Anda di halaman 1dari 3

Bab X

Positivisme Auguste Comte


A. Riwayat Hidup Auguste Comte
Dilahirkan di Montpellier, Perancis, tahun 1798. Beragama katholik dan dari keluarga
bangsawan. Mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris. Dikalangan temannya ia
adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Tertarik pada bidang kemanusiaan
dan sosial. Ia mempunyai gangguan mental. Ia menikah dengan wanita bekas pelajur bernama
Caroline Massin. Mereka hidup pas-pasan dan terkesan miskin. Mereka bercerai dan comte
jatuh cinta dengan seorang wanita bernama Clothilde de Vaux. Bebraoa bulan kemudian wanita
itu meninggal karena mengidap TBC. Setelah menjalin cinta dengan wanita tersebut karya
filsafatnya menjadi berubah secara mencolok. Dia mengusulkan suatu reorganisasi masyarakat,
dengan sejumlah tata cara yang dirancang untuk mengbangkitkan cinta murni tidak egoistis,
demi “kebesaran kemanusiaan”. Tujuannya adalah untuk mengembangkan suatu agama baru
yaitu agama Humanitas yang merupakan sumber bagi perasaan manusia serta mengubahnya
dari cinta diri dan egoisme menjadi altruisme dan cinta. Sesudah kematian istrinya, hubungan
rohaniah ini diubah Comte menjadi penyembahan terhadoat roh wanita yang dia temukan
sedemikian indah dan sempurna terjelma dalam tubuh Cothilde de Veux. Gagasan misi Comte
yaitu ia mengharapkan ahli sosiologi lainnya mengikuti bimbingannya serta memberikan
pengarahan pada pemimpin industri dan politik. Comte meninggal tahun 1857.
Menurut Comte, masyarakat yang benar hanya dapat mempertahankan kebenarannya jika ia
senantiasa memehami fungsi sosial sebagaimana memahami fungsi biologis. Kaum organisis
lebih menyukai masyarakat tradisional daripada posistivis pada kebebasan dan persamaan,
karena keseluruhan masyarkat organis berlandas pada saling kebergantungan antar individu
yang kekhawatiran mereka, jika setiap konservatif dengan gambarannya tentang masyarakat
organis kuatir bahwa usaha untuk menyembuhkan penyakit masyarakat akan menghancurkan
dasar masyarakat tersebut.
B. Pengertian Positivisme
Diperkenalkan oleh Auguste Comte dalam karyanya yaitu Kursus tentang Filsafat Positif.
Positivisme berasal dari kata “positif” artinya faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta.
Pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Positivisme mengutamakan pengalaman.
Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah. Ia hanyalah
mengandalkan fakta belaka.
C. Perspektif Positivistik tentang Masyarakat
Kaum Positivisme percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa metode
penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menentukan hukum-hukumnya sudah tersebar
luas lingkaran intelektual pada masa Comte. Kebanyakan kelompok Positivisme berasal dari
kalangan progesif yang mau mencampakkan tradisi irasional sehingga lebih rasional. Mengatasi
cara berpikir mutlak yang terdapat dalam tahap prapositif, menerima kenisbian pengetahuan
kita serta terus terbuka terhadap kenyataan baru merupakan cirikhas yang membedakan
pendekatan positif yang digambarkan Comte.
D. Hukum Tiga Tahap
Tujuan melakukan penelitian sejarah yaitu menjelaskan setepat mungkin perkembangan yang
besar dari manusia dengan semua aspeknya yang penting, yakni menemukan mata rantai yang
harus ada dari perubahan umat manusia mulai kondisi yang sekadar lebih tinggi daripada suatu
masyarakat kera besar, secara bertahap menuju ke tahap peradaban eropa sekarang ini. Hukum
Tiga Tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia
dan masa primitif sampai peradaban Perancis abad ke-19 yang sangat maju.Hukum itu
menyatakan bahwa manusia berkembang melalui 3 tahap yaitu
1. Teologis, merupakan tahap yang paling lama dalam sejarah (Fetisisme, politeisme,
monoteisme). Pada masa ini keluarga merupakan satuan sosial yang dominan
2. Metafisik, ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum alam yang asasi yang dpat ditemukan
dengan akal budi (Protestantisme, Deisme). Pada masa ini negara menjadi suatu organisasi
dominan.
3. Positif, ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagao sumber pengetahuan terakhir
akan tetapi sifatnya tidak mutlak. Pada masa ini Comte optimis nasionalisme akan
digantikan dengan keteraturan sosial yang meliputi humanitas seluruhnya.
E. Prinsip-Prinsip Keteraturan Sosial
Analisis Comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam 2 fase
1. Pertama, usaha untuk menjelaskan keteraturan sosial sacara empiris dengan metode positif.
2. Kedua, usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif
dengan menggunakan metode yang bukan tidak sesuai dengan positivisme tetapi yang
menyangkut perasaan juga intelek.
F. Agama Humanitas
Comte menekankan perhatiannya pada keteraturan sosial. Dia mengakui bahwa agama pada
masa lampau sudah menjadi tonggak keteraturan sosial yang utama. Kalau dilihat dari perspektif
ilmiah agama didasarkan pada kekeliruan intelektual asasi yang mula-mula sudah berkemban
pada saat awal perkembangan intelektual manusia. Comte mengemukakan gagasan untuk
mengayasi masalah ini dengan mendirikan agama Humanitas dan mengangkat dirinya sebagai
imam agung. Comte sendiri sebagai imam agung berlutut di altarnya sendiri dengan memegeang
seikat rambut Clothilde de Veux dan dia mengusulkan supaya kuburanya dijadikan tempat
ziarah. Ini memperlihatkan kepribadian Comte yang suka memaksa dan otoriter.
Comte adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi yaitu orang yang pertama
yang membedakan antara ruang lingkup dengan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu
pengetahuan lainnya. Menurutnya ada 3 tahap perkembangan intelektual, yaitu :
1. Tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahao dimana manusia menafsirkan gejala
disekelilingnya secara teologis yaitu dengan kekuakatan yan dikendalikan roh dewa atau
Tuhan Yang Esa.
2. Tahap metafisik, manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejal terdapat kekuatan atau
inti tertentu yang pada akhirnya dapat diungkapkan.
3. Positif

Suatu ilmu pengetahuan bersifat positif jika ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian
pada gejala gejala yang nyata dan konkret.

Hierarki atau tingkatan ilmu menurut tingkat pengurangan generalisasi dan penambahan
kompleksitasnya :

1. Matematika
2. Astronomi
3. Fisika
4. Kimia
5. Biologi
6. Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang paling kompleks. Dibagi menjadi 2 yaitu sosiologi statis dan
dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum statis, merupakan semacam
anatomi sosial yang mempelajari aksi dan reaksi timbal balik dari sistem sosial. Sedangkan
sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkambangan, dalam arti pembangunan.
Menggambarkan cara pokok dalam hal terjadinya perkembangan manusia dari tingkat
intelegensia yang rendah ke yang lebih tinggi.
G. Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia
1. Zaman teologis
a. Animisme = benda dianggap memiliki jiwa
b. Politesime = percaya pada dewa
c. Monoteisme = memandang satu Tuhan sebagai penguasa
2. Zaman metafisis
3. Zaman positif = manusia tidak lagi mencari penyebab yang terdapat di belakang fakta.
4. Altruisme = kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zamam. Dapat diartikan sebagai
menuerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat.
H. Susunan Ilmu Pengetahuan
Sosiologi adalah puncak dari ilmu pengetahuan. Positivisme adalah aliran filsafat yang
berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan
dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Positivisme bukanlah aliran yang berdiri
sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan
kata lain ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
ukuran. Pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan rasionalisme.

BAB XI PRAGMATISME
A. Terminologi Pragmatisme
Berasal dari bahasa yunani ”pragma” artinya tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran
dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Beranggapan bahwa substansi kebenaran adalah jika
segala sesuatu memiliki fungso dan manfaat bagi kehdupan.
B. William James (1842-1910 M)
Lahir di New York tahun 1842 M. Pandangan filsafatnya menyatakan bahwa tiada kebenaran
yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang
mengenal.
C. John Dewe (1859 M)
Menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata, harus
praktis dan ada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara
kritis. Berpikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Pragmatisme hanya idea yang dapat
dipraktikkan yang benar dan berguna.

Anda mungkin juga menyukai