2 PEMERIKSAAN PASIEN
DENGAN AFASIA
Sebelumnya tanyakan :
- Tangan yang sering digunakan
- Latar belakang budaya
- Bahasa asli dan bahasa yang digunakan
- Tingkat pendidikan
- Perbendaharaan kata
- Pekerjaan
29
⚫ Syarat pemeriksaan afasia : tidak ada
penurunan kesadaran
⚫ Komponen berbahasa :
1. Bicara spontan (fluency)
2. Komprehensi (comprehension)
3. Mengulang (repetition)
4. Menamai (naming)
5. Membaca (reading)
6. Menulis (writing)
30
III.2.2.1 PEMERIKSAAN BICARA
SPONTAN
PERHATIKAN :
⚫ Pengucapan
⚫ pembentukan kata dan kalimat
⚫ kelancaran (fluency)
⚫ Irama
⚫ Ritme
⚫ Persajakan
⚫ penghilangan atau transposisi huruf pada suku kata
⚫ ketidaktepatan penggunaan huruf
⚫ pemakaian kata yang tidak perlu (circumlocution)
⚫ Parafasia
⚫ jargon afasia
⚫ penggunaan kata-kata baru (neologisme)
31
III.2.2.1 PEMERIKSAAN BICARA
SPONTAN
⚫ normal :100 -115 kata per menit
⚫ keluaran <10-15 kata permenit →afasia non
fluent
32
III.2.2.2 PEMERIKSAAN KOMPREHENSI
33
III.2.2.3 Pemeriksaan Penamaan
34
III.2.2.4 Pemeriksaan Pengulangan
35
III.2.2.5 Pemeriksaan Menulis
36
IV. PEMERIKSAAN NERVUS
OLFACTORIUS
▪ Pemeriksaan lubang hidung dilakukan
terpisah, yang tidak diperiksa ditutup.
▪ Pemeriksaan dilakukan dengan mata tertutup
▪ Bahan didekatkan hidung, pasien diminta
menghirupnya kemudian diminta
menyebutkannya
▪ Diulang sisi yg lain, kmd dibandingkan
▪ Bahan yang sering digunakan: bubuk kopi,
tembakau, teh, panili, kulit jeruk
37
BAB IV PEMERIKSAAN NERVUS
KRANIALIS
IV. PEMERIKSAAN NERVUS OLFACTORY
-GANGGUAN N. OLFACTORY
➢ DEFISIT KONDUKTIF
➢ DEFISIT SENSORINEURAL
LANGKAH-LANGKAH !
-ANAMNESIS
-PEMERIKSAAN LUBANG HIDUNG
-SYARAT DAN BAHAN UNTUK
PEMERIKSAAN PEMBAUAN
-CARA PEMERIKSAAN PEMBAUAN
38
IV.2 PEMERIKSAAN NERVUS OPTIK
39
IV.2 PEMERIKSAAN NERVUS OPTIK
40
IV.2.1 Pemeriksaan Tajam
Penglihatan
Kartu Snellen
Penglihatan jauh
Kartu Rossenbaum
Penglihatan dekat
41
Rossenbaum card
42
IV.2.1 Pemeriksaan Tajam
Penglihatan
⚫ Normal mampu melihat ukuran huruf
dengan tinggi 1 inci pada jarak 6 meter
(6/6)
⚫ Penglihatan lebih buruk dari 20/800 →
pemeriksaan dengan menghitung jari,
gerakan tangan, persepsi cahaya, atau
tidak ada persepsi cahaya
43
IV.2.2 Penglihatan warna dan
penglihatan siang malam
CAKRAM WARNA
PSEUDOISOKROMATIS KUANTITATIF
PENGLIHATAN DAN
WARNA (ISHIHARA, HARDY- KUALITATIF
RITTER-RAND)
MELIHAT WARNA
BENDA PERKIRAAN
KASAR
44
IV.2.3 Pemeriksaan Lapangan Pandang
45
IV.2.3 Pemeriksaan Lapangan
Pandang
46
IV.2.3 Pemeriksaan Lapangan
Pandang
PERIFER PERIMETRI
KONFRONTASI
METODE
PEMERIKSAAN
MENATAP HIDUNG
CENTRAL
FIELD GRID (AMSLER, KERTAS
GRAFIK,
47
Metode Konfrontasi untuk memeriksa lapang
pandang
48
IV.2.3 Pemeriksaan Lapangan
Pandang
49
IV.2.3 Pemeriksaan Lapangan
Pandang
50
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
⚫ menggunakan optalmoskop
⚫ seperti seorang eskimo menatap dengan tajam
kedalam igloo melalui jalan masuk dengan
pencahayaan flash light
⚫ Dilatasi pupil akan memperluas lapangan penglihatan
⚫ Direct Opthalmoskop
⚫ Bukaan cahaya yang sempit untuk memeriksa pupil
yang tidak berdilatasi
⚫ The red-free filter berguna untuk memeriksa pembuluh
darah, mencari perdarahan dan memeriksa serabut
saraf
51
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
⚫ Pada pemeriksaan neurologi, area
primer yang harus diperhatikan adalah
diskus, makula dan arteri-arteri
⚫ Diskus normal bundar atau sedikit oval.
Normal batas nasal sedikit kabur
dibanding batas temporal.
⚫ Diskus normal tampak datar dan
berbatas tegas terhadap retina
disekelilingnya, dengan arteri dan vena
yang melintasi pinggirnya dan kapiler
dipermukaan berwarna pink pucat
52
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
53
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
Pemeriksaan
menggunakan
funduskopi
54
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
55
IV.2.4 Pemeriksaan Opthalmoskopik
57
IV. Pemeriksaan saraf III,IV dan VI
Pemeriksaannya meliputi :
⚫ Exopthalmos dan Enopthalmos
⚫ Kelopak mata
⚫ Pupil
⚫ Gerakan bola mata
⚫ Nistagmus
58
IV.3.1 Exopthalmos dan
enopthalmos
POSISI BOLA MATA PADA ORBITA
⚫ EXOPTHALMOS = MENONJOL
⚫ ENDOPTHALMOS= MASUK
(TENGGELAM)
59
IV.3.2 Kelopak mata (palpebrae)
Normal : Amati : posisi kelopak mata
Kelopak mata dan fisura palpebra bilateral
menyilang iris diantara
limbus dan pupil (1-2
mm)
Fisura Palpebra : 9-
12mm dari batas atas
ke bawah
Batas atas 3-4 mm
diatas reflek cahaya
kornea
60
Pemeriksaan Ptosis
Ptosis komplit karena palsy saraf
kranial III
61
Pemeriksaan Ptosis
62
IV.3.3 Pemeriksaan Pupil
N :2-6 mm
UKURAN Pada cahaya normal : 3-4 mm
Miosis : < 1mm
Dilatasi : > 6mm
63
IV.3.3 Pemeriksaan Pupil
REFLEK CAHAYA PUPIL
• Diperiksa tiap-tiap mata
• Cahaya diarahkan oblik
• Pasien diminta melihat jauh
• Normal : konstriksi cepat diikuti sedikit dilatasi
kembali ke tingkat intermidiate (pupillary escape)
• Dicatat :
➢Cepat , lambat, tidak ada respon
➢Grade dari 0 hingga 4+
➢Numerik (misalnya 4 mm → 2 mm)
64
IV.3.3 Pemeriksaan Pupil
Reflek Akomodasi
➢Meminta pasien akomodasi rileks,
➢Mengakomodasikan dengan menyuruh melihat jauh
kemudian dipindahkan penglihatan ke obyek dekat
(misalnya jari atau ibu jari pasien sendiri)
➢Respon : penebalan lensa (akomodasi) ,
konvergensi kedua mata dan miosis
65
IV.3.4 Pemeriksaan gerakan bola
mata
66
IV.3.4 Pemeriksaan gerakan bola
mata
67
IV.4 Pemeriksaan Nervus Trigeminus (V)
68
IV.4 Pemeriksaan Nervus Trigeminus (V)
69
IV.4.3 Pemeriksaan reflek-reflek
yang dipersyarafi N. V
⚫ Jaw, Masseter atau mandibular reflex
⚫ Reflek kornea
⚫ Sternutatory (nasal, sneeze) reflex
70
Jaw reflek
⚫ pemeriksa menempatkan
telunjuk atau jempol pada
dagu pasien, menahan supaya
mulut setengah terbuka dan
rahang rileks, kemudian
ketuklah jari tadi menggunakan
hammer reflek
⚫ Responnya adalah sentakan
mandibula keatas. Pada
individu normal sentakan ini
minimal atau tidak ada.
71
Reflek Kornea
⚫ menyentuh ringan kornea dengan pilinan
kapas atau tissue. Ini untuk melihat fungsi
nervus kranial V1.
⚫ dilakukan pada kornea bagian atas
⚫ stimulus harus diberikan dari bawah atau dari
sisi pasien yang tidak bisa melihat.
⚫ Stimulus ini harus dikenakan pada kornea
bukan sklera.
⚫ Infeksi(+), pemeriksaan harus menggunakan
kapas atau tissu yang berbeda.
72
⚫Responnya adalah
adanya kedipan
ipsilateral (reflek
langsung) dan
kontralateral (reflek
konsensual)
73
IV.5 Pemeriksaan Nervus Facialis
74
IV.5.1 Pemeriksaan Motorik Otot-
Otot Wajah
⚫ Amati wajah dalam keadaan diam (istirahat ).
⚫ Amati pergerakan ekspresi spontan pasien saat
pasien berbicara , tersenyum, atau saat mengerutkan
dahi
⚫ Gerakan lain yang harus diamati adalah mengangkat
alis salah satu atau bersamaan, amati gerakan alis
dan derajat kerutan dahi, menutup mata,
mengerutkan alis, mengembungkan pipi,bersiul,
tersenyum.
⚫ kelemahan stapedius, pasien mengeluh adanya
hiperakusis, terutama pada nada rendah.
75
IV.5.1 Pemeriksaan Motorik Otot-
Otot Wajah
77
IV.5.2 Pemeriksaan Fungsi Sensoris
78
pahit
asam asam
manis
79
IV.5.3 Pemeriksaan Fungsi Sekresi
⚫ Tes Schimer
⚫ Secarik filter ditempatkan di kantung
konjuntive inferior dan dibiarkan selama
5 menit. Kemudian diukur panjang filter
yang basah dalam satuan millimeter.
80
IV.5.4 Pemeriksaan reflek-reflek yg
dipersyarafi N. VII
⚫ Reflek Glabella
⚫ Reflek Auditory
palpebral
⚫ Reflek Visuopalpebral
81
IV.6 Pemeriksaan Nervus
Vestibulocochlear
⚫ Pemeriksaan nervus Vestibulocochlear
meliputi :
Fungsi Pendengaran :
⚫ Tes Bisik
⚫ Tes Garpu Tala
⚫ Reflek
Fungsi Vestibuler
⚫ Vestibulospinal reflek
⚫ Vestibulo-Ocular reflek
⚫ Nistagmus
82
IV.6.1 Pemeriksaan Fungsi
Pendengaran
⚫ Pemeriksaan pendengaran →
kemampuan pasien untuk memahami
suara halus dan keras dan pitch tinggi
dan rendah,
⚫ amati adanya tanda-tanda ketulian
seperti menolehkan kepala saat
mendengarkan, membaca bibir, atau
berbicara dengan suara keras
83
⚫ Anamnesa → kesulitan menggunakan telepon
atau mendengarkan dikeramaian atau keluhan
dari anggota keluarga harus mendapatkan
perhatian kusus.
⚫ Sebelum tes pendengaran →pemeriksaan
otoskopi → membrana timpani intak, adanya
wax, pus, darah, exudat atau benda asing.
⚫ Daerah mastoid harus diperiksa adanya
pembengkakan dan nyeri.
84
IV.6.1.1 Tes Bisik
85
IV.6.1.2 Tes Garpu Tala
⚫ Dipakai adalah 128,256, atau 512 Hz
⚫ Pemeriksa dengan pendengaran baik akan
membandingkan air dan bone conduction
pasien dengan pemeriksa (Scwabach test).
⚫ Tes Rinne membandingkan AC (Air
conduction) dan BC (Bone Conduction)
pasien, dapat dilakukan dengan dua cara
⚫ Tes Weber, garpu tala yang telah digetarkan
diletakkan pada digaris tengah verteks tulang
kepala
86
IV.6.1.2 Tes Garpu Tala
TES WEBER
Tajam Pendengaran
Tes Rinne Tes Weber
Tuli Konduksi BC>AC Lat → abnormal
Menurun
(Rinne negative atau
abnormal)
Tuli Sensorineural AC>BC Lat → normal
Menurun
(Rinne positif atau
normal)
87
IV.6.1.2 Tes Garpu Tala
TES RINNE
88
IV.6.2 Pemeriksaan Fungsi
Vestibuler
⚫ IV.6.2.1 Reflek Vestibulospinal
⚫ Reflek Vestibulospinal yang bisa
dilakukan ada 3 yaitu past pointing, tes
Romberg, dan Fukuda stepping test.
89
⚫ Past pointing dilakukan dengan tes finger to nose
normal
Gerakan ataksik
Intention tremor
90
TANDEM WALKING
TES ROMBERG
91
⚫ Fukuda stepping test dilakukan dengan
cara menyuruh pasien berjalan ditempat
selama sekian menit dengan mata
tertutup. Individu normal akan terus
berjalan menghadap sisi yang sama
sementara pasien dengan vestibulopati
akut akan pelan-pelan berputar searah
dengan lesi.
92
IV.6.2.2 Reflek Vestibulo Okular
93
IV.6.3 Pemeriksaan Nistagmus.
⚫ Fase lambat nistagmus spontan vestibular
biasanya searah dengan lesi, karena pada lesi
vestibular akut menyebabkan hipoaktifitas
labirin.
⚫ Untuk menginduksi nistagmus dapat dilakukan
head shaking(head-shaking nystagmus)
⚫ Tidak akan terjadi nistagmus pada orang
normal sementara pada ketidakseimbangan
vestibular akan muncul spontan nistagmus
yang menjauhi sisi abnormal
94
IV.7 Pemeriksaan Nervus Glossopharingeal
dan Nervus Vagus
• SULIT
95
IV.7.1.1 Pemeriksaan Sensoris
Nervus Glossopharingeal
⚫ Cabang lingual nervus IX membawa
sensasi rasa asam dan pahit dari 1/3
lidah bagian posterior
⚫ Metodenya sama dengan pemeriksaan
rasa pada nervus VII.
96
IV.7.1.2 Pemeriksaan Reflek Nervus
Glossopharingheal
⚫ Reflek muntah dilakukan dengan
menyentuh pharing atau palatum.
⚫ Reflek ini dapat dilakukan dengan
menyentuh orofaring lateral pada regio
fascial pillar anterior dengan
menggunakan tongue blade, aplikator
atau alat serupa ( faringeal reflek) atau
dengan menyentuh salah satu sisi soft
palatum atau uvula ( palatal reflek).
97
IV.7.2 Pemeriksaan fungsi Nervus
Vagus (X)
⚫ IV.7.2.1 Pemeriksaan fungsi motorik nervus
Vagus
-mengamati karakter suara dan kemampuan menelan
-Pemeriksaan soft palatum meliputi posisi palatum
dan uvula saat istirahat, saat bernafas dan saat
bersuara
98
⚫ Pemeriksaan faring : kontraksi otot-otot
faring saat fonasi, amati pergerakan
laring keatas saat menelan.
⚫ Kelemahan unilateral dari constriktor
pharyngeal superior akan menyebabkan
’gerakan korden’ (Vernet’s rieau
phenomenon),
99
IV.7.2.2 Pemeriksaan Fungsi
Parasimpatis Nervus Vagus (X)
⚫ Pemeriksaan fungsi parasimpatis nervus
X dengan mengamati adanya vagal
discharge yang menimbulkan
bradikardia, hipotensi, bronchokonstriksi,
peningkatan peristaltis, peningkatan
sekresi gaster, dan adanya hambatan
fungsi adrenal.
100
IV.7.2.3 Pemeriksaan refleks nervus
Vagus (X)
⚫ Reflek Okulokardiak
⚫ Reflek muntah
⚫ Reflek batuk.
⚫ Cegukan.
⚫ Menguap
⚫ Reflek sinus carotis
101
IV.8 Pemeriksaan Nervus Nervus
Accessorius (XI)
⚫ Pemeriksaan kranial nervus XI ini bisa
dilakukan dengan memeriksa kekuatan otot
Trapezius dan Sternocleidomastoideus.
Pemeriksaan otot
Sternokleidomastoideus.
Saat pasien menoleh ke
kanan melawan tahanan,
kontraksi otot
kontralateral dapat
diamati dan diraba.
102
Pemeriksaan otot Trapezius. Pada
atropi trapezius menampakkan
kelainan pada leher, dengan
penekanan atau penurunan bahu
dan pendataran daerah trapezius.
103
Pemeriksaan otot Trapezius.
a.Pemeriksa menekan bahu kebawah pasien melawan tekanan
b.Pasien berusaha mengangkat bahu melawan tahanan pemeriksa
104
IV.9 Pemeriksaan Nervus Nervus
Hipoglossus)
⚫ Pemeriksaan fungsi nervus hipoglossus
dilakukan dengan mengevaluasi
kekuatan, kelenturan dan bentuk lidah,
terutama dengan mengamati adanya
kelemahan, atropi, dan gerakan
abnormal (khususnya fasikulasi) dan
gangguan gerakan cepat.
105
Adanya atrofi dan
kelemahan pada separo
kanan lidah karena lesi n.
hipoglossus kanan
106
BAB V PEMERIKSAAN SISTEM
MOTORIK
Pemeriksaan kekuatan otot disesuaikan dengan skala MRC
(Medical Research Council)
0 Tidak ada kontraksi
1 Ada sedikit kontraksi atau sepintas(sebentar
2 Pergerakan aktif tapi tidak bisa melawan gravitasi
3 Pergerakan aktif dapat melawan gravitasi
4- Pergerakan aktif melawan gravitasi dan melawan tahanan
ringan
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan melawan tahanan
sedang
4+ Pergerakan aktif melawan gravitasi dan melawan tahanan
berat
5 Kekuatan normal
107
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan Deltoid.
Pasien diminta
mengabduksi lengannya
melawan tahanan,
kontraksi otot dapat dilihat
dan diraba
Musculus Deltoid
diinervasii oleh C5 lewat
nervus axillary
108
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
109
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan Brachioradialis.
Dilakukan fleksi lengan bawah yang
semipronasi (jempol keatas) melawan
tahanan. Kontraksi otot dapat diamati
dan diraba.
M.Brachioradialis diinervasi oleh
nervus radialis dari akar syaraf C5 dan
C6
110
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Ekstensi Lengan bawah.
Lengan bawah disedikit
fleksikan , kemudian
diekstensikan melawan
tahanan. Kontraksi otot
triseps dapat dilihat dan
diraba. Otot Triseps
diinvervasi oleh C6-C7
melalui nervus Radialis
111
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
112
Supinasi lengan bawah melawan
tahanan dalam keadaan fleksi,
kontraksi otot biseps terlihat dan
teraba
113
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Fleksi dari pergelangan.
Fleksi telapak tangan pada
pergelangan melawan
tahanan, tendon dari fleksor
carpi radialis dan flexor carpi
ulnaris dapat terlihat dan
teraba
114
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Otot-otot ekstensor
pergelangan tangan
diinervasi C6-C7 melalui
nervus radialis
115
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan Fleksor
Digitorum profundus.
Pasien menahan usaha
untuk mengekstensikan
phalanx distal sementara
phalanx medial
difleksikan
116
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
pemeriksaan fleksor
digitorum sublimis.
Pasien melawan tahanan
posisi fleksi di sendi
interphalang satu
117
Pemeriksaan Fleksor Pollicis
Longus. Pasien melawan
tahanan yang
mengekstensikan distal
phalang dari jempol sementara
phalang proximal fixed
Diinervasi C8-T1 memlui
nervus Medianus
118
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
119
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
120
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan otot-
otot abdomen dan
flexor dari spine.
Pasien diminta untuk
beranjak dari posisi
berbaring menjadi
posisi duduk tanpa
menggunakan
tangan
121
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
122
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
pemeriksaan ekstensor
paha atas pada
panggul. Pasien
berbaring tengkurap
dengan kaki fleksi pada
lutut, diminta untuk
mengekstensikan paha
atas melawan tahanan,
kontraksi dari gluteus
maksimus dan
ekstensor yang lain
dapat terlihat dan
diraba
123
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
124
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan adduksi paha
pada panggul. Pasien
berbaring telentang diminta
adduksi kaki yang ekstensi
melawan tahanan, kontraksi
otot-otot adductor dapat
dilihat dan diraba
Diivervasi oleh L2,L3 dan L4
125
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan
rotasi internal
paha. Pasien
berbaring
tengkurap
dengan tungkai
fleksi dilutut,
diminta untuk
menggerakkan
kaki kelateral
melawan
tahanan
126
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
127
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
128
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan ekstensi tungkai pada
lutut. Pasien berbaring telentang
diminta untuk mengekstensikan tungkai
pada lutut melawan tahanan. Kontraksi
quadricep femoris dapat dilihat dan
diraba
Diinervasi oleh L3-L4 memlui nervus
femoralis
129
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
130
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
131
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan inversi
dari kaki. Pasien
diminta untuk
menggerakkan
batas dalam kaki
melawan tahanan.
Tendon tibialis
posterior dapat
dilihat dan diraba di
belakang maleolus
medial
→ Tibialis Posterior,
L4-L5
132
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan eversion dari
kaki. Pasien diminta
menggerakka batas luar
dai kaki melawan tahanan.
Tendon perinei longus dan
brevis dapat dilihat dan
diraba diatas dan di
belakang maleolus lateral.
→ Peroneus Longus dan
Brevis , L5,S1
133
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pemeriksaan dorsofleksi (ekstensi)
jempol. Pada saat
mendorsofleksikan jempol melawan
tahanan, tendon ekstensor
digitorum dan halucis longus dan
otot ekstensor digitorum brevis
dapat dilihat dan diraba. Diinervasi
oleh S5
134
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Pronator drift. Pada lesi traktus
kortikospinal, kelemahan pada
otot tertentu, the shoulder
abductor external rotator,
supinator dan elbow extensor.
Otot-otot ini menguasai otot-otot
antagonis menyebabkan pronasi,
fleksi siku dan drift ke bawah.
Ilustrasi diatas menunjukkan drift
pronator ringan pada ekstremitas
kanan atas.
135
V.2 Pemeriksaan otot-otot specifik
Tes untuk lesi traktus
kortikospinal dengan arm roll.
Ekstremitas yang terkena
kecenderungan menyimpang
masing-masing lebih sedikit, jadi
ekstrmitas yang normal lebih
cenderung berotasi memutari
ekstremitas yang abnormal.
Pasien dengan lesi traktus
kortikospinal ringan dapat terjadi
arm roll yang abnormal yang
tidak terdeteksi pada tes
kekuatan normal.
136
V.3 Pemeriksaan Tonus Otot
137
V.3 Pemeriksaan Tonus Otot
138
Pemeriksaan Volume Dan Contour
Otot
⚫ INSPEKSI
⚫ PALPASI
⚫ PENGUKURAN
⚫ Movement disorder :
⚫ mengganggu fungsi motorik
⚫ tidak menyebabkan kelemahan,
⚫ menghasilkan gerakan abnormal,
involunter, tidak diinginkan (gangguan
gerakan hiperkinesia)
⚫ terbatasnya kemampuan bergerak
normal (gangguan gerakan hipokinesia)
140
V.5.1 Gangguan Gerakan
Hipokinetik
⚫ penyakit Parkinson (PP) ➔sindrom
akinetik –rigiditas
penyakit Parkinson
sindrom Parkinson
parkinsonism / parkinsonian
141
Pemeriksaan pada pasien
Parkinson
⚫ Manifestasi kardinal : bradikinesia,
rigiditas, tremor, wajah tak berekspresi,
ketidakstabilan postur, asimetri
142
Yang harus diperiksa pada pasien parkinson
144
⚫ Wajah → Ketidak bergerakan wajah , dan
kurangnya ekspresi wajah sering terjadi pada
PP ini (hipomimia, wajah topeng)
⚫ Kedipan → Berkurangnya kedipan (5-10 kali
permenit) daripada normal (12-20 kali per
menit), disertai adanya sedikit retraksi kelopak
mata (Stell wag’ sign, (staring expression)
(tatapan reptil).
⚫ Fonasi dan artikulasi → Suaranya biasanya
halus, monoton, mendesah dan gemetar
145
⚫ Freezing phenomenon → Pada pertengahan
pergerakan motorik, pasien akan mendadak
membeku (berhenti) di tempat, tidak dapat
bergerak karena aktivasi bersamaan agonis
dan antagonis. Freezing phenomenon ini
terjadi saat pasien memulai berjalan (start-
hesitation), saat berusaha meraih benda,
bahkan saat berbicara atau makan
146
⚫ Krisis okulogiric → Deviasi mata involunter, biasanya
keatas, biasanya terjadi pada postencephalitis PP dan
drug induce parkinsonisme. Tetapi tidak terjadi pada
idiopatik PP
⚫ Menulis →Gangguan menulis berupa mikrografia
⚫ Reflek Glabella ( Myerson’s sign) → Kedipan kedua
mata karena ketukan sepanjang glabella. Pada pasien
PP tidak mampu menghambat respon dan akan terus
berkedip. Normalnya tidak akan berkedip lagi pada
pengetukan berulang.
147
⚫ Pada PP tidak ada atropi, fasikulasi,
perubahan reflek, atau reflek patologis
seperti pada kelainan traktus
kortikospinal
148
V.5.2 Gangguan Gerakan
Hiperkinetik
⚫ TREMOR
⚫ KHOREA
⚫ ATETOSIS
⚫ BALISMUS
149
V.5.2.1 Tremor
⚫ Tremor adalah sekumpulan pergerakan
involunter, relatif ritmik, tidak bertujuan,
osilasi
⚫ Penyimpangannya bisa sedikit atau luas,
bisa mengenai satu atau lebih bagian
tubuh
⚫ Untuk membangkitkan tremor ini bisa
dilakukan dengan melakukan gerakan
lambat, menulis dan menggambar
lingkaran
150
⚫ Tremor digolongkan dengan berbagai
cara :berdasarkan lokasi, rata-rata,
amplitudo, ritmisnya, kaitannya dengan
istirahat dan gerakan, etiologi dan
patologi yang mendasari
⚫ Hal penting lainnya adalah kaitannya
dengan kelelahan, emosi, kesadaran,
panas, dingin, penggunaan obat-obatan,
alkohol atau obat bebas
151
⚫ Tremor bisa unilateral atau bilateral, umumnya
mengenai bagian tubuh distal tetapi tidak
menutup kemungkinan mengenai lengan,
tungkai lidah, rahang, kelopak mata, dan
kepala
⚫ lambat, sedang dan cepat
⚫ saat beristirahat dan saat bergerak.
⚫ Tremor saat istirahat (resting tremor) terjadi
pada penyakit parkinson dan sindrom penyakit
parkinson lainnya. Intention tremor terjadi
pada pasien dengan gangguan cerebelum.
152
•diperiksa dengan meletakkan
selembar kertas pada jari-jari
yang teregang, goncangan
pada kertas akan tampak
meskipun tremor secara umum
tidak teralu tampak.
•Tremor fisiologis 8-12 Hz
dipicu oleh adanya kecemasan,
ketakutan, kelelahan, dan hal
lain yang merangsang aktivitas
adrenergik
153
V.5.2.2 Chorea
⚫ Chorea ditandai dengan adanya gerakan involunter,
iregular, tidak bertujuan, acak, hiperkinesia non ritmis.
Gerakannya spontan, tiba-tiba, jelas, cepat, jerky,
tidak terus-menerus.Gerakan ini bisa ada saat tidur
tapi akan meningkat dengan aktivitas, tekanan, stress
emosional, dan kesadaran pribadi. Pasien masih
mampu untuk menekan gerakan dan gerakan ini
menghilang saat tidur.
⚫ Distribusinya bervariasi, bisa melibatkan satu
ekstremitas, separo badan (hemichorea) atau general.
Terjadi biasanya pada bagian distal ekstremitas tetapi
bisa juga terjadi pada bagian proximal, ekstremitas
bawah, badan, wajah, lidah, bibir dan faring.
154
⚫ Untuk menimbulkan korea ini bisa dengan
meminta pasien melakukan dua hal secara
bersamaan. Pasien akan mampu menjulurkan
lidah, atau menyentuh hidung dengan
menggunakan jari, tetapi bila disuruh
melakukan ini secara bersamaan maka
sentakan gerakan (jerky movement) akan
tampak.
⚫ Gangguan yang menimbulkan gejala chorea
diantaranya adalah penyakit Huntington dan
chorea Syndenham
155
V.5.2.3 Atetosis
156
⚫ Atetosis ini sering overlappoing dengan
chorea. Pasien ada juga yang
mengalami atetosis bersamaan dengan
chorea. Choreoatetosis ini digambarkan
sebagai gerakan diantara chorea dan
atetosis pada kecepatannya dan
ritmisitas, juga menggambarkan gerakan
transisi.
157
V.5.2.4 Distonia
158
⚫ Bentukan distonia seringkali berulang
terjadi pada tempat yang sama , hal ini
berbeda dengan chorea. Kecepatan
distonia bervariasi dari lambat, terus
menerus, dan cramp like (atetonik
distonia) hingga cepat (mioklonik
distonia).
159
V.5.2.5 Hemibalismus
160
V.5.2.6 Diskinesia
161
V.5.2.7 Mioklonus
162
⚫ Mioklonus diklasifikasikan dengan
berbagai cara mislanya : positif versus
negatif, epileptik versus non epileptik,
stimulasi sensitif (reflek) versus spontan,
ritmis versus aritmimia, anatomis (
perifer, spinal, segmental, batang otak,
atau cortikal).
163
V.5.2.8 Asteriksis
164
BAB VI
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS
Sensasi Eksteroseptif
Sensasi Nyeri Dan Suhu
165
⚫ Memeriksa dengan memberiksan stimuli
tajam dan tumpul secara bergantian
kemudian menanyakan tajam atau
tumpul dapat juga digunakan tetapi tidak
bisa mendeteksi adanya sensory loss
ringan , metode ini hanya dapat
mendeteksi area yang terkena dan tidak
terkena
166
Tes sensasi suhu
⚫ menggunakan tabung tes (berisi air
panas/dingin) atau berbagai obyek yang
memiliki konduktivitas termal yang berbeda-
beda.
⚫ Dingin → menggunakan suhu 5 C hingga 10 C
(41 F hingga 50 F)
⚫ Hangat → 40 hingga 45 C (104 hingga 113 F).
⚫ Tabungnya harus kering karena kelembaban
akan diinterpretasikan sebagai dingin.
167
BAB VI
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS
Sensasi Taktil
169
⚫ VI.2 Sensasi
Proprioseptif
⚫ VI.2.1 Sensasi
Gerak Dan Posisi
170
⚫ Sensasi gerak disebut juga sensasi
kinetic atau kinestetik atau sensasi
gerakan pasif atau aktif, terdiri dari
kewaspadaan akan gerakan diberbagai
tempat tubuh. Sensasi posisi atau postur
adalah kewaspadaan posisi tubuh atau
bagian tubuh terhadap ruang
171
⚫ Pada ekstremitas bawah dimulai dari sendi
metatarsophalangeal jempol kaki, dan pada
ekstremitas atas pada salah satu sendi
interphalang distal. Jika pada sendi distal ini
pasien normal maka tidak perlu dilanjutkan ke
lebih proksimal. Tes dilakukan dalam keadaan
mata tertutup. Pada saat memberikan
instruksi pasien dalam keadaan mata terbuka
untuk melihat respon yang diharapkan
sebelum diberikan tes.
172
⚫ Pemeriksa memegang jari yang rileks dan
menjauhkan dari jari yang lain sejajar dengan
bidang gerak, dengan memberikan tekanan
seringan mungkin untuk menghindari adanya
petunjuk dari perbedaan tekanan. Pasien
harus rilek dan tidak ada gerakan aktif jari-jari
yang membantu menentukan posisinya.
Kemudian jari digerakkan naik atau turun, dan
pasien diminta untuk menentukan arah
gerakan dari posisi semula. Gerakan cepat
lebih terdeteksi daripada yang lambat.
173
VI.2.2 Sensasi Vibrasi (getaran)
Digunakan alat garpu tala
128 hz dengan pemberat
diujung. Sensasi dapat
diperiksa pada jempol
kaki, maloli, metatarsal,
tibia, SIAS (Spina illiaca
anterior superior),
sacrum, processus
spinosus vertebrae,
sternum, clavicula,
prosessus stiloideus ulna
dan radius, juga sendi-
sendi jari. 174
Pada pemeriksaan garpu tala di ketukkan
kemudian ditempatkan pada tonjolan tulang,
biasanya pada dorsum sendi interphalang
jempol kaki, dan dipertahankan disana hingga
pasien tidak merasakan getaran. Bila pada
bagian distal terganggu maka setelah getaran
selesai dilakukan pemeriksaan ke yang lebih
proksimal hingga level yang normal. Penting
juga untuk melakukan pemeriksaan pada sisi
satunya yang homolog
175
⚫ Sensasi getaran dapat juga diukur kuantitatif
dengan mudah dengan cara menentukan
dimana pasien merasakan getaran dan berapa
lama merasakannya. Misalnya pasien tidak
merasakan pada jempol kaki dan metatarsa
tetapi merasakannya pada maleolus medial
selama 5 detik. Atau pasien yang kontrol yang
sebelumnya merasakan getaran 12 detik
dimalleolus kemudian sekarang merasakan 3
detik di metatarsal, berarti mengalami
perbaikan
176
⚫ VI.3 Fungsi Sensoris
Cerebral
⚫ VI.3.1 Stereognosis
177
⚫ VI.3.1 Stereognosis
⚫ Adalah persepsi, pengenalan, pemahaman, dan
pengidentifikasian bentuk dan benda umum dengan
menyentuh. Ketidakmampuan melakukan ini disebut
asteregnosis. Astereognosis hanya bisa dilakukan bila
sensasi kulit dan proprioseptif tidak terganggu, bila
terganggu impuls tidak akan mencapai kesadaran
untuk diinterpretasikan.
⚫ Ada beberapa tahap dalam pengenalan obyek.
⚫ Pertama , ukuran kemudian pengenalan bentuk dua
dimensi kemudian tiga dimensi yang terakhir
pengenalan obyek
178
⚫ Yang terakhir adalah pengenalan benda oleh pasien
hanya dengan meletakkannya saja di telapak tangan
(misalnya menggunakan koin, kancing, kunci, sisir,
pensil, paperclip dll). Untuk memperhalus
pemeriksaan pasien diminta membedakan koin,
mengidentifikasikan huruf ukir terbuat dari kayu
ataukah fiber, menghitung titik pada domino.
Pemerisksaan ini hanya bisa dilakukan pada tangan.
Tes ini harus dilakukan dengan membandingkan pada
kedua tangan.
⚫ Pada pasien dengan kelemahan atau inkoordinasi
dimana pasien tidak mampu meraih benda maka
pemeriksa harus menggenggamkannya ke tangan
pasien.
179
⚫ VI.3.2 Graphestesia
180
⚫ VI.3.2 Graphestesia
⚫ Adalah kemampuan untuk mengenali huruf atau
angka yang dituliskan pada kulit menggunakan pensil,
jarum tumpul, atau benda yang serupa. Tes ini
dilakukan pada telapak jari (finger pad), telapak dan
dorsum kaki. Angka atau huruf dituliskan sebesar 1 cm
tingginya pada telapak jari dan bisa lebih besar pda
bagian yang lain. Lebih baik menggunakan angka
yang tidak mirip misalnya lebih baik menggunakan
angka 3 dan 4 daripada 3 dan 8.
⚫ Hilangnya sensasi ini disebut agraphestesia atau
graphanestesia.
181
⚫ Two Point atau Spasial
Discrimination
⚫ Adalah kemampuan untuk
membedakan dalam keadaan mata
tertutup adanya stimulasi satu titik
atau dua titik pada kulit. Alat yang
digunakan adalah two-point
diskriminator, bisa juga diganti
dengan caliper, klip kertas yang
dibentuk ’V’. Ada dua tipe two poin
diskrimination : statis dan bergerak.
182
⚫ Diberikan instruksi dan contoh yang akurat,
mulai dari dua titik (dengan mengucapkan ” Ini
dua titik ”) kemudian satu titik ( dengan
mengucapkan ” Ini satu titik” kemudian dua
titik yang didekatkan (dengan mengucapkan ”
Ini dua titik yang didekatkan sehingga terasa
satu titik”). Kemudian dilakukan pemeriksaan
dua titik dan satu titik secara random dengan
jarak semakin mendekat hingga pasien
semakin sering berbuat kesalahan. Hasil
ditentukan jarak minimal dari kedua titik. Jarak
ini bervariasi di tiap bagian tubuh.
183
⚫ Normalnya Two Point Diskrimination itu 1 mm
pada ujung lidah, 2-3 mm pada bibir, 2-4 mm
pada ujung jari, 4-6 mm pada dorsum jari, 8-
12 mm pada telapak tangan, 20-30 mm pada
dorsum tangan, 30-40 mm pada dorsum kaki.
Untuk memeriksa yang bergerak dilakukan
dengan cara yang sama tapi dengan
menggerakkan pada instrumen pada area.
184
⚫ Sensory Extinction atau Innatention
⚫ Adalah hilangnya kemampuan untuk merasakan dua
stimuli sensoris yang bersamaan. Pemeriksaan taktil
extinction menggunakan dobel sentuhan ringan
secara bersamaan pada sisi yang homolog di kedua
sisi tubuh. Extinction terjadi bila bila salah satu tidak
dirasakan. Extinction dapat juga dites pada satu sisi
dengan menyentuh wajah dan tangan secara
bersamaan. Umumnya area rostral lebih dominan,
saat wajah dan tangan distimulasi , akan terdapat
extinction pada persepsi tangan (the face-hand test).
185
⚫ Autopagnosia (Somatotopagnosia, Body Image
Agnosia)
⚫ Adalah ketidakmampuan mengidentifikasikan bagian
tubuh, orientasi bagian tubuh, pemahaman hubungan
tiap bagian tubuh. Pasien bisa saja kehilangan total
kemampuan identifikasi tungkai atau separo bagian
tubuh. Pasien akan menjatuhkan tangan dari meja
menuju kepangkuannya dan meyakini bahwa obyek
yang lain telah jatuh, atau lengannya yang berada
disampingnya tidak disadari bahwa itu miliknya.
Somatotopagnosia lebih ditujukan pada pasien yang
dtidak mengakui adanya bagian tubuh yang paralisa
atau hemiplegi sebagai bagian tubuhnya.
186
⚫ Fingeragnosia
⚫ Adalah ketidakmampuan untuk
mengenali dan menyebutkan nama jari-
jari
187
VI.4 Lokalisasi Sensoris
188
E. Hilangnya sensoris distal, simetris disebabkan karena neuropati perifer
F. Brown sequard syndrome.
G. Hilangnya sensoris dermatomal karena radikulopati cervical
H. Hilangnya sensoris dermatomal karena radikulopati lumbosakral
189
190
191
192
Cara mudah
193
Cara mudah
194
BAB VII
PEMERIKSAAN REFLEK-REFLEK
⚫ Pembahasan tentang Reflek meliputi :
⚫ Deep Tendon and Muscle Stretch
Refleks
⚫ Reflek Superfisial (Kulit)
⚫ Reflek Patologis
195
196
VII.1 Deep Tendon dan Muscle
Stretch Refleks
SEGMENTAL LEVEL PERIPHERAL NERVE
REFLEKS
Bisep C5-C6 Musculocutan
eus
Trisep C7-C8 Radialis
Brakioradialis C5-C6 Radialis
Quadrisep L3-L4 Femoralis
Achilles S1-S2 Sciatic
197
Cara mudah : reflex man
198
⚫ Persiapan :
⚫ Reflek – reflek ini lebih baik di tes
menggunakan hammer reflek dengan
kualitas karet yang baik.
⚫ Pasien harus dalam keadaan nyaman,
rileks, dan posisi yang tepat. Untuk
pemeriksaan reflek pada ekstremitas
bawah bisa dilakukan Jendrassik
manuver.
199
⚫ Interpretasi :
⚫ 1+ (+) : ada tapi berkurang,
⚫ 2+(++ )= normal,
⚫ 3+( +++) = meningkat tapi tidak mengarah ke
patologis,
⚫ 4+ (++++) = hiperaktif, patologis, sering disertai ekstra
beats dan clonus.
⚫ Keterangan : 3+ cepat normal tapi tidak disertai
dengan tanda-tanda patologis meliputi : peningkatan
tonus, klonus, jempol meregang (upgoing toes) , 4+
jelas patologis dengan menimbulkan respon sangat
cepat, treshold rendah, zona reflek meluas, dan
disertai tanda-tanda disfungsi traktus cortikospinal.
200
Refleks Bisep
201
Refleks Trisep
202
Refleks Brachioradialis
⚫ Pengetukan dilakuan
pada sedikit atas dari
processus stiloideus
radius dengan lengan
bawah semifleksi dan
semi pronasi.
⚫ Normal : terjadi fleksi
dari siku dengan
supinasi
⚫ Bila meningkat akan
terjadi fleksi
pergelangan dan jari-
jari, juga terjadi adduksi
dari lengan bawah
203
Reflek Patella (Quadriceps Refleks,
Knee jerk)
⚫ Dilakukan pengetukan pada tendon Patella.
⚫ Duduk di kursi → lutut sedikit ekstensi dengan
tumit menelapak ke lantai atau penderita
duduk di meja pemeriksaan dengan kaki
menggantung.
⚫ pasien berbaring → fleksikan lutut penderita
dengan cara meletakkan salah satu tangan
diantaranya kemudian baru dilakukan
pengetukan.
204
205
⚫ Respon : terjadi kontraksi pada otot-otot
quadriceps femoris, yang menghasilkan
ekstensi dari lutut. Bila refleks meningkat
dapat terjadi ekstensi yang disertai
dengan adduksi dari pangkal paha
206
Reflek Suprapatella
⚫ Pada reflek yang
meningkat, respons bisa
juga didapatkan dengan
pengetukan pada
tempat yang tidak
biasanya tetapi juga
bisa pada diatas patella
(reflek suprapatella atau
epipatella). Peningkatan
refleks ini bisa juga
disertai adanya klonus
patella.
207
Reflek Achiles (Ankle Jerk, reflek
Triceps Surae )
⚫ Reflek Achiles ini diperiksa dengan memukul tendon
Achilles tepat diatas insersinya di calcaneus
⚫ Pada pasien yang duduk atau berbaring di tempat
tidur, tungkai harus diposisikan abduksi dan eksternal
rotasi dengan lutut flexi. Jika pasien dalam keadaan
telentang, tungkai diposisikan frog leg position dengan
lutut menjauh dan tumit mendekat. Beberapa orang
memilih menyilangkan tungkai diatas garas atau tumit
(kaki membentuk angka 4, figure four position).
Pemeriksa harus menempatkan salah satu tangan
dibawah kaki dan mengangkat sedikit keatas untuk
mendorsifleksikan tumit.
208
Respon : terjadi kontraksi dari otot
cruris posterior (gastrocnemeus,
soleus dan plantaris) menghasilkan
plantar flexi pada tumit
209
Palmar Reflek (grasp refleks)
210
Scapular dan interscapular refleks.
211
VII.2.2 Superficial Reflek di
Abdomen
⚫ Reflek superficial
abdomen dihasilkan
oleh goresan atau
coretan ringan di dinding
anterior abdomen
menghasilkan kontraksi
otot – otot abdomen,
mengakat linea alba dan
umbilicus searah
dengan stimulus
212
⚫ Respon : dibagi menjadi reflek abdominal atas (reflek
supra umbilical yang diinervasi oleh nervi intercostales
T7-T10) dan reflek abdominal bawah (reflek
infaumbilic atau suprapubic yang diinervasi oleh nervi
intercostalis, iliohipogastric dan ilioinguinal T10 –
segmen lumbal atas) sementara umbilicus berada
pada level T10.
⚫ Responnya cepat pada orang muda dengan tonus
abdominal anterior yang baik. Reflek ini dapat
menghilang atau menurun pada individu normal yang
obese atau pada wanita yang telah melahirkan anak
213
Reflek Cremaster
⚫ Reflek ini dihasilkan dengan mencoret atau
menggores ringan atau mencubit kulit pada
paha atas bagian dalam
⚫ Respon : normal terjadi kontraksi otot
kremaster dengan elevasi homolateral testis
⚫ Reflek ini dapat menghilang pada laki-laki
tua, penderita hidrocele atau varicocele, atau
pada orchitis atau epididymitis.
⚫ Inervasi : saraf ilioinguinal dan genitofemoral
(L1-L2).
214
Reflek Gluteal
215
Reflek Plantar
216
Reflek Superficial Anal
217
VII.3 Reflek-reflek Patologis
218
Babinski’s Sign
219
⚫ Stimuli yang terlalu ke medial akan gagal
membangkitkan reflek ini. Stimulasi yang
terlalu ke medial sesungguhnya akan
membangkitkan respon grasp plantar yang
menyebabkan jari-jari menjadi sangat fleksi.
Stimuli harus diberikan mulai dekat dengan
tumit dan dengan gerakan cepat ditarik naik,
tapi tidak juga terlalu cepat, biasanya berhenti
pada sendi metatarsophalangeal.
220
⚫ Respon biasanya muncul pada saat stimulus mencapai
pertengahan kaki. Jika respon masih juga belum bisa didapat
maka stimulus harus dilanjutkan hingga sepanjang metatarsal
pad jari kelingking ke medial tetapi harus berhenti pada basis
jempol. Kesalahan yang umum terjadi addalah stimulasi yang
kurang keras, penempatan stimulus terlalu ke medial, dan terlalu
cepat menggerakkan stimulus, sehingga tidak ada waktu untuk
membentuk respon . Gerakan yang signifikan hanya pada jempol.
Jari-jari yang mebyebar tanpa disertai jempol ini jarang ada
signifikansi klinisnya.
⚫ Pada saat pemeriksaan pasien harus rileks dan harus diberitahu
kemungkinan rasa tidak nyaman. Lutut harus diekstensikan
karena dorsofleksi jempol akan menghilang dengan posisi fleksi
lutut. Posisi terbaik adalah saat pasien berbaring terlentang ,
dengan panggul dan lutut ekstensi dan tumit terletak di tempat
tidur.
221
222
Pemeriksaan Chaddok
223
Oppenheim
224
Pemeriksaan Rossolimo
⚫ Pemeriksaan Rossolimo
dengan cara mengetuk
ball of foot atau
permukaan plantar kaki.
Responnya bila positif
Plantar fleksi jari-jari
khusunya yang paling
kecil, pada orang normal
tidak akan ada gerakan
atau sedikit dorsofleksi
dari jari-jari
225
Pemeriksaan Mendel-Bechterew
⚫ Pemeriksan Mendel-Bechterew
(dorsocuboidal, tarsophalangeal) dengan
cara mengetuk atau menggores aspek
luar pada kaki di regio tulang cuboid atau
diatas metatarsal empat atau lima.
Responnya sama dengan pemeriksaan
Rossolimo
226
227
VII.3.2 Pemeriksaan Reflek
patologis pada ekstremitas atas
⚫ Reflek patologis ekstremitas atas dibagi menjadi dua
kategori yaitu frontal release sign (FRS) dan perluasan
atau variasi dari reflek finger fleksor.
⚫ Reflek grasp dan palmomental dikategoriikan sebagai
FRS
⚫ Reflek finger fleksor biasanya dikaitkan dengan
adanya spastisitas dan hiperefleksia yang menyertai
adanya lesi pada traktus kortikospinal maka Hoffman
dan Tromner dikategorikan sebagai tanda traktus
kortikospinal. Respon ini hanya terjadi pada lesi diatas
C5 atau C6 spinal cord mielum.
228
Reflek Grasp (menggenggam)
⚫ Pasien diminta untuk tidak menggenggam tangan pemeriksa. Ada 4
variasi dan modifikasi
⚫ Jari pemeriksa ditempatkan pada tangan pasien, khususnya diantara
jempol dan telunjuk, atau bila permukaan palmar distimuli dengan lembut ,
akan terjadi fleksi lambat dari jari-jari. Jari-jari pasien akan mengelilingi jari
pemeriksa dengan menggenggam lembut yang masih bisa direlakskan
dengan perintah
⚫ Bila jari fleksi pasien diekstensikan oleh jari pemeriksa maka jari pasien
akan fleksi lagi melawan jari pemeriksa memberikan respon mengait atau
traksi
⚫ Pada respon grasp yang lebih nampak, kekuatan menggenggam
meningkat dengan menarik tangan pemeriksa, atau dengan
menekstensikan jari pasien secara pasif dan hilangnya kemampuan untuk
melonggarkan genggaman secara volunter atau dengan perintah
⚫ Dekatkan tangan pemeriksa tapi tidak menyentuh, atau meskipun hanya
dengan sentuhan ringan diantara jempol dan telunjuk sementara mata
pasien tertutup akan menimbulkan kumpulan gerakan.
229
Reflek Palmomental
⚫ Reflek Palmomental atau reflek telapak
tangan-dagu, adanya kontraksi otot-otot
orbicularis oris dan mentalis dengan sedikit
retraksi dan peningkatan sudut mulut sebagai
respon dari goresan atau torehan dari telapak
tangan dari tangan ipsilateral. Reflek
palmomental ini dibangkitkan dengan cara
menorehkan benda tumpul pada thenar
eminence, bisa dari arah pergelangan menuju
jempol atau sebaliknya, atau dengan
mengetuk area ini.
230
Hoffman dan Tromner sign
Reflek ini tidak selalu patologis dan
kadang muncul pada individu normal.
Reflek ini hanya signifikan bila sangat
aktif atau sangat asimetris.
231
232
Pemeriksaan Klonus
Klonus patella
Klonus pergelangan tangan
Klonus pergelangan kaki
233
BAB VIII
PEMERIKSAAN FUNGSI CEREBELLUM
1. Finger to nose
2. Menggambar garis
3. Menulis
4. Hell-shin test (Heel-knee-shin/toe test)
234
VIII.2 Pemeriksaan Keseimbangan
235
Pemeriksaan Station
⚫ Pemeriksaan station dengan mengamati perilaku,
postur atau sikap saat berdiri. Orang sehat berdiri
dengan kepala tegak, dada membusung, dan perut
masuk. Station di tes dengan meminta pasien berdiri
tegak kaki merapat , amati ketidakseimbangan atau
bergoyang-goyang. Tes yang lebih keras lagi adalah
dengan melakukan tes pada pasien dengan mata
terbuka dan mata tertutup, pada satu kaki, pada
jempol dan tumit, bisa juga dengan memberikan
dorongan kesalah satu sisi, akan jatuh ke depan
ataukah jatuh ke belakang.
236
⚫ Pasien yang tidak seimbang akan berusaha
melakukan kompensasi dengan cara menempatkan
kaki lebar-lebar dengan tujuan agar bisa berdiri pada
dasar yang lebar dan kuat. Pada pasien dengan
penyakit cerebellum, pasien akan berdiri pada dasar
yang lebar dan ada goyangan, ini terjadi pada mata
terbuka dan tertutup. Pada lesi di vermis pasien akan
bergoyang kebelakang, kedepan atau kesalahsatunya.
Pada lesi disalah satu hemisfer (cerebellum), pasien
akan bergoyang atau jatuh kearah sisi yang terkena.
Penyakit vestibular unilateral akan menyebabkan
pasien jatuh ke arah sisi yang terkena.
237
⚫ Bila pasien diberikan dorongan ringan, pertama kesisi
yang terkena kemudian kesisi yang satunya, pasien
dengan gangguan hemisfer cerebelum akan
kehilangan keseimbangan dengan mudah bila
didorong searah dengan sisi yang terkena. Bila
diminta berdiri dengan satu kaki, pasien dengan lesi
hemisfer cerebral tidak akan bisa mempertahankan
keseimbangan waktu berdiri dengan kaki ipsilateral,
tetapi dapat berdiri tanpa kesulitan pada kaki
kontralateral.
⚫ Pasien yang tidak mampu berdiri dengan dibantu
ataupun tidak mampu berdiri sendiri, maka
deskripsikan posturnya waktu duduk atau berbaring
238
⚫ Pasien dengan hemiparesis akan berdiri dengan fleksi
ektremitas atas dan pronasi, dan ekstensi ekstremitas
bawah. Pasien Parkinson akan berdiri dengan postur
fleksi, membungkuk pada bahu dan pundak yang
terdorong kedepan, lengan dan kaki fleksi. Kelemahan
otot-otot panggul akan memberikan posisi lordosis.
Pasien depresi akan tampak membungkuk dan
tampak kesal, pada keadaan manik , pasien akan
tegak, tampak berkuasa, tampak postur agresif. Pada
pasien scizofrenia akan muncul postur aneh dan
dipertahankan dalam waktu yang lama. Hiperkinesia
misalnya gerakan atetoid dan chorea akan muncul
selama pemeriksaan station ini.
239
⚫ Tes Romberg :
⚫ Jika proprioseptif terganggu maka pasien mungkin
saja mampu berdiri dengan mata terbuka tetapi akan
bergoyang-goyang atau jatuh pada mata tertutup (
Romberg atau Braunch-Romberg sign). Untuk
melakukan tes ini pasien harus mampu berdiri dengan
mata terbuka dan adanya penurunan keseimbangan
pada mata tertutup, jika input visual dihilangkan dan
pasien harus mengandalkan proprioseptif untuk
mempertahankan keseimbangan.
⚫ Tandem Romberg yaitu dengan meminta pasien
berdiri pada posisi tandem dengan mata terbuka dan
tertutup
240
Pemeriksaan Gait (gaya berjalan)
241
SIKLUS GAIT
242
⚫ Normalnya orang dewasa berjalan
dengan kecepatan 80 meter permenit,
setidaknya 113 langkah permenit dan
lebar langkah 1,41 m . Sekitar 60 persen
siklus gait habis pada waktu tegak, 40%
pada waktu mengayun dan 10 % pada
sokongan kedua tungkai. Pusat massa
tubuh berada pada anterior S2.
243
ABNORMAL GAIT
244
ABNORMAL GAIT
245
BAB IX
SISTEM SYARAF OTONOM
⚫ Adanya insufisiensi system syaraf otonom pada anamnesa akan
tampak adanya gejala-gejala terkait hipotensi ortostatik, keringat
yang abnormal, disfungsi gastrointestinal dan atau traktus
genitourinari. Gejala-gejala hipotensi ortostatik meliputi pusing
dan kepala terasa ringan, rasa hendak pingsan, pingsan,
palpitasi, kelemahan, bingung, bicara meracau. Yang
kesemuanya itu akan memberat dengan posisi berdiri. Gejala
ortostatik sering kali memberat sesudah makan, mandi air panas,
mengkonsumsi alcohol, atau sesudah berolah raga.
Ketidaknormalan berkeringat bisa menyebabkan kulit kering
kadang disertai keringat berlebihan di region yang tidak terkena.
Gejala lain meliputi konstipasi, disfagia, anorexia, kenyang lebih
awal, diare (khususnya malam hari), penurunan berat badan,
disfungsi ereksi, kegagalan ejakulasi, retensi urine, urgensi urin,
ISK berulang, inkontinensia urine atau fecal.
246
⚫ Pemeriksaan fisik dan neurology menunjukkan berbagai
abnormalitas pada gangguan syaraf otonom. Akromegali,
dwarfism, ketidak seimbangan hormone endokrin atau imaturitas
seksual mengindikasikan abnormalitas di hipotalamus. Kulit
kering yang abnormal menandakan adanya kegagalan sudomotor
dan menunjukkan distribusi local sebagaimana pada kerusakan
syaraf perifer atau secara general pada disautonomia difus.
Untuk mengetahui adanya kekeringan kulit yang tidak normal
dapat dengan mudah memeriksa dengan menggores
menggunakan jari pada kulit atau bisa juga menggunakan
bolpen atau sendok. Tanda disregulasi autonom pada kulit
meliputi perubahan suhu dan warna kulit, alopecia, hipertrikosis,
penipisan kuku, hilangnya piloereksi, atropi kulit.
247
⚫ Pemeriksaan hipotensi ortostatik dilakukan pemeriksaan tekanan darah
dan nadi pada pasien berbaring setelah berdiri, pemeriksaan dilakukan
pada menit pertama, ke tiga dan ke lima setelah berdiri.
⚫ Normalnya tekanan darah sistolik saat berdiri tidak turun lebih dari 20
mmHg dan tekanan darah sistolik 10 mmHg. Kriteria diagnosis hipotensi
ortostatik bila tekanan darah sistolik turun 30 mmHg dan tekanan darah
diastolic 15 mmHg. Saat mengukur tekanan darah, manset diusahakan
sejajar dengan jantung untuk mengurangi pengaruh hidrostatik. Bila
dengan pengukuran biasa tidak terdeteksi maka pasien diminta untuk
jongkok 5 hingga 10 kali kemudian mengulangi pengukurannya.
⚫ Denyut jantung dan nadi tidak meningkat lebih dari 30 beat per menit
saat berdiri. Hipovolemi adalah yang tersering menimbulkan ortostatik,
reflek takikardi terjadi sebagai respon akan turunnya tekanan darah saat
berdiri.
⚫ Pemeriksaan fungsi berkemih dilakukan dengan melihat adanya distensi
dengan mempalpasi dan perkusi dan melalui anal wink dan refleks
bulbocavernosus.
⚫ Produksi air mata dapat dilakukan dengan schimmer test
248
249
BAB X
PEMERIKSAAN COLUMNA VERTERBRALIS
250
Inspeksi :
⚫ Dilakukan pengamatan meliputi pemeriksaan
posture, pergerakan dan gait.
⚫ Pemeriksaan posture dilakuka saat duduk,
berdiri, terlentang. Dicari juga adanya lordosis,
kifosis dan skoliosis
⚫ Pemeriksaan movement dan gait dengan
mengamati pasien saat pasien bangkit dari
tempat tidur, berjalan menuju ruang
pemeriksaan, melepas pakaian, menaiki meja
pemeriksaan.
251
⚫ Pemeriksaan pasien harus dengan membuka pakaian, bisa juga
dengan memakai pakaian dalam bila pemeriksaan tidak harus
terlalu detail. Dari depan amati apakah tinggi bahu dan pelvis
sejajar. Dari belakang amati, seharusnya tulang belakang
terletak lurus dibawah kepala. Bila ada yang menonjol kesamping
atau membengkok menunjukkan adanya skoliosis. Kemudian
amati dari samping, normalnya terdapat lordosis pada regio
cervikal dan lumbal , dan kurva kiphosis pada thoracal dan
sacrum. Pengamatan dari samping ini juga menunjukkan adanya
peningkatan kifosis thorakal (misalnya pada osteoporotik, fraktur
wedge), gibbus (pada spondilitis tuberculosis), peningkatan
lordosis lumbal (pada kegemukan, kehamilan, kelemahan tonus
otot abdomen) atau berkurangnya lordosis lumbal (pada ankilosis
spondilitis, spasme otot paravertebra
252
Palpasi :
⚫ Pada pemeriksaan struktur tulang cervical
lebih baik pada posisi berbaring, sementara
pada yang lebih bawah akan lebih baik bila
dilakukan pada posisi tengkurap atau duduk
⚫ Pada kebanyakan orang (kecuali yang
obesitas), prosesus spinosus dapat diraba,
masing-masing harus berada pada garis
tengah, jarak rata-rata antar prosesus harus
sama. Raba juga jaringan ikat dan otot
disekelilingnya, untuk mencari adanya
spasme, massa, hematom, dan asimetri.
253
Perkusi :
254
Range of Motion:
⚫ Fleksi
⚫ Leher normalnya dapat difleksikan
hingga 90 derajat sehingga dagu
mencapai 1 inci dari dada. Fleksi lumbal
dilakukan dengan menyuruh pasien
membungkuk menyentuh jari-jari kaki.
Amati kurva tulang punggung dari
samping, normalnya terbentuk kurva
yang halus.
255
⚫ Ekstensi
⚫ Batas ekstensi adalah kurang lebih 70
derajat dari bidang vertikal (pada leher).
Ekstensi normal dari thorak dan lumbal
akan membentuk sudut 30 derajat dari
bidang vertikal. Pada pemeriksaan
ekstensi ini amati adanya kelainan
apalagi yang disertai nyeri
256
⚫ Fleksi lateral atau lateral bending
⚫ Leher dapat difleksi lateralkan kurang
lebih 45 derajat ke masing-masing arah.
Pada lateral bending badan, normal bila
30-35 derajat dari garis vertikal
257
⚫ Rotasi
⚫ Batasnya kurang lebih 50 derajat
kemasing-masing arah.
258
Tes-tes khusus
⚫ Tes kompresi
⚫ Tes kompresi dilakukan dengan
menekan puncak kepala pada pasien
yang posisi duduk. Tes ini ditujukan
untuk mengetahui penyempitan neural
foramen atau penekanan pada sendi
facet dan akan menyebabkan
menghasilkan gejala atau nyeri
neurologis
259
⚫ Tes Distraksi
⚫ Tes Distraksi dilakukan pada posisi
berbaring atau duduk. Dengan meraih
dagu dan oksipital, kemudian diberikan
kekuatan tarikan ringan pada tulang
servikal. Distraksi ini mengurangi
penyempitan neural foramen. Dan
menyebabkan berkurangnya nyeri
karena kompresi akar syaraf.
260
⚫ Tes Depresi Bahu
⚫ Pemeriksa menekan kebawah bahu
sementara kepala ditarik kearah
berlawanan. Adanya peningkatan nyeri
menunjukkan adanya penekanan akar
syaraf.
261
⚫ Lhermitte sign
⚫ Pasien duduk dimeja periksa dengan
kaki ekstensi. Dilakukan fleksi pasif
pada kepala pasien dan panggul
secara bersamaan akan menghasilkan
nyeri, disepanjang spine bila ada iritasi
dura.
262
Klasifikasi Spinal Injury sesuai dengan Amerikan Spinal Injury Association
dan the International Spinal Cord Injury Clasification System.
263
⚫ C : menunjukkan adanya ‘incomplete’ spinal
cord injury dimana kekuatan motorik dibawah
level neuroligi kurang dari 3 ( tidak mampu
melawan gravitasi)
⚫ D : menunjukkan adanya ‘incomplete’ spinal
cord injury dimana kekuatan motorik dibawah
level neurology lebih dari 3
⚫ E : menunjukkan bahwa fungsi sensoris dan
motoris normal. Bisa juga terjadi bila terdapat
spinal cord injury dan defisit neurologis tanpa
adanya gangguan motorik dan sensorik
264
Maturnuwun Sanget