Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan suatu kejadian yang pasti dialami
secara fisiologis oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Lansia
akan mengalami proses penuaan, yang merupakan proses terus menerus
(berlanjut) secara alamiah. Mulai dari lahir sampai meninggal dan
umumnya dialami pada semua mahluk hidup. Menua (menjadi tua)
ditandai dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi (Nugroho, 2000).
Penurunan juga terjadi pada panca indra yang akan mempengaruhi
persepsi lansia.
Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (aging struktured population) karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang
mempunyai jumlah penduduk Lanjut Usianya sebanyak 7% adalah di
pulau Jawa dan Bali.
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia membawa dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia atau sendiri,
keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Dampak meningkatnya jumlah
lansia ini dapat dilihat pada kemunduran fungsi organ yang menyebabkan
kelompok ini rawan terhadap penyakit-penyakit degeneratif disamping
masih adanya penyakit infeksi. Selain penyakit degeneratif, terdapat
masalah-masalah khusus lainnya yang terjadi pada lansia yaitu loneliness,
depresi dan masalah spiritual.
Mengingat banyaknya masalah-masalah khusus yang terjadi pada
lansia, maka penulis akan membuat makalah yang berjudul Masalah
Khusus Pada Lansia Loneliness, Depresi, Penyakit Degenerative dan
Masalah Spiritual.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari lanjut usia (lansia) ?
2. Bagaimanakah masalah loneliness pada lansia ?
3. Bagaimanakah masalah depresi pada lansia ?
4. Bagaimanakah penyakit degeneratif pada lansia ?
5. Bagaimanakah masalah spiritual pada lansia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari lanjut usia (lansia)
2. Untuk mengetahui bagaimanakah masalah loneliness pada lansia
3. Untuk mengetahui bagaimanakah masalah depresi pada lansia
4. Untuk mengetahui bagaimanakah penyakit degeneratif pada lansia
5. Untuk mengetahui bagaimanakah masalah spiritual pada lansia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Lanjut Usia (Lansia)


Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.
Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho
(2008) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia
secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.
Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan
kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan yang dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk
kehidupan seksualnya.
Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran
orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi
produktif, dan untuk wanita tidak dapat memnuhi tugas rumah tangga.
Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir.
Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia
berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya.

3
B. Masalah Lansia Loneliness
1. Definisi Loneliness
Kehidupan seseorang diwarnai dengan dengan transisi sosial yang
mengganggu hubungan pribadi dan menyebabkan timbulnya loneliness atau
kesepian. Kesepian dapat terjadi pada siapa pun baik remaja maupun orang
dewasa. Menurut Sears, et al. (2006:212) bahwa kesepian menunjuk pada
kegelisahan subjektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita
kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hal ini bisa bersifat menyenangkan atau
tidak menyenangkan, kesepian mencerminkan isolasi sosial yang dirasakan
atau terbuang. Dengan demikian, kesepian yang lebih erat terkait dengan
kualitas dari jumlah hubungan.
Loneliness atau kesepian adalah masalah meresap di kalangan orang
tua dengan kuat pada hubungan yang ada pada dukungan sosial, baik secara
mental dan kesehatan fisik disertai dengan kognisi. Ketika memeriksa
kesepian pada lansia, penting untuk mempertimbangkan sebagai
pengalaman subyektif yang berbeda dari isolasi sosial dan dukungan sosial.
Untuk lansia, banyak hubungan sosial akan menurun dalam suatu
ukuran karena mereka sendiri biasanya mempunyai berbagai macam
kendala. Namun, tidak semua individu yang terisolasi secara sosial atau
yang memiliki sedikit dukungan sosial akan rasa kesepian. Secara
signifikan, menurut perspektif kognitif, ketidaksesuaian antara hubungan
sosial yang aktual dan yang diinginkan tidak cukup untuk merasakan
kesepian yang terjadi, akan tetapi hal itu sendiri dimodulasi oleh proses
kognitif seperti kausal atribusi, perbandingan sosial dan dirasakan adanya
kontrol. Apapun itu, jelas bahwa ada yang kuat saat hubungan antara
jaringan dukungan sosial dan kesepian (Rebecca et al. 2011: 335).
Kesepian telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan mental yang
utama mempengaruhi lansia (Pettigrew & Michele, 2008: 302), dan dengan
demikian harus menjadi fokus penelitian dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas orang tua tentang kehidupan. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan hubungan erat antara kesepian dan depresi pada usia yang
lebih tua, terutama di kalangan perempuan. Namun, kemungkinan hubungan

4
dua arah karena ada beberapa bukti bahwa depresi dapat menyebabkan
kesepian, disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan
hubungan sosial (Pettigrew & Michele, 2008: 302).
Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa kesepian adalah kegelisahan subjektif yang kita rasakan, kurangnya
keintiman hubungan yang dimiliki individu dan persaan yang tidak
menyenangkan dengan merangsang kecemasan subjektif yang dirasakan
kurang memadai dalam kebutuhan bersosialisasi. Stereotip di masyarakat
sering kali menganggap bahwa seseorang yang tidak mempunyai teman,
selalu sendirian dan jarang bergaul, adalah individu yang sedang mengalami
kesepian, namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Seseorang dapat
saja mengalami kesepian meskipun selalu terlihat dikelilingi oleh banyak
individu dan memiliki pergaulan yang luas. Kesepian lebih menunjuk pada
kualitas hubungan antar pribadi seseorang dari pada kuantitasnya.
2. Tipe Loneliness
Sears et al. (2009: 215) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan
hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu:
a. Kesepian emosional
Timbul dari ketiadaan figure kasih sayang yang intim, seperti yang
biasa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang biasa
diberikan tunangan atau teman akrab kepada seseorang.
b. Kesepian sosial
Terjadi bila orang kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau
teritegrasi dalam suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh
sekumpulan teman atau rekan kerja.
Cheryl & Parello (2008:67) menyebutkan adanya dua bentuk
kesepian yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang
berbeda, yaitu:
a. Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian
yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang
intim,; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh
pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini.

5
b. Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang
muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang
terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok
atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang
sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu
bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan,
bosan dan cemas.
Bentuk kesepian dapat terjadi ketika seseorang mengalami salah
satu kesepian tanpa mengalami yang lain. Kesepian berkaitan dengan usia.
Stereotipe yang popular menggambarkan usia tua sebagai masa kesepian
besar.
3. Faktor-Faktor Loneliness
Menurut Sears et al. (2009: 216) orang yang kesepian cenderung
lebih tertutup dan pemalu, lebih sadar diri dan kurang asertif. Orang yang
kesepian sering memiliki keterampilan sosial yang buruk. Kesepian juga
berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ada dua faktor yang mendorong
kesepian (Cheryl & Parello 2008: 67) yaitu:
a. Faktor situasional
Faktor ini mengenai situasi kehidupan yang dialami ketika perasaan
seseorang akan menjadi kesepian. Situasi kehidupan, seperti perceraian,
perpisahan, sosial situasi individu dirawat di rumah sakit atau sakit kronis
anak-anak atau anggota keluarga, dan mereka yang baru saja pindah ke
lingkungan baru atau sistem sekolah.
b. Faktor characterological
Characterological faktor yang mendorong kesepian adalah ciri-ciri
kepribadian seperti introversi, rasa malu, dan rendah diri. Individu
dengan ciri-ciri kepribadian dapat dilihat di lingkungannya.
Sejumlah faktor telah dihipotesiskan untuk berkontribusi kesepian
seperti karakteristik demografi, pengaturan hidup, dan karakteristik
kepribadian. Pendapat dan penilaian diri akan status kesehatan juga telah
disarankan sebagai kontributor untuk kesepian. Alpass & Neville
(2010:212) menemukan keterbatasan fisik, kurangnya perawatan

6
kesehatan, sikap, dan lainnya yang signifikan berkontribusi terhadap
kesepian pada lansia. Kesepian dapat mengancam perasaan nilai pribadi
dan merusak kepercayaan pada kemampuan untuk mengembangkan dan
memelihara hubungan interpersonal (Alpass & Neville, 2010: 213).

C. Depresi pada Lansia


1. Definisi Depresi
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya , serta gagasan bunuh diri.
Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan
dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri
sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000).
Gejala depresi yang muncul pada lanjut usia sering kali dianggap
sebagai bagian daripada proses menua. Tugas perkembangan psikososial
lansia menurut Erickson adalah integritas versus keputusasaan dan isolasi.
Menurut Notosoedirdjo dan Latipun ( 2005), pada fase ini tugas lansia
untuk melihat perjalanan hidupnya. Jika pada fase sebelumnya berhasil,
dapat menerima siklus dan lingkungan kehidupannya, maka akan
mencapai integritas. Sedangkan jika pengalaman dan perjalanan hidupnya
tidak dapat diterima, maka akan terjadi keputusasaan. Pada stadium ini
terjadi konflik antara integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena
kehilangan dukungan sosial yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan self- esteemnya
sehingga mudah terjadi depresi pada lansia ( stoudemire, 1994).
2. Stressor Pencetus
Ada 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan
alam perasaan ( depresi) menurut Stuart dan Sundeen (1998), yaitu:
a. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga
diri.

7
b. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai
pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap
masalah – masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi
ketegangan depresi terutama pada wanita
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat- obatan atau berbagai
penyakit fisik, seperti infeksi ,neoplasma , dan gangguan
keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan. Di antara obat-obatan tersebut terdapat obat anti
hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan.
Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga disertai
depresi.
3. Klasifikasi
Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):
a. Menurut gejalanya
1) Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa
yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada
biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional
yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang
dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang
yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas
dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria
atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka
tidak menderita delusi atau halusinasi.
2) Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit
depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau
keduanya.
3) Psikosis depresi manik

8
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh
kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang
mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan
rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan
perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan
gambaran ini disebut 'mania'.
4) Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik
tidak hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa
terganggunya perilaku orang tersebut.
b. Menurut Penyebabnya
1) Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar
seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
2) Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi
oleh faktor lain.
3) Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi
yang disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan
obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang
tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer').
Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
tujuan perawatan.
4. Karakteristik Depresi Pada Lansia

Meskipun depresi banyak terjadi di kalangan lansia, depresi ini


sering didiagnosis salah atau diabaikan rata- rata 60 – 70 % lanjut usia
yang mengunjungi praktik dokter umum adalah mereka dengan depresi
tetapi sering tidak terdeteksi karena lansia lebih fokus pada penyakitnya
yang sebetulnya adalah penyerta dari gangguan emosi.

9
Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang
menyebabkan keadaan ini, mencakup fakta bahwa depresi pada lansia
dapat disamarkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya. Selain
tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya gangguan ini. Depresi pada orang
dengan lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya keluhan merasa tidak
berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa
kosong, tidak ada harapan, menuduh diri, ide – ide pikiran bunuh diri,
pemeliharaan diri yang kurang bahkan penelantaran diri (Wash, 1997).
Karakteristik depresi yang sering dialami lansia sebagai berikut:

a. Gangguan daya ingat jangka pendek dan panjang


b. Gangguan proses pikir abstrak,misalnya tidak dapat memahami arti
suatu konsep/kata
c. Gangguan dalam judgement,misalnya tidak mampu mengatasi masalah
pekerjaan,hubungan interpersonal,dan hubungan keluarga
d. Afasia(gangguan berbahasa),apraksia(gangguan aktifitas
motorik),agnosia(gangguan identifikasi obyek obyek).
e. Perubahan kepribadian
f. Aktifitas sosial terganggu

D. Penyakit Degeneratif pada Lansia


1. Definisi Penyakit Degeneratif
Masalah kesehatan adalah masalah kesehatan lanjut usia karena
menurunnya kekuatan fisik, sumber finansial yang tidak memadai,
isolasi sosial, kesepian, dan banyak kehilangan lain yang
mengakibatkan lansia rentan secara psikologis. Isolasi sosial, depresi,
gangguan kognitif, masalah psikologis, merupakan masalah kesehatan
yang serius. Kemampuan saling menolong suami-istri lansia dalam
merawat pasangannya perlu ditingkatkan karena penuaan dan
banyaknya masalah, suami istri lansia perlu saling tolong menolong.
Umumnya suami lebih sering merawat pasangannya karena tidak
terbiasa merawat orang lain, sementara istri kebalikannya.

10
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sulit diperbaiki
serta merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang.
Gaya hidup orang yang sehat akan memperlihatkan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan serta meningkatkan status
kesehatannya (Notoadmojo, 2010).
2. Tanda Penyakit Degeneratif
Perubahan fisik
a. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : Berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu, serta kurang sensitive terhadap sentuhan.
b. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi : Timbulnya sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis
(bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna
gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan
dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko
cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri

11
dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan
jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional
para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
c. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi : Terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang
dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh
darah perifer.
d. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi : Kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur
30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar,
rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil
dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
e. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: Produksi
semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan
testoteron menurun.
f. Sistem musculoskeletal
Perubahan pada sistem musculoskeletal meliputi : Tulang
kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan
stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan,

12
tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram,
dan menjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan
proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan
kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan
irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih
cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan
seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi
gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga
memudahkan jatuh. Sedangkan perubahan yang terjadi pada sistem
neurologis lansia yaitu adanya perubahan dari sistem persyarafan
dapat dipicu oleh gangguan dari stimulasi dan inisiasi terhadap
respon dan pertambahan usia. Perubahan pada lansia dapat
diasumsikan terjadi respon yang lambat yang dapat mengganggu
dalam beraktivitas akan menurun disebabkan antara lain oleh
motivasi, kesehatan, dan pengaruh dari lingkungan. Pada lansia
yang mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan
posisi mereka dan menghindari kemungkinan jatuh. Terdapat
kemampuan untuk mempertahankan posisi dipengaruhi oleh tiga
fungsi yaitu: Keseimbangan (Balance), Postur tubuh, Kemampuan
berpindah. Adapun gangguan yang sering muncul pada lansia
diantaranya dizziness, sinkop, hipotermi dan hipertermi, gangguan
tidur, delirium, dan demensia. Salah satu bentuk dari demensia pada
lansia adalah alzheimers disease yang penyebabnya belum di
ketahui.
g. Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan
(memory) terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai
berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan
kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan

13
buruk). I.Q. (Intellegentian Question) tidak berubah dengan
informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor (terjadinya
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–teanan dari
faktor waktu). Semua organ pada proses menua akan mengalami
perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini
disebabkan karena fungsi neuron di otak secara progresif.
Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak,
lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat.
Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang pengaruhnya
terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia. Perubahan
kognitif yang di alami lanjut usia adalah demensia dan delirium.
3. Klasifikasi penyakit degenerative

a. Asam urat
b. Osteoporosis
c. Diabetes Mellitus
d. Kolesterol, hipertensi, jantung dan stroke
e. Ginjal

E. Masalah Spiritual pada Lansia


1. Definisi Spiritual
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang
manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul.
Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan
keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri
merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi,
kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas.
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang
spiritual adalah : kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling
kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang
tertinggi. Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah

14
sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang
teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit
yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari
Young,2007).
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Spiritual
Faktor penting yang dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah:
a. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus
memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti
spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini
bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.
b. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama,
tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari
tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan,
pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan
keluarganya.
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama,
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam
berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana
seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa
dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan
Tuhan kepada manusia menguji imannya.
e. Krisis dan perubahan

15
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang.
Krisis sering dialami ketika seseorang menghadadapi penyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya
pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk.
Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan
pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan
sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat
menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat
berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan
dukungan setiap saat diinginkan.
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang
menolak intervensi pengobatan.
3. Perkembangan Spiritual pada Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan
karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara,
sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis
agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.
Spiritualitas sering digunakan secara sinonim dengan agama atau
religiositas tetapi secara aktual dapat dibedakan dari hal tersebut. Spiritualitas
berhubungan dengan keyakinan internal seseorang dan pengalaman pribadi
dengan tuhan, sedangkan agama hanya satu cara untuk mengepresikan aspek dari
dalam keyakinan pribadi seseorang. Agama atau religiositas lebih berhubungan
dengan ibadah, praktik komunitas, dan perilaku eksternal. Kebutuhan spiritual

16
dapat dipenuhi dengan tindakan-tindakan keagamaan seperti berdoa atau
pengakuan dosa, tetapi banyak dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yang dipenuhi
hanya dengan hubungan antar-manusia. Spritualitas mencakup religiositas, tetapi
religiositas tidak perlu mencakup spiritualitas.

17
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.
2. Untuk lansia, banyak hubungan sosial akan menurun dalam suatu
ukuran karena mereka sendiri biasanya mempunyai berbagai macam
kendala. Namun, tidak semua individu yang terisolasi secara sosial atau
yang memiliki sedikit dukungan sosial akan rasa kesepian.
3. Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya.
Gejala depresi yang muncul pada lanjut usia sering kali dianggap
sebagai bagian daripada proses menua.
4. Masalah kesehatan adalah masalah kesehatan lanjut usia karena
menurunnya kekuatan fisik, sumber finansial yang tidak memadai,
isolasi sosial, kesepian, dan banyak kehilangan lain. Penyakit
degeneratif merupakan penyakit yang sulit diperbaiki serta merupakan
penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang.
5. Ketidakseimbangan spiritual adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi
ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan
ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil
didiagnosis.
B. Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia hendaknya
memperlakukan lansia layaknya manusia sekalipun mereka telah
mengalami perubahan – perubahan secara fisik , sosial dan mental tetaplah
berperilaku sopan dan menghormati apa yang menjadi keinginannya.

18
Peran perawat turut serta membantu dan membimbing lansia dengan sabar
dan sepenuh hati
DAFTAR PUSTAKA

A, Cheryl dan K. Parello. 2008. Loneliness in the School Setting, Volume 24. The
Journal of School Nursing 2008. 24/2. 66 - 70.

Alpass, F. M. dan S. Neville. 2010. Loneliness, health and depression in older


males. Journal of Aging & Mental Health..7/3. 212 – 216.

Azizah,Lilik Ma’rifatul.2011.Keperawatan Lanjut Usia.Yogyakarta:Graha Ilmu.

Nugroho, H.Wahjudi. 2012. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta:


EGC

Notosoedirdjo dan Latipun. 2005.Kesehatan Mental Konsep dan


Penerapan.Malang: UMM press

Padila. 2013. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Pettigrew, S. dan Michele R. 2008. Addressing loneliness in later life. Journal of


Aging & Mental Health. 12/3. 302 – 309.

Sears, D. O., Jonathan, L. F, dan L. Anne, P. 2006. Psikologi Sosial Jilid 1 Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga.

Stanley,Mickey, dan Beare, Patricia Gauntlett. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Gerontik.

Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik ed. 2. Alih bahasa
Juniarti dan Kurnianingsih. Jakarta: EGC

19
20

Anda mungkin juga menyukai