Anda di halaman 1dari 10

Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan

hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk
mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran,
sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di
antara denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran
sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan
darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.

Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder. Sekitar 90–
95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti tekanan darah tinggi tanpa penyebab
medis yang jelas.[1] Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem
endokrin menyebabkan 5-10% kasus lainnya (hipertensi sekunder).

Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan
jantung), gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit
arteri perifer, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan sedang
tekanan darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek. Perubahan pola
makan dan gaya hidup dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi resiko
terkait komplikasi kesehatan. Meskipun demikian, obat seringkali diperlukan pada sebagian
orang bila perubahan gaya hidup saja terbukti tidak efektif atau tidak cukup dan biasanya
obat harus diminum seumur hidup sampai dokter memutuskan tidak perlu lagi minum obat.
Seseorang yang pernah mengalami tekanan darah tinggi, pada kondisi normal dapat saja
mengalami tekanan darah kembali dan ini yang harus diwaspadai, banyak kasus stroke terjadi
pada saat seseorang lepas obat. Dan banyak orang tidak menyangka bahwa seseorang yang
biasanya mengalami tekanan darah rendah suatu kali dapat juga mengalami tekanan
darah tinggi. Oleh karena itu pengontrolan tekanan darah secara rutin mutlak Pada orang
berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai pengukuran tekanan darah sistolik
dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi nilai normal yang dapat diterima (saat ini
sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg: lihat tabel — Klasifikasi (JNC7)). Bila pengukuran
diperoleh dari pemantauan ambulatori 24 jam atau pemantauan di rumah, digunakan batasan
yang lebih rendah (sistolik 135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[3] Beberapa pedoman
internasional terbaru tentang hipertensi juga telah membuat kategori di bawah kisaran
hipertensi untuk menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan darah yang lebih tinggi
dari kisaran normal. JNC7 (2003)[2] menggunakan istilah pra-hipertensi untuk tekanan darah
dalam kisaran sistolik 120–139 mmHg dan/atau diastolik 80–89 mmHg, sedangkan Pedoman
ESH-ESC (2007)[4] dan BHS IV (2004)[5] menggunakan kategori optimal, normal, dan
normal tinggi untuk membagi tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan diastolik di bawah
90 mmHg. Hipertensi juga digolongkan lagi sebagai berikut: JNC7 membedakan hipertensi
derajat I, hipertensi derajat II, dan hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi
mengacu pada peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik normal dan umumnya
terjadi pada kelompok usia lanjut.[2] Pedoman ESH-ESC (2007)[4] dan BHS IV (2004),[5]
mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III) untuk orang dengan tekanan darah
sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan diastolik di atas 109 mmHg. Hipertensi tergolong
“resisten” bila obat penurun tekanan darah tertentu tidak mengurangi tekanan darah (menjadi
normal) dan perlu mencoba obat yang lain.[2]

Disamping klasifikasi di atas, terdapat juga:


 Gestational hypertension atau tekanan darah tinggi yang terjadi pada saat kehamilan
di atas 20 minggu dan protein pada air seni adalah negatip dan harus dilakukan
pengukuran tekanan darah dua kali dengan selang waktu lebih dari 6 jam dan
keduanya menunjukkan tekanan darah lebih besar dari 140/90.
 Orthostatic hypertension atau postural hypertension adalah kejadian meningkatnya
tekanan darah secara tiba-tiba ketika bangun berdiri, jika tekanan sistolik meningkat
lebih dari 20mmHg dinamakan systolic orthostatic hypertension dan jika tekanan
diastolik meningkat hingga 98 mmHg atau lebih dinamakan Diastolic orthostatic
hypertension. Hal ini lebih banyak terjadi, ketika kita tiba-tiba bangun dari tidur yang
pulas, oleh karenanya pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan 15 sampai 30
menit sesudah kita bangun tidur, tetapi belum melakukan aktivitas apa pun, kecuali
misalnya buang air kecil dan minum air putih saja.

Neonatus dan bayi

Hipertensi pada neonatus jarang terjadi, dan hanya terjadi pada sekitar 0,2 sampai 3%
neonatus. Tekanan darah tidak diukur secara rutin pada bayi baru lahir yang sehat.[6]
Hipertensi lebih umum terjadi pada bayi baru lahir berisiko tinggi. Berbagai faktor, seperti
usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan berat badan lahir perlu dipertimbangkan ketika
memutuskan apakah tekanan darah termasuk normal pada neonatus.[6]

Anak dan remaja

Hipertensi cukup umum terjadi pada anak dan remaja (2–9% bergantung pada usia, jenis
kelamin, dan etnisitas)[7] dan dikaitkan dengan risiko jangka panjang mengalami kesehatan
yang buruk.[8] Rekomendasi saat ini adalah agar anak di atas usia tiga tahun diperiksa tekanan
darahnya kapanpun mereka melakukan kunjungan atau pemeriksaan rutin. Tekanan darah
tinggi baru dipastikan setelah kunjungan berulang sebelum menyatakan seorang anak
mengalami hipertensi.[8] Tekanan darah meningkat seiring usia pada masa kanak-kanak, dan
pada anak, hipertensi didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang
pada tiga atau lebih waktu yang berbeda, sama dengan atau lebih tinggi dari persentil ke-95
yang sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. Prahipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar atau sama
dengan persentil ke-90, tapi lebih kecil dari persentil ke-95.[8] Pada remaja, diusulkan bahwa
hipertensi dan prahipertensi didiagnosis dan digolongkan dengan menggunakan kriteria
dewasa.[8]

Tanda-tanda dan gejala


Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya melalui skrining, atau
saat mencari penanganan medis untuk masalah kesehatan yang tidak berkaitan. Beberapa
orang dengan tekanan darah tinggi melaporkan sakit kepala (terutama di bagian belakang
kepala dan pada pagi hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam
telinga), gangguan penglihatan atau pingsan.[9]

Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga dicurigai ketika terdeteksi adanya retinopati
hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di belakang mata dengan menggunakan
oftalmoskop.[10] Biasanya beratnya perubahan retinopati hipertensi dibagi atas tingkat I-IV,
walaupun jenis yang lebih ringan mungkin sulit dibedakan antara satu dan lainnya.[10] Hasil
oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa lama seseorang telah mengalami
hipertensi.[9]

Hipertensi sekunder

Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi
akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya,
obesitas pada dada dan perut, intoleransi glukosa, wajah bulat seperti bulan (moon facies),
"punuk kerbau" (buffalo hump), dan striae ungu menandakan Sindrom Cushing.[11] Penyakit
tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda
yang khas.[11] Bising perut mungkin mengindikasikan stenosis arteri renalis (penyempitan
arteri yang mengedarkan darah ke ginjal). Berkurangnya tekanan darah di kaki atau
lambatnya atau hilangnya denyut arteri femoralis mungkin menandakan koarktasio aorta
(penyempitan aorta sesaat setelah meninggalkan jantung). Hipertensi yang sangat bervariasi
dengan sakit kepala, palpitasi, pucat, dan berkeringat harus segera menimbulkan kecurigaan
ke arah feokromositoma.[11]

Krisis hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau sama dengan 180 atau
diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang disebut hipertensi maligna atau akselerasi)
sering disebut sebagai "krisis hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat ini memiliki risiko
yang tinggi untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan darah pada kisaran ini
mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung melaporkan sakit kepala (22% dari
kasus)[12] dan pusing dibandingkan dengan populasi umum.[9] Gejala lain krisis hipertensi
mencakup berkurangnya penglihatan atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu
karena gagal ginjal.[11] Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki
tekanan darah tinggi, tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan peningkatan secara
tiba-tiba.[13]

"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi maligna", terjadi saat


terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ atau lebih sebagai akibat meningkatnya
tekanan darah. Kerusakan ini bisa mencakup ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh
pembengkakan dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan gangguan
kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina dan perdarahan fundus serta
eksudat adalah tanda lain kerusakan organ target. Nyeri dada dapat merupakan tanda
kerusakan otot jantung (yang bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi
aorta, robeknya dinding dalam aorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi dahak bernoda
darah adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah pembengkakan jaringan paru akibat
gagal ventrikel kiri, ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah
dari paru-paru ke sistem arteri.[13] Penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera ginjal
akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik mikroangiopati (penghancuran sel-sel darah)
juga mungkin terjadi.[13] Pada situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan darah secara
cepat untuk menghentikan kerusakan organ yang sedang terjadi.[13] Sebaliknya, tidak ada
bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara cepat dalam keadaan hipertensi emergensi
bila tidak ada bukti kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif
bukan berarti tidak ada risiko.[11] Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan
darah secara bertahap selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan hipertensi.[13]

Kehamilan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.[11] Kebanyakan
wanita hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi primer yang sudah ada
sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat merupakan tanda awal dari pre-
eklampsia, suatu kondisi serius yang muncul setelah melewati pertengahan masa kehamilan,
dan dalam beberapa minggu setelah melahirkan.[11] Diagnosa preeklampsia termasuk
peningkatan tekanan darah dan adanya protein di dalam urin.[11] Preeklampsia muncul pada
sekitar 5% kehamilan dan bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu
secara global.[11] Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua
kali lipat.[11] Biasanya preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Bila terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah sakit
kepala, gangguan penglihatan (sering dalam bentuk “kilatan cahaya”), muntah, nyeri
epigastrium, dan edema (bengkak). Terkadang preeklampsia bisa berkembang menjadi
kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah suatu hipertensi
emergensi dan menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti hilangnya penglihatan,
pembengkakan otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal ginjal, edema paru, dan
koagulasi intravaskular diseminata (gangguan pembekuan darah).[11][14]

Bayi dan anak

Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas[15] bisa dikaitkan
dengan hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi yang lebih besar dan
anak, hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas tanpa penyebab yang jelas, lesu,
gagal tumbuh, pandangan kabur, mimisan, dan kelumpuhan wajah.[6][15]

Komplikasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Complications of hypertension

Diagram menggambarkan komplikasi utama tekanan darah tinggi persisten.

Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi kematian prematur di
seluruh dunia.[16] Hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik[17] strokes,[11]
penyakit periferal vaskular,[18] dan penyakit kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung,
aneurisma aorta, aterosklerosis difus, dan emboli paru.[11] Hipertensi juga merupakan faktor
risiko terjadinya gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik.[11] Komplikasi lain
di antaranya:

 Retinopati Hipertensi
 Nefropati hipertensi[19]
Penyebab
Hipertensi primer

Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum, meliputi sebanyak
90–95% dari seluruh kasus hipertensi.[1] Dalam hampir semua masyarakat kontemporer,
tekanan darah meningkat seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian
hari cukup tinggi.[20] Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor
lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit berpengaruh pada tekanan darah,
sudah diidentifikasi [21], demikian juga beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar
pada tekanan darah [22] tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya
dimengerti. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup
yang menurunkan tekanan darah di antaranya mengurangi asupan garam dalam makanan,[23]
meningkatkan konsumsi buah-buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk
Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga,[24] penurunan berat badan[25] dan
menurunkan asupan alkohol juga membantu menurunkan tekanan darah.[26] Kemungkinan
peranan faktor lain seperti stres,[24] konsumsi kafein,[27] dan defisiensi Vitamin D[28] kurang
begitu jelas. Resistensi insulin, yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan
komponen dari sindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan dalam
mengakibatkan hipertensi.[29] Studi terbaru juga memasukkan kejadian-kejadian pada awal
kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok, dan kurangnya air susu ibu) sebagai
faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa.[30] Namun, mekanisme yang menghubungkan
paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.[30]

Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit ginjal adalah
penyebab sekunder tersering dari hipertensi.[11] Hipertensi juga bisa disebabkan oleh kondisi
endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom
Conn atau hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma.[11][31] Penyebab
lain dari hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan,
koarktasio aorta, konsumsi akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat
herbal, dan obat-obat terlarang.[11][32]

Patofisiologi

Suatu diagram yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri.

Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan resistensi terhadap
aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas tekanan yang tinggi itu
sementara curah jantung tetap normal.[33] Ada bukti bahwa beberapa orang muda yang
menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan” memiliki curah jantung yang tinggi,
denyut jantung meningkat, dan resistensi perifer yang normal. Kondisi ini disebut sebagai
hipertensi perbatasan hiperkinetik .[34] Para penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari
hipertensi esensial tetap di kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer
meningkat seiring bertambahnya usia.[34] Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami
oleh semua orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi.[35] Peningkatan resistensi perifer
pada hipertensi tetap terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol
kecil.[36] Penurunan jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam
resistensi perifer.[37] Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer,[38]
yang bisa meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),
meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik. Masih belum
jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah memegang peranan dalam
hipertensi esensial.[39]

Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering meningkat pada
orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi tekanan sistolik sangat
tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal atau rendah. Kondisi ini
disebut hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia
dengan hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena peningkatan kekakuan
arteri, yang biasanya menyertai penuaan dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi.[41]

Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi yang
ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti menunjukkan
keterlibatan salah satu atau kedua penyebab beriku:

 Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya gangguan sistem
renin-angiotensin intrarenal[42]
 Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]

Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut berperan sampai batas
tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga diduga bahwa disfungsi endotel
(gangguan fungsi dinding pembuluh darah) dan peradangan vaskular juga ikut berperan
dalam meningkatkan resistensi perifer dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[44][45]

Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi
Sistem Pemeriksaan
Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin
Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).
Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada
Sources: Harrison's principles of internal medicine[46] others[47][48][49][50][51]

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah tinggi secara persisten.
Biasanya,[3] untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali pengukuran sfigmomanometer
yang berbeda dengan interval satu bulan.[52] Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi
mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan
tekanan darah ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi
menghindari kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi
yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana medis) telah
dihasilkan suatu perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik yang dianjurkan saat ini
adalah dengan melakukan follow-up satu kali hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi di
klinik dengan pengukuran ambulatori. Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun kurang
ideal, dengan memonitor tekanan darah di rumah selama kurun waktu tujuh hari.[3]

Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi penyebabnya


berdasarkan faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi sekunder lebih sering
ditemukan pada anak usia prapubertas dan sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit
ginjal. Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan memiliki berbagai
faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat hipertensi dalam keluarga.[53] Pemeriksaan
laboratorium juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi
sekunder, dan untuk menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung,
mata, dan ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan
karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.[1]

Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang mungkin
merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah saja dapat
memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus. Panduan terkini
menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti formula Modification of Diet in Renal
Disease (MDRD) untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (eGFR).[2] eGFR juga dapat
memberikan nilai awal/dasar fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek
samping obat antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin
digunakan juga sebagai indikator sekunder penyakit ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram
(EKG/ECG) dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada
jantung akibat tekanan darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya
penebalan dinding jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung pernah
mengalami gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent heart attack).
Pemeriksaan foto Röntgen dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan untuk melihat
tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung.[11]

Pencegahan
Cukup banyak orang yang mengalami hipertensi tetapi tidak menyadarinya.[54] Diperlukan
tindakan yang mencakup seluruh populasi untuk mengurangi akibat tekanan darah tinggi dan
meminimalkan kebutuhan terapi dengan obat antihipertensi. Dianjurkan perubahan gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah, sebelum memulai terapi obat. Pedoman British
Hypertension Society 2004 [54] mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan
pedoman dari US National High BP Education Program tahun 2002[55] untuk pencegahan
utama bagi hipertensi sebagai berikut:

 Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–25 kg/m2).
 Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/ hari (<6 g
natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari). Banyak yang tidak menyadari bahwa
makanan ringan dan juga mie instan banyak mengandung garam, demikian juga vetsin
yang sebenarnya adalah monosodium glutamate, karena sodium sebenarnya adalah
nama lain dari natrium.
 Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat (≥30 menit per
hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
 Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak lebih dari
2 unit/hari pada perempuan.
 Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya lima porsi
per hari).

Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan darah setara dengan masing-
masing obat antihipertensi. Kombinasi dari dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat
memberikan hasil lebih baik.[54]

Penatalaksanaan hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua. Pada hipertensi ringan tanpa faktor resiko
atau kerusakan organ, penatalaksanaannya adalah dengan perubahan gaya hidup dan
memantau pasien selama 6-12 bulan. Pada hipertensi berat yang disertai dengan faktor resiko
dan kerusakan organ, penatalaksanaannya menggunakan terapi farmakologi (obat).[56]

Perubahan gaya hidup

Penanganan tipe pertama untuk hipertensi identik dengan menganjurkan perubahan gaya
hidup yang bersifat pencegahan[57] dan meliputi perubahan diet[58], olah raga, dan penurunan
berat badan. Semua perubahan ini telah terbukti menurunkan tekanan darah secara bermakna
pada orang dengan hipertensi.[59] Jika hipertensi cukup tinggi dan memerlukan pemberian
obat segera, perubahan gaya hidup tetap disarankan. Berbagai program diiklankan dapat
mengurangi hipertensi dan dirancang untuk mengurangi tekanan psikologis misalnya
biofeedback, relaksasi, atau meditasi. Namun, secara umum belum ada penelitian yang secara
ilmiah mendukung efektivitas program ini, karena penelitian yang ada masih berkualitas
rendah.[60][61][62]

Perubahan asupan diet seperti diet rendah natrium sangat bermanfaat. Diet rendah natrium
jangka panjang (lebih dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif menurunkan tekanan darah, baik
pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan darah normal.[63] Selain itu,
diet DASH, suatu diet kaya kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, unggas, buah, dan sayuran,
yang dipromosikan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute, menurunkan tekanan
darah. Keistimewaan utama dari program ini adalah membatasi asupan natrium, namun
demikian diet ini kaya kalium, magnesium, kalsium, dan protein.[64]

Pengobatan

Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan disebut obat antihipertensi,
untuk pengobatan hipertensi. Risiko kardiovaskuler (termasuk risiko infark miokard dan
stroke) dan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi pertimbangan ketika meresepkan
obat.[65] Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint National Committee on High Blood Pressure
(JNC-7) dari National Heart, Lung, and Blood Institute [2] menyarankan agar dokter
memonitor respons pasien terhadap pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping
akibat obat yang digunakan. Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga 21%. Penurunan
tekanan darah juga dapat mengurangi kemungkinan demensia, gagal jantung, dan mortalitas
yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.[66] Pengobatan harus ditujukan untuk
mengurangi tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar orang, dan
lebih rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit ginjal. Sejumlah
praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada level di bawah
120/80 mmHg.[65][67] Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai, maka diperlukan
pengobatan lebih lanjut.[68]

Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk menentukan pengobatan untuk
berbagai sub-kelompok pun berubah seiring berjalannya waktu dan berbeda-beda di berbagai
negara. Para ahli berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik untuk hipertensi.[69]
Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan Amerika Serikat
mendukung diuretik golongan tiazid dosis rendah sebagai terapi pilihan untuk lini
pertama.[69][70] Pedoman di Inggris menekankan penghambat kanal kalsium (calcium channel
blocker/CCB) untuk orang yang berusia di atas 55 tahun atau yang berdarah Afrika atau
Karibia. Pedoman ini menyarankan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin-
converting enzyme inhibitor/ACEI) yang merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk
pengobatan lini pertama pasien berusia muda.[71] Di Jepang, pengobatan dianggap wajar
apabila dimulai dengan satu dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB, diuretik
tiazid, penghambat reseptor beta, dan penghambat reseptor alfa. Di Kanada semua obat ini,
kecuali penghambat reseptor alfa, dianjurkan sebagai lini pertama yang dapat digunakan.[69]

Kombinasi obat

Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk mengendalikan hipertensi mereka.
Pedoman JNC7[2] dan ESH-ESC [4] menyarankan untuk memulai pengobatan dengan dua
macam obat apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target tekanan darah sistolik
atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi yang lebih dipilih adalah
penghambat sistem renin–angiotensin dengan antagonis kalsium, atau penghambat sistem
renin–angiotensin dengan diuretik.[72] Kombinasi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:

 Penghambat kanal kalsium dengan diuretik


 Penghambat beta dengan diuretik
 Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor beta
 Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau diltiazem

Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:

 Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau diltiazem)


dengan penghambat reseptor beta
 Dua jenis penghambat sistem renin–angiotensin (contohnya, penghambat enzim
konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)
 Penghambat sistem renin–angiotensin dan penghambat reseptor beta
 Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik.[72]

Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, diuretik, dan
OAINS (termasuk penghambat COX-2 selektif dan obat bebas tanpa resep seperti ibuprofen)
jika tidak mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut. Istilah awam dari kombinasi
ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan Australia.[57] Tersedia tablet yang
mengandung kombinasi tetap dari dua golongan obat tersebut. Meskipun nyaman
dikonsumsi, obat-obatan tersebut sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang biasa
menjalani terapi dengan komponen obat tunggal.[73]

dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai