Anda di halaman 1dari 10

LIHAT KE HALAMAN ASLI

Surya Harianto

Every Body is YUNIK

FOLLOW

Auguste Comte

30 November 2013 09:24 | Diperbarui: 24 Juni 2015 04:30

RIWAYAT HIDUP COMTE August Comte dilahirkan pada 1798 di Montpellier, Prancis. Pada umur belasan
tahun ia menolak beberapa adat kebiasan dari keluarganya yang katholik orthodox, yaitu kesalehan
dalam agama dan dukungan terhadap bangsawan. Ia belajar disekolah politeknik di Paris dan menerima
pelajaran ilmu pasti. Sesudah menyelesaikan sekolahnya ia mempelajari biologi dan sejarah, dan mencari
nafkah dengan memberikan les matematika. Comte bekerja sama dengan Saint Simon untuk beberapa
tahun, tetapi kemudian berselisih faham dan Comte bekerja secara mandiri. Comte berusaha untuk
memperoleh gelar professor tetapi tidak berhasil.

PENGERTIAN POSITIVISME Positivisme diturunkan dari kata positif, filsafat ini berpangkal dari apa yang
telah diketahui, yang factual, yang positif. Positivism hanya membatasi diri pada apa yang tampak, segala
gejala. Dengan demikian positivisme mengesampingkan metafisika karena metafisika bukan sesuatu
yang real, yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak dapat dibuktikan. Positivisme merupakan
bentuk lain dari empirisme, yang mana keduanya mengedepankan pengalaman. Yang menjadi
perbedaan antara keduanya adalah bahwa positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-
pengalaman yang objektif, tetapi empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman yang bersifat
batiniah atau pengalaman-pengalaman subjektif.

TAHAP-TAHAP PEMIKIRAN MANUSIA Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia terdiri atas tiga
Tahap yaitu Tahap Teologik, lalu meningkat ketahap metafisik, kemudian mencapai tahap akhir yaitu
tahap positif. 1. TAHAP TEOLOGIK Tahap teologik bersifat antropomorfik atau melekatkan manusia
kepada selain manusia seperti alam atau apa yang ada dibaliknya. Pada zaman ini atau tahap ini
seseorang mengarahkan rohnya pada hakikat batiniah segala sesuatu, kepada sebab pertama, dan tujuan
terahir segala sesuatu. Menurutnya benda-benda pada zaman ini merupakan ungkapan dari
supernaturalisme, bermula dari fetish yaitu suatu faham yang mempercayai adanya kekuatan magis
dibenda-benda tertentu, ini adalah tahap teologis yang palin primitif. kemudian polyteisme atau
mempercayai pada banyak Tuhan, saat itu orang menurunkan hal-hal tertentu seluruhnya masing-
masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatar belakanginya, sedemikian rupa,
sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri. Dan kemudian menjadi
monoteisme ini adalah suatu tahap tertinggi yang mana saat itu manusia menyatukan Tuhan-Tuhannya
menjadi satu tokoh tertinggi. Ini adalah abad monarkhi dan kekuasaan mutlak. Ini menurutnya adalah
abad kekanak-kanakan.

2. TAHAP METAFISIK Tahap metafisik sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman
teologik, karena ketika zaman teologik manusia hanya mempercayai suatu doktrin tanpa
mempertanyakannya, hanya doktrin yang dipercayai. Dan ketika manusia mencapai tahap metafisika ia
mulai mempertanyaan dan mencoba mencari bukti-bukti yang meyakinkannya tentang sesuatu dibalik
fisik. Tahap metafisik menggantikan kekuatan-kekuatan abstrak atau entitas-entitas dengan manusia. Ini
adalah abad nasionalisme dan kedaulatan umum, atau abad remaja. 3. TAHAP POSITIF Tahap positif
berusaha untuk menemukan hubungan seragam dalam gejala. Pada zaman ini seseorang tahu bahwa
tiada gunanya untuk mempertanyakan atau pengetahuan yang mutlak, baik secara teologis ataupun
secara metafisika. Orang tidak mau lagi menemukan asal muasal dan tujuan akhir alam semesta, atau
melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu dan dibalik sesuatu. Pada zaman ini orang berusaha
untuk menemukan hukum segala sesuatu dari berbagi eksperimen yang akhirnya menghasilan fakta-
fakta ilmiah, terbukti dan dapat dipertanggung jawabkan. Pada zaman ini menerangkan berarti: fakta-
fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Segala gejala telah dapat disusun dari suatu
fakta yang umum saja. 3 zaman atau 3 tahap ini menurut Comte bukanlah suatu zaman yang berlaku
bagi perkembangan rohani manusia tetapi juga berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat
manusia, bahkan berlaku bagi perorangan, ketika muda ia seorang metafisikus dan ketika dewasa ia
menjadi seorang fisikus. Ketika seorang masih perpandangan metafisikus ataupun teologis berarti ia
masih berfikiran primitif walaupun ia hidup dizaman yang modern. Dan ketika orang berfikiran fisikus
maka ia adalah seorang yang modern dimana pun ia berada. Pendapat ini didasarkan pada
kecendrungan pernyataannya yang lebih menjurus kepada tahap dalam keyakinan manusia dari pada
tahap zaman manusia. Selain itu tahap dalam 3 zaman ini bukan hanya berlaku dalam hal itu saja tetapi
juga bias terjadi dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Yang asal mulanya ketika ilmu pengetahuan masih
dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikeruhkan oleh pemikiran-pemikiran metafisis
hingga akhirnya tiba pada zaman positif yang cerah yang mana meninggalkan bahkan melepaskan dari
keberadaan unsur-unsur teologis dan metafisika. Oleh karena itu baginya Teologi dan filsafat barat abad
tengah merupakan pemikiran primitive. Karena masih pada taraf pertanyaan tentang teologi dan
metafisis. Baginya manusia tidak dapat mengetahui hakikat dari segala sesuatu, tetapi manusia dapat
mengetahui keadaan-keadaan yang mempengaruhi terjadinya peristiwa. Pengetahuan positivisme
mengandung arti sebagai pengetahuan yang nyata (real), berguna (useful), tertentu (certain) dan pasti
(extact). Kaidah kaidah alam tidak pernah disederhanakan menjadi satu kaidah tunggal dan kaidah itu
terdiri dari perbedaan-perbedaan. Akal dan ilmu menurutnya harus saling dihubungkan karena ilmu yang
menurutnya cerapan dari sesuatu yang positif tetaplah harus memakai akal dalam pembandingannya,
dan etika dianggap tinggi dalam hirarki ilmu-ilmu.

PEMBAGIAN ILMU PENGETAHUAN BERDASARKAN GEJALA-GEJALA Comte membagi ilmu pengetahuan


berdasarkan gejala-gejala dan penampakan-penampakan, yang mana ilmu pengetahuan harus
disesuaikan oleh itu semua. Segala gejala yang dapat diamati hanya akan dapat dikelompokan dalam
beberapa pengertian saja. Pengelompokkan itu dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga penelitian
tiap kelompok menjadi dasar bagi penelitian kelompok berikutnya. Sehingga terjadilah dikotomi ilmu
pengetahuan yang mana asal mualanya adalah satu. Lalu terjadi dikotomi dari ilmu pengetahuan itu
berdasarkan gejala yang diamati lalu muncullah kelompok peneliti lain yang memungkinkan dikotomi
yang lain hingga mencapai gejala yang paling sederhana. Gejala yang sederhana ini adalah gejala yang
tidak memiliki kekhususan hal-hal yang individual. Comte membagi-bagikan segala gejala yang pertama-
tama dalam dua hal yaitu gejala yang bersifat organis dan yang tidak bersifat anorganis. Yang dimaksud
dengan sifat organis adalah segala hal yang bersifat makhluk hidup. Dan sifat anorganik adalah yang tidak
bersifat hidup. Menurutnya dalam mempelajari yang organis harus terlebih dahulu mempelajari hal-hal
yang bersifat anorganis, karena dalam makhluk hidup terdapat hal-hal yang kimiawi dan mekanis dari
alam yang anorganis, contoh: manusia yang makan, yang mana didalamnya terdapat proses kimiawi dari
sesuatu yang anorganis yaitu makanan. Ajaran tentang segala sesuatu yang anorganis dibagi menjadi dua
hal yaitu tentang astronomi, yang mempelajari segala gejala umum yang ada dijagat raya dan tentang
fisika serta kimia yang mempelajari segala gejala umum yang terjadi dibumi. Menurutnya, pengetahuan
tentang fisika harus didahulukan, sebab proses-proses kimiawi lebih rumit dibanding dengan proses
alamiah dan tergantung daripada proses alamiah. Dan ajarannya tentang yang organis juga dibagi
menjadi dua bagian yaitu: proses-proses yang berlangsung dalam individu-individu dan proses-proses
yang berlangsung dalam jenisnya yang lebih rumit. Ilmu yang diusahakan disini adalah ilmu biologi, yang
menyelidiki proses dalam individu. Kemudian muncul sosiologi yang menyelidiki gejala-gejala dalam
hidup kemasyarakatannya dan ilmu social baru harus dibentuk atas dasar pengamatan dan pengalaman
(pengetahuan positif) Demikianlah sosiologi yang menurutnya menjadi puncak bangunan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi ilmu ini baru dapat berkembang jika segala sesuatu telah mencapai
kedewasaanya.

KEDUDUKAN ILMU PASTI DAN PSIKOLOGI Lalu bagaimana dengan kedudukan ilmu pasti yang mana ilmu
pasti bukan sebagai sesuatu yang bersifat empiris, dan bagaimana dengan psikologi yang berarti
mempelajari jiwa manusia, diri sendiri ataupun orang lain. Menurut Comte ilmu pasti merupakan dasar
dari filsafat karena ia memiliki dalil-dalil yang bersifat umum dan paling abstrak, dalam hal ini ia setuju
dengan Descartes dan Newton. Dan menurutnya pula bahwa ilmu pasti adalah ilmu yang paling bebas.
Sedangkan psiologi tidak diberi ruang dalam system comte. Hal ini sesuai dengan pendapatnya bahwa
manusia tidak akan pernah menyelidiki diri sendiri. Tetapi orang masih dapat menyelidiki nafsu-nafsunya
karena menurutnya nafsu-nafsu itu terpisah dari manusia.

MASYARAKAT MENURUT COMTE Masyarakat menurutnya harus menjadi masyarakat yang alturistis yaitu
masyarakat yang berpandangan bahwa kewajiban mulak bagi manusia adalah memberikan pengabdian
dan rasa cinta terhadap orang lain.Humanitas atau kemanusiaan adalah "Tuhan" bagi positivism dan
objek bagi pemujaan. Itu semuanya terjadi melihat dari Tujuan filsafatnya yaitu reformasi masyarakat.
Untuk mencapai tujuan ini diperlukan suatu ilmu social positif dan terus memikirkan hal sepanjang
hidupnya. Dan untuk menjadi masyarakat yang alturistis maka masyarakat dapat melalui 3 tahap: a.
Militarism (tatanan, disiplin, kekuatan). Organisasi adalah syarat utama bagi kemajuan, karena dengan
militer terdapat sikap yang teratur, dan keteraturan itu menjadi kekuatan tersendiri sehingga masyarakat
tersebut dapat menjadi kuat. Tetapi dalam tahap ini masyarakat masih belum sadar akan alturisme. b.
Hak-hak politisi. Suatu periode transisi atau peralihan dari negasi yang ada didalam militarism.
Didalamnya terdapat penyadaran-penyadaran yang terjadi dari penolakan suatu masyarakat alturistis c.
Tahap positif (industrialisme). Pada tahap ini masyarakat lebih menekankan pada masalah-masalah social
dari pada politis. Dua fase filsafat positifistik dua fase filsafat positifistik dalam masyarakat dua fase, yang
pertama adalah statika social dan yang selanjutnya adalah dinamika social. Menurutnya Statika Sosial
adalah masyarakat sebagai kenyataan dengan kaidah-kaidah yang menyusun tatanan social. Ini adalah
saat dimana masyarakat mulai tersusun atau terbangun. Fase selanjutnya adalah Dinamika social yang
artinya masyarakat pada saat itu berada dalam penciptaan sejarahnya dan mulai menanjak dalam
kemajuannya. Dan ini adalah fase terakhir menurut filsafat positfistik. Tekanan pada kehidupan
Emosional dan Praktis Comte menekankan kehidupan kepada hal yang bersifat emosional yang penuh
perasaan dalam hal ini untuk dapat menciptakan suatu masyarakat yang bersifat alturistik. Dan ia juga
menekankan pada kehidupan yang bersifat praktis jelas nyata dan mudah, ini adalah sambungan dari
filsafat positifnya, jika ilmu pengetahuan haruslah terbukti real dan nyata, maka kehidupan haruslah
kehidupan yang jelas, nyata, real dan mudah.

TINGKATAN AGAMA MENURUT COMTE Comte telah menciptakan suatu kristianitas yang baru
berdasarkan dirinya sendiri. Ia membagi kedalam 3 agama: 1. Agama yang pertama adalah
penghormatan atas alam. Semua adalah Tuhan 2. Agama yang kedua adalah penyembahan terhadap
kaidah moral sebagai kekuasaan. 3. Agama yang ketiga adalah kekuasaan yang tidak terbatas yang
terungkap dalam alam yang merupakan sumber dan akhir dari cita moral. Moralitas adalah hakikat dari
benda-benda.

Home

Antropologi SMA
BELAJAR ANTROPOLOGI

BELAJAR SOSIOLOGI

Referensi untuk Belajar

Sosiologi SMA

Pintu TaubatBaca dan pahami, maka akan kau dapat kesejukan hati

Search here...

Find

Profil Saya

Sikadu UNNES

Teori sosiologi menurut Auguste Comte

Nov8

BELAJAR SOSIOLOGI

Sosiologi yang lahir pada tahun 1842 ditandai tatkala Auguste Comte menerbitkan bukunya yang
berjudul Positive-Philosophy. Banyak pemikiran dan teori Comte yang sangat tersohor pada saat itu
hingga sekarang. Menurut Comte, sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan atau observasi
terhadap masyarakat bukan hanya sekadar spekulasi-spekulasi perihal masyarakat. Pemikiran yang paling
termasyhur diantara pemikiran-pemikiran Pria yang dilahirkan 215 tahun lalu ini adalah

pemikirannya tentang tiga tahap perkembangan intelektual. Yaitu, pertama tahap teologis atau fiktif,
kedua tahap metafisik yang merupakan perkembangan dari tahap pertama, dan ketiga adalah tahap
positif yang merupakan tahap terakhir dari perkembanagan manusia.

Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social
statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian–
bagian dari suatu sistem sosial. Social statics merupakan bagian yang paling elementer dari ilmu
sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian yang paling penting dari study mengenai sosiologi, karena pada
dasarnya social statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan.

Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan
social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat.
Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang
spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Pembagian sosiologi kedalam dua bagian ini bukan berarti akan memisahkannya satu sama lain. Bila
social statics merupakan suatu study tentang masyarakat yang saling berhubungan dan akan
menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi, tetapi study tentang hubungan–
hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak akan pernah dapat dipelajari tanpa
memahaminya sebagai hasil dari suatu perkembangan. oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa
tidaklah akan dapat diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah sosial tanpa
mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.

Bapak Sosiologi, anggapannya sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social
dynamics yaitu :

Teori-teori yang Dikemukakan Auguste Comte

Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic.

Social Dynamic

Social dynamic adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat, karena social dinamic
merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu
sendiri.

The law of three stages (hukum tiga tahap)

Comte berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus-menerus, namun
perkembangan umum dari masyarakat tidak terus-menerus berjalan lurus. Ada banyak hal yang
mengganggu perkambangan suatu masyarakat seperti faktor ras, iklim, dan tindakan politik. Comte
berpendapat jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang membedakan
manusia dan binatang yaitu perkembangan inteligensinya. Comte mengajukan tentang tiga tingkatan
inteligensi manusia, yakni teori evolusi atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:

1) Tahap teologis

Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang
terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan.
Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar
manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan yang dianut
masyarakat. Yang pertama fetisysme (semuanya) dan dinamisme yang menganggap alam semesta ini
mempunyai jiwa. Kemudian animisme yang mempercayai dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa
halus. Yang kedua politeisme (memilih), sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya.
Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara
mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari
politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda. Politeisme
menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan
dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya
ada satu Tuhan. Dalam tahap teologis kami dapat mencontohkannya sebagai berikut bergemuruhnya
Guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang.

2) Tahap metafisik

Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800. Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara
berpikir. Pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan yakni alam.
Segala kejadian di muka bumi adalah hukum alam yang tidak dapat diubah. Contoh, pejabat negara
adalah orang yang berpendidikan dan telah mengenal ilmu pengetahuan namun ia masih saja
bergantung dan mempercayai kekuatan dukun.

3) Tahap positivisme

Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan
peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan
berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena
orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (Tuhan atau alam) dan lebih
berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan hukum yang
mengaturnya. Contoh, tanaman padi subur bukan karena akibat kehendak dewi Sri melainkan akibat dari
perawatan dan pemupukan yang baik.

The law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)

Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan
pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering kali terjadi
didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus
pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.

The Law of the correlation of practical activities

Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersifat natural antara cara berfikir yang teologis dengan
militerisme. Cara berfikir teologis mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan
melalui kekuatan (force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada
masyarakat primitif dalam hubungan satu sama lain. Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip
hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi kemasyarakatan dan hubungan
antara manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi menuju ke
tahap yang bersifat positif.

The Law of the correlation of the feelings

Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa
sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran manusia dengan
perkembangan dari sentimen sosial. Di dalam tahap yang teologis, sentimen sosial dan rasa simpati
hanya terbatas dalam masyarakat lokal. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentimen berkembang
semakin meluas seiring dengan perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh
Comte dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam tahap yang positif/ scientific, social
simpati berkembang menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific pikiraan
manusia akan mampu memperkembangkan semangat alturistis (rasa mengahargai orang yang lebih
tinggi) dan menguniversilkan perasaan sosial (social simpati).

Social static

Dengan social statics dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar masyarakat. Comte membagi
sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan yang tidak sama. Sekalipun social statics adalah
bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan
dengan social dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi dan
reaksi dari pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan dalam sosial statics mencari
hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya. Didalam sosial statics,
terdapat 4 doktrin yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.

Teori Herbert Spencer

Teori Evolusi adalah kemungkinan untuk mengidentifikasi dua perspektif evolusioner utama dalam karya
Spencer. Pertama, teorinya terutama berkaitan dengan peningkatan ukuran masyarakat. Masyarakat
tumbuh melalui perkembangan individu dan penyatuan kelompok-kelompok. Peningkatan ukuran
masyarakat menyebabkan struktur makin luas dan makin terdiferensiasi serta meninngkatan diferensiasi
fungsi yang dilakukannya. Disamping pertumbuhan ukurannya, masyarakat berubah melalui
penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dengan
demikian Spencer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke
penggabungan dua kali lipat dan penggabungan tiga kali lipat.

Spencer membedakan empat tahap evolusi masyarakat:

a) Tahap penggandaan atau pertambahan

Baik tiap-tiap mahluk individual maupun tiap-tiap orde social dalam keseluruhannya selalu bertumbuh
dan bertambah

b) Tahap kompleksifikasi

Salah satu akibat proses pertambahan adalah makin rumitnya struktur organisme yang bersangkutan.
Struktur keorganisasian makin lama makin kompleks.
c) Tahap Pembagian atau Diferensiasi

Evolusi masyarakat juga menonjolkan pembagian tugas atau fungsi, yang semakin berbeda-beda.
Pembagian kerja menghasilkan pelapisan social (Stratifikasi). Masyarakat menjadi terbagi kedalam kelas-
kelas social.

d) Tahap pengintegrasian

Dengan mengingat bahwa proses diferensiasi mengakibatkan bahaya perpecahan, maka kecenderungan
negative ini perlu dibendung dan diimbangi oleh proses yang mempersatukan. Pengintegrasian ini juga
merupakan tahap dalam proses evolusi, yang bersifat alami dan spontan-otomatis. Manusia sendiri tidak
perlu mengambil inisiatif atau berbuat sesuatu untuk mencapai integrasi ini. Sebaiknya ia tinggal pasif
saja, supaya hukum evolusi dengan sendirinya menghasilkan keadaan kerjasama yang seimbang itu.
Proses pengintegrasian masyarakat berlangsung seperti halnya dengan proses pengintegrasian antara
anggota-anggota badan fisik Indonesia.

Ciri Persamaan antara teori Auguste Comte dengan teori Herbert Spencer

Spenser sering sekali disamakan dengan Comte dalam hal pengaruh mereka terhadap perkembangan
teori sosiologi (J. Turner, 2001a), namun ada sejumlah perbedaan penting antara keduanya. Sebagai
contoh, tidak terlalu mudah mengategorikan Spencer sebagai seorang konservatif. Sebaliknya, pada
tahun-tahun awal, Spencer lebih tepat bila dipandang sebagai seorang penganut politik liberal, dan ia
mempertahankan unsur liberalisme ini sepanjang hayatnya. Namun, juga benar bahwa Spencer tumbuh
semakin konservatif sepanjang hidupnya dan bahwa pengaruh dasarnya, sebagaimana Comte adalah
konservatif. Spencer lebih tepat dipandang beraliran politik liberal dan ia tetap memelihara unsur-unsur
liberalisme disepanjang hidup. Kekhasan Spencer sebagai seorang Darwinis Sosial, ia menganut
pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju
keadaan yang makin baik dan karena itulah kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri,
lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan. Spencer menerima pandangan
bahwa institusi sosial , sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, maupun beradaptasi secara
progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Spencer juga menerima pandangan darwinian
bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittes” juga terjadi dalam kehidupan sosial.

tokoh yang satu ini mamang hampir saja membingungkan kita, antara mana teori Herbert Spencer dan
mana teori Auguste comte karena keduanya memiliki kesamaan yang sulit dibedakan. salah satu
pandangannya adalah mengenai hubungan negara dengan persoalan individual, menurutbya negara
tidak perlu ikut campur dalam persoalan individu kecuali dalam fungsi fasip untuk melindungi rakyatnya.
Bahkan ia tidak tertarik terhadap bentuk reformasi sosial, ia menginginkan kehidupan sosial berkembang
bebas dari kontrol eksternal.

Spencer pantas dibilang sebagai “Darwinis Sosial” mengaju pada pandangan-pandangannya teori
evolusinya. Ia mempercayai akan kehidupan maasyarakat yang akan tumbuh progresif menuju keadaan
yang lebih baik, untuk itu masyarakat harus dibiarkan bekembang sendiri. masyarakat harus dilepas dari
campur tangan eksternal yang diyakini justru memperburuk keadaan.

spencer menyetujui akan adanya evolusi darwin dalam konteks sosial, yaitu apabila dibiarkan dengan
sendirinya teori itu akan berlaku dimana individu yang layak bertahan hidup akan berkembang,
sedangkan individu yang yang tidak layak maka ia akan tersingkir.

letak perbedaan Spencer dengan Comte adalah, spencer memusatkan perhatiannya pada individu,
sedangkan Comte pada unit yang lebih luas, misalnya keluarga. namun dibalik itu lebih banyak kesamaan
diantara keduanya, keduanya memiliki orientasi dan interprestasi yaang sama berkomitmen dalam
sosiologi. disamping keduanya sama-sama memandang masyarakat sebagai sebuah organisme. teori
keduanya terinspirasi ilmu biologi mengenai sistem organisme yang saling berhubungan.

berbedaan keduanya nampak jelas saat Spencer menolak gagasan comte tentang tiga tingkatan cara
berfikir menurut Comte karena comte dinilainya menjelaskan evolusi dalam dunia gagasan bukan dari
kehidupan nyata.

Anda mungkin juga menyukai