Diajukan kepada
Dr. dr. Ronny Tri W., Sp. Kj
Diajukan Oleh:
Dea Karima Purbohadi
20174011121
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif diantaranya yaitu afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja), dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya yaitu konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang
rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Gejala skizofrenia juga harus ada antara
lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan yang sedang
berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka ragam.3
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.6
Pengobatan untuk dengan gangguan Skizoafektif tipe depresif merespon baik
terhadap pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan
obat anti depresan atau pengobatan dengan antipsikotik saja, Karena pengobatan
yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psikoedukasi pada penderita dan
keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari
pengobatan pada gangguan skizoafektif.5
3
BAB 2
LAPORAN KASUS PSIKIATRI
IDENTITAS
Nama : Tn. H
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Suku : Jawa
Pekerjaan : Gojek
4
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Kontrol Rutin
Pasien pertama kali kontrol di RSUD Wirosaban, sebelumnya pasien kontrol rutin
di RSJ Ghrasia. Pasien pria usia 35 tahun, sudah menikah. Pasien dengan keluhan
sering marah-marah sendiri dan sering berbicara sendiri tanpa sebab 2 hari SMRS.
Menurut ibu pasien sehari-hari, tiba-tiba saja pasien mengamuk , dan mengancam
akan membunuh istri pasien namun jika dengan anak pasien, pasien menjadi tidak
marah-marah serta memandikan anak pasien serta mengajak jalan-jalan anaknya.
5
Menurut ibu pasien, pasien selalu minum obat secara teratur, apabila
obatnya habis pasien akan meminta ibunya untuk mengambil obat di RSUD
Wirosaban. Sudah 2 bulan ini adiknya selalu mengambil obat untuknya di RSUD
Wirosaban karena anaknya tidak mau mengambil obat di RSUD Wirosaban Tetapi
sering kali tidak diminum karena pasien tidak meminum obat tersebut sehingga
pasien kambuh kembali setelah sekian lama tidak kambuh yang membuat pasien
menjadi marah-marah sendiri. Keluhan pasien mulai dapat dikendalikan setelah
pemberian terapi tersebut. Karena pasien sering tidak mau minum obat beberapa
bulan berikutnya keluhan pasien kambuh lagi Pasien mengatakan penyebab
kambuhnya keluhan yang dia rasakan karena pasien tidak meminum obatnya secara
rutin. Terakhir keluhan pasien kambuh 2 bulan yang lalu.
Saat ini pasien tinggal bersama dengan istri dan anaknya serta kedua orang
tuanya serta adiknya. Saat ini kondisi pasien stabil, kegiatan sehari-hari pasien
kebanyakan di rumah membantu kedua orang tuanya, namun sesekali pasien masih
aktif dalam kegiatan band. Kegiatan pribadi seperti makan, mandi, ganti pakaian,
pasien bisa lakukan sendiri secara mandiri, minum obat sendiri pasien selalu tepat
waktu, kegiatan ibadah di masjid juga rutin pasien lakukan. Menurut pasien,
kadang-kadang suara-suara yang mengganggu masih sering datang namun tidak
sesering dulu, contohnya apabila pasien telat minum obat.
Pasien memiliki gangguan psikiatri sejak tahun 2003. Pasien kontrol ke RSUD
Kota Jogja sejak 2 Agustus 2013, pasien hanya satu kali rawat inap terakhir pada
tahun 2011 di RSJ Ghrasia.
6
Riwayat penggunaan zat psikoaktif maupun alkohol disangkal.
a. Riwayat Prenatal
Pasien lahir cukup bulan dengan berat badan cukup, sesuai masa kehamilan. Pasien
lahir normal dan sehat di rumah ditolong oleh bidan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Data mengenai
minum ASI maupun imunisasi tidak diketahui.
Pasien tumbuh menjadi remaja yang aktif seperti teman sebaya lainnya.
e. Riwayat Pendidikan
f. Riwayat Pernikahan
7
Pasien belum pernah berurusan dengan masalah hukum sebelumnya.
i. Aktivitas Sosial
Pasien saat ini masih bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangganya.
Pasien sesekali masih aktif dalam kegiatan band. Hubungan pasien dengan antar
anggota keluarga baik.
4. Riwayat Keluarga
Di keluarga ada yang memiliki gangguan serupa dengan pasien yaitu adik pasien.
Pasien merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara, saat ini pasien tinggal bersama istri dan
1 anak laki-lakinya serta tinggal bersama adik ke 2 nya dan kedua orang tuanya.
8
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 17 April 2019, hasil pemeriksaan ini
menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan home-visit.
A. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pria usia 45 tahun, paras wajah tampak sesuai umurnya, kesan gizi pasien cukup.
Rambut terikat rapi. Kebersihan cukup baik. Wajah pasien tampak datar.
b. Kesadaran
d. Pembicaraan
Pasien kooperatif, menatap mata pemeriksa saat berbicara dan kadang melihat ke
atas jika sedang mengingat-ingat. Pasien dapat menjawab semua pertanyaan
dengan cukup baik.
9
B. Keadaan Afektif
a. Mood : eutimia
b. Afek : menyempit
C. Gangguan Persepsi
D. Proses Pikir
b. Arus Pikir
c. Isi Pikiran
c. Orientasi
10
Waktu : baik, pasien mengetahui waktu pada saat wawancara yaitu sore hari
Orang : baik, pasien mengetahui nama adiknya, istrinya, anaknya dan kedua
orang tuanya
d. Daya ingat
Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan banyak hal di
masa lalunya termasuk pengalaman masa kecil hingga pengalaman masa
bekerja
Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat kegiatan yang
dilakukan kemarin
h. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri
sehari-hari secara mandiri sepeti mandi, makan, minum, beribadah, dan mencuci
baju sendiri
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien baik.
G. Pengendalian Impuls
11
Pengendalian impuls pasien baik, pasien tampak tenang saat proses tanya jawab dan
tidak tambak gerakan-gerakan involunter.
H. Tilikan
Pasien menyadari akan kondisi kesehatan jiwanya, pasien patuh dalam menjalani
pengobatan.
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur
mengenai peristiwa yang terjadi.
PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
KU : Tampak sehat
Vital Sign
TD : 120/80
Nadi : 78x/menit
RR : 20x/menit
Status Internus
Mata : edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
12
Hidung : simetris, deformitas (-), deviasi (-), sekret (-)
Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret
(-), nyeri tekan tragus/mastoid tidak ada
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah kotor (-) ,papil lidah tersebar merata, mukosa
lidah merah
- Paru-paru
- Jantung
P : tidak dilakukan
Abdomen :
13
P : nyeri tekan (-)
Telah diperiksa seorang Pria, usia 45 tahun, suku Jawa, sudah menikah, agama islam
taat beribadah, pendidikan terakhir S1, anak ke-1 dari 3 bersaudara. Pasien kontrol ke poli
jiwa RSUD Wirosaban.
Riwayat perubahan perilaku pertama kali tahun 2003, pasien mengalami peristiwa
belajar ilmu keagamaan, pasien mempelajari buku-buku dan suka membaca buku mengenai
ilmu tenaga dalam. Semenjak itu pasien suka mempelajari silat tenaga dalam dan mulai
membuat puisi serta melukis yang banyak. Pasien juga sering merasa depresi tanpa sebab
dan marah-marah sendiri. Sejak setelah kejadian itu tersebut menurut keterangan ayah
pasien, pasien mengalami keluhan sulit tidur dan sering bicara sendiri. Pasien mengaku
sering mendengar suara-suara yang tidak tahu asalnya berupa bisikan muak dan “bunuh-
bunuh”. Suara tersebut membuat pasien sering berbicara terus-terusan tanpa henti dan tidak
dapat dicegah.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang pria, kesan sesuai usianya, rawat
diri cukup baik, cukup kooperatif, afek tumpul, mood eutimia, circumstantiality, halusinasi
auditorik, insight derajat IV pasien menyadari akan kondisi kesehatan jiwanya, pasien patuh
dalam menjalani pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan neurologis dalam batas normal. Hasil dari pemeriksaan psikiatri
didapatkan pasien cukup kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren,
mood pasien eutimia, afek tumpul. Terdapat halusinasi auditorik.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
14
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
PROGNOSIS
Didapatkan masalah tidak mau bekerja karena pasien menyadari pasien sakit
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam saat kondisi stabil, pasien dapat
mandiri meskipun tidak sepenuhnya produktif.
Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara di atas sebagai berikut
:
15
TERAPI
Farmakoterapi
- Haloperidol 2 x 1,5 mg
- Valisanbe 2 x 2 mg
- Hexymer 2 x 2 mg
Psikoterapi Edukasi
Edukasi
- Menyarankan kepada keluarga agar lebih sering untuk mengajak bicara pasien agar
pasien lebih percaya diri.
16
- Mendorong keluarga yang lain seperti istri dan anak serta kedua orang tuanya, dan
adiknya, keponakan-keponakan untuk ikut mendukung pasien, jangan menghindari
pasien seolah-olah pasien tidak diinginkan.
- Menyarankan keluarga agar pasien tetap kontrol rutin ke psikiater setiap bulan dan
tetap mengawasi konsumsi obat-obatan pasien.
17
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan
gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui,
tetapi empat model konseptual telah diajukan, antara lain:
18
B. Patofisiologi
Pada prinsipnya patofisiologi dari skizoafektif sama dengan
skizofrenia yaitu dimana mungkin melibatkan ketidakseimbangan
neurotransmiter di otak, terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamine.1
Namun, proses patofisiologi gangguan skizoafektif masih belum diketahui
secara pasti. Penelitian yang mempelajari fungsi neurotransmitter pada
penderita gangguan skizoafektif sangatlah sedikit, dan kebanyakan
menggunakan sampel dari cairan serebrospinal atau plasma. Telah
dilaporkan pola abnormalitas neurotransmiter yang serupa antara penderita
gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan gangguan bipolar. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kadar norepinefrin, prostaglandin E1 dan
platelet 5HT pada pasien skizofrenia dan skizoafektif.1
Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa
gangguan skizoafektif dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama
bagian temporal (termasuk mediotemporal), bagian frontal, termasuk
substansia alba dan grisea. Dari sejumlah peneltian ini, daerah otak yang
secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hippocampus dan
parahipocampus.1 Pada penelitian neuroimaging pasien dengan gangguan
skizoafektif, ditemukan penurunan volume thalamus dan deformitas
thalamus yang serupa dengan pasien skizofrenia, tetapi abnormalitas pada
nucleus ventrolateral penderita gangguan skizoafektif tidak separah
penderita skizofrenia. Penderita skizoafektif juga menunjukkan deformitas
pada area thalamus medius, yang berhubungan dengan sirkuit mood.2
C. Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ-III
1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai
19
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
2. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang
berbeda.
3. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (depresi
pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F 25.1) atau campuran dari
keduanya (F 25.5). Pasien lain mengalami satu atau dua episode
skizoafektif terselip diantara episode manik atau depresif (F30-33).3
D. Klasifikasi
Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Pedoman diagnostik:
a. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik
yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik
b. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak.
c. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih
baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan
untuk skizofrenia)
20
b. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala
khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum
dalam uraian untuk episode depresif (F.32)
c. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan
sebaiknya ada dua gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan
dalam pedoman diagnosis skizofrenia (F.20).
1. Gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2)
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama
dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
2. Gangguan skizoafektif lainnya (F25.8)
3. Gangguan skizoafektif YTT (F25.9).3
E. Penatalaksanaan
Penanganan pasien gangguan skizoafektif meliputi :
1. Farmakoterapi
a. Gejala manik : antimanik
b. Gejala depresi : antidepresan
Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan
percobaan anti depresan dan terapi elektrokonvulsan (ECT) sebelum
mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi anti depresan.
c. Gejala bipolar : antipsikotik. harus mendapatkan percobaan lithium,
carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu
kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif.5
2. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta
terapi kelompok
b. Psikoterapi reedukatif
1) Terhadap Pasien :
21
a) Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai
penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-
faktor penyebab, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan
risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan
segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian
hari
b) Memotivasi pasien untuk berobat teratur
c) Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah
ataupun akan marah sehingga diharapkan pasien dapat
mengontrol marahnya dan mengemukakan amarahnya dengan
cara yang lebih halus.
2) Terhadap Keluarga :
a) Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien,
gejala, faktor- faktor pemicu, pengobatan, komplikasi,
prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian hari.
b) Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu
penyakit pasien saat ini adalah keluarga pasien yang
mengabaikan pasien
c) Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat
setelah sakit agar pasien dapat mengalami remisi.5
22
BAB 4
PEMBAHASAN
23
dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis,
dan menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama.
Selain itu, diagnosis multiaksisal juga memacu penggunaan model bio-psiko- sosial
dalam klinis, pendidikan dan penelitian. Pada pasien ini didiagnosis multiaksial
yaitu aksis I skizoafektif tipe depresif, aksis II dan aksis III tidak ada diagnosis,
aksis IV masalah pekerjaan, aksis V GAF 70-61. Pada pasien ini ditegakkan
diagnosis Aksis I skizoafektif tipe depresif (F25.1) berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berikut ini adalah uraiannya: Pasien tidak memiliki riwayat
trauma kepala, riwayat kejang, riwayat tindakan operatif, dan riwayat kondisi
medik lain yang dapat secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
fungsi otak. Oleh karena itu, gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan.
Pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan zat psikoaktif. Sehingga diagnosis
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19) dapat
disingkirkan. Pada pasien didapatkan hendaya dalam menilai realita, oleh sebab itu
gangguan jiwa pada pasien dimasukkan ke dalam golongan besar psikotik. Selain
itu, pasien juga ditemukan hendaya pada moodnya. Hendaya moodnya ini hampir
bersamaan dengan gejala psikotiknya pada setiap episodenya. Dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan status mental, ditemukan beberapa gejala psikopatologi yaitu
Adanya riwayat halusinasi auditorik yang bersifat commanding (menyuruh pasien
marah).
24
BAB 5
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26