Anda di halaman 1dari 13

AUGUSTE COMTE

5 Jun 2008 Filed under: Philosophers, Social Philosophy Author: Arif


Riwayat Hidup
Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan
berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak
sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia
adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak.
Comte akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun
selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat
terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang
mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak
pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya
pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam
6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan
persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi
pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya
agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu
masyarakat positifis.
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang
tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial.Pada
tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya
tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya.
Konteks Sosial dan Lingkungan Intelektual
Untuk memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor lingkungan
kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada masa revolusi Perancis yang telah
menimbulkan perubahan yang sangat besar pada semua aspek kehidupan masyarakat Perancis.
Revolusi ini telah melahirkan dua sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan
yang lebih baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap konservatif atau
skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap individualis.
Lingkungan intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat filsafat
sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para penulis yang lebih berminat
kepada masalahmasalah penataan masyarakat. Para peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar
pada pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis
diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran manusia, apakah
sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian kejadian yang kebetulan. Beberapa
tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para
peminat masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi dan
ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet. Turgot
merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi dalil bahwa setiap
langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga tahap perkembangan intelektual, pertama,
orang pertama menemukan sebab-sebab adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-
mahluk rohaniah, kedua, gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketigaorang
menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah mempunyai dua tujua,
pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan asal saja hukum-hukumnya dapat
diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan
harapan masa depan yang ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler.
Menurut Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar negara,
perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia sesungguhnya. Dan Condorcet juga
mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada
kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia
terhadap alamnya.
Dan penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de Bonald, dimana
ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang ditimbulkan revolusi Perancis.
Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan masyarakat yang anarkis dan individualis. De
Bonald memakai pendekatan organis dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh
sekelompok orang yang diterangi semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte dan Positivisme
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa
masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat
dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat
pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus
teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab
akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot,
Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode
feodalisme),tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat
industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang
merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu
pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan.
Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud
adalah kaitan organis antara gejala-gejala (diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah
urutan gejalagejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syaratsyarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan
metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis
khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai
perkambangan gagasan-gagasan.
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi
pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam.
Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala
sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik
untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu. Comte juga melihat
bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah
bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode
penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam
seperti halnya gejala fisik.
Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-
bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu
pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap
penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak
dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini
memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat
yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu,
pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode
ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam
masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan
hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur
kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang
tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini
ditandai oleh satu kepercayaan akan hukumhukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal
budi.
Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan
terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan
bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus
mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data
empiris akhirnya akanmemungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat
uniformitas.
Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang
mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan
dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap
perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan
kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang
mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan
negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang
dominan.
Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana
yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya
Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif
ini).
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat dasar dari suatu organisasi sosial suatu
masyarakat sangat tergantung pada polapola berfikir yang dominan serta gaya intelektual masyarakat
itu. Dalam perspektif Comte, struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang dominan, dan
Comte percaya bahwa begitu intelektual dan pengetahuan kita tumbuh maka masyarakat secara
otomatis akan ikut bertumbuh pula.
Perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang lainnya selalu
mengikuti hukum alam yang empiri sifatnya dan Comte merumuskan ke dalam 3 tahapan yaitu tahap
Teologis, Metafisik dan Positif. Dimana dalam tahap teologis dimana pengetahuan absolut
mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan daritindakan langsung dari hal-hal supranatural. Tahap
metafisik mulai ada perubahan bukan kekuatan suoranatural yang menentukan tetapi kekuatan abstrak,
hal yang nyata melekat pada semua benda. Dan fase positif, sudah meninggalkan apa-apa yang
dipikirkan dalam dua tahap sebelumnya dan lebih memusatkan perhatiannya pada hukum-hukum
alam.
Jika ditilik dari penjelasan diatas maka bentuk dari perkembnagan sejarah Auguste Comte sulit untuk
dipastikan apak mengikuti alur linier atau mengikuti alur spiral tetapi yang jelas Comte tidak terlalu
murni menggunakan kedau alur tersebut, yang pasti ia mengarah pada progresifitas dimana masyarakat
positif merupakan cita-cita akhirnya yang sebelum nya harus melalui 2 tahapan dibawahnya, yaitu
tahap Teologis dan Metafisik
Pustaka
Collins, James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce
Publishing Company, Milwaukee, 1954
Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-pendaat Modern
tentang Filsafat Sejarah, Cet.1, Pt. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1987
Feibleman, James K., Understanding Philosophy :A Popular History of
Ideas,Billing & Sons Ltd, London, 1986
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat 2, Cet. 14, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 1998
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosilogi : Klasik dan Modern, Jil. 1Cet. 3,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994
Laeyendecker, L. Tata, Perubahan dan Ketimpangan : Suatu Pengantar
Sejarah Sosiologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1983
Walsh,W.H., Philosophy of History : An Introduction, Harper
Torchbooks, USA, 1967"
POSITIVISME AUGUSTE COMTE: ANALISA EPISTEMOLOGIS DAN NILAI ETISNYA
TERHADAP SAINS
Irham Nugroho

ABSTRAK
Dalam perkembangannya postivisme terdiri dari, positivisme sosial, positivisme evolusioner,
positivisme kritis. Ketiga positivisme diatas dibahas dalam positivisme Auguste Comte dilihat dari
analisa epistimologis dan nilai etisnya terhadap sains. Menghadapi filsafat positivisme Auguste
Comte, disatu fihak orang mengatakan bahawa filsafat tersebut tidak lebih dari sebuah metode atau
pendirian saja. Sedangkan dilain pihak orang mengatakan bahwa filsafat positivisme itu merupakan
“sistem afirmai” sebuah konsep tentang dunia dan manusia. Aguste Comte telah menunjukkan
bahwa didalam perkembangan jiwa manusia, baik secara individual maupun secara keseluruhan,
terdapat suatu kemajuan. Kemajuan itu akan dicapai, pada saat perkembangan datang, pada saat
yang disebut positif. Positivisme berakar pada empirisme. Positivisme adalah: bahwa ilmu adalah
satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek
dibelakang fakta, menolak segala penggunaan metode diluar yang digunakan untuk menelaah
fakta. Aguste Comte adalah tokoh aliran positivisme, pendapat aliran ini adalah indera amatlah
penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat
dengan eksperimen. Bila dilihat dari nilai etisnya terhadap sains maka dapat dinyatakan bahwa
apabila pradigma positivisme maka objeknya empiris macam pengetahuannya menunjukkan sains dan
dapat diukur dengan logis dan bukti empiris.
Kata kunci: Positivisme, epistemologis, nilai, sains

PENDAHULUAN
August Comte (1798-1857) adalah seorang filsuf dari Perancis yang sering kali disebut sebagai peletak
dasar bagi ilmu Sosiologi dan dia pula-lah yang memperkenalkan nama 'Sociology'. Auguste Comte
yang lahir di Montpellier, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan yang berasal
dari keluarga berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan loyalitasnya
terhadap kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana
pergolakan sosial, intelektual dan politik pada masanya.
Istilah positivisme paling tidak mengacu pada dua hal berikut : pada teori pengetahuan (epistemologi)
dan pada teori (akal budi) manusia. Sebagai teori tentang perkembangan sejarah manusia, istilah
posivisme identik dengan tesis comte sendiri mengenai tahap-tahap perkembangan akal budi manusia,
yang secara linier bergarak dalam urut-urutan yang tidak terputus. Perkembangan itu bermula dari
tahap mistis atau teologi. Istilah positivisme digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar 1825).
Positivisme berakar pada empirisme, prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali
oleh empiris Inggris Francis Bacon (sekitar 1600). Tesis positivism adalah: bahwa ilmu adalah satu-
satunya pengetahuan yang valid, dan faktafakta sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek di
belakang fakta, menolak segala penggunaan metode diluar yang digunakan untuk menelaah fakta.
Atas kesuksesan teknologi industri abad VXIII positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu
universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan agama yang positivistic.
Dalam pengembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner, dan
positivisme kritis (Muhadjir, 2001 : 69).
1. Positivisme Sosial. Positivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat
dan sejarah. Auguste Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh-tokoh utama positivisme sosial.
2. Positivisme Evolusioner. Positivisme evolusioner berangkat dari phisika dan biologi. Digunakan
doktrin evolusi biologik.
3. Positivisme Kritis. Dari ketiga positivisme diatas akan dibahas positivisme Auguste Comte dilihat
dari analisa epistimologis dan nilai etisnya terhadap sains. Menghadapi filsafat positivisme Auguste
Comte, disatu fihak orang mengatakan bahawa filsafat tersebut tidak lebih dari sebuah metode atau
pendirian saja. Sedangkan dilain pihak orang mengatakan bahwa filsafat positivisme itu merupakan
“sistem afirmai” sebuah konsep tentang dunia dan manusia. H.J. Pos berpendapat bahwa sejarah ilmu
pengetahuan di abad ke-19 tidak dapat ditulis tanpa positivisme.
Orang tidak mugkin dapat menolak kenyataan bahwa filsafat positivisme Auguste Comte mempunyai
arti dan tempat tersendiri hanya di bidang filsafat Barat, sedang pengaruhnya tersebar luas, tidak hanya
dibidang ilmu filsafat, melainkan juga dibidang atau cabang ilmu pengetahuan lain. Sebutan
“positivisme” bagi suatu aliran filsafat muncul kembali diabad ke-20 sekarang ini, yaitu dengan
hadirnya aliran filsafat positivisme abad ke-19 dan filsafat positivisme abad ke-20 (Wibisono, 1983 :
36).
Aguste Comte telah menunjukkan bahwa didalam perkembangan jiwa manusia, baik secara individual
maupun secara keseluruhan, terdapat suatu kemajuan. Dan kemajuan itu akan dicapai, pada saat
perkembangan datang pada saat yang disebut positif. Aguste Comte berpendapat bahwa “hukum”
perkembangan itu dapat dijabarkan dari kecenderungan umat manusia yang selalu berusaha agar
dirinya dapat terusmenerus dapat memperbaiki sifat dan keadaannya. Dalam pada itu, apa yang
dimaksud dengan kemajuan disini, di samping kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, juga
dalam kemajuan ilmu pengetahuan atau”scientific knowledge”. Aguste Comte kemudian membagi
ilmu pengetahuan yang bersifat spekulatif atau teoritis tadi ke dalam ilmu pengetahuan yang abstrak
atau umum dan ilmu pengetahuan yang konkret atau kusus. Untuk membuktikan adanya kemajuan
yang telah dicapai manusia dalam ilmu pengetahuannya, Aguste Comte menempuh cara dengan
mengadakan penggolongan (klasifikasi) ilmu pengetahuan. Aguste Comte mengakui bahwa tujuan
ilmu pengetahuan itu pada akhirnya mengarah kepada pencapaian kekuasaan, sebagaimana semboyan
mengatakan ”knowladge is power” namun kita tidak boleh melupakan bahwa disamping itu masih
terdapat tujuan lain yang lebih tinggi, yaitu bahwa ilmu pengetahuan memberi kepuasan kepada
manusia melalui pengenalan hukum-hukum gejala (fenomena) alam semesta, dan dengan mengenal
hukum-hukum gejala tadi, manusia akan mampu meramalkan, dan bahkan mampu pula merubah alam
itu untuk kepentingannya (Koentono wibisono, 1983 : 22).
PEMBAHASAN
1. Riwayat Hidup Auguste Comte
Paham positivisme muncul di Perancis yang dipelopori oleh Isidore Auguste Marie Francois Xavier
Comte, atau yang lebih dikenal dengan sebutan August Comte. Ia lahir pada tahun 1798 di kota
Monpollier Selatan, ia berasal dari keluarga kelas menengah, ia anak seorang pegawai kerajaan dan
penganut agama Katholik yang saleh. Ia menikahi Caroline seorang bekas pelacur yang nampaknya
dari perkawinan itu adalah satu-satunya kesalahan besar yang ada dalam kehidupannya.
Pada tahun 1814–1817, Comte belajar di sekolah Politeknik di Paris. Pada tahun 1817, dia diangkat
menjadi sekretaris Saint Simon, akan tetapi kemudian Comte memisahkan diri ketika dia menerbitkan
buku “Sistem Politik Positif” di tahun 1824. pada tahun 1830 buku yang berjudul “Filsafat Positif”
diterbitkan, dan disusul dengan karangan-karangan selanjutnya sampai pada tahun 1842 M. dari sini,
kemudian Comte dianggap sebagai orang yang pertama kali memakai istilah sosiologi – meski ada
yang beranggapan lain, misalnya adalah Erikson yang mengatakan bahwa yang lebih tepat menjadi
sumber awal sosiologi adalah Adam Smith atau kaum Morallis Scottish pada umumnya
Auguste Comte, atau nama lengkapnya Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte (1798-1857),
pendiri aliran filsfat positivisme, telah menampilkan ajaran yang sangat terkenal, yaitu apa yang
disebut hukum tiga tahap (law of three stages). Melalui hukum inilah ia menyatakan bahwa sejarah
umat manusia, baik secara individual maupun secara keseluruhan, telah berkembang menurut tiga
tahap, yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak, dan tahap positif atau
ilmiah atau riel. Secara eksplisit pula ia tekankan bahwa istilah “positif” suatu istilah yang ia jadikan
nama bagian aliran filsafat yang ia bentuknya sebagai sesuatu yang nyata, pasti, jelas, bermanfaat serta
sebagai lawan dari sesuatu yang negatif. Aguste Comte, pengertian perkembangan merupakan proses
dari berlangsungnya sejarah umat manusia, diberi arti isi dan arti yang positif, dalam arti
sebagai suatu gerak yang menuju ke arah tingkat yang lebih tinggi atau lebih maju. Baginya
perkembangan merupakan penjabaran segala sesuatu sampai pada obyeknya yang tidak
personal.melalui pemahaman ajaran tentang hukum tiga tahap, karena hukum inilah yang ternyata
merupakan unsur pokok seluruh pandangan filsafatnya, sehingga melalui hukum itu pula, akan dapat
dilacak garis-garis pembatas yang telah ia berikan tentang ajaran mengenal, penjelasan tentang
masyarakat di Barat serta sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, serta dasar-dasar yang ia berikan
untuk memperbaharui keadaan masyarakat. Dengan memahami ajaran-ajaran Auguste Comte yang
tercakup dalam satu aliran filsafat yang ia sendiri memberikan namanya yaitu filsafat positivisme.
Pandangan positivisme ini, yang secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut (Wibisono,
1983 : 2).
a. Ketidakpuasan terhadap dominasi positivisme, terutama terhadap latar belakangnya yang
naturalistik dan deterministik.
b. Reaksi terhadap kepercayaan akan apa yang disebut sebagai kemajuan (progres)
abad ke-19.
c. Timbul reaksi terhadap pengertian mengenai perkembangan yang telah menjadi mitos yang
mencakup segala-galanya. Aguste Comte adalah tokoh aliran positivisme, pendapat aliran in adalah
indera amatlah penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Karena kekurangan inderawi dapat dikoreksi dengan eksperimen
(Riyanto, 2011 : 53).
Melihat dari pernyataan Aguste Comte di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Comte lebih
menekankan pada pengamatan dan diperjelas dengan eksperimen.
2. Positivisme
Positivisme merupakan pradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu
pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi yang menyatakan bahwa realitas
ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Upaya penelitian
dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada dan bagaimana realitas
tersebut senyatanya berjalan. Positivisme muncul abad ke-19 dimotori oleh sosiolog Auguste
Comte, dengan buah yang ada dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan. Positivisme
muncul abad ke-19 dimotori oleh sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari
enam jilid dengan judul The course of positive philosophy (1830-1842).

Positivisme merupakan peruncingan tren pemikiran sejarah barat modern yang telah mulai
menyingsing sejak ambruknya tatanan dunia Abad pertengahan, melalui rasionalisme dan empirisme.
Positivisme adalah sorotan yang khususnya terhadap metodologi dalam refleksi filsafatnya. Dalam
positivisme kedudukan pengetahuan diganti metodologi, dan satu-satunya metodologi yang
berkambang secara menyakinkan sejak renaissance, dan sumber pada masa Aufklarung adalah
metodologi ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu, positivisme menempatkan metodologi ilmu alam pada
ruang yang dulunya menjadi wilayah refleksi epistemology, yaitu pengetahuan manusia tentang
kenyataan (Budi Hardiman, 2003 : 54).
Filsafat positivistik Comte tampil dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam fikiran manusia.
Matematika bukan ilmu, melainkan alat berpikir logik. Aguste Comte terkenal dengan penjenjangan
sejarah perkembangan alam fikir manusia, yaitu: teologik, metaphisik, dan positif. Pada jenjang
teologik, manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup dengan kemauan dan kehidupan seperti
dirinya. Jenjang teologik ini dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu (Muhadjir, 2001 : 70).
a. Animism atau fetishisme. Memandang bahwa setiap benda itu memiliki kemauannya sendiri.
b. Polytheisme. Memandang sejumlah dewa memiliki menampilkan kemauannya pada sejumlah
obyek.
c. Monotheisme. Memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan kemauannya pada beragam
obyek
Meski Comte sendiri seorang ahli matematika, tetapi Comte memandang bahwa matematika bukan
ilmu, hanya alat berfikir logik, dan matematika memang dapat digunakan untuk menjelaskan
phenomena, tetapi dalam praktik, phenomena memang lebih kompleks (Wryani Fajar Riyanto, 2011 :
413).
3. Sains
Kata sains berasal dari bahasa latin ”scientia” yang berarti pengetahuan. biologi berdasarkan webster
new collegiate dictionary definisi dari sains adalah “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran
dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hokum-hukum alam
yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk
kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan
eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
Pengertian sains juga merujuk kepada susunan pengetahuan yang orang dapatkan melalui metode
tersebut. atau bahasa yang lebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang didapatkan
dengan menggunakan metode tertentu. Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan sains
murni, untuk membedakannya dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua
yaitu: Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam dan Sosial sains atau ilmu
pengetahuan social.
Menurut Comte, sains dapat disusun dalam suatu tingkatan mulai dari yang sederhana dan universal
kemudian berproses sampai kepada lingkup yang lebih kompleks dan terbatas. Susunan ini dapat terus
dikembangkan sehingga masingmasing sains yang baru tergantung pada yang mendahuluinya. Sesuatu
yang baru muncul dalam bidang sains khusus dan konsekuensinya ada tambahan hukum-hukum
alam yang baru untuk masing-masing bidang tersebut. Susunan sesuai dengan hierarki sains itu adalah
sebagai berikut :
a. Matematika adalah sains universal karena dapat diterapkan untuk semua hal.
b. Astronomi yang didasarkan pada matematika diterapkan pada semua benda fisik di angkasa.
c. Fisika yang berkaitan dengan unsur-unsur yang ditemukan di bumi ini dan juga dunia fisik yang
lain.
d. Kimia yang lingkupnya lebih tebatas tetapi dapat diterapkan pada area yang sama dengan fisika.
e. Biologi yang menyelidik dengan makhluk hidup.
f. Sosiologi, sains baru yang secara khusus sangat diminati Comte dan hendak dikembangkannya untuk
menyelidiki perilaku manusia sebagai makhluk sosial.
4. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan. Epistemologi adalah
cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu pengetahuan
(Sayotomukti, 2011 : 151). Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membicarakan bagaimana
cara memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia itu sendiri terdiri atas tiga macam dengan
ilustrasi bagan sebagai berikut : (Riyanto, 2011 : 413).
Macam
Objek Pradigma Metode Ukuran
Pengetahuan
Logis dan
Empiris bukti
Sains
Sains Abstrak Positivisme empiris
Rasio
Filsafat Logis Logis Logis rasio,
Latihan
Mistik Abstrak Mistis yakin, kadang
Mistis
Supralogis kadang
empiris
Bila dilihat dari nilai etisnya terhadap sains maka dapat merujuk table diatas dinyatakan bahwa
pradigma positivisme maka objeknya empiris macam pengetahuannya menunjukkan sains dan dapat
diukur dengan logis dan bukti empiris.

5. Metodologi

Metodolgi berarti salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan yang sohih tentang kenyataan,
penggeseran tempat pengetahuan oleh metedologi dan positivisme adalah satu penyempitan atau
reduksi pengetahuan. Reduksi ini sudah terkandung dalam istilah “positif” yang disinggung di atas,
yaitu “apa berdasarkan fakta obyektif” (Hardiman, 2003 : 55).

Metodologi merupakan isu utama yang dibawa positivisme, yang memang dapat dikatakan bahwa
refleksi filsafatnya sangat menitik beratkan pada aspek ini. Metodologi positivisme berkaitan erat
dengan pandangannya tentang obyek positif. Jika metodologi bisa diartikan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan yang sahih tentang kenyataan, maka kenyataan dimaksud adalah objek
positif. Objek positif sebagaimana dimaksud Comte dapat dipahami dengan membuat berbagai
distingsi, yaitu: antara ‘yang nyata’ dan ‘yang khayal’; ‘yang pasti’ dan ‘yang meragukan’;
‘yang yang tepat’ dan ‘yang kabur’;’yang berguna’ dan ‘yang sia-sia’; serta ‘yang mengklaim memiliki
kesahihan relatif dan ‘yang memiliki kesahihan mutlak’. Dari beberapa patokan ‘yang faktual’ ini,
positivisme meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan hanya tentang fakta obyektif (Riyanto, 2011 :
414).

Dalam positivisme sosial Comte dijelaskan tentang metodologi. Alat penelitian yang pertama menurut
Comte adalah observasi. Kita mengobservasikan fakta; dan kalimat yang penuh tautologi hanyalah
pekerjaan sia-sia. Tidak mengamati sekaligus menghubungkan dengan suatu hukum yang hipotetik.,
diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum, dan merupakan
lingkaran tak berujung. Eksperimentasi menjadi metoda yang kedua menurut Comte.suatu proses
reguler phenomena dapat diintervensi dengan sesuatu laintertentu. Komparasi. Untuk hal-hal yang
lebih komplek seperti biologi dan sosiologi metode penelitian yang terbaik adalah komparasi
(Muhadjir, 2001 : 71).

6. Kelebihan dan Kekurangan

Dari deskriptif ringkas di atas mengenai positivisme, maka sebenarnya positivisme mempunyai
beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu antara lain :

a. Kelebihan Positivisme

1) Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh lebih tinggi
dari pada kedua faham tersebut.

2) Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu pengetahuan
yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif, arbitrary,
melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid.
3) Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak aktif dan
kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi juga meramalkan masa depannya.
4) Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
5) Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun keyakinan
ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

b. Kelemahan Positivisme

1) Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya
nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke
dalam pengertian fisikbiologik.

2) Akibat dari ketidak percayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka
faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan,
Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran agama adalah benar
kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivistik berkembang
pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.
3) Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa bahagia
dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikan.
4) Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.

5) Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat dijadikan
obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera. Padahal perlu
diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga kajiannya
terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan
bahan kajian.

6) Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis, tetapi
juga terkesan lincah-seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk mencapai
tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai masyarakat
positivistic. Bias teoritik seperti itu tidak memberikan ruang bagi realitas yang berkembang atas
dasar siklus-yakni realitas sejarah berlangsung berulang-ulang tanpa titik akhir sebuah tujuan sejarah
yang final.

KESIMPULAN
Positivisme berakar pada empirisme. Positivisme adalah: bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan
yang valid, dan fakta-fakta sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian
positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metode diluar yang digunakan untuk menelaah fakta. Aguste Comte adalah tokoh aliran
positivisme, pendapat aliran ini adalah indera amatlah penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Karena kekurangan inderawi
dapat dikoreksi dengan eksperimen. Paham positivisme muncul karena beberapa sebab yang melatar
belakanginya diantaranya:

1. Ketidakpuasan terhadap dominasi positivisme, terutama terhadap latar belakangnya


yang naturalistik dan deterministik.

2. Reaksi terhadap kepercayaan akan apa yang disebut sebagai kemajuan (progres) abad ke-19.
3. Timbul reaksi terhadap pengertian mengenai perkembangan yang telah menjadi mitos yang
mencakup segala-galanya

Bila dilihat dari nilai etisnya terhadap sains maka dapat dinyatakan bahwa apabila pradigma
positivisme maka objeknya empiris macam pengetahuannya menunjukkan sains dan dapat diukur
dengan logis dan bukti empiris.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiman, Budi, Melampaui Moderenitas dan Positivisme., Yogyakarta: Penerbit


Kanisius, 2012 http://almakmun.blogspot.com/2008/07/positivisme.htmlMonday, July 7, 2008
http://sains4kidz.wordpress.com/2009/07/19/definisi-sains/
http://sutikmatic.blogspot.com/2010/10/makalah-positivme-august-comte.html

Muhadjir, Noeng, Filsafat Ilmu., Yogyakarta: Rakesarasin, 2001

Riyanto, Earyani Fajar, Filsafat Ilmu., Yogyakarta: Integrasi Interkoneksi Press, 2011

Soyomukti, Nurani, Pengantar Filsafat Umum., Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011

Wibisono, Koento, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Aguste Comte., Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1982

Anda mungkin juga menyukai