Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik


Bagian Kedokteran Jiwa Di RSUD Kota Yogyakarta

Diajukan kepada
Dr. dr. Ronny Tri W., Sp. Kj

Diajukan Oleh:
Dea Karima Purbohadi
20174011121

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD KOTA YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari berbagai keadaan


psikopatologis yang sangat mengganggu yang melibatkan proses pikir, emosi,
persepsi, dan tingkah laku. Keadaan afeksi atau mood yang berarti adanya suatu
corak perasaan yang sifatnya menetap (konstan) dan biasanya berlangsung
untuk waktu yang lama.1 Diagnostic and statiscic manual of mental disorders
edisi keempat (DSM-IV) menyatakan dua gangguan mood utama adalah
gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. 1,2,7,9 Gangguan depresi berat dan
gangguan bipolar sering dinamakan gangguan afektif, tetapi patologi utama
didalam gangguan tersebut adalah mood, yaitu kedaan emosi internal yang
meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi eksternal dari isi
emosional saat itu.3 Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi
berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. Sekitar 20 % wanita dan 12 %
pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi.
Skizoafektif merupakan gangguan yang memiliki ciri skizofrenia dan gangguan
afektif atau mood. Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala
psikotik persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersamasama dengan
masalah suasana atau mood disorder seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2 % di amerika serikat
dari populasi umum sampai sebanyak 9 % orang dirawat di rumah sakit karena
gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan lebih sering terjadi daripada
gangguan bipolar.5,8 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila
gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan atau simultaneously, atau dalam beberapa
hari yang satu sesudah yang lain, dalam episode penyakit yang sama, bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria. baik
skizofrenia episode manik atau depresif.3 Suatu gangguan psikotik dengan
gejalagejala skizofrenia dan defresif yang sama-sama menonjol dalam satu

2
episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif diantaranya yaitu afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja), dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya yaitu konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang
rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Gejala skizofrenia juga harus ada antara
lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan yang sedang
berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka ragam.3
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya
gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.6
Pengobatan untuk dengan gangguan Skizoafektif tipe depresif merespon baik
terhadap pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan
obat anti depresan atau pengobatan dengan antipsikotik saja, Karena pengobatan
yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psikoedukasi pada penderita dan
keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari
pengobatan pada gangguan skizoafektif.5

3
BAB 2
LAPORAN KASUS PSIKIATRI
IDENTITAS

 Nama : Tn. H

 Usia : 45 tahun

 Jenis kelamin : Laki-Laki

 Anak ke : 1 dari 3 Bersaudara

 Agama : Islam

 Pendidikan : S1

 Suku : Jawa

 Status Pernikahan : Menikah

 Pekerjaan : Gojek

 Alamat : Gg. Tugiyo RT 5 RW 3 Muja Muju Yogyakarta

Tanggal Pemeriksaan : 17 April 2019

4
1. Anamnesis

a. Keluhan Utama

Kontrol Rutin

b. Riwayat Gangguan Sekarang

Autoanamnesis dan Alloanamnesis :

Pasien pertama kali kontrol di RSUD Wirosaban, sebelumnya pasien kontrol rutin
di RSJ Ghrasia. Pasien pria usia 35 tahun, sudah menikah. Pasien dengan keluhan
sering marah-marah sendiri dan sering berbicara sendiri tanpa sebab 2 hari SMRS.
Menurut ibu pasien sehari-hari, tiba-tiba saja pasien mengamuk , dan mengancam
akan membunuh istri pasien namun jika dengan anak pasien, pasien menjadi tidak
marah-marah serta memandikan anak pasien serta mengajak jalan-jalan anaknya.

Menurut keluarga selain mengamuk, pasien juga pernah membanting


barang-barang disekitarnya, sering sekali berbicara dan tertawa sendiri seperti ada
lawan bicaranya apabila sedang sendirian. Pasien juga sering sekali tidak tidur pada
malam hari dan hanya melamun seorang diri. Pasien suka menulis Puisi dan suka
menyanyi sendiri serta suka berbicara tentang musik dan asal-usul jogja. Beliau
mengatakan bahwa dirinya sangat mahir dalam hal seni dan sejarah mengenai asal-
usul jogja.

Menurut pasien dirumah pasien senang berkumpul dengan orangtuanya dan


saudara-saudaranya namun pasien juga suka berdiam diri didalam kamarnya. Di
saat pasien sendirian terkadang ada suara yang berkata padanya “muak” dan
menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga pernah bercerita bila ada bisikan-bisikan
yang berkata “bunuh..bunuh..”. Bisikan ini membuat pasien susah tidur sehingga
pasien merasa lemas saat hendak beraktifitas dan bekerja. Bisikan ini membuat
pasien ingin membunuh istrinya namun akan mereda saat bertemu anaknya
sehingga menjadi stabil kembali tidak marah-marah dan tidak ingin membunuh
istrinya

5
Menurut ibu pasien, pasien selalu minum obat secara teratur, apabila
obatnya habis pasien akan meminta ibunya untuk mengambil obat di RSUD
Wirosaban. Sudah 2 bulan ini adiknya selalu mengambil obat untuknya di RSUD
Wirosaban karena anaknya tidak mau mengambil obat di RSUD Wirosaban Tetapi
sering kali tidak diminum karena pasien tidak meminum obat tersebut sehingga
pasien kambuh kembali setelah sekian lama tidak kambuh yang membuat pasien
menjadi marah-marah sendiri. Keluhan pasien mulai dapat dikendalikan setelah
pemberian terapi tersebut. Karena pasien sering tidak mau minum obat beberapa
bulan berikutnya keluhan pasien kambuh lagi Pasien mengatakan penyebab
kambuhnya keluhan yang dia rasakan karena pasien tidak meminum obatnya secara
rutin. Terakhir keluhan pasien kambuh 2 bulan yang lalu.

Saat ini pasien tinggal bersama dengan istri dan anaknya serta kedua orang
tuanya serta adiknya. Saat ini kondisi pasien stabil, kegiatan sehari-hari pasien
kebanyakan di rumah membantu kedua orang tuanya, namun sesekali pasien masih
aktif dalam kegiatan band. Kegiatan pribadi seperti makan, mandi, ganti pakaian,
pasien bisa lakukan sendiri secara mandiri, minum obat sendiri pasien selalu tepat
waktu, kegiatan ibadah di masjid juga rutin pasien lakukan. Menurut pasien,
kadang-kadang suara-suara yang mengganggu masih sering datang namun tidak
sesering dulu, contohnya apabila pasien telat minum obat.

2. Riwayat Gangguan Sebelumnya

 Riwayat Gangguan Psikiatri

Pasien memiliki gangguan psikiatri sejak tahun 2003. Pasien kontrol ke RSUD
Kota Jogja sejak 2 Agustus 2013, pasien hanya satu kali rawat inap terakhir pada
tahun 2011 di RSJ Ghrasia.

 Riwayat Gangguan Medik

Pasien tidak memiliki penyakit sistemik.

 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol

6
Riwayat penggunaan zat psikoaktif maupun alkohol disangkal.

3. Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Prenatal

Pasien lahir cukup bulan dengan berat badan cukup, sesuai masa kehamilan. Pasien
lahir normal dan sehat di rumah ditolong oleh bidan.

b. Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal (0-3 tahun)

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Data mengenai
minum ASI maupun imunisasi tidak diketahui.

c. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien berkembang


menjadi anak seperti seusianya. Pasien merupakan anak yang cukup pandai
dibanding teman-teman seusianya. Pasien memiliki banyak teman.

d. Riwayat Masa Remaja

Pasien tumbuh menjadi remaja yang aktif seperti teman sebaya lainnya.

e. Riwayat Pendidikan

Pasien tergolong siswa yang pandai, pasien mampu menyelesaikan pendidikan


hingga jenjang S1.

f. Riwayat Pernikahan

Pasien belum pernah menikah

g. Riwayat Kehidupan Beragama

Pasien beragama islam dan taat beribadah.

h. Riwayat Pelanggaran Hukum

7
Pasien belum pernah berurusan dengan masalah hukum sebelumnya.

i. Aktivitas Sosial

Pasien saat ini masih bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangganya.
Pasien sesekali masih aktif dalam kegiatan band. Hubungan pasien dengan antar
anggota keluarga baik.

4. Riwayat Keluarga

Di keluarga ada yang memiliki gangguan serupa dengan pasien yaitu adik pasien.
Pasien merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara, saat ini pasien tinggal bersama istri dan
1 anak laki-lakinya serta tinggal bersama adik ke 2 nya dan kedua orang tuanya.

5. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama keluarganya. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup


baik. Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan
tetangga. Hubungan pasien dengan keluarganya baik. Aktivitas sehari-hari membantu
istri dan mengurus rumah dan pasien masih sesekali aktif dalam bergojek

6. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya

Pasien menyadari keadaan sakitnya sehingga pasien sangat patuh terhadap


pengobatannya. Pasien mengatakan ingin sehat tidak minum obat seperti orang lain
namun pasien menyadari jika tidak minum obat pasien mengalami keluhan sering
ngomong sendiri yang tidak dapat dikendalikan, emosi yang tidak terkontrol, suara
bisikan-bisikan yang tidak diketahui dari mana datangnya. Pasien sangat sayang
kepada istri dan anak yang selama ini merawatnya. Namun saat terakhir kontrol pasien
mengaku tidak meminum obatnya untuk 2 bulan sehingga pasien kambuh dan sering
marah-marah sendiri.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

8
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 17 April 2019, hasil pemeriksaan ini
menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan home-visit.

A. Deskripsi Umum

a. Penampilan

Pria usia 45 tahun, paras wajah tampak sesuai umurnya, kesan gizi pasien cukup.
Rambut terikat rapi. Kebersihan cukup baik. Wajah pasien tampak datar.

b. Kesadaran

Compos mentis, secara kualitas tidak berubah.

c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak


bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.

d. Pembicaraan

 Kuantitas : pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup jelas, pasien


senang bercerita dan cenderung banyak bicara saat menjawab pertanyaan.

 Kualitas : pasien dapat menjawab pertanyaan jika ditanya dan menjawab


pertanyaan dengan spontan, namun terkadang pasien juga tampak berfikir
sebelum menjawab, pasien bisa menjawab sesuai dengan pertanyaan. Intonasi
berbicara jelas dan nada suara keras. Pembicaraan dapat dimengerti.

 Tidak ada hendaya berbahasa.

e. Sikap terhadap pemeriksa

Pasien kooperatif, menatap mata pemeriksa saat berbicara dan kadang melihat ke
atas jika sedang mengingat-ingat. Pasien dapat menjawab semua pertanyaan
dengan cukup baik.

9
B. Keadaan Afektif

a. Mood : eutimia

b. Afek : menyempit

C. Gangguan Persepsi

Masih didapatkan halusinasi auditorik walaupun tidak sesering dulu. Halusinasi


auditorik muncul kadang-kadang. Pasien mendengarkan suara-suara bisikan yang
membuat pasien lemas.

D. Proses Pikir

a. Bentuk Pikir : realistik

b. Arus Pikir

i. Produktivitas : pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik

ii. Kontinuitas : koheren, mampu memeberikan jawaban sesuai pertanyaan

iii. Hendaya berbahasa : tidak ada hendaya berbahasa

c. Isi Pikiran

Tidak adanya waham.

E. Fungsi Intelektual / Kognitif

a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan

 Taraf pendidikan : pasien lulusan S1

 Pengetahuan Umum : Baik

b. Daya konsentrasi dan perhatian : Baik

c. Orientasi

10
 Waktu : baik, pasien mengetahui waktu pada saat wawancara yaitu sore hari

 Tempat : baik, pasien tau sedang berada di rumahnya

 Orang : baik, pasien mengetahui nama adiknya, istrinya, anaknya dan kedua
orang tuanya

 Situasi : baik, pasien mengetahui bahwa ia sedang diwawancara

d. Daya ingat

 Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan banyak hal di
masa lalunya termasuk pengalaman masa kecil hingga pengalaman masa
bekerja

 Daya ingat jagka menengah : baik

 Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat kegiatan yang
dilakukan kemarin

 Daya ingat segera : baik

e. Kemampuan baca tulis : baik

f. Kemampuan visuospasial : baik

g. Berpikir abstrak : tidak dapat dinilai

h. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri
sehari-hari secara mandiri sepeti mandi, makan, minum, beribadah, dan mencuci
baju sendiri

F. Daya Nilai

Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien baik.

G. Pengendalian Impuls

11
Pengendalian impuls pasien baik, pasien tampak tenang saat proses tanya jawab dan
tidak tambak gerakan-gerakan involunter.

H. Tilikan

Pasien menyadari akan kondisi kesehatan jiwanya, pasien patuh dalam menjalani
pengobatan.

I. Taraf Dapat Dipercaya

Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur
mengenai peristiwa yang terjadi.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Status Generalis

 KU : Tampak sehat

 Sensorium : compos mentis

Vital Sign

 TD : 120/80

 Nadi : 78x/menit

 RR : 20x/menit

 Suhu : 36,7 derajat celcius

Status Internus

 Kepala : normosefali, deformitas tidak ada

 Mata : edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-

12
 Hidung : simetris, deformitas (-), deviasi (-), sekret (-)

 Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret
(-), nyeri tekan tragus/mastoid tidak ada

 Mulut : bibir tidak sianosis, lidah kotor (-) ,papil lidah tersebar merata, mukosa
lidah merah

 Leher : dalam batas normal, tiroid tidak membesar

 Thoraks : tidak terdapat skar, simetris kanan kiri

- Paru-paru

I : pernapasan statis dinamis kanan = kiri.

P : stemfremitus simetris kanan dan kiri.

P : sonor di semua lapang paru.

A : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Jantung

I : iktus kordis tidak tampak

P : Iktus kordis teraba

P : tidak dilakukan

A : bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)

 Abdomen :

I : datar, deformitas (-)

A : bising usus (+)

P : timpani (+) di seluruh regio abdomen

13
P : nyeri tekan (-)

 Ekstremitas superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal

INTISARI PENEMUAN BERMAKNA

Telah diperiksa seorang Pria, usia 45 tahun, suku Jawa, sudah menikah, agama islam
taat beribadah, pendidikan terakhir S1, anak ke-1 dari 3 bersaudara. Pasien kontrol ke poli
jiwa RSUD Wirosaban.

Riwayat perubahan perilaku pertama kali tahun 2003, pasien mengalami peristiwa
belajar ilmu keagamaan, pasien mempelajari buku-buku dan suka membaca buku mengenai
ilmu tenaga dalam. Semenjak itu pasien suka mempelajari silat tenaga dalam dan mulai
membuat puisi serta melukis yang banyak. Pasien juga sering merasa depresi tanpa sebab
dan marah-marah sendiri. Sejak setelah kejadian itu tersebut menurut keterangan ayah
pasien, pasien mengalami keluhan sulit tidur dan sering bicara sendiri. Pasien mengaku
sering mendengar suara-suara yang tidak tahu asalnya berupa bisikan muak dan “bunuh-
bunuh”. Suara tersebut membuat pasien sering berbicara terus-terusan tanpa henti dan tidak
dapat dicegah.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang pria, kesan sesuai usianya, rawat
diri cukup baik, cukup kooperatif, afek tumpul, mood eutimia, circumstantiality, halusinasi
auditorik, insight derajat IV pasien menyadari akan kondisi kesehatan jiwanya, pasien patuh
dalam menjalani pengobatan.

Pemeriksaan fisik dan neurologis dalam batas normal. Hasil dari pemeriksaan psikiatri
didapatkan pasien cukup kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren,
mood pasien eutimia, afek tumpul. Terdapat halusinasi auditorik.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Aksis I : F25.1 Skizoafektif tipe depresi

14
 Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis

 Aksis III : Tidak ada

 Aksis IV : Masalah Pekerjaan

 Aksis V : GAF scale 70-61

Assesment : Skizofafektif tipe depresi, Masalah Pekerjaan.

PROGNOSIS

1. Faktor yang memberikan pengaruh baik :

 Indikator psikososial : mempunyai kakak perempuan yang mendukung pasien,


pasien masih menikuti kegiatan organisasi pewartaan.

2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk :

 Masih didapatkan gejala psikotik berupa halusinasi auditorik.

 Didapatkan masalah tidak mau bekerja karena pasien menyadari pasien sakit

Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam saat kondisi stabil, pasien dapat
mandiri meskipun tidak sepenuhnya produktif.

Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara di atas sebagai berikut
:

 Quo Ad Vitam : dubia ad bonam

 Quo Ad Functionam : dubia ad bonam

 Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam

15
TERAPI

 Farmakoterapi

- Haloperidol 2 x 1,5 mg

- Valisanbe 2 x 2 mg

- Hexymer 2 x 2 mg

 Psikoterapi Edukasi

Psikoterapi yang perlu diberikan kepada pasien adalah psikoterapi kognitif-perilaku,


psikoterapi interpersonal dinamis, psikoterapi supportif, sebagai berikut :

- Psikoterapi kognitif perilaku : dengan mengubah pemikiran pasien, pasien lebih


adaptif yang berpengaruh terhadap perilaku. Psikoterapi ini dapat mengatasi ketakutan
pasien yang berlebihan, pasien diharapkan dapat memegang peranan aktif dalam
perawatannya, dan dapat menyelesaikan tugas-tugas di rumah.

- Psikoterapi interpersonal dinamis : terapi ini lebih mengkhusukan pada hubungan


pasien dengan lingkungannya. Dengan mampu berurusan dengan masalah hubungan
sosial dengan lebih efektif maka gejala psikologis akan cenderung menunjukkan
perbaikan.

- Psikoterapi supportif : dapat meningkatkan kesadaran realitas, membantu


mengembangkan ketrampilan penyesuaian dan perilaku adaptif realitas pasien.

 Edukasi

- Menyarankan kepada keluarga pasien untuk terus memberi dukungan terhadap


pasien.

- Menyarankan kepada keluarga agar lebih sering untuk mengajak bicara pasien agar
pasien lebih percaya diri.

16
- Mendorong keluarga yang lain seperti istri dan anak serta kedua orang tuanya, dan
adiknya, keponakan-keponakan untuk ikut mendukung pasien, jangan menghindari
pasien seolah-olah pasien tidak diinginkan.

- Menyarankan keluarga agar pasien tetap kontrol rutin ke psikiater setiap bulan dan
tetap mengawasi konsumsi obat-obatan pasien.

17
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan
gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui,
tetapi empat model konseptual telah diajukan, antara lain:

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau


suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama
dari skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga
yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
suatu gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan yang pertama.1

18
B. Patofisiologi
Pada prinsipnya patofisiologi dari skizoafektif sama dengan
skizofrenia yaitu dimana mungkin melibatkan ketidakseimbangan
neurotransmiter di otak, terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamine.1
Namun, proses patofisiologi gangguan skizoafektif masih belum diketahui
secara pasti. Penelitian yang mempelajari fungsi neurotransmitter pada
penderita gangguan skizoafektif sangatlah sedikit, dan kebanyakan
menggunakan sampel dari cairan serebrospinal atau plasma. Telah
dilaporkan pola abnormalitas neurotransmiter yang serupa antara penderita
gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan gangguan bipolar. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kadar norepinefrin, prostaglandin E1 dan
platelet 5HT pada pasien skizofrenia dan skizoafektif.1
Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa
gangguan skizoafektif dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama
bagian temporal (termasuk mediotemporal), bagian frontal, termasuk
substansia alba dan grisea. Dari sejumlah peneltian ini, daerah otak yang
secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hippocampus dan
parahipocampus.1 Pada penelitian neuroimaging pasien dengan gangguan
skizoafektif, ditemukan penurunan volume thalamus dan deformitas
thalamus yang serupa dengan pasien skizofrenia, tetapi abnormalitas pada
nucleus ventrolateral penderita gangguan skizoafektif tidak separah
penderita skizofrenia. Penderita skizoafektif juga menunjukkan deformitas
pada area thalamus medius, yang berhubungan dengan sirkuit mood.2

C. Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ-III
1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai

19
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
2. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang
berbeda.
3. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (depresi
pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F 25.1) atau campuran dari
keduanya (F 25.5). Pasien lain mengalami satu atau dua episode
skizoafektif terselip diantara episode manik atau depresif (F30-33).3

D. Klasifikasi
Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Pedoman diagnostik:
a. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik
yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian
besar episode skizoafektif tipe manik
b. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang memuncak.
c. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih
baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan
untuk skizofrenia)

Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1)


Pedoman diagnostik:
a. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe
depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian
besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif

20
b. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala
khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum
dalam uraian untuk episode depresif (F.32)
c. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan
sebaiknya ada dua gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan
dalam pedoman diagnosis skizofrenia (F.20).
1. Gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2)
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama
dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)
2. Gangguan skizoafektif lainnya (F25.8)
3. Gangguan skizoafektif YTT (F25.9).3

E. Penatalaksanaan
Penanganan pasien gangguan skizoafektif meliputi :

1. Farmakoterapi
a. Gejala manik : antimanik
b. Gejala depresi : antidepresan
Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan
percobaan anti depresan dan terapi elektrokonvulsan (ECT) sebelum
mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi anti depresan.
c. Gejala bipolar : antipsikotik. harus mendapatkan percobaan lithium,
carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu
kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif.5
2. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta
terapi kelompok
b. Psikoterapi reedukatif
1) Terhadap Pasien :

21
a) Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai
penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-
faktor penyebab, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan
risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan
segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian
hari
b) Memotivasi pasien untuk berobat teratur
c) Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah
ataupun akan marah sehingga diharapkan pasien dapat
mengontrol marahnya dan mengemukakan amarahnya dengan
cara yang lebih halus.
2) Terhadap Keluarga :
a) Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien,
gejala, faktor- faktor pemicu, pengobatan, komplikasi,
prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian hari.
b) Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu
penyakit pasien saat ini adalah keluarga pasien yang
mengabaikan pasien
c) Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat
setelah sakit agar pasien dapat mengalami remisi.5

22
BAB 4
PEMBAHASAN

Gangguan skizoafektif yaitu suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia


dan gejala afektif terjadi bersamaan dansama-sama menonjol. Onset yang tiba tiba
pada masa remaja, terdapat stresoryang jelas serta riwayat keluarga berpeluang
untuk menderita gangguan skizoafektif. Prevalensi lebih banyak pada wanita.
Berdasarkan national comorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang yang di
diagnosa skizofrenia, 81 % pernah di diagnosa gangguan afektifyang terdiri dari 59
% depresi dan 22 % gangguan bipolar. Kriteria diagnostik untuk gangguan
skizoafektif yaitu terdapat gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif sama-
sama menonjol pada saat yang bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain tetapi masih dalam satu episode penyakit yang sama. Diagnosa
gangguan ini tidak ditegakkan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan perspektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda. Gangguan
mood yaitu kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini yaitu gangguan
suasana perasaan yang biasanya mengarah ke depresi atau ke arah elasi. Diagnosis
pada penderita gangguan jiwa berupa diagnosis multiaksial yang terdiri dari lima
aksis yaitu aksis I gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi fokus perhatian
klinis, aksis II adalah gangguan kepribadian dan retardasi mental, aksis III adalah
kondisi medis umum, aksis IV adalah, masalah psikososial dan lingkungan, aksis
V adalah penilaian fungsi secara global. Gangguan skizoafektif yaitu gejala
skizofrenia dan gangguan afektif sama sama menonjol atau dalam beberapa hari
sesudah yang lain, tetapi dalam satu episode penyakit tidak memenuhi kriteria
diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif. Afek harus meningkat secara
menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu menonjol dikombinasi
dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. Dalam episode yang sama
harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas.
Tujuan dari diagnosa multiaksial adalah mencakup informasi yang komperhensif
sehingga dapat membantu dalam perencanaan terapi dan meramalkan prognosis.
Juga format yang mudah dan sistematik sehingga dapat membantu dalam menata

23
dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis,
dan menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama.
Selain itu, diagnosis multiaksisal juga memacu penggunaan model bio-psiko- sosial
dalam klinis, pendidikan dan penelitian. Pada pasien ini didiagnosis multiaksial
yaitu aksis I skizoafektif tipe depresif, aksis II dan aksis III tidak ada diagnosis,
aksis IV masalah pekerjaan, aksis V GAF 70-61. Pada pasien ini ditegakkan
diagnosis Aksis I skizoafektif tipe depresif (F25.1) berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berikut ini adalah uraiannya: Pasien tidak memiliki riwayat
trauma kepala, riwayat kejang, riwayat tindakan operatif, dan riwayat kondisi
medik lain yang dapat secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
fungsi otak. Oleh karena itu, gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan.
Pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan zat psikoaktif. Sehingga diagnosis
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-19) dapat
disingkirkan. Pada pasien didapatkan hendaya dalam menilai realita, oleh sebab itu
gangguan jiwa pada pasien dimasukkan ke dalam golongan besar psikotik. Selain
itu, pasien juga ditemukan hendaya pada moodnya. Hendaya moodnya ini hampir
bersamaan dengan gejala psikotiknya pada setiap episodenya. Dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan status mental, ditemukan beberapa gejala psikopatologi yaitu
Adanya riwayat halusinasi auditorik yang bersifat commanding (menyuruh pasien
marah).

24
BAB 5
KESIMPULAN

Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang


persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah
suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Pasien
pada ilutrasi kasus yang disajikan didiagnosis dengan diagnosis gangguan
skizoafektif tipe depresif yang mendapatkan psikoterapi dan terapi farmakologi
berupa haloperidol 2 x 1,5 mg, valisanbe 2 x 2 mg, Hexymer 2 x 2 mg. Prognosis
dari pasien ini sangat tergantung pada diagnosis yang ditegakkan sehingga terapi
yang didapatkan adekuat. Selain itu dukungan keluarga sangat diperlukan untuk
membantu kesembuhan pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Hawari D. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI; 2006.
2. Kaplan HI, Saddock BJ, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. Edisi ke-
6. USA: William and Wilkins; 2010.
3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
4. World Health Organization. DEPRESSION: A Global Public Health
Concern. USA: World Health Organization; 2012.
5. Mellisa CS. Schizoaffective disorder [internet]. 2013. [disitasi tanggal 10
Mei 2015]. Tersedia dari http://www.medicinet.com
6. Jibson MD. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology, and
pathophysiologi. New York: Marcel Dekker; 2013.
7. American Psychiatric Association. 2013. DSM-V. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders. Edisi ke-5. Washington, DC
8. World Health Organization. World suicide prevention day 2012. World
Health Organization [internet]. 2012. [disitasi pada 10 Mei 2015]. Tersedia
dari:http://www.who.int/mediacentre/ev
ents/annual/world_suicide_prevention_d ay/en/
9. Kaplan, Harorld I, Benjamin J, Sadock, Jack AG. Gangguan Delusional.
Jakarta: Binapura Aksara; 2010.
10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika. Edisi ke-2.
Jakarta; 2001.

26

Anda mungkin juga menyukai