Anda di halaman 1dari 12

TEORI SOSIOLOGI KLASIK

Dosen pembimbing : Prof. Dr. Hanum Farida

AUGUST COMTE

Disusun Oleh:
Candra Adi Doyo ()
Beta Desi Pratiwi ()
Nashrul Inayah ()
Mushilatus Sholihah ()
Achmad Faizal Albani ()
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah pemilik segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang tiada terkira,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Sosiologi Klasik yaitu membuat
makalah dengan judul August Comte.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan
bantuan atas jalannya pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari, bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat konstruktif penulis harapkan dalam rangka perbaikan pada makalah-makalah
di masa mendatang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi masyarakat umum khususnya para
Mahasiswa yang akan menjadi generasi penerus bangsa.

Yogyakarta, 22 September 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI..
BAB I PENDAHULUAN ....
A. Latar Belakang ................
B. Rumusan Masalah ..........
C. Tujuan ..
D. Manfaat ..
BAB II PEMBAHASAN ..............
A. Biografi August Comte
B. Teori-Teori August Comte
1. Lahirnya Positivisme
2. Dinamika Proses Evolusi Akal-Budi
3. Masyarakat Positivis adalah Masyarakat Industri
4. Statika dan Dinamika Sosial
5. Comte sebagai pembaru agama
C. Contoh Implementasi Teori
BAB V PENUTUP ..
A. Kesimpulan ..
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang unik dan selalu mempengaruhi suatu jalannya
kehidupan. Manusia selalu mengandalkan hidup orang lain untuk bisa mempertahankan
diri atau disebut sebagai makhluk sosial. Sudah banyak kejadian-kejadian yang telah
terjadi di kehidupan manusia. Sampai munculnya masyarakat-masyarakat yang memilki

budaya yang bervariasi. Keberagaman dalam budaya memunculkan ide dari seorang
tokoh yang bisa kita kenang dengan Bapak Sosiologi, yaitu August Comte.
Teori-teori yang dicetuskan oleh August Comte masih dapat kita sambungkan
dalam kehidupan keseharian kita. Setiap kejadian maupun fenomena yang terjadi
dimasyarakat dapat kita lihat dari teori sosial yang terdapat dari August Comte.
Dengan memahami teori-teori yang August Comte temukan, seseorang dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari karena dalam setiap teori yang ada juga
masih cukup relevan jika diterapkan dikehidupan nyata.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah biografi August Comte?
2. Apa saja dan bagaimana teori-teori August Comte?
3. Apa saja contoh implementasi penerapan teori-teori August Comte?
C. Tujuan
1. Mengetahui biografi August Comte yang merupakan Bapak Sosiologi.
2. Mengetahui dan memahami teori-teori August Comte.
3. Memahami penjabaran teori August Comte sehingga dapat mengetaui
implementasi penerapan teori-teori August Comte.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi August Comte
August Comte memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste Franois Xavier Comte,
lahir pada tanggal 19 Januari 1798 di kota Montpellier di bagian selatan Prancis. Beliau adalah
filsuf dan ilmuan sosial terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu
kemasyarakatan atau Sosiologi.
Comte sebagai mahasiswa di Ecole Politechnique, Paris. Ecole Politechnique saat itu
terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun
1818, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan Ecole dan
melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier. Tak lama kemudian, ia melihat
sebuah perbedaan yang mencolok antara agama katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga

monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris. Kemudian pada Agustus 1817
dia menjadi murid sekaligus sekertaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon,
yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Namun pada tahun 1824,
Comte meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam
hubungannya.
Pada tahun 1842, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie
Positivistic. Pemikiran brilian Comte mulai menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam
karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dahulu. Dengan penuh kesadaran bahwa akal budi
manusia terbatas, Comte mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang
berasumsi dasar pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri
pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu :
1.

Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan,

2.

Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai


mereka, dan

3.

Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum itu


dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Keyakinan Comte dalam pengembangan yang dinamakan positivisme semakin besar,

positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar
manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metode ilmu pengetahuan. Disini
Comte mengungkapkan perkembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru,
merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa
sebelumnya. Comte mencoba dengan keahlian berfikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran
yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjelasan-penjelasannya
spekulatif (metafisika).
Comte dengan konsistensinya mensosialisasikan agama humanitas-nya dan hukum tiga tahap
yang memaparkan perkembangan kebudayaan manusia hingga akhir hayatnya, Comte meninggal
di Paris pada tanggal 5 September 1857.
B. Teori-Teori Augus Comte
1. Lahirnya Positivisme

Menurut buku Realitas Sosial yang ditulis K. J Veeger halaman 17, positivisme adalah
paham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal
yang dapat diperoleh dengan memakai ilmu pengetahuan (science, sains). Positivisme
merupakan ajaran bahwa hanya fakta atau hal yang dapat ditinjau dan diuji melandasi
pengetahuan sah.
Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi
Karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada teori
sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.
Zaman pencerahan menyebabkan beberapa penyakit pada masyarakat. Oleh karena itu
Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki penyakit
yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan
evolusi alamiah di masyarakat.
Hingga akhirnya tercipta teori evolusi yang dikemukakan Comte atau yang biasa disebut hukum
tiga tahap yaitu:
a. Tahap Teologis
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu
yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa,
roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena
yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat
tiga kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme dan dinamise, menganggap
alam semesta ini mempunyai jiwa. Contohnya, bergemuruhnya guntur disebabkan raksasa yang
sedang berperang dan lain-lain. Kemudian ada animisme yang mempercayai dunia sebagai
kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme, sedikit lebih maju dari pada
kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan
kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang
beranekaragam. Contoh dari politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa
yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa
yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme
yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu tuhan.
b. Tahap Metafisik

Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Tahap teologis, semua fenomena
yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak roh, dewa atau tuhan. Namun pada
tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan seperti alam.
Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800.
c. Tahap Positivisme
Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah
berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Lembaga agama yang
dulunya mengatur segalanya pada tahap ini harus menyerahkan hegemoninya kepada lembagalembaga lainnya sehingga muncullah lembaga-lembaga lainnya. Selainnya itu muncul
sekulerisme atau pemisahan dibidang agama dengan bidang yang lain. Tahap ini menjadikan
ilmu pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia
yang lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (tuhan atau
alam) dan lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya
menemukan hukum yang mengaturnya (Teori Sosiologi, George Ritzer & Douglas J. Goodman
Halaman 17).
2. Dinamika Proses Evolusi Akal-Budi
Tidak semua perkembangan pikiran berlangsung cepat dan lancar. Proses perkembangan
akal-budi ada yang berlangsung cepat ada pula yang lambat. Perkembangan berlangsung cepat
apabila dibidang itu cenderung lebih sederhana dan bersifat universal. Contohnya saja
matematika yang merupakan pengetahuan paling sederhana dan bersifat universal. Oleh karena
itu pengetahuan itu berkembang pesat. Berbeda halnya dengan bidang ilmu pengetahuan lain
yang rumit dan bersifat fenomin. Contohnya pengetahuan yang mengkaji mengenai kematian,
kelahiran, cuaca, bencana dan sebagainya, yang sulit dijelaskan pada zaman teologi dan
metafisik karena cara berpikir masyarakat yang masih berpusat pada tuhan atau dewa.
Pengetahuan ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa diakui di masyarakat. Dalam
buku realitas sosial dijelaskan bahwa inti ajaran Comte yaitu sejarah pokoknya adalah proses
perkembangan bertahap dari cara manusia berfikir dan proses ini bersifat mutlak, universal, dan
tak terelakkan. Teori evolusi Comte tidak menganut determinisme yang radikal walaupun ia
berpendapat bahwa proses evolusi akal budi serta pemantulannya oleh masyarakat berjalan terus
dan pasti mencapai tujuannya, namun menurut dia manusia masih juga memainkan peranan

bebas. Oleh peranan manusia dapat mempercepat atau memperlambat datangnya zaman baru.
Selain itu, manusia dapat mengadakkan variasi tiga faktor yang disebut berpengaruh atas adanya
variasi yaitu suku bangsa, iklim dan strategi. Namun demikian semakin manusia menyadari
bahwa hukum evolusi bersifat pasti, dan mendukungnya , semakin cepat masyarakat baru akan
terwujud.
3. Masyarakat Positivis adalah Masyarakat Industri
Masyarakat bukanlah benda mati, masyarakat akan selalu berkembang dan bergerak
menjadi semakin maju. Masyarakat yang tidak puas atas zaman teologis dan metafisik akan
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang segala fenomena yang terjadi disekitar
mereka. Dengan melakukan percobaan, serta menguji fenomena maka akan muncul jawaban
yang ilmiah dan menggantikan jawaban mutlak seperti kuasa Tuhan atau nasib. Seperti yang
dikatakan Comte, zaman positivisme akan menggantikan teologis dan metafisik serta menjadikan
dunia ini menjadi lebih baik karena mendasarkan segala sesuatu dengan hal-hal yang ilmiah dan
rasional.
Zaman berburu dan meramu, maupun sistem produksi tradisional berganti menjadi zaman
modern dengan ditemukannya mesin-mesin yang mempermudahkan pekerjaan manusia. Dari
positivisme lahirlah masyarakat industri karena pengetahuan semakin berkembang. Berubahnya
masyarakat menjadi masyarakat industri mempengaruhi antagonisme kelas dan kemiskinan
kaum buruh karena sistem ekonomi yang berkembang yaitu sistem ekonomi liberal. Comte
membenarkan hal milik perseorangan atas sarana-sarana produksi, juga hak untuk
mengumpulkan kekayaan besar. Menurut dia, antagonisme kelas dan kemiskinan kaum buruh
hanyalah efek samping dari sistem ekonomi liberal. Namun, bukan berarti Comte menyetujui
persaingan liar yang tak terkendali , dan kebebasan mutlak di bidang ekonomi. Karl Marx tidak
setuju dengan sistem ekonomi liberal. Menurut dia, terjadinya antagonisme kelas dan kemiskinan
merupakan hal yang kronis dan harus segera diperbaiki.
Comte berpendapat tentang etika sosial yang merupakan sarana terbaik utuk mengatasi
masalah ini. Mengembangkan kesadaran moral merupakan hal yang penting untuk menciptakan
kolektivisme. Apabila kesadaran kolektivisme sudah dimiliki oleh masyarakat, maka kestabilan
ekonomi akan terjadi dan mengurangi antagonisme kelas serta kemiskinan.

4. Statika dan Dinamika Sosial


Statika sosial yang dimaksud yaitu semua unsur struktural yang melandasi dan
menunjang orde, tertib, dan kestabilan masyarakat. Antara lain disebut: sistem perundangan,
struktur organisasi, dan nilai-nilai seperti keyakinan , kaidah, dan kewajiban yang semuanya
memberi bentuk yang kongkret dan mantap pada kehidupan bersama. Statika sosial itu disepakati
oleh anggota yang disebut volonte general (kemauan umum). Mereka mengungkapkan hasrat
kodrati manusia akan persatuan , perdamaian, dan kestabilan. Tanpa unsur-unsur struktural ini
kehidupan bersama tidak dapat berjalan.
Dinamika sosial yang dimaksud yaitu semua proses pergolakan yang menuju perubahan
sosial. Dinamika sosial merupakan daya gerak sejarah yang pada setiap tahap evolusi mendorong
kearah tercapainya keseimbangan baru yang setara dengan kondisi dan keadaan zaman. Pada
abad ke 18 dinamika sosial yang paling menonjol dalam perjuangan dan usaha untuk mengganti
gagasan-gagasan agama yang lama dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang baru.
Pada tahap teologi masyarakat dihayati sebagai kehendak dewa. Pemerintahnya
berstruktur feodal atau parternalistis. Ekonominya bercorak militaristisartinya bahwa orang
tidak memproduksi barang kebutuhan mereka tetapi memetik atau meramu hasil bumi. Tahap
metafisika mengakibatkan kemunduran agama, terlihat dari adanya revolusi dan perombakan
atas kehidupan bersama yang tradisional. Tahap positifisme membangun kembali suatu orde
yang kokoh-kuat dimana peranan agama dan filsafat diambil alih oleh ilmu pengetahuan positif
yang tangguh dan universal.
Comte telah menyaksikan krisis sosial yang hebat, disebabkan oleh benturan antara
masyarakat tradisi dengan masyarakat industri baru. Kendati demikian ia berkeyakinan bahwa
masyarakat akan menjadi tertib kembali kalau suatu kesepakatan tentang nilai-nilai baru akan
tercapai.
5. Comte sebagai pembaru agama
Perang yang terus-menerus dan individualism yang berlarut di zaman post-revolusi di negeri
Perancis mencemaskan Comte. Semakin ia tua, semakin ia menyadari bahwa tingkah laku
manusia tidak berpangkal pada akal-budi, melainkan berasal dari hatinya. Dengan hati
dimaksudkan perasaan dan kemauan. Kedua unsur ini memainkan peranan yang menentukan
bagi perilaku dan sikap seseorang. Menurut hematnya, pendidikan elektualistis terus-menerus

dan bertujuan menambah pengetahuan saja, tanpa adanya cintakasih dan motivasi, menghasilkan
intelektualisme kering dan rasionalisme mandul. Memang benar bahwa akal budi bertindak
sebagai penuntun dan juru penerangan dalam perjalanan hidup. Tetapi, betapa penting dan perlu
juga fungsi ini, akal-budi manusia yang tidak menduduki tempat tertinggi. Hati adalah daya
manusia yang paling luhur. Dengan mengingat bahwa wanita mempunyai perasaan yang paling
halus, maka Comte mengagumi dan mengagungkan mereka.
Comte sangat dikesankan oleh abad pertengahan. Bukan tahap evolusi akal-budi di zaman itu
mengesankan dia, tetapi pengintegrasian yang ditonjolkan antara nilai-nilai rohani dengan nilainilai duniawi. Misalnya, lembaga keluarga tidak semata-mata dianggap sebagai sumber sekuler
saja, tetapi dianggap suci dan sakral juga. Terdorong oleh keyakinannya bahwa hati manusia
merupakan daya yang terutama, ia melucuti angkatan bersenjata dari cita sakralnya, dan sebagai
gantinya ia memberi status sakral kepada kaum wanita. Ia meningkatkan status sosial mereka dan
meluhurkan peranan mereka dalam rumah- tangga. Ia menentang perceraian, ibu Yesus
dihormatinya. Melalui hormat kepada Bunda Maria ia menyatakan hormatnya kepada semua ibu.
Pada saat menjelang wafatnya para hadirin mendengar dia berbisik Ibu dari AnakMu.
Comte menarik kesimpulan, bahwa pengintegrasian kembali masyarakat atas dasar prinsipprinsip positivisme hanya mungkin dilaksanakan melalui agama gaya baru, yaitu agama sekuler
dengan lambangnya, upacaranya, hari-hari raya, dan orang Kudus-nya. Hanya agama yang
akan mampu menyemangati baik akal-budi maupun perasaan dan kemauan. Oleh karena itulah,
Comte dalam masa tuanya mendirikan agama baru itu. Yang disembah sebagai Yang Mahatinggi
bukan Allah, melainkan humanitas atau manusia. kita harus mencintai humanitas. Dengan
humanitas tidak dimaksudkan semua orang, termasuk yang tidak becus dan jahat. Melainkan
orang-orang terbaik yang pernah dihasilkan sejarah dan masih hidup melalui karya dan pengaruh
mereka. Kita harus mencintai kemanusiaan mereka yang abadi. Menurut Comte cinta inilah yang
akan memulihkan keseimbangan dan pengintegrasian baik dalam diri individu maupun dalam
masyarakat. Cinta ini akan melahirkan pemerintahan sipil, menjinakkan, dan mengendalikan
tiap-tiap kekuasaan dunawi. Kata Marvin, masyarakat yang sedemikian rupa diatur, hingga
prinsip-prinsip sosial memainkan peranan paling penting, merupakan suatu sosiokrasi. Itulah
sumbangan istimewa Comte kepada dunia. (Marvin, F.S., 1936: 195-196).

Nama lengkap Auguste Comte adalah Isidore Auguste Marie Francois Xavier. Beliau adalah
filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu
kemasyarakatan atau sosiologi. Comte lahir di kota Montpellier di Perancis selatan dari keluarga
kelas menengah konservatif. Comte menerima didikan ilmiah yang baik di Ecole Polythecnique
di Paris, sebuah pusat pendidikan berhaluan liberal.
Comte mencetuskan suatu sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan baru,
yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat pragmatis. Ia berpendapat bahwa
sesungguhnya analisis untuk membedakan "statika" dan "dinamika" sosial , serta analisa
masyarakat sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah didasarkan pada konsensus.
Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang dirumuskan oleh Comte tetap
memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
August Comte merupakan tokoh teori sosial yang sangat terkenal dan dijuluki
Bapak Sosiologi. Ada beberapa macam teori yang telah ditemukan oleh August Comte,
antara lain, positivisme, statika dan dinamika sosial. Penemuan-penemuan yang
dilakukan oleh Comte adalah hasil dari lingkungan sekitar yang ia tinggali.
Positivisme adalah teori yang berisi tentang sekulerisme, masyarakat sudah tidak
percaya lagi dengan keberadaan agama dan melihat dari segi rasionalitasnya saja yang
dianggap itu ada. Ilmu pengetahuan dinilai akan selalu berkembang jika sedang melalui
tahap positivisme.
Selanjutnya ada teori statika sosial adalah sebuah struktur ayng membangun
masyarakat untuk mencapai kestabilan dan ketertiban sosial. Dinamika sosial adalah

suatu tatanan masyarakat yang akan berubah menuju apa yang diinginkan oleh
masyarakat.
Dalam ajaran positivisme, August Comte sangat menjunjung tinggi nilai
kelembutan manusia sehingga memuja kehidupan wanita yang dinilai makhluk yang
lembut. Dalam positivisme tidak ada lagi agama yang ada adalah ajaran humanisme yang
lebih nyata dan lebih peduli dengan kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi: Buku Sosiologi kelas 1 SMA halaman 6 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Penerbit
Yudhistira

Anda mungkin juga menyukai