Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah bentuk kreativitas dalam bahasa yang berisi sederatan

pengalaman batin dan imajinasi yang berasal dari penghayatan atas realitas-non-

realitassastrawannya. Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni

yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa

sebagai medianya. Karya sastra merupakan ungkapan batin seseorang melalui

bahasa dengan cara penggambaran yang merupakan titian terhadap kenyataan

hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, imajinasi murni

pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup ( rekaman peristiwa )

atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran keduanya.

Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami,

dan dapat di manfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena

adanya pengalaman batin pengarang berupa peristiwa atau problem yang menarik

sehingga muncul gagasan dan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Termasuk di sini karya sastra yang berupa fiksi. Damono ( 1984:5 ) menyatakan

bahwa karya sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri

adalah suatu kenyataan sosial. Sangidu ( 2004:26 ) menyatakan banwa karya

sastra adalah bagian dari masyarakat, kenyataan yang demikian mengilhami para

pengarang untuk melibatkan dirinya dalam tata kehidupan masyarakat tempat

mereka berada dan mencoba memperjuangkan posisi stuktur sosial dan

permasalahan yang dihadapi dimasyarakat. Sosial dan budaya ( sosialkultural )

1
yang berkembang di masyarakat sangat berpengaruh dalam isi dan tema yang

tertuang dalam suatu karya sastra. Maka dari itu, materi dan tema karya sastra

sangat di pengaruhi oleh sosial dan budaya ( soaialkultural ) pengarang. Bahkan,

isi karyanya dapat mencerminkan sosial dan budaya masyarakat pada saat karya

itu di ciptakan serta keadaan sosial dan budaya sastrawannya.

Karya satra di ciptakan pengarang untuk dinimati, dihayati, dan di manfaatkan

bagi pembaca. Bahkan, dalam karya sastra, terlebih novel sering pula di temukan

hal-hal yang sangat inspiratif dan sangat kuat dalam memberikan motivasi bagi

pembacanya.

Novel pada hakikatnya adalah cerita yang terkandung juga di dalamnya

dengan tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca. Novel merupakan

ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang di hadapkan

pada berbagai permasalahan hidup. Dengan novel pengarang dapat menceritakan

tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku

manusia. Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, mulai dunia

imajinatif, yang di bangun melalui unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot,

tokoh, latar, sudut pandang, setting yang beragam dan lain-lain yang kesemuanya,

tentu saja, juga bersifat imajinatif ( Nurgiyantoro, 2010: 4).

Dalam sebuah novel tidak jarang yang menjadi tokoh utama adalah seorang

perempuan. Kaum perempuan awalnya identik dengan posisinya sebagai manusia

yang kedudukannya berada di bawah kaum laki-laki. Namun, dengan lahirnya

pandangan feminisme, posisi perempuan sudah mulai berubah dan berkembang,

di mana perempuan tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, namun perempuan

2
juga bisa menjadi sebagai orang yang bisa menjajaki dunia. Dengan

berkembangnya sastra modern, banyak penulis atau sastrawan khususnya bagi

para penulis novel yang justru menjadikan perempuan sebagai

inspirasinya. Mereka menjadikan perempuan sebagai cerita objek dalam cerita,

sebab perempuan merupakan pribadi yang menarik dan tidak pernah ada habisnya

ketika di jadikan topik pembicaraan. Selain itu hal lain yang menarik dari seorang

perempuan ketika di jadikan sebagai bahan kajian adalah bagaimana

sesungguhnya citra perempuan dalam perannya di ruang publik dan politik.

Perkembangan novel di indonesia saat ini cukup pesat. Hal ini dapat di lihat

dengan banyaknya novel-novel yang di terbitkan. Novel-novel tersebut

mempunyai beragam tema, isi, antara lain tentang masalah-masalah sosial yang

pada umumnya terjadi dalam masyarakat, termasuk yang berkaitan dengan

perempuan. Berbicara tentang karya sastra feminis di mana berhubungan dengan

perjuangan perempuan, Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan yang

salah satu dari karya yang di hasilkan membicarakan tentang perempuan dalam

dunia sastra.

Dari karya-karya Sapardi Djoko Damono tersebut peneliti tertarik dengan

novel Yang Fana Adalah Waktu menceritakan seorang tokoh perempuan bernama

pinkan yang berjuang untuk menyelamatkan hubungannya dengan kekasihnya,

dengan mematahkan pandangan bahwa perempuan tidak selalu menurut pada

kemauan orang tua dalam hal ini perjodohan terhadap kedua orang tuanya yang

selalu beranggapan bahwa perempuan itu hanya bisa menjadi orang tua dari anak-

anaknya dan menjadi ibu rumah tangga serta menjadi istri yang baik pada

3
suaminya.Tetapi dengan ketegaran hatinya hingga pinkan mampu meyakinkan

kepada semua orang bahwa perempuan juga berhak menentukan masa depannya

sendiri.

Peneliti menganalisis novel Yang Fana Adalah Waktu . karena dalam novel ini

menjelaskan tentang bagaimana perempuan tidak semata-mata harus di jodohkan

dan perempuan juga bisa bekerja sebagai kepala rumah tangga seperti halnya laki-

laki pada umumnya. Dalam novel ini menampilkan kisah-kisah kehidupan yang

sangat menyentuh karena berkaitan dengan keluarga, perasaan, dan keteguhan

seorang perempuan. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menganalisis novel

tersebut.

Citra merupakan gambaran atau sosok seseorang dalam eksistensinya sebagai

perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat. Citra perempuan merupakan hal

yang menarik untuk di bahas, hal ini di karenakan citra perempuan mengangkat

tentang bagaimana sosok dan eksistensi perempuan dalam kehidupan sehari-hari,

baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat. Selama ini sebagian orang

menilai perempuan sebagai makhluk emosional, lemah, dan rentan. Perempuan

dapat menjadi sosok yang kuat, patuh dan konsisten pada kebenaran dan mencapai

derajat sabar.

Penelitian ini hanya menganalisis citra perempuan pada satu tokoh yaitu

Pinkan. Untuk memahami citra perempuan dalam novel ini, pembacanya harus

memahami tokoh utamanya yaitu Pinkan, termasuk memahami citranya sebagai

perempuan. Menggambarkan perempuan yang tegar dan sabar dalam berjuang

untuk mempertahankan hubungan keluarga dan perasaan yang dia miliki.

4
pentingnya ini semua dapat memberikan banyak hal khususnya penguraian

tentang citra perempuan yang di nilai dari feminisme yang menekankan pada

peran-peran perempuan dalam kehidupan keluarga dan sosial masyarakat.

Bagaimanapun juga karya sastra merupakan cerminan masyarakat. Selain itu juga,

kita dapat mengambil pelajaran dari isi novel yang mengangkat tentang

kesabaran, keikhlasan, dan perjuangan. Seperti yang di harapkan tokoh pinkan

dalam novel ini yaitu selain dia berhasil mematahkan pandangan orang tuanya dia

juga ingin menunjukan kepada perempuan lain bahwa tidak selamanya perempuan

hidup di bawah tekanan. Selain itu, novel Yang Fana Adalah Waktu menjadi

inspirasi bagi kaum wanita untuk berani memberikan perubahan. Dengan

demikian ada nilai-nilai positif yang dapat diambil dan direalisasikan oleh

pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan masalah penelitian

yaitu :

1. Bagaimana perempuan digambarkan dalam novel “ Yang Fana Adalah

Waktu” ?

2. Bagaimana seharusnya novel “ Yang Fana Adalah Waktu ’’ itu di baca seh

ingga memberikan penggambaran tentang perempuan ?

3. Ideologi apa yang melatarbelakangi Sapardi Djoko Damono dalam

menulis novel “ Yang Fana Adalah Waktu ’’ ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu :

5
1. Dapat mendeskripsikan gambaran perempuan dalam novel Yang Fana

Adalah Waktu .

2. Dapat memberikan bayangan bagaimana novel Yang Fana Adalah

Waktu itu di baca sehingga memberikan penggambaran yang jelas

tentang novel tersebut.

3. Dapat menejelaskan ideologi yang di pakai oleh Sapardi Djoko

Damono dalam menulis novel Yang Fana Adalah waktu.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pembaca dapat lebih memahami citra perempuan yang terdapat

dalam novel Yang Fana Adalah Waktu karya Sapardi Djoko Damono.

2. Dapat memberikan masukan dalam hal pengembangan sastra khususnya

pada bidang novel.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam usaha pemberdayaan perempuan

secara utuh tanpa mencederai kodrat perempuan itu sendiri.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam novel Yang Fana Adalah Waktu karya Sapardi Djoko Damono ini

terdapat banyak tokoh perempuan, namun dalam penelitian ini hanya

memfokuskan analisis pada satu tokoh utama yaitu Pinkan. Peneliti menganalisis

tokoh Pinkan ini sebab banyak membahas tentang peranan tokoh Pinkan sehingga

peneliti mudah untuk menganalisis citra perempuan pada tokoh utama tersebut

1.6 Batasan Operasional

6
Untuk menjaga agar tidak terjadi kesalah tafsiran tentang istilah yang di

gunakan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat menggunakan beberapa istilah

sebagai berikut :

1. Citra adalah gambaran perilaku manusia yang dapat di lihat dan di rasakan

oleh orang lain.

2. Citra perempuan adalah gambaran seseorang dalam eksistensinya sebagai

perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat.

3. Novel adalah salah satu cerita bentuk prosa yang ukuran ceritanya panjang

dan luas yang di dalamnya mengungkapkan masalah kehidupan manusia

yang dapat di sajikan secara mendalam dan halus.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Citra Perempuan

Pengertian kata citra perempuan secara tersirat meliputi citra fisik dan psikis

perempuan. Citra perempuan dalam aspek fisik dan psikis dikonkritkan dalam

kerangka bahasa sebagai tanda yang mempunyai arti ( meaning ) dan makna (

significance ) ( Priminger , dalam Pradopo,1995:107 ). Kedua pemaknaan tersebut

akan mengungkapkan citra perempuan, baik citra perempuan dalam novel maupun

citra perempuan dai hasil pembacaan yang di lakukan dengan teliti, yaitu

bagaimana seharusnya perempuan di gambarkan di dalam novel. Dengan

mengetahui citra perempuan yang di gabarkan di dalam novel dan bagaimana

seharusn ya, akan mendorong terjadinya proses kesadaran pada perempuan.

Citraan perempuan merupakan gambaran yang dapat berupa gambaran yang

dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental ( bayangan ) visual

yang di timbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur

dasar konsep citra wanita (Sugihastuti,2000:45) .

Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental dan spiritual dan tingkah

laku keseharian yang terekspresikan oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita

diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang di timbulkan oleh pikiran,

pendengaran, penglihatan, perabaan, dan pencecapan tentang wanita

(Sugihastuti,2000;45).

8
2.1.1 Citra Fisik Perempuan

Kajian mengenai fisik atau tubuh perempuan akan di dasarkan pada

pendapat Foucault dan Goffman bahwa arti penting tubuh di tentukan oleh stuktur

sosial yang ada di luar jangkauan individu ( dalam Abdullah, 2001:67 ). Artiya

bahwa citra tubuh di dalam masyarakat tertentu berhubungan erat dengan ideologi

yang di miliki oleh masyarakat tersebut, karena keberadaan tubuh di produksi oleh

wacana ( Focault dalam Abdullah, 2001:71 ). Citra tentang tubuh perempuan di

bangun oleh berbagai media pencitraan misalnya, televisi, film, koran maupun

pembicaraan-pembicaraan dalam budaya masyarakat tertentu termasuk oleh karya

sastra.

Dengan menggunakan perspektif feminis yang menekankan pada

analisis citra perempuan ( images of women ), maka citra fisik perempuan yang di

gambarkan di dalam teks novel dapat di pahami sebagai ekspresi fisik perempuan

yang di wakilinya. Dengan demikian, analis kritik sastra feminis yang

menekankan pada images of woman merupakan kajian sastra yang melihat

bagaiman perempuan direprestasikan di dalam karya sastra, bagaimana

seharusnya perempuan di gambarkan, dan analisis selanjutnya adalah mencari

ideologi yang membentuk representasi-representasi perempuan tersebut (

Ruthven,1990:70-71 ).

Kajian mengenai citra perempuan ( images of woman ) mengungkapkan dua

hal yang bertentangan. Di satu pihak, ada suatu keinginan untuk mengungkapkan

keinginan untuk mengungkapkan tekanan alami representasi khusus, yang di ubah

ke dalam model peran, menawarkan suatu pandangan terbatas atas apa yang di

9
harapkan perempuan dalam hidupnya. Di sisi lain, ada suatu harapan yang

memberikan kesempatan untuk memikirkan perempuan, dan membandingkan

bagaimana mereka di gambarkan dan bagaimana nantinya ( Ruthven, 1990:71).

Citra perempuan juga merupakan wujud gambaran mental spiritual dan

tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai

aspeknya yaitu aspek fisis dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek

keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti,2000:7).

Secara fisik, wanita merupakan sosok individu hasil bentukan proses biologis

dari bayi perempuan, yang dalam perjalanan usianya mencapai taraf dewasa.

Dalam aspek fisik ini, wanita mengalami hal-hal yang khas, yang tidak dialami

oleh pria, misalnya hanya wanita yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui

anak-anaknya. Realitas fisik ini pada kelanjutannya menimbulkan antara lain

mitos tentang wanita sebagai mother-nuture. Di dalam mitos ini wanita

diasumsikan sebagai sumber hidup dan kehidupan, sebagai makhluk yang dapat

menciptakan makhluk lain dalam artian dapat melahirkan anak.

2.1.2 Citra Psikis Perempuan

Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologis, makhluk yang

berpikir, berperasaan, dan beraspirasi (Sugihastuti,2000:95). Pembicaraan

mengenai aspek psikis perempuan akan membawa kita pada pemahaman bahwa

perkembangan kehidupan perempuan terbangun oleh berbagai faktor, termasuk di

dalamnya aturan-aturan, tata nilai, adat, dan budaya masyarakat yang secara

langsung atau tidak langsung membangun dan mengkontruksi pikiraan dan

perasaan perempuan.

10
Aspek psikis wanita tidak dapat di pisahkn dari apa yang di sebut feminitas.

Prinsip feminitas ini merupakan kecenderungan yang ada dalam diri wanita,

prinsip-prinsip itu antara lain menyangkut ciri relatednesss, receptivity, cinta

kasih, mengasuh berbagai potensi hidup, orientasinya komunal, dan memelihara

hubungan interpersonal. Kalau dari aspek psikis terlihat bahwa wanita dilahirkan

secara biopsikologis berbeda dengan laki-laki, hal ini juga mempengaruhi

pengembangan dirinya. Pengembangan dirinya bermula dari lingkungan keluarga,

keluarga hasil perkawinannya. Aspek psikis wanita saling berpengaruh dengan

aspek fisik dan keduanya merupakan aspek yang mempengaruhi citra diri wanita.

Dalam aspek psikis kejiwaan wanita dewasa mempengaruhi citra diri wanita,

semakin bertumbuh baik wanita akan semakin berkembang pula psikis mereka

untuk menjadi dewasa. Citra diri wanita tidak bisa lepas dari aspek psikis dan

fisik. Adanya perbedaan bentuk fisik antara wanita dan laiki-laki mempengaruhi

pola berpikir dan pola kehidupan wanita. Aspek psikis menunjukan bahwa wanita

memiliki perasaan untuk merasakan keadaan dalam dirinya ataupun diluar dirinya.

2.1.3 Citra Sosial Perempuan

Citra sosial perempuan dalam kajian ini di sederhanakan dalam dua

peran, yaitu peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam

masyarakat. Peran adalah bagian yang dimainkan oleh seseorang pada setiap

keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan (

Wolfman, 1989:10 ; dalam sugihastuti, 2002 : 121 ). Peran dapat berrti

seperangkat tingkat yang di harapkan dapat di lakukan oleh seseorang di dalam

11
masyarakat. Peran-peran perempuan di dalam masyarakat akan berubah

berdasarkan kondisi dan tempat mereka berada.

Tujuh bentuk peran yang dapat di lakukan perempuan dalam

orientasinya pada keluarga dan masyarakat, yaitu (1) sebagai orang tua (2) sebagai

istri (3) di dalam rumah tangga (4) di dalam kekerabatan (5) pribadi (6) di dalam

komunitas , dan (7) di dalam pekerjaan ( Oppong dan Church, 1981:1;

Sugihastuti, 2002:121).

Citra sosial perempuan merupakan citra wanita yang erat hubungannya

dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat,

tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan

antarmanusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok

masyarakat luas. Dalam keluarga, misalnya wanita berperan sebagai istri, ibu, dan

sebagai anggota keluarga yang masing-masing peran mendatangkan konsekuensi

merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri wanita dan

citra sosialnya, pengalaman-pengalaman inilah yang menentukan interaksi sosial

wanita dalam masyarakat atas pengalaman diri itulah maka wanita bersikap,

termasuk kedalam sikapnya terhadap laki-laki. Hal penting yang mengawali citra

sosial adalah citra dirinya (Suguhastuti,2000:143-144).

2.1.4 Citra Perempuan Dalam Keluarga

Sebagai perempuan dewasa pikiran-pikiran perempuan tersebt tidak

terepas dari kehidupan keluarga dan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena

keluarga merupakan salah satu institusi yang tidak terlepas dari institusi lain yang

lebih besar ( Santoso, 2001:176 ). Di dalam keluarga peran peran untuk

12
membentuk seorang individu, dan ibu sangat dominan untuk membentuk karakter

untuk anak-anaknya. Peran dominan tersebut di sebabkan oleh adanya kedekatan

emosional ibu terhadap anaka-anaknya, cinta seorang ibu akan memberikan

pengaruh yang besar dalam kehidupan anak-anaknya ( Cantor dan

Bernay,1998:132-133 ).

Oleh karena itu, pembahasan tentang citra perempuan di dalam keluarga

akan memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang pentingnya peran

sosial perempuan. Hal ini di sebabkan karena sosialisasi jender sebernarnya telah

di mulai dari lingkungan keluarga (Glen,1987:358 dalam Santoso, 2001:176).

2.1.5 Sebagai Ibu Rumah Tangga

Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan peran perempuan

yang meemiliki tanggung jawab ganda. Ia bertanggung jawab untuk tetap menjaga

keharmonisan keluarga di satu sisi yang lain perempuan harus mempertahankan

perannya di dunia publik ( Santoso,2001:176-177 ). Sebagai ibu rumah tangga,

perempuan berperan untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya, tetapi tidak

sedikit peran perempuan sebagai ibu rumah tangga justru memperkuat streotipe

jender bagi anak-anaknya, banyak aktivitas-aktivitas dalam keluarga yang justru

mendukung lahirnya streotipe yang bias jender (Santoso, 2001:177).

2.1.6 Sebagai Anak

Di atas telah di sebutkan peran perempuan sebagai ibu dalam keluarga.

Ibu hadir sebagai orang yang paling dekat dengan anak di banding ayah (Cantor

dan Bernay,1998:141). Untuk itu, sebagai anak, perempuan selalu menjadikan ibu

sebagai model dalam kehidupannya. Tetapi tidak semua perempuan dapat menjadi

13
model yang baik bagi anak-anaknya, dengan demikian anak mencari model yang

lain yaitu ayahnya. Sebaliknya, terkadang seorang anak menjadikan ibunya

sebagai model dalam hidupnya.

Dalam perannya sebagai anak, tidak sedikit perempuan yang tidk

beruntung karena terlahir dari keluarga miskin, bodoh dan berantakan. Seorang

anak dalam keluarga tradisioanal yang di dominasi patriarki akan mendapatkan

proses degradasi mental sehingga anak tidak dapat mengaktualisasikan potensi

dirinya (Cantor dan Bernay, 1998:351-352).

Sebagai anak, seseorang bisa saja tumbuh dan berkembang dalam keluarga

yang patriarki, sehingga ayah dan ibunya mensosialisasikan budaya tersebut

kepandanya (Fakih, 2003:192). Untuk itu, sebagai seorang anak mestinya

mengenal potensi dirinya, sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang menjadi

perempuan yang tangguh dan di namis (Cantor dan Bernay, 1998:353).

Sehubungan dengan hal tersebut, mereka memberikan syarat agar perempuan

dapat keluar dari kungkungan budaya yakni, (1) sebagai seorang anak, perempuan

harus mampu berpikir bahwa dirinya di cintai dan istimewa, (2) ia bisa melakukan

apa pun yang ia inginkan, (3) berhak membangun impian yang muluk, (4)

perempuan bisa mengambil risiko ( Cantor dan Bernay, 1998:353).

2.1.6 Citra Perempuan Dalam Masyarakat

Citra perempuan di dalam masyarakat tercakup pada citra perempuan

dalam aspek sosial, yaitu sikap yang mengekspresikan kehidupan sosial

14
perempuan. Sikap sosial adalah konsistensi individu dalam memberikan respons

terhadap objek-objek sosial, termasuk terhadap pria sebagai pasangannya.

Sebagai makhluk sosial, seseorang memerlukan manusia lain. Demikian

juga dengan perempuan. Hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus

ataupun umum, bergantung pada sifat hubungan tersebut. Hubungan manusia

dalam masyarakat dari hubungan antar pribadi, hubungan pribadi dengan

masyarakat, termasuk tanggapan seseorang perempuan terhadap kampunya.

2.2 Penggambaran Perempuan dalam Novel Yang Fana Adalah Waktu

Novel adalah suatu karya sastra yang merupakan struktur yang bermakna.

Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika di

baca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu.

Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra(novel) harus

dianalisis.

Novel sebagai salah satu bentuk cerita rekaan, merupakan sebuah struktur

yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya, novel tersebut harus

dianalisis ( Hill,1966:6 ).

Dalam novel Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono ini di

fokuskan pada citra perempuan di dalam karya sastra (images of women) bukan

hanya mendeskripsikan gambaran-gambaran mengenai citra perempuan, tetapi

juga menawarkan suatu pandangan yang di harapkan perempuan ( Ruthven,

1990:71 ). Oleh karena itu, setelah menganalisis citra perempuan yang di

gambarkan dalam novel ini, solusi yang dapat di tawarkan untuk memperbaiki

15
citra perempuan adalah mencitrakan perempuan yang memiliki kesadaran

terhadap potensi dirinya dalam berbagai karya sastra termasuk dalam novel Yang

Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono. Beberapa tawaran yang di

pertimbangakan untuk menciptakan citra perempuan yang baik adalah bahwa

karya sastra termasuk novel harus menggambarkan citra perempuan yang meliputi

(1) harus membuka diri (2) harus memiliki rasa percaya diri (3) perempuan harus

mempunyai pengetahuan dan keterampilan. Dengan pencitraan yang meliputi

beberapa aspek di atas perempuan dapat mandiri baik secara ekonomi maupun

sosial sehingga menunjang kehidupan perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

Untuk mendapatkan pencitraan mengenai citra diri perempuan di dalam novel

Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Djoko Damono, yang dapat

menggambarkan citra perempuan yang ideal, para penyair dan insan sastra secara

umum, di harapkan memiliki kesadaran bahwa, keterlibatan perempuan dalam

dunia publik, politik, pendidikan, ekonomi, menjadi suatu hal yang harus di

usahakan. Karena dengan keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang tersebut,

mengakibatkan perempuan dapat memliki keterbukaan, rasa percaya diri, dan

kemandirian baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Selanjutnya

pencitraan mengenai citra perempuan harus membangun sebuah dialog budaya

yang lebih terbuka dalam rangka membongkar akar-akar budaya yang masih

bersifat patriarki.

Pencitraan mengenai citra perempuan diatas di harapkan dapat mengubah

pemikiran perempuan tentang potensi dirinya dan dapat melepaskan perempuan

dari rasa ketergantungan dan rasa rendah diri. Karena dengan kesadaran tersebut,

16
perempuan dapat memiliki, kehormatan, kebebasan, dan keadilan dalam

hidupnya. Upaya-upaya di atas antara lain dengan menciptakan pencitraan tentang

perempuan sesua dengan potensi perempuan yang ideal, dan di lakukan melalui

adat, budaya, pendidikan, dan masyarakat.

Semi, Atar (dalam Wicaksono,2014:115)menyatakan bahwa novel

mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat tegang, dan

pemusatan kehidupan tegas.`Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap

aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan di sajikan dengan halus.

Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam ukuran

yang panjang(setidaknya 40.0000 kata dan lebih kompleks dari cerpen)dan luas

didalamnya menceritakan konflik-konflik kehidupan manusia yang dapat

mengubah nasib tokohnya.novel mengungkapkan konflik kehidupan para

tokohnya secara lebih mendalam dan halus.selain tokoh-tokoh,serangkaian

peristiwa dan latar di tampilkan secara tersusun hinga bentuknya lebih panjang

dibandingkan dengan frosa rekaan yang lain(wicaksono,2014:116).

Dari beberapa pendapat di atas,dapat di simpulkan novel adalah cerita

berbentuk frosadalam ukuran yang panjang dan luas di dalamnyamengungkapkan

froblematika kehidupan manusia yang di sajikan secara lebih mendalam dan

halus.

2.2.1 Unsur-unsur novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas,suatu kemenyeluruhan yang bersifat

artistik.sebagai sebuah totalitas,novel mempunyai bagian-bagian unsur-unsur

17
yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling

menguntungkan.Secara garis besar berbagai macam unsur tersebut dapat di

kelompokan menjadi 2 bagian,yakni unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.Kedua

unsur inilah yang sering banyak di sebut para kritikus dalam

rangka mengkaji dan membicarakan novel karya sastra pada umumnya (Nurgianto

ro:2010:22-23).

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra sendiri.Unsur

intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta

membangun cerita.Unsur-unsur tersebut menurut Nurgiantoro yaitu, tema, plot

atau alur, latar, tokoh, dan penokohan , serta gaya bahasa.

2.2.1.1 Tema

Menurut Stanton ( 1965:21 ), tema adalah makna sebuah cerita yang secara

khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana.

Menurutnya, tema bersinonim dengan ide utama ( cental idea ) dan tujuan utama (

cental purpose ). Tema, dengan demikian dapat di pandang sebagai dasar cerita

atau gagasan dasar umum sebuah karya novel. Dasar ( utama ) cerita sekaligus

berarti tujuan ( utama ) cerita. Jika pengembangan cerita senantiasa “tunduk” pada

dasar cerita, hal ini bertujuan agar dasar, gagasan dasar umum, atau sesuatu yang

ingin dikemukakan itu dapat di terima oleh pembaca ( Nurgiyantoro,1998:70 ).

Tema menjadi salah satu unsur cerita rekaan yang memberikan kekuatan dan

sekaligus sebagai unsur pemersatu semua fakta dan sarana cerita yang

mengungkapkan permasalahan kehidupan. Tema dapat di rasakan pada semua

18
fakta dan sarana cerita pada sepanjang sebuah novel. Tema tidak dapat di

pisahkan dari permasalahan khidupan yang direkam oleh karya sastra. Tema dapat

di temukan dengan cara menyimpulkan keseluruhan cerita. Tema tersembunyi di

balik cerita yang mendukungnya. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa tema

itu sengaja “disembunyikan” karena justru inilah yang di tawarkan kepada

pembaca ( Nurgiyantoro,1998:68 ).

2.2.1.2 Alur

Di dalam sebuah cerita rekaan, peristiwa-peristiwa disajikan dengan urutan

tertentu, peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita, yaitu

alur ( Panuti Sudjiman, 1991:28 ). Boulton ( 1984:75 ) mengibaratkan alur sebagai

rangka dalam tubuh manusia. Tanpa rangka, tubuh tidak dapat berdiri. Menurut

Stanton ( 1965:14 ), alur adalah cerita yang berisi urutan peristiwa, tetapi setiap

peristiwa itu di hubungkan secara kausal.

Alur (plot) merupakan sebagian dari unsur instrinsik suatu karya sastra.Alur

merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab

akibat.pola pengembangan cerita suatu cerpen atau novel tidaklah seragam.novel

akan memiliki jalan cerita yang lebih panjang. Hal ini karena tema cerita yang

dikisahkanya lebih kompleks dengan persoalan para tokohnya yang juga lebih

rumit(kosasih,2014:63).

Alur merupakan tulang punggung cerita.berbeda dengan elemen lain,alur dapat

membuktikan diri-nya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah

analisis.sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya

19
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur,hubungan

kausalitas,dan keberpengaruhanya.sama dengan elemen-elemen lain,alur memiliki

hukum-hukum sendiri;alur hendaknya memiliki bagian awal,tengah,dan akhir

yang nyata,meyakinkan dan logis,dapat menciptakan\bermacam kejuta,dan

memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan(sugihastuti,2015:28).

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

sehingga menjalin suatu cerita yang di hadirkan oleh para pelaku dalam suatu

cerita(Aminuddin,2015:83).

Wicaksono(2014: 170-172) menyatakan bahwa alur adalah rangkaian berbagai

peristiwa yang disajikan dalam urutan tertentu sehingga membangun tulang

punggung cerita.peristiwa-peristiwa yang pilih akan mempengaruhi

perkembangan alur.walau cerita merupakan deretan peristiwa yang terjadi sesuai

dengan urutan waktu secara kronologisdalam sebuah karya fiksi,urutan peristiwa

itu sering disiasati dan dimanipulasikan sehingga menjadi kompleks.peristiwa

yang dikisahkan tak harus urut dari awal sampai akhir,melainkan dapat dimulai

dari titik peristiwa mana saja sesuai dengan keinginan dan kreativitas pengarang.

Alur merupakan tulang punggung cerita.berbeda dengan elemen-elemen

lain,alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar

dalam sebuah analisis.sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa

adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan

alur,hubungan kausalitas,dan keberpengaruhanya.sama halnya dengan elemen-

elemen yang lain,alur memiliki hukum-hukum sendiri;alur hendaknya memiliki

20
bagian awal,tengah,dan akhir yang nyata,meyakinkan dan logis,dapat

menciptakan bermacam kejutan,dan memunculkan sekaligus menggakhiri

ketegangan-ketegangan(stanton,2007:28).

2.2.1.3 Latar

Dalam analisis novel, latar (seting) juga merupakan unsur yang sangat penting

pada penentuan nilai estetik karya sastra.latar sering disebut sebagai atmosfer

karya sastra (novel) yang turut mendukung masalah,tema,alur,dan penokohan.oleh

karna itu,latar merupakan salasatu fakta cerita yang harus diperhatikan,dianalisis

dan dinilai(sugihastuti,2015:54).

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, atau pengacuan yang berkaitan

dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. (

Panuti-Sudjiman, 1991:44). Menurut Kenney (1966:40), latar meliputi

penggambaran lokasi geografis,termasuk topografi, pemandangan, sampai pada

perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para

tokoh, watak berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya, lingkungan

agama, moral, intelektual, sosial, dan emosioanal para tokoh. Berdasarkan

perincian tersebut, Hudson (1963) membedakan latar menjadi dua, yaitu latar

sosial dan latar fisik/material. Yang termasuk latar fisik/material adalah tempat,

waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita, sedangkan yang termasuk latar sosial

adalah penggambaran keadaan masyarakat atau kelompok sosial tertentu,

kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu,

pandangan hidup, sikap hidup, adat-istiadat, dan sebagainya yang melatari sebuah

21
peristiwa. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu

disebut latar spiritual ( Panuti-Sudjiman,1991:45 ).

Fungsi latar pertama-tama adalah memberikan informasi tentang situasi

sebagaimana adanya. Selain itu, ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi

keadaan batin para tokoh cerita ( Panutu-Sudjiman, 1991:46 ). Latar yang baik

dapat mendeskripsikan secara jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan

konflik yang di hadapi tokoh cerita sehingga cerita terasa hidup dan segar, seolah-

olah sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan nyata ( Nurgiyantoro,1998:216 ).

2.2.1.4 Tokoh dan Penokohan

Cerita rekaan pada dasarnya mengisahkan seseorang atau beberapa orang

yang menjadi tokoh. Yang di maksud tokoh cerita adalah individu rekaan yang

mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita ( Panuti-

Sudjiman, 1991:16 ). Jadi, tokoh adalah orangnya. Sebagai subjek yang

menggerakan peristiwa-peristiwa cerita, tokoh tentu saja di lengkapi dengan

watak atau karateristik tertentu. Watak adalah kualitas tokoh yang meliputi

kualitas nalar dan jiwa yang membedakannya denagn tokoh cerita yang lain (

Panuti-Sudjiman, 1986:80;1991:23 ). Watak itulah yang menggerakan tokoh

untuk melakukan perbuatan tertentu sehingga cerita menjadi hidup.

Istilah “tokoh”menunjuk pada orangnya,pelaku cerita,misalnya sebagai jawab

terhadap pernyataan:”Siapakah tokoh utama novel itu?”,atau “Ada berapa orang

jumlah pelaku novel itu?”,dan sebagainya. Perwatakan dan karakter, menunjukan

pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang di tafsirkan oleh pembaca, lebih

22
menunjukan pada kualitas pribadi seorang tokoh. Tokoh dan karakterisasi sering

juga di sebut dengan karakter dan watak menunjuk pada tokoh-tokoh tertentu

dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita ( Nurgiyantoro, 2010: 165 ).

2.2.1.5 Sudut Pandang

Sudut pandang dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk melihat

peristiwa dalam crita. Pengarang sengaja memilih sudut pandang secara berhati-

hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai hubungan dengan setiap

peristiwa, baik di dalam dan di luar tokoh maupun keterlibatan atau tidak secara

emosioanal ( Wicaksono, 2014: 275 ). Sudut pandang mengarah kepada cara

sebuah cerita di kisahkan, cara atau pandangan yang di pergunakan pengarang

sebagai sarana untuk menayjikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa

yang membentuk cerita dalam sebuah karya sastra, prosa termasuk novel dan

cerpen.

Sudut pandang merupakan sebuah posisi. Posisi ini adalah posisi pembaca

yang memiliki korelasi dengan setiap peristiwa, baik di dalam maupun di luar

tokoh, terlibat atau tidak terlibat secara emosioanal. Dengan demikian, dasar

berpijak sari seorang pembaca dalam melihat peristiwa dalam cerita itu di

namakan sebagai sudut pandang ( Susanto, 2012: 134 ).

2.2.1.6 Gaya Bahasa

Gaya secara sederhana diartikan sebagai cara dari seseorang pengarang dalam me

nggunakan bahasa. Gaya sendiri memiliki peran dalam mengantar pembaca untuk

menikmati cerita. Selain membuat pembaca mampu menikmati cerita, gaya

23
bahasa juga berfungsi mengetahui keahlian dari seorang pengarang dalam

menggunakan bahasa ( Susanto, 2012: 134).

Pada dasarnya karya sastra itu merupakan salah satu kegiatan pengarang

membahasakan sesuatu atau menuturkan sesuatu kepada orang lain. Yang ditutur

tentulah suatu topik tutur yang mereka pilih atau mereka anggap penting untuk di

tuturkan kepada pendengar atau pembaca.

2.3 Ideologi yang Membentuk novel Yang Fana Adalah Waktu Karya

Sapardi Djoko Damono

Kritik sastra feminis merupakan sebuah pendekatan akademik pada studi

sastra yang mengaplikasikan pemikiran feminis untuk menganilisis teks sastra,

konteks produksi, dan masyarakat (Goodman,2001:x-xi). Kerja kritik inilah yang

meneliti karya sastra dengan melacak ideologi yang membentuknya dan

menunjukkan perbedaan-perbedaan antara yang dikatakan oleh karya melalui

hasil pembacaan yang teliti (Ruthven,1990:32).

Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik satra yang lahir

sebagai respons atau berkembang luasnya feminisme di berbagai penjuru dunia.

Secara leksikal, Moeliono, dkk. ( 1993:241 ) menyatakan bahwa feminisme

adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya

antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Persamaan hak itu meliputi semua

24
aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (

Djayanegara,1995:16 ). Feminisme merupakan kegiatan yang terorganisasi yang

memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan ( Geofe,1986:837 ). Jika

perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mampunyai hak untuk

menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang di miliki oleh kaum laki-laki

selama ini. Ihromi (1995:441) menyebutkan hal ini sebagai otonomi perempuan.

Dengan kata lain, feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk

memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri.

Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi perempuan, yaitu

proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang

rendah serta pengekangan hukum yang memebatasi kemungkinan-kemungkinan

untuk berkembang, dan untuk maju ( Moeliono,dkk., 1993:225-226 ). Orang yang

menganut paham feminisme di sebut feminis. Menurut Fakih (1997:99-100 ),

gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan

sistem dan stuktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan

perempuan.

Feminisme, apapun alirannya dan dimana pun tempatnya, muncul sebagai

akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum

perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara

universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas

pada kriteria biologis, melainkan juga sampai pada kriteria sosial dan budaya (

Susilastuti, 1993:29-30 ). Perbedaan itu diwakili oleh dua konsep, yaitu jenis

kelamin dan gender (Fakih,1997:3). Perbedaan jenis kelamin mengacu pada

25
perbedaan fisik, terutama fungsi reproduksi, sedangkan gender merupakan

interprestasi sosial dan kultural terhadap perbedaan jenis kelamin. Gender tidak

selalu berhubungan dengan perbedaaan fisiologis seperti yang selama ini banyak

dijumpai di dalam masyarakat. Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi

maskulin dan feminis. Biasanya, maskulin di tempati oleh jenis kelamin laki-laki,

sedangkan feminim oleh jenis kelamin perempuan. Konsep ini kemudian

melahirkan stereotipe perempuan dan laki-laki. Perempuan bersifat lembut,

cantik, emosional, dan keibuan; sedangkan laki-laki bersifat kuat, rasional, dan

perkasa.

Gender tidak bersifat universal. Ia bervariasi dari waktu kewaktu dan dari

masyarakat kemasyarakat. Sekalipun demikian, ada dua elemen gendr yang

bersifat universal. Pertama, gender tidak identik dengan jenis kelamin. Kedua,

gender merupakan dasar pembagian kerja di semua masyarakat (

Susilastuti,1993:30 ).

Djajanegara ( 2003: 51-53 ) mengatakan penelitian sastra dengan pendekatan

feminis dapat di lakukan sebagi berikut :

1. Peneliti mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh perempuan di dalam

sebuah karya yang di lanjutkan dengan mencari kedudukan tokoh-tokoh itu

di dalam keluarga dan masyarakat.

2. Peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh perempuan, perilaku serta watak

tokoh perempuan dari gambaran yang langsung di berikan penulis,

26
3. Peneliti memperhatiakan pendirian serta ucapan tokoh perempuan yang

bersangkutan. Apakah yang di pikirkan, di lakukan, dan dikatakannya akan

memberi banyak keterangan bagi peneliti tentang tokoh itu.

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

27
3.1 Jenis dan Metode Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan, yakni penelitian

ini di dukung oleh referensi baik berupa teks novel maupun sumber buku

penunjang lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah metode pelukisan sesuatu

hal,motode ini di gunakanuntuk melaporkan atau memaparkan secara keseluruhan

hasil analisis yang telah di lakukan. Pendeskripsian tersebut sesuai dengan

penafsiran dan pemahaman peneliti dengan berdasarkan landasan teori dalam

penelitian ini. Di katakan kualitatif karena sumber datanya adalah karya, naskah,

data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.

3.1.3 Data

Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa teks

novel, yang memuat citra perempuan dalam novel Yang Fana Adalah Waktu

karya Sapardi Djoko Damono.

3.1.4 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Yang Fana Adalah Waktu karya

Sapardi Djoko Damono yang di terbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama

28
cetakan pertama Maret 2018 dan cetakan kedua juli 2018 yang terdiri dari 144

halaman. Dalam hal ini, peneliti tidak terlepas dari buku-buku yang di anggap

menunjang dan relevan dalam penelitian.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini di lakukan dengan teknik baca catat.

Kegiatan pertama yang di lakukan adalah dengan membaca novel Yang Fana

Adalah Waktu karya Sapardi Djoko Damono secara cermat dan tuntas. Setelah itu

kegiatan selanjutnya adalah pencatatan terhadap data yang di temukan dalam

subjek penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu citra perempuan.

Sumber data yang di tulis dipilih sesuai dengan masalah dalam pengkajian sastra

feminis, setelah diproses data, kemudian dianalisis menggunakan kajian feminis.

3.3 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini di lakukan dengan menggunakan kritik

sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarah fokus analisisnya pada

perempuan. Adapun analisis di lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi data yang berhubungan dengan peran perempuan yang

terdapat dalam novel Yang Fana Adalah Waktu karya Sapardi Djoko Damono.

2. Klasifikasi, yaitu mengklasifikasikan ( mengelompokkan data ) peran

perempuan berdasarkan jenis citranya.

3. Analisis data, yaitu menanalisis data yang menjadi objek dengan kritik sastra

feminis.

29
4. Interpretasi data, yaitu memberikan gambaran secara umum tentang hasil

penelitian yang di peroleh, hal tersebut tampak pada kesimpulan penelitian.

Daftar Pustaka

Anthonia, Paula Hutri Mbulu, 2017. Citra Perempuan dalam Novel Suti: Kajian

Kritik Sastra Feminisme, Yogyakarta.

30
Djajanegara, Soenarjati, 2003. Kritik Sastra Feminis, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Umum.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: CAPS.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada Press.

Ratna, Nyoman Kutha, 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Subardini, Nyoman dkk. 2007. Kedudukan Perempuan dalam Tiga Novel

Indonesia Modern Tahun 1970-an, Jakarta: Pusat Bahasa.

Sugihastuti dan Suharto, 2015. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya dalam Sastra

Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Wicaksono, Andri.Pengakajian Prosa Fiksi, yogyakarta.

Yohan, Arriyanti Andriana. 2007. Citra Perempuan dalam Novel Putri Karya Putu

Wijaya Kritik Sastra Feminis. Padang: Balai Bahasa Padang.

31

Anda mungkin juga menyukai